• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan pengadilan pada dasarnya adalah untuk memberikan suatu keadilan demi terciptanya suatu kepastian hukum. Namun dalam kenyataan di lapangan dapat ditemukan sebaliknya, di mana masih adanya masyarakat yang tidak puas dengan adanya putusan pengadilan. Hal ini dirasanya kurang tepat, keliru dan bahkan kadang–kadang keputusan pengadilan tidak memberikan suatu rasa keadilan yang diharapkan sehingga menimbulkan kekaburan dalam suatu penegakan kepastian hukum.

Dilihat dari Pasal 1 butir 11 KUHAP mengenai pengertian putusan pengadilan yaitu : "Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau

50

lepas dari segala tuntutan hukum dalam segala hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini".51

a. Putusan Bebas (Pasal 191 ayat 1 KUHAP)

Adapun macam-macam Putusan Hakim yang merupakan putusan akhir dapat berupa :

Putusan Bebas dapat dijatuhkan oleh hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 191 ayat 1 KUHAP yang berbunyi : "Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan menyakinkan maka terdakwa diputus bebas".

Penjelasan Pasal 191 ayat 1 KUHAP menyebutkan yang dimaksud dengan "perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan" adalah tidak cukup bukti menurut hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti yang sah. Dengan demikian putusan bebas adalah putusan yang dinilai oleh hakim sebagai berikut :

1) Putusan tersebut tidak memenuhi azas pembuktian menurut Undang-undang secara negatif (negatif wettelijke). Hasil pembuktian yang diperoleh dipersidangan tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa dan hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa.

2) Tidak memenuhi azas hukum pembuktian. Dalam hal ini minimum pembuktian yang diisyaratkan oleh Undang-undang tidak dipenuhi, misalnya hanya ada satu saksi saja, hanya ada satu alat bukti saja. Sedangkan Pasal 183 KUHAP menentukan untuk membuktikan apakah terdakwa bersalah atau bersalah sekurang-kurangnya harus ada dua alat bukti yang sah.52

51

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hlm. 176

52

Putusan bebas pada umumnya terjadi karena penilaian dan pendapat hakim sebagai berikut :

1) Kesalahan terdakwa sama sekali tidak terbukti. Semua alat bukti yang di ajukan oleh penuntut umum dipersidangan tidak dapat membuktikan bahwa terdakwa bersalah. Berarti disini perbuatan terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan, karena hakim berpendapat bahwa semua alat bukti dipersidangan tidak dapat membuktikan kesalahan terdakwa.

2) Pembuktian kesalahan terdakwa tidak memenuhi batas minimum pembuktian sebagai mana diisyaratkan dalam Pasal 183 KUHAP.

3) Hakim tidak akan kesalahan terdakwa, meskipun kesalahan terdakwa dinilai cukup terbukti.

Dakwaan tidak terbukti berarti bahwa apa yang diisyaratkan oleh Pasal 183 KUHAP tidak dipenuhi yaitu karena :

1) Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah disebut oleh Pasal 184 KUHAP. Jadi, misalnya hanya ada satu saksi saja atau hanya ada keterangan terdakwa saja tanpa diteguhkan dengan alat bukti lain.

2) Meskipun terdapat dua alat bukti yang sah akan tetapi hakim tidak mempunyai keyakinan atas kesalahan terdakwa. Misalnya terdapat dua keterangan saksi, akan tetapi hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa. 3) Jika salah satu atau lebih unsur tidak terbukti. Maka keyakinan Hakim bukan

intime) atau (Conviction rasionee), akan tetapi keyakinan hakim adalah keyakinan yang didasarkan atas alat bukti yang sah menurut Undang-undang.

Menurut John Z Loudoe, ketiadaan bukti ada dua macam yaitu :

1) Ketiadaan bukti yang oleh Undang-undang ditetapkan sebagai minimum bukti yaitu adanya pengakuan terdakwa saja atau adanya satu petunjuk saja tidak dikuatkan oleh alat bukti lain.

2) Minimum pembuktian yang ditetapkan Undang-undang telah terpenuhi, misalnya sudah ada dua saksi atau dua petunjuk atau lebih tetapi hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa.53

Menurut R John Z Loudoe, masih ada satu kemungkinan yang dapat ditambahkan, bukan dari segi lain yakni “kesalahan atau (schuld)” yang mempunyai pengertian bertalian dengan pertanggung jawaban pidana. Bila unsur

(schuld) dalam bentuk dolus atau culpa tidak terbukti, berarti terdakwa tidak ada kesalahan maka terdakwa harus dibebaskan.54

Jaksa segera melaksanakan perintah untuk membebaskan terdakwa dari tahanan setelah putusan itu diucapkan. Sedangkan terhadap barang bukti yang disita, pengadilan akan menetapkan diserahkan kepada yang paling berhak yang namanya tercantum dalam putusan itu, kecuali jika barang bukti itu harus

Putusan yang mengandung pembebasan terdakwa, maka terdakwa yang berada dalam status tahanan diperintahkan yang dibebaskan seketika itu juga. Kecuali karena ada alasan lain yang sah, terdakwa tetap berada dalam tahanan, misalnya terdakwa masih tersangkut dalam lain perkara baik untuk dirinya sendiri maupun bersama-sama dengan kawan terdakwa.

53

John Z Loudoe, Fakta Dan Norma Hukum Acara, Bina Aksara. Surabaya. 2004, hlm. 95

54

dirampas untuk kepentingan negara atau dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dipergunakan lagi.

b. Putusan yang mengandung pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum. (Pasal 191 ayat 2 KUHAP).

Putusan lepas dari segala tuntutan hukum dalam KUHAP diatur dalam Pasal 192 ayat 2 KUHAP berbunyi: “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”

Putusan lepas dari segala tuntutan hukum didasarkan bahwa apa yang didakwakan kepada terdakwa terbukti secara sah, tetapi hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana. “Menurut Pasal 67 KUHAP menyatakan adanya larangan banding terhadap putusan bebas, putusan lepas atas segala tuntutan hukum dan terhadap semua putusan pengadilan dalam acara cepat, baik putusan pemidanaan maupun putusan tanpa pemidanaan”.

Putusan bebas Pasal 67 KUHAP tersebut, putusan yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum, putusan tersebut berbeda dengan putusan yang juga putusan lepas atas segala tuntutan hukum menurut Pasal 191 ayat 2 KUHAP dalam hal perbuatan yang didakwakan, tidak merupakan suatu tindak pidana.

Maksud pembentuk Undang-undang tentang kedua bentuk putusan tersebut dengan isi yang berbeda (kurang tepatnya penerapan hukum dan perbuatan yang bukan merupakan tindak pidana) jelas, yakni bahwa terhadap

putusan lepas atas tuntutan hukum yang lain dari pada yang dimaksudkan oleh Pasal 67 KUHAP, larangan banding menurut Pasal tersebut tidak terbukti.

Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum dapat diartikan dalam dua arti yaitu :

1) Pelepasan dari segala tuntutan hukum dalam arti luas. Disini termasuk juga pembebasan yang sebenarnya merupakan pelepasan dari segala tuntutan hukum, tetapi karena telah disebut sebagai pembebasan, maka disebut pelepasan dari segala tuntutan yang bersifat tertutup.

2) Pelepasan dari tuntutan hukum dalam arti sempit. Dalam hal ini jika hakim berpendapat unsur-unsur tindak pidana tidak terbukti, akan tetapi pendapatnya keliru karena salah satu unsur diartikan salah tidak sesuai dengan maksud Undang-undang.55

Perbuatan yang didakwakan itu terbukti, akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, hal ini terjadi jika :

1) Terdapat kesalahan dalam merumuskan atau melukiskan perbuatan yang dilakukan terdakwa ke dalam surat dakwaan, sehingga tidak mencocoki dengan rumusan ketentuan peraturan hukum pidana yang didakwakan. Misalnya pada dakwaan melanggar Pasal 372 KUHP, unsur sifat melakukan hukum mengaku sebagai pemilik tidak dilukiskan dalam surat dakwaan, hingga perbuatan itu bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran.

2) Terdakwa dalam keadaan :

a) Sakit jiwa atau cacat jiwanya (Pasal 44 KUHP). b) Keadaan memaksa (overmacht) (Pasal 48 KUHP) c) Membela diri (noodwear) (Pasal 49 KUHP).

d) Melakukan perbuatan untuk menjalankan Peraturan Perundang-undangan (Pasal 50 KUHP).

55

Ali Yusmandi, Penuntutan Hapusnya Kewenangan Menuntut Dan Menjalankan Pidana, Pedoman Ilmu Jaya. Jakarta. 2005, hlm. 96

e) Melakukan perintah yang diberikan oleh atasan yang sah (Pasal 51 KUHP).

Keadaan terdakwa yang dalam sub a itu, maka ia tidak dapat dipertanggung jawabkan dan di dalam sub b, c, d dan e tidak dinyatakan dapat dihukum, meskipun perbuatan yang didakwakan itu terbukti. Dalam putusan yang mengandung pembebasan maupun mengandung pelepasan dari segala tuntutan hukum menurut Pasal 67 KUHAP tidak dapat dimintakan pemeriksaan tingkat banding.

c. Putusan yang mengandung penghukuman (Pasal 193 ayat 1 KUHAP).

Menurut Pasal 193 ayat 1 KUHAP berbunyi : “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdapat bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya maka pengadilan menjatuhkan pidana”. Terdakwa bersalah berarti dakwaan itu terbukti dan syarat untuk menjatuhkan pidana telah dipenuhi yakni dua alat bukti dan hakim yakni akan kesalahan terdakwa.

Dalam hal menjatuhkan hukuman, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan menurut Jonkers sebagaimana dikutip oleh Zainal Abidin Farid bahwa dasar umum

strafverhogingsgronden atau dasar pemberatan atau penambahan pidana adalah : 1) Kedudukan sebagai pegawai negeri

2) Residivis (pengulangan delik)

3) Samenloop (gabungan atau perbarengan dua atau lebih delik) atau

concursus.

Disamping itu suatu hukuman juga dapat diperberat dengan alasan-alasan seperti berikut :

1) Terdakwa dalam persidangan memberikan keterangan-keterangan yang berbelit-belit sehingga mengganggu lancarnya persidangan.

2) Terdakwa tidak menyesali atas perbuatan yang dilakukan terhadap korban.56

56

Hal-hal yang meringankan undang-undang hukum pidana hanya mengatur hal-hal yang umum tentang peringanan hukuman terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana, misalnya :

1) Adanya perdamaian antara terdakwa dengan korban atau keluarga korban

2) Terdakwa menyesali perbuatan yang telah dilakukannya

3) Terdakwa masih mudah dan mempunyai masa depan yang masih panjang

4) Terdakwa dalam persidangan mengakui terus terang atau memberikan keterangan yang tidak berbelit-belit

5) Terdakwa masih banyak mempunyai tanggungan.57

Putusan pemidanaan segera setelah diucapkan, hakim wajib memberitahukan kepada terdakwa akan hak-haknya yaitu :

1) Hak untuk menerima atau menolak putusan.

2) Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh Undang-undang.

3) Hak meminta menangguhkan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang untuk mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan.

4) Hak meminta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang, dalam hal ia menolak putusan. 5) Hak mencabut pernyataan sebagai mana dimaksud dalam huruf “a.” dalam

tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang.

Semua putusan pengadilan itu hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum, jika diucapkan pada persidangan terbuka untuk umum.

Dokumen terkait