• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Tindak Pidana Penerbangan dan Ketentuan Hukumnya menurut UU No.1 Tahun 2009

Undang-undang yang dipaparkan sebelumnya adalah undang-undang yang selama ini telah berlaku dalam dunia penerbangan. Dan setelah undang-undang No.15 Tahun 1992 dicabut digantikan dengan UU No.1 Tahun 2009 tentang penerbangan. Sangat banyak perubahan yang terjadi dalam undang- undang ini, penambahan bab dan pasal yang semakin banyak. Dalam undang-undang No.15 Tahun 1992 hanya terdiri dari 15 bab dan 76 pasal, sedangkan dalam undang-undang No.1 Tahun 2009 terdiri dari 24 bab dan 466 pasal. Dengan demikian terlihat banyak terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam undang-undang penerbangan yang baru ini. Semakin banyak hal-hal yang diatur dalam dunia penerbangan, demikian juga dengan tindak pidana yang mungkin terjadi selama dalam penerbangan baik itu dilakukan oleh awak pesawat yang terdiri dari kapten terbang (pilot), co-pilot, teknisi pesawat udara, tenaga ruang penerangan

ATC), dan penumpang daripada pesawat itu sendiri semakin baik diatur dalam

undang-undang ini. Ketentuan pidana dalam undang-undang ini dimuat mulai dari Pasal 401 - Pasal 443. Ada banyak tindak pidana yang diatur dalam undang-undang ini dengan ancaman hukuman pidana ataupun denda,yaitu :

1. Pasal 401 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki kawasan udara terlarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) .

Yang dimaksud dengan kawasan udara terlarang adalah ruang udara tertentu di atas daratan dan/atau perairan, di mana pesawat udara dilarang terbang melalui ruang udara tersebut karena pertimbangan Pertahanan dan keamanan negara, serta keselamatan penerbangan33. Kawasan udara terlarang ditetapkan oleh masing -masing Negara.

2. Pasal 402 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki kawasan udara terbatas sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).

Yang dimaksud dengan kawasan udara terbatas adalah ruang udara tertentu di atas daratan dan/atau perairan, karena pertimbangan Pertahanan dan keamanan atau keselamatan penerbangan atau kepentingan umum, berlaku

       33

pembatasan penerbangan bagi pesawat udara yang melalui ruang udara tersebut.

3. Pasal 403 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang melakukan kegiatan produksi dan/atau perakitan pesawat udara, mesin pesawat udara, dan/atau baling-baling pesawat terbang yang tidak memiliki sertifikat produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1).

Sertifikat Produksi adalah tanda bukti terpenuhinya persyaratan kelaikudaraan sesuai peraturan keselamatan penerbangan sipil yang diberikan kepada pabrikan dalam hal pembutan dan perakitan pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat udara dan/atau komponen pesawat udara. Sertifikat produksi ini adalah penting untuk menajamin keamanan dan keselamatan penerbangan.

4. Pasal 404 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak mempunyai tanda pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

Yang dimaksud dengan tanda pendaftaran adalah tanda bukti terpenuhinya persyaratan pendaftaran pesawat udara untuk masuk ke dalam daftar pesawat udara sipil Republik Indonesia sesuai dengan peraturan keselamatan penerbangan sipil. Setiap pesawat udara yang dioperasikan wajib memiliki tanda pendaftaran baik sebagai pesawat Indonesia ataupun milik asing, sehingga jelas status hukum daripada pesawat tersebut

Setiap orang yang memberikan tanda-tanda atau mengubah identitas pendaftaran sedemikian rupa sehingga mengaburkan tanda pendaftaran, kebangsaan, dan bendera pada pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.

Setiap pesawat udara yang masuk maupun keluar dari wilayah Republik Indonesia harus memiliki identitas dan tanda pendaftaran pesawat udara yang jelas untuk mencegah terjadinya kejahatan penerbangan dengan misalnya masuknya teroris ke dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia. 6. Pasal 406 UU no.1 tahun 2009

Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak memenuhi standar kelaikudaraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 34. Untuk melindungi keamanan dan keselamatan penerbangan agar tidak terjadi suatu kecelakaan pesawat udara, dalam pasal 34 ayat 1 ditentukan bahwa setiap pesawat udara yang dipergunakan untuk terbang wajib memiliki sertifikat kelaikudaraan. Dengan adanya ketentuan ini maka setiap pesawat udara yang akan beroperasi diharapkan sudah mendapat pemeriksaan yang seksama sehingga layak terbang atau tidak. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh pemerintah terhadap setiap pesawat secara berkala dan didampingi oleh pihak dari perusahaan penerbangan yang bersangkutan.

7. Pasal 407 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak memiliki sertifikat operator pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam

Sertifikat operator pesawat udara adalah tanda bukti terpenuhinya persyaratan kelaikudaraan sesuai peraturan keselamatan penerbangan sipil dalam hal mengoperasikan pesawat udara secara komersil. Yang dimaksud dengan mengoperasikan pesawat udara adalah menerbangkan pesawat udara untuk angkutan niaga. Angkutan niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan menarik bayaran. Sertifikat ini sangat penting karena termasuk salah satu syarat untuk menjamin kemanan dan keselamatan penerbangan.

8. Pasal 408 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak memiliki sertifikat pengoperasian pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2)

Sertifikat pengoperasian pesawat udara diperuntukkan kepada orang yang menerbangkan pesawat udara sipil untuk pengakutan udara bukan niaga. Angkutan udara bukan niaga adalah kegiatan angkutan udara untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan kegiatan pokoknya bukan di bidang angkutan udara.

9. Pasal 409 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang selain yang ditentukan dalam Pasal 47 ayt (1) yang melakukan perawatan pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling peswat udara dan komponennya.

Yang bisa melakukan perawat terhadap seluruh komponen pesawat udara hanya orang yang memiliki sertifikat dan lisensi bahwa dia mampu dan

layak melakukan perawatan terhadap komponen pesawat tersebut dan memiliki keahlian dalam bidangnya, karena tidak semua orang bisa, mampu, dan mengerti dalam melakukan perawatan terhadap komponen pesawat tersebut yang nantinya akan berdampak pada keamanan dan keselamatan penerbangan.

10. Pasal 410 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara sipil Indonesia atau asing yang tiba di atau berangkat dari Indonesia dan melakukan pendaratan dan/atau tinggal landas dari Bandar udara yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 52.

Maksud daripada pasal ini adalah bahwa setiap pesawat yang ingin lepas landas dan mendarat harus dari Bandar udara yang telah ditetapkan dalam izin pengoperasian pesawat udara, contohnya : pesawat Garuda Indonesia dengan tujuan Jakarta, lepas landas dari Bandara Polonia Medan. Pesawat ini tidak diperkenankan mendarat di Bandar Udara Fatmawati Bengkulu,kecuali dalam keadaan darurat.

11. Pasal 411 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang dengan sengaja menerbangkan atau mengoperasikan pesawat udara yang membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang dan barang, dan/atau penduduk taua merugikan harta benda milik orang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 53.

Yang dimaksud dengan menerbangkan pesawat udara yang membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang, barang dan penduduk misalnya adalah apabila seorang pilot menerbangkan pesawat di bawah ketinggian dan kecepatan yang telah ditentukan. Sebagai contoh adalah kasus pesawat militer AS yang menabrak gantole di Italia, hal tersebut terjadi karena pilot tersebut melanggar batas ketinggian dan kecepatan yang telah ditetapkan Dan contoh di Indonesia adalah pesawat Garuda Indonesia yang tergelincir di bandara adi sucipto Jogjakarta yang mendarat tidak sesuai dengan prosedur pendaratan yang seharusnya yang mengakibatkan matinya orang lain dan kehilangan harta benda.

12. Pasal 412 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan, melakukan perbuatan yang melanggar tata tertib dalam penerbangan, mengambil atau merusak peralatan pesawat udara yang membahayakan keselamatan selama penerbangan, mengganggu ketenteraman, mengoperasikan peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan.

Setiap pesawat udara memiliki peraturan dan tata tertib yang mengharuskan para penumpang ataupun awak pesawat menaati peraturan tersebut karena peraturan tersebut dibuat untuk kepentingan seluruh orang yang ada dalam

pesawat udara tersebut. Contoh :dilarang merokok selama penerbangan berlangsung baik di dalam kabin maupun di dalam toilet.

Pesawat udara memiliki serangkaian peralatan baik itu radar maupun navigasi pesawat yang berfungsi untuk menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan. Apabila diantara alat – alat tersebut diambil maka keamanan dan keselamatan penerbangan akan terancam.

Dalam setiap penerbangan, pramugari selalu mengingatkan untuk mematikan perangkat elektronik karena ketika pesawat telah mencapai ketinggian sekitar 4.500 kaki, mode autopilot dinonaktifkan.Untuk menyebabkan kekacauan penerbangan serius hanya dibutuhkan sedikit sinyal nyasar pada waktu yang tepat. Sinyal nyasar inilah yang berpotensi memicu berbagai kekacauan teknologi pada kokpit. Contoh sederhananya, membuat instrumen di kokpit berfungsi tidak semestinya.

Sebagai contoh, sebuah ponsel yang sedang aktif akan terus memancarkan sinyal elektromagnetik. Maka pada saat posisi pesawat berada di ketinggian 35.000 kaki, sinyal tersebut sanggup menembus jarak radius 35 Km di bawah pesawat (di pusat kota Jakarta pada radius 35 Km terdapat ± 600 BTS). Itu artinya, selain mengganggu sistem kemudi & navigasi pesawat, juga menggangu BTS yang mampu terjangkau oleh ponsel tersebut. Ponsel dan alat elektronik banyak bergantung kepada gelombang radio atau gelombang elektromagnetik untuk menjalankan berbagai tugas

atau fungsi, termasuk berkomunikasi dengan menara kontrol, navigasi atau penerbangan, dan pengaturan udara di dalam kabin.

13. Pasal 413 UU No.1 Tahun 2009

Setiap personel pesawat udara yang melakukan tugasnya tanpa memiliki sertifikat kompetensi atau lisensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 58 ayat (1).

Dalam Pasal 58 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2009 ditentukan bahwa setiap personil penerbangan wajib memiliki sertifikat kecakapan. Sertifikat kecakapan ini adalah sebagai tanda bahwa pilot masih boleh menerbangkan pesawat. Untuk mendapatkan sertifikat tersebut seorang pilot harus melalui beberapa tes, diantaranya tes kesehatan yang dilakukan secara rutin.

14. Pasal 414 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2).

Pesawat udara asing dapat dioperasikan di wilayah NKRI apabila tidak tersedianya kapasitas pesawat udara di Indonesia, tidak tersedianya jenis atau kemampuan pesawat udara Indonesia untuk melakukan kegiatan angkutan udara, terjadinya bencana alam, dan adanya bantuan kemanusian dari pihak asing. Dan untuk melakukan hal tersbut harus memperoleh izin terlebih dahulu dari kementrian. Namun pengoperasian pesawat asing

beberapa waktu sampai dapat ditanggulanginya keadaan tertentu tersebut oleh pesawat udara Indonesia.

15. Pasal 415 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara sipil asing yang dioperasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak memenuhi persyaratan kelaikudaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (4).

Sama sepertinya halnya pesawat udara Indonesia yang dioperasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, demikian juga pesawat sipil asing yang diopersikan di wilayah NKRI harus tetap memenuhi standar keamanan dan keselamatan penerbangan Nasional, salah satunya adalah memenuhi standar kelaikudaraan.

16. Pasal 416 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri tanpa izin usaha angkutan udara niaga sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 84.

Angkutan udara niaga dalam negeri dalam dilakukan dengan memperoleh izin dari menteri untuk mengoperasikan pesawat udara sebagai angkutan udara niaga. Apabila tidak memiliki izin tersebut maka angkutan udara niaga tidak dapat dilakukan.

Setiap orang yang melakukan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri tanpa izin usaha angkutan udara niaga berjadwal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1).

Yang dimaksud dengan angkutan udara niaga berjadwal adalah penerbangan yang dilakukan dari satu tempat ke tempat yang lainnya, dengan jadwal yang teratur sesuai dengan jadwal penerbangan yang telah ditetapkan. Biasanya dilakukan lebih dari satu kali penerbangan. Dengan melakukan penerbangan ini harus memiliki izin pengakutan dan izin terbang terlebih dahulu.

18. Pasal 418 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal luar negeri tanpa persetujuan terbang dari menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1).

Angkutan udara niaga tidak berjadwal adalah penerbangan yangn tidak dengan jadwal yang telah ditetapkan. Penerbangan ini tidak memiliki pembatan rute penerbangan. Angkutan udara niaga tidak berjadwal tidak hanya mengangkut orang namun juga bisa barang. Sama halnya dengan pengakutan udara niaga berjadwal, pengakutan udara tidak berjadwal luar negeri harus memiliki izin terlebih dahulu dari menteri.

Setiap orang yang melakukan pengangkutan barang khusus dan berbahaya yang tidak memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1).

Yang dimaksud dengan barang khusus adalah berupa hewan, ikan, buah-buahan, sayur-mayur, daging, peralatan olahraga, dan alat musik. Barang-barang tersebut tidak dapat hanya asal dibawa dalam pengangkutan udara namun harus memenuhi standar keamanan dan keselamatan pengakutan barnag terlebih dahulu, karena barang-barang yang dibawa tersebut bukan tidak memungkinkan dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat udara.

20. Pasal 420 UU No.1 Tahun 2009

Pemilik, agen ekspedisi muatan pesawat udara, pengirim, badan usaha bandar udara, unit penyelenggara bandar udara, badan udaha pergudangan, atau badan usaha angkutan udara niaga yang melanggar ketentuan pengangkutan barang khusus dan/atau berbahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (1) atau ayat (2).

Barang khusus atau berbahaya memiliki ketentuan tersendiri hingga dapat dimuat dalam pesawa udara, untuk barang berbahaya badan usaha angkutan udara niaga harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan barang tersebut sehingga tidak membahayakan penerbangan. Dalam membawa barang khusus datau berbahaya diwajibkan melapor kepada pengelola pergudangan

21. Pasal 421 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang berada di daerah tertentu di bandar udara, tanpa memperoleh izin dari otoritas bandar udara dan membuat halangan (obstacle), dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yang membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 210.

Dalam Pasal 210 UU No.1 Tahun 2009 melarang seseorang untuk berada di sekitar bandar udara, atau melakukan kegiatan di dalam maupun di sekitar bandar udara yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan. Yang dimaksud dengan berada di sekitar bandar udara adalah tempat dimana orang tidak boleh ada, misalkan di daerah run way, taxi way atau mendirikan halangan/bangunan di dekat landasan pesawat sehingga dapat mengganggu setiap pesawat yang akan mendarat atau akan take off.

22. Pasal 422 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang dengan sengaja mengoperasikan bandar udara tanpa memenuhi ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 217 ayat (1).

Tidak hanya pesawat yang harus memenuhi standar keamanan dan keselamatan, namun Bandar udara yang digunakan untuk proses penerbangan juga harus memnuhi standar keamanan dan keselamatan

sebelum digunakan pesawat udara untuk landing maupun take off. Mengenai ketentuan keamanan dan keselamatan penerbangan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah34. Dan apabila hal perbuatan yang dimaksud dalam pasal 1 tersebut menimbulkan kerugian harta benda seseorang dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) sedangkan apabila menyebabkan matinya orang dipidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).

23. Pasal 423 UU No.1 Tahun 2009

Personel bandar udara yang mengoperasikan dan/atau memelihara fasilitas bandar udara tanpa memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 ayat (1).

Personel bandar udara adalah orang-orang yang bertugas mengoperasikan mengoperasikan dan memelihara fasilitas bandar udara seperti menara pengawas, pemandu garis, dan lain sebagainya. Tidak semua orang bisa menjadi pesonel Bandar udara, harus ada lisensi dan sertifikat yang membuktikan bahwa orang tersebut mampu dan memiliki keahlian dalam memelihara dan mengoperasikan Bandar udara. Lisensi tersebut diberikan oleh Menteri.

24. Pasal 424 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara dan/atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 ayat (1) berupa kematian atau luka fisik orang yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 ayat (2) huruf a dan Pasal 240 ayat (1).

Yang dimaksud badan usaha bandar udara adalah badan usaha baik milik Negara ataupun milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan bandar udara untuk pelayanan umum. Badan usaha bandar udara memiliki peran penting dalam pertanggungjawaban terhadap pihak ketiga yang rnenggunakan jasa pelayanannya. Dan apabila karena hal tersebut pihak ketiga mengalami kerugian maka badan usaha bandar udara berkewajiban untuk memberikan ganti rugi atas apa yang dialami oleh pihak ketiga.

25. Pasal 425 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang melaksanakan kegiatan di bandar udara yang tidak bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada bangunan dan/atau fasilitas bandar udara yang diakibatkan oleh kegiatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241.

26. Pasal 426 UU No.1 Tahun 2009

Bandar udara khusus adalah bandar udara yang hanya digunakan untuk melayani kepentingan sendiri untuk menunjang kegiatan usaha pokoknya.

27. Pasal 427 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang mengoperasikan bandar udara khusus dengan melayani penerbangan langsung dari dan/atau ke luar negeri tanpa izin dari menteri.

Dalam Pasal 249 telah dinyatakan bahwa bandar udara khusus tidak izinkan melayani penerbangan dari dan/atau ke luar negeri,kecuali dalam keadaan tertentu dan mendapat izin dari menteri atau untuk sementara waktu. Yang dimaksud dengan keadaan tertentu adalah untuk tujuan medical evacuation atau penanggulangan bencana. Hal ini dikarenakan bandar udara udara khusus yang ebrsifat private bisa menjadi jalur masuknya teroris ataupun penyelundupan barang-barang berbahaya kedalam NKRI apabila tidak diawasi keamanannya.

28. Pasal 428 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang mengoperasikan bandar udara khusus yang digunakan untuk keperntingan umum tanpa izin dari menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 250.

Bandar udara khusus bersifat private dan untuk kepentingan pribadi maka dari itu bandara ini tidak diizinkan untuk melayani keperntingan umum, jika harus melayani kepentingan umum, hal tersebut dapat dilakukan dengan

memperoleh izin dari menteri dan hanya untuk sementara waktu. Apabila hal tersebut dilakukan maka akan dikenakan sanksi pidana.

29. Pasal 429 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang menyelenggarakan pelayanan navigasi penerbangan tidak memiliki sertifikat pelayanan navigasi penerbangan sebagimana dimaksud dalam pasal 275 ayat (1) .

Tidak semua orang dapat memberikan pengarahan navigasi kepada pesawat udara yang hendak landing maupun take off, hanya orang – orang yang memiliki kecakapan dan sertifikasi yang dapat memberikan pengarahan navigasi tersebut. Karena sedikit saja kesalahan pemberitahuan navigasi akan membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan.

30. Pasal 430 UU No.1 Tahun 2009

Personel navigasi penerbangan yang tidak memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 292 ayat (1).

Navigasi penerbangan adalah proses mengarahkan gerak pesawat udara dari satu titik ke titik yang lain dengan selamat dan lancar untuk menghindari bahaya dan/atau rintangan penerbangan. Maka personel navigasi penerbangan adalah orang yang bertugas melakukan navigasi penerbangan, contohnya adalah kapten terbang. Personel navigasi penerbangan harus memiliki lisensi untuk menjamin bahwa dia adalah ahli dan memiliki kemampuan dalam bidangnya.

31. Pasal 431 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang menggunakan frekuensi radio penerbangan selain untuk kegiatan penerbangan atau menggunakan frekuensi radio penerbangan yang secara langsung atau tidak langsung mengganggu keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 306.

Dalam suatu penerbangan, Kapten terbang akan terus berkomunikasi dengan menara pengawas di bandar udara, dalam komunikasi tersebut digunakan gelombang radio penerbangan. Dan apabila ada pihak lain yang menggunakan frekuensi radio tersebut maka komunikasi kapten terbang dengan menara pengawas akan terganggu. Gangguan tersebut dapat berakibat fatal terhadap penerbangan.

32. Pasal 432 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang akan memasuki daerah keamanan terbatas tanpa memiliki izin masuk daerah terbatas atau tiket pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1).

Yang dimaksud daerah kemanan terbatas adalah daerah-daerah tertentu di dalam bandar udara maupun di luar bandar udara yang digunakan untuk kepentingan keamanan penerbangan, penyelenggara bandar udara dan kepentingan lainnya. Dan untuk memasuki daerah tersebut harus memiliki izin ataupun tiket pesawat bagi para calon penumpang. Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga keamanan dan keselamatan penerbangan.

33. Pasal 433 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang menempatkan petugas keamanan dalam penerbangan pada pesawat udara niaga berjadwal asing dari dan ke wilayah Republik Indonesia tanpa adanya perjanjian bilateral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 341.

Perjanjian bilateral merupakan perjanjian antara dua Negara baik dalam bidang perekonomian maupun bidang hukum dan keamanan. Pesawat udara asing tidak boleh menempatkan petugas keamanan dalam pesawatnya apabila tidak ada perjanjian terlebih dahulu diantara kedua Negara.

34. Pasal 434 UU No.1 Tahun 2009

Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara kategori transport tidak memenuhi persayaratan keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 342 sehingga mengakibatkan kecelakaan pesawat udara dan kerugian harta benda.

Yang dimaksud dengan “persyaratan keamanan penerbangan” adalah dipenuhinya persyaratan di pesawat udara, antara lain :

a. Berupa tempat untuk meredam bahan peledak

Dokumen terkait