• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN

6.2 Jenis Zat Pewarna Sintetis pada Makanan dan Minuman Jajanan…

Salah satu masalah keamanan pangan yang masih memerlukan pemecahan masalah yaitu penggunaan bahan tambahan pada bahan makanan untuk berbagai keperluan. Diantara beberapa Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang sangat sering digunakan salah satunya adalah pewarna makanan.

Makanan dan minuman jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat beragam macamnya. Beberapa makanan jajanan yang dijajakan adalah sosis, bakso bakar, kornet, ditambahkan dengan saus merah. Adapun minuman dingin dijajakan dengan berbagai macam warna seperti hijau, kuning, merah jambu, biru, ungu, dan lain-lain yang sangat disukai oleh anak-anak sekolah dasar.

47

Umumnya makanan dan minuman jajanan yang ada di SDN I-X Kelurahan Ciputat merupakan makanan dan minuman yang dibuat sendiri oleh penjaja makanan dan minuman. Karena kenyataannya, di Indonesia makanan dan minuman yang dijajakan di banyak sekolah tidak meminta izin ke BPOM sehingga di makanan dan minuman itu sendiri tidak ada informasi konten dan komposisi yang di cantumkan. Dalam penelitian ini, beberapa makanan maupun minuman yang telah terdaftar di BPOM tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Pewarna buatan/sintetis untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi (Cahyadi, 2005). Beberapa contoh pewarna buatan yaitu:

Warna kuning : tartrazin, sunset yellow Warna merah : allura, eritrosin, amaranth. Warna biru : biru berlian

Kelebihan pewarna buatan dibanding pewarna alami adalah dapat menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan, sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Misalnya kerupuk yang menggunakan pewarna alami, maka warna

48

tersebut akan segera pudar ketika mengalami proses penggorengan (Cahyadi, 2005).

Menurut Winarno (2004), penggunaan zat pewarna pada makanan dan minuman adalah untuk mempertajam atau menyeragamkan warna bahan makanan yang mengalami perubahan pada saat atau proses pengolahan, memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar keliatan lebih menarik.

Menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan (BTM) bahwa tidak semua zat pewarna yang digunakan merupakan zat pewarna yang diizinkan.

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPOM tahun 2008 pada 195 Sekolah Dasar di 18 Provinsi, diantaranya Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, dan Denpasar sebanyak 861 sampel yaitu minuman ringan, es sirop, saus, kerupuk dan makanan gorengan. Hasil uji analisis menunjukkan bahwa 46 sampel minuman sirop mengandung Amaranth, dan 8 sampel minuman sirop dan minuman ringan mengandung Methanil yellow.

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh YLKI (Yayasan Layanan Konsumen Indonesia) pada tahun 1990 di Semarang terhadap minuman jajanan, dari 22 sampel yang diuji terdapat 54,55 % sampel mengandung Rhodamin B (Cahyadi, 2006).

Sejalan dengan penelitian sebelumnya, hasil penelitian ini diperoleh bahwa dari 40 sampel yang terdiri dari 20 sampel makanan dan 20 sampel

49

minuman yang diperiksa, semua sampel makanan dan minuman mengandung pewarna sinteis yang dilarang.

Hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan dibandingkan dengan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988. Hasil penelitian menunjukkan dari 20 sampel makanan yang diperiksa, 9 sampel positif mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang. Sedangkan dari 20 sampel minuman yang diperiksa, 17 sampel positif mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang. Namun dari 26 sampel makanan dan minuman yang positif mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang, ternyata Sunset yellow, Amaranth dan Eritrosin merupakan jenis zat pewarna sintetis yang dilarang yang mendominasi makanan dan minuman tersebut. Kemudian hasil pemeriksaan jenis zat pewarna sintetis yang berjumlah 21, bahwa 15 jenis zat pewarna sintetis tersebut adalah zat pewarna sintetis yang dilarang menurut Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88. Sedangkan 6 jenis pewarna sintetis lainnya tidak masuk dalam Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88. Maka dari itu, tugas BPOM adalah perlu memantau dan mengawasi peredaran jajanan khususnya jajanan anak sekolah, dan memberikan bimbingan dan pembinaan kepada pedagang jajanan di sekolah-sekolah agar mengetahui tentang pewarna sintetis dan bahayanya terhadap kesehatan.

Dampak negatif makanan jajanan yaitu apabila dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan terjadinya kelebihan asupan energi. Sebuah studi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak mengonsumsi lebih dari sepertiga kebutuhan kalori sehari yang berasal dari makanan jajanan jenis fast food dan soft drink

50

sehingga berkontribusi meningkatkan asupan yang melebihi kebutuhan dan menyebabkan obesitas (Tyas, 2009). Selain itu, bahan untuk menghasilkan pewarna sintetis itu sendiri berasal dari ratusan jumlah coar-tar, dan sebagian coar-tar bersifat toksik berbahaya bagi manusia dan beberapa bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemisahan antara pewarna yang hanya boleh digunakan oleh industri non pangan dengan pewarna yang digunakan untuk industri pangan (Cahyadi, 2008). Dalam makanan jajanan bahan tambahan yang berbahaya, cepat atau lambat dapat menurunkan daya tahan tubuh, begitupula pada kemampuan belajarnya. Namun hal itu tidak diperhatika karena daya tarik warna dan kemasan. Bahaya yang dapat ditimbulkan dari efek zat-zat berbahaya pada makanan jajanan yaitu, kurang gairah belajar, kurang konsentrasi, meningkatkan kenakalan anak, mudah mengantuk dan daya ingat pada anak kurang (Cahyadi, 2008).

Adapun jenis zat pewarna sintetis berdasarkan hasil yang uji laboratorium adalah jenis zat pewarna sintetis yang dilarang menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988. Zat pewarna sintetis tersebut adalah Amaranth, Orange SS, Sunset yellow FCF, Brilliant blue FCF, Auramin, Ponceau SX, Guinea green B, Azorubin A, Fast green FCF, Magenta, Enouglacine A, Sudan II,

Yellow AB, Eritrosin dan Tartazin. Tiga zat pewarna sintetis yang paling banyak

ditemukan dari hasil penelitian ini adalah Sunset yellow FCF, Amaranth dan Eritrosin. dan merupakan jenis zat pewarna sintetis yang dilarang yang mendominasi makanan dan minuman tersebut.

51

6.2.1 Zat Pewarna Sintetis Sunset yellow FCF pada Makanan dan Minuman Jajanan

Sunset yellow FCF merupakan jenis pewarna jingga sintetik yang sangat mudah larut dalam air, dan menghasilkan larutan jingga kekuningan yang biasa digunakan pada produk fermentasi yang telah mengalami proses pemanasan. Pewarna ini biasa digunakan pada pembuatan sirop, saus dan pada bahan-bahan pangan lain yang mengandung warna kuning, orange dan kemerahan (Yuliarti, 2007).

Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 melarang keberadaan Sunset yellow FCF dalam produk makanan. Namun demikian masih ditemukan pada makanan saus sambal I dan saus sambal II. Karena ketika diberi HCl pekat dan H2SO4 jenuh sampel berubah warna menjadi kemerahan, diberi NaOH 10% dan NH4OH berubah menjadi pink orange. Selain itu, ditemukan juga pewarna sintetis Sunset yellow FCF pada saus cakwe. Sampel (saus cakwe) mengandung zat pewarna sintetis ketika diberi HCL pekat dan H2SO4 jenuh berubah warna menjadi kemerahan, sementara ketiak diberi NaOH 10% dan NH4OH tidak berubah warna.

Sunset yellow FCF adalah pewarna yang dapat ditemukan dalam makanan seperti jus jeruk, es krim, ikan kalengan, keju, jeli, minuman soda dan banyak obat-obatan. Untuk sekelompok kecil individu, konsumsi pewarna buatan ini dapat menimbulkan urtikaria, rinitis, alergi, hiperaktivitas, sakit perut, mual dan muntah (Cahyadi, 2006).

52

Sunset yellow FCF dapat mengakibatkan radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah dan gangguan pencernaan (Yuliarti, 2007). Oleh karena itu, dalam pemilihan makanan dan minuman jajanan agar lebih memperhatikan warnanya karena hal tersebut dapat mempengaruhi kesehatan jika dikonsumsi secara terus menerus

6.2.2 Zat Pewarna Sintetis Amaranth pada Makanan dan Minuman Jajanan Jenis pewarna sintetis Amaranth ini terdapat pada makanan cabe bubuk dan minuman es susu coklat IV. Amaranth merupakan satu dari tujuh pewarna yang diizinkan penggunaannya pada makanan oleh Food and Drug Act di Amerika pada tahun 1906. Setelah melakukan pengamatan selama 7 tahun, Amaranth dinyatakan aman pada tahun 1964. Pada tahun 1970, dua kelompok riset di Rusia melaporkan efek karsinogenik dan embriotoksik terhadap penggunaan Amaranth. Di Amerika hasil ini terlihat meragukan kemudian American Food and Drug Administration melakukan pengamatannya sendiri pada tahun 1971. Hasilnya, ditemukan beberapa bukti terjadinya embriotoksik pada tikus, akhirnya Amaranth dilarang penggunaannya secara resmi pada tahun 1976 (Hughes, 1987).

Berdasarkan hasil uji laboratorium, Amaranth ditemukan pada cabe bubuk adalah ketika sampel diberi H2SO4 jenuh berubah warna menjadi ungu kecoklatan, diberi NaOH 10% berubah warna menjadi dull brownies to orange red dan ketika diberi NH4OH sedikit berubah warna. Sementara

53

ketika diberi HCl pekat tidak berubah warna. Sementara pada minuman yang ditemukan adanya kandungan zat pewarna sintetis Amaranth terdapat pada es susu cokelat IV karena ketika sampel diberi HCl pekat warna sangat gelap, diberi H2SO4 jenuh berubah warna menjadi ungu kecoklatan dan ketika diberi NH4OH warna sedikit berubah.

Perlu diperhatikan bahwa pada saat ini banyak pengusaha yang tetap menggunakan zat-zat pewarna berbahaya yaitu zat pewarna bukan untuk makanan ataupun minuman. Efek dari pewarna sintetis jenis Amaranth tersebut dapat menyebabkan tumor, reaksi alergi pada pernafasan dan hiperaktif pada anak-anak (Cahyadi, 2009).

Dapat disimpulkan bahwa bahan perwarna dapat membahayakan kesehatan bila pewarna buatan ditambahkan dalam jumlah berlebih pada makanan maupun minuman, atau dalam jumlah kecil namun dikonsumsi secara terus-menerus dalam jangka waktu lama.

Amaranth adalah zat pewarna yang paling banyak digunakan dan diperkirakan mencapai sepertiga dari seluruh pewarna makanan yang sering digunakan (deMan, 1980). Amaranth dalam jumlah besar dapat menimbulkan tumor, reaksi alergi pada pernafasan dan dapat mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak (Yuliarti, 2007). Walaupun dilarang penggunaannya, zat pewarna ini sangat sering digunakan pada minuman seperti sirop, limun, kerupuk, roti dan agar/jeli (Syah, 2005). Dengan demikian, jika ditemukan makanan jajanan di sekolah yang

54

berwarna merah mencolok maka sebaiknya, tidak dikonsumsi terlalu sering karena efek yang ditimbulkan apabila dikonsumsi secara terus menerus dapat menimbulkan penyakit seperti tumor.

6.2.3 Zat Pewarna Sintetis Eritrosin pada Makanan dan Minuman Jajanan Eritrosin merupakan sebuah zat pewarna sintetis yeng memberikan warna cherry-pink, biasanya digunakan sebagai pewarna makanan maupun minuman. Zat pewarna ini berupa tepung coklat, larutannya dalam alkohol 95% menghasilkan warna merah, sedangkan larutannya dalam air berwarna merah cherry (Kurniawati, 2009).

Mengonsumsi Eritrosin dalam dosis tinggi dapat bersifat karsinogen. Selain itu juga meningkatkan hiperaktivitas pada anak SD, dapat mengakibatkan reaksi alergi seperti nafas pendek, dada sesak, sakit kepala, dan iritasi kulit (Usmiati, 2004).

Hasil uji laboratorium diperoleh bahwa pada minuman sirup kuning mengandung zat pewarna sintetis Eritrosin karena pada saat pemeriksaan dengan diberi HCl pekat berubah warna menjadi kuning-orange, diberi NaOH 10% tidak berubah warna dan saat diberi NH4OH warna tidak berubah. Selain pada sirup kuning, pada sirup jeruk juga di dapat hasil yang sama yaitu mengandung zat pewarna sintetis Eritrosin. Dengan demikian, Eritrosin tidak dapat dipakai dalam produk minuman karena eritrosin mudah diendapkan oleh asam. Maka dari itu, minuman

55

yang berwarna kuning mencolok dicurigai mengandung zat pewarna sintetis yang membahayakan bagi kesehatan.

Dari tiga zat pewarna sintetis yang dilarang diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar makanan dan minuman jajanan yang dijajakan di sekolah mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang oleh Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988. Kemudian, makanan dan minuman yang mempunyai warna mencolok harus dicurigai karena kemungkinan mengandung zat pewarna sintetis. Zat pewarna sintetis yang dilarang dapat membahayakan kesehatan terutama jika dikonsumsi secara terus menerus karena berefek jangka panjang. Selain itu, kasus yang banyak ditemukan salah satunya pada makanan dan minuman anak sekolah yang dijual di lingkungan sekolah tetutama sekolah dasar. Maka sebaiknya, pihak sekolah memberi penyuluhan atau edukasi kesehatan tentang makanan dan minuman jajanan yang baik untuk dikonsumsi dan yang tidak baik dikonsumsi serta dampak dari makanan dan minuman tersebut. Serta pihak sekolah sebaiknya mengawasi penjualan makanan dan minuman jajanan yang dijajakan di lingkungan sekolah.

Dokumen terkait