1. Rancangan Standar Nasional Indonesia 3 (RSNI3): Sargassum spp sebagai bahan baku alginat
3.3.2. INTERNAL PROCESS PERSPECTIVE
3.3.2.1.2. IKU 5: Jumlah Data dan Informasi ilmiah litbang daya saing produk dan bioteknologi KP (paket)
IKU ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi ilmiah yang dihasilkan dari kegiatan litbang daya saing produk dan bioteknologi KP yang dilaksanakan. Jumlah data dan informasi hasil penelitian dihitung berdasarkan jumlah bentuk paket informasi (hasil daya saing dan analisis data). Pengukuran dilakukan dengan menghitung jumlah data dan informasi yang sudah disampaikan secara resmi oleh Kepala Satker kepada Kepala Balitbang KP.
Indikator ini menggunakan klasifikasi maximize, dimana capaian yang diharapakan adalah sesuai dengan target yang ditetapkan. Adapun capaian atas indikator kinerja jumlah data dan/atau informasi ilmiah KP (paket) dideskripsikan di bawah ini.
Tabel 12. Jumlah Data dan Informasi ilmiah litbang daya saing produk dan bioteknologi KP Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Tahun 2015 Tahun 2016
T R % T R %
Tersedianya rekomendasi dan masukan kebijakan pembangunan KP yang efektif berdasarkan hasil litbang daya saing produk dan bioteknologi KP
Jumlah Data dan Informasi ilmiah litbang daya saing produk dan bioteknologi KP (paket)
10 10 100 13 13 100
Dari Tabel 12 di atas terlihat bahwa capaian kinerja jumlah data dan/atau informasi ilmiah litbang DSPBKP tahun 2016 tercapai 100% dengan realisasi sebanyak 13 paket sesuai dengan target. Target pada tahun 2015 sebanyak 10 paket dan pada tahun 2016 sebanyak 13 paket sehingga terdapat peningkatan sebanyak 3 paket. Kenaikan jumlah target dipengaruhi oleh kenaikan anggaran pada tahun 2016. Data dan informasi yang telah dihasilkan antara lain:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2016 Pusat Penelitian dan Pengembangan Daya Saing Produk dan Bioteknologi KP|
31
1. Potensi Sumber Pangan Fungsional dari Moluska Hasil PerikananMoluska mengandung nutrisi dan senyawa fungsional seperti asam amino, asam lemak, vitamin, mineral, taurine, dan antioksidan, sehingga potensial sebagai sumber pangan fungsional. Data dan informasi yang diperolah dari penelitian ini adalah karakteristik (kandungan proksimat, asam amino, asam lemak) serta aktivitas antioksidan dari kerang darah (Anadara granosa), kerang hijau (Perna viridis), kerang lokan (Geloina erosa), cumi-cumi (Loligo sp.) dan sotong (Sepia sp.) yang berasal dari Pelabuhan Ratu (Jawa Barat), Muara Baru (DKI Jakarta), Rembang (Jawa Tengah) dan Belitung (Bangka Belitung).
2. Pengkajian Kebijakan Nilai Tambah Hasil Laut
Dari hasil kajian diperoleh data dan informasi teranalisis mengenai keragaman kualitas dan nilai hasil tangkapan ikan terkait dengan perubahan volume produksi, yang dalam penelitian ini didekati dengan fluktuasi produksi musim dan lokasi. Data dan informasi tersebut disediakan untuk mendukung perumusan strategi pengelolaan nilai tangkapan ikan. Hasil penelitian menunjukkan adanya keragaman mutu dan jumlah tangkapan ikan akibat musim dan proses penanganan di kapal sehingga perlunya intervensi pengambil kebijakan untuk memperkuat kinerja dari tindakan-tindakan adaptif dari pelaku pasar tersebut di atas, terutama fasilitasi distribusi/ logistik, peningkatan ketrampilan dan peningkatan kondisi sarana-prasarana untuk mendukung sistem rantai dingin.
3. Karakterisasi Bakteriological Grade Agar dari Beberapa Jenis Rumput Laut Merah di Indonesia.
Dari penelitian ini diperoleh data dan informasi mengenai karakteristik bakto agar dari rumput laut merah Indonesia sebagai berikut:
a. Bakto agar dari Gracilaria verrucosa dari 3 lokasi berbeda (Brebes, Karawang, dan Palopo) telah memenuhi standard SNI untuk agar dan standar bakto agar komersial pada parameter kadar air dan abu tak larut asam. Bakto agar ini memiliki gugus fungsi yang identik dengan gugus fungsi yang dimiliki oleh agar serta kadar sulfat bakto agar yang dihasilkan relatif rendah sehingga mampu untuk menghasilkan bakto agar dengan kekuatan gel yang tinggi. Kemampuan bakto agar untuk menumbuhkan bakteri, lebih baik dibandingkan dengan bakto agar komersial.
b. Bakto agar dari Gelidium sp. telah memenuhi standar bakto agar komersial untuk parameter kadar air dan kadar abu tak larut asam, memiliki gugus fungsi yang identik dengan gugus fungsi yang dimiliki oleh agar, kekuatan gel bakto agar telah memenuhi persyaratan standar bakto agar komersial (Supreme marine chemical) untuk grade premium serta mampu menumbuhkan bakteri yang lebih baik dibandingkan dengan bakto agar komersial.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2016 Pusat Penelitian dan Pengembangan Daya Saing Produk dan Bioteknologi KP|
32
4. Karakterisasi Sifat Fungsional Ikan Spesifik di Perairan Umum Kabupaten MeraukeData dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini yaitu:
a. Karakterisasi sifat fungsional dan sifat fisiko-kimia ikan perairan umum di Kab. Merauke.
Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 jenis ikan konsumsi yang ada di perairan umum Kabupaten Merauke yang merupakan hasil identifikasi penelitian tahun
2015 yaitu gabus, lele, mujair, kakap rawa, belanak dan betik. Analisa sifat fisiko-kimia yang dilakukan meliputi: nilai proksimat (kadar air, lemak, protein, abu) (AOAC, 2005), asam amino-asam lemak, warna (Hutching, 1999) dan tekstur, sedangkan untuk analisa sifat fungsional meliputi: water holding capacity (WHC) (Nurhayati et al. 2013), sifat emulsi (Yatsumatsu et al., 1972), daya serap air (Beuchat, 1977), dan daya serap lemak (Beuchat, 1977). Sebagai parameter tambahan untuk mengetahui tingkat kesegaran bahan baku dilakukan analisa TVB dan pH. Edible portion paling besar terdapat pada bagian daging, nilai proksimat keenam jenis ikan tidak jauh berbeda, asam amino yang mendominasi adalah glutamic acid diikuti dengan aspartic acid, sedangkan untuk asam lemak adalah palmitic acid dan oleic acid. Berdasarkan sifat fungsionalnya, ikan lele memiliki kemampuan menyerap, menahan air dan lemak serta stabilitas busa paling baik bila dibandingkan dengan daging fillet ikan yang lain. Aktivitas emulsi tertinggi ditunjukkan oleh ikan belanak, sedangkan stabilitas emulsi yang baik ditunjukkan oleh ikan gabus. Ikan betik memiliki profil texture paling baik, sedangkan ikan gabus memiliki tingkat derajat putih paling tinggi);
b. Pengolahan konsentrat protein ikan (KPI) gabus sebagai sumber pangan tinggi
protein
Rendemen konsentrat ikan yang diperoleh pada konsentrat protein ikan metode asam dan basa adalah sekitar 20,9-23,6%. Rendemen tertinggi diperoleh pada konsentrat protein ikan menggunakan metode pemanasan, yaitu 27%. Kadar protein tertinggi diperoleh dari KPI menggunakan pH 3 yaitu 94,24%. Pada metode ekstraksi asam dan basa terbentuk garam dengan kadar yang cukup rendah yaitu 0,08-0,16%. Penambahan 10% bubuk KPI ke dalam formulasi cookies meningkatkan kenampakan, tekstur dan rasa cookies, disamping juga meningkatkan kandungan proteinnya.
5. Penelitian Peningkatan Kualitas Garam secara Biologi
Data dan informasi yang diperoleh pada penelitian ini berupa pilot project teknologi biologi dalam meningkatkan kualitas garam rakyat. Penelitian yang telah dilakukan di tambak garam rakyat Kabupaten Tuban dan Sampang (Jawa Timur), berhasil menemukan bahwa mutu dan kualitas garam di ladang ditentukan oleh keberadaan mikroba Halobacterium salinarum di
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2016 Pusat Penelitian dan Pengembangan Daya Saing Produk dan Bioteknologi KP|
33
tambak meja garam. Kuantitas dari mikroba ini dipengaruhi oleh keberadaan Dunaliellasalina. Penelitian ini merekomendasikan bahwa untuk meningkatkan tingkat kemurnian garam
dari tambak rakyat, maka perlu dilakukan pengolahan air masuk ke tambak garam, agar secara alamiah dan berkelanjutan menjaga kondisi komunitas biologis tambak garam yang seimbang, dengan jumlah D. salina dan H. salinarum yang optimal untuk pembentukan kristal garam. Teknik pengolahan air input ke tambak garam pada skala pilot project telah dilakukan, dengan dengan memanfaatkan cyanobacteria kompetitor D. salina dan juga penambahan red archaea
H. salinarum. Peningkatan kemurnian garam NaCl dapat dicapai hingga 8% melalui teknik
bioteknologi ini.
6. Penelitian Teknologi Produksi Pangan Fungsional dari Spirulina dan Stabilitasnya
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses produksi biomassa dalam memperoleh bahan baku pangan fungsional serta mengetahui profil metabolik dan stabilitas komponen aktif pada produk pangan fungsional yang difortifikasi dengan Spirulina. Data dan informasi yang diperoleh yaitu ekstrak dan tepung spirulina mengandung senyawa aktif sebagai sumber antioksidan, klorofil, karotenoid, dan fikosianin. Stabilitas antioksidan menurun seiring meningkatnya suhu. Minuman spirulina yang dikombinasikan dengan buah-buahan mengandung antioksidan cukup tinggi. Penambahan spirulina sebesar 0,5% dapat meningkatkan kandungan protein minuman spirulina berkisar 0,86-1,5%. Kadar protein otak terfortifikasi tepung spirulina 2% meningkat lebih tinggi 1%. Jumlah bakteri produk otak-otak terfortifikasi ekstrak spirulina jauh lebih rendah dari batas maksimum yang ditetapkan oleh SNI 7388:2009 (sebesar 5 x 105 koloni/g). Otak-otak ikan terfortifikasi tepung spirulina,
Pitaya Smoothie Spirulina dan Banana Smoothie Spirulina diterima panelis dari segi
kenampakan, bau, tekstur, rasa.
7. Eksploitasi Potensi Genetika Mikrobioma Biota Laut sebagai Penghasil Bahan Aktif
Penelitian ini menghasilkan data dan informasi mengenai potensi genetika mikrobioma pada spons laut di kawasan Coral Triangle Initiative (CTI). Melalui pendekatan metagenomika, berhasil diidentifikasi bakteri potensial Entotheonella pada mikrobioma dari spons laut asal Pulau Kapoposang. Identifikasi bakteri ini sangat penting karena penelitian sebelumnya membuktikan bahwa Entotheonella sebagai penghasil sejumlah bahan aktif yang memiliki aktifitas farmakologi dari golongan poliketida dan peptida. Melalui teknologi kloning DNA, diidentifikasi gen-gen parsial penyandi poliketida sintase (PKS) pada mikrobioma di samping penyandi asam lemak rantai panjang bebas. PKS merupakan multienzim modular yang dikenal mengkatalisis biosintesis poliketida.
Keberadaan bakteri potensial Entotheonella berhasil dideteksi pada dua jenis spons asal Kapoposang. Melalui pengamatan morfologi yang diintegrasikan dengan analsis histologi,
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2016 Pusat Penelitian dan Pengembangan Daya Saing Produk dan Bioteknologi KP|
34
kimiawi dan DNA barcoding, kedua sampel tersebut diidentifikasi sebagai Theonella swinhoei dan Rhabdastrella globostellata. Ini untuk pertama kalinya keberadaan Entotheonella dilaporkan pada spons asal Indonesia. Melalui kloning DNA, diketahui potensi genetika lain dari R. globostellata, yang mencakup gen-gen penyandi biosintesis asam lemak dan poliketida di samping gen penyandi enzim hidrolitik dalam hal ini amilase. Dari sudut pandang farmakologi, ditemukannya gen parsial penyandi poliketida menjadi dasar bagi penelitian lanjutan dalam rangka penyediaan bahan aktif poliketida secara berkelanjutan untuk mendukung industri farmasi. Ini untuk pertama kalinya, poliketida diidentifikasi pada level DNA untuk genus Rhabdastrella. Dari sudut pandang energi terbarukan, gen-gen parsial penyandi asam lemak yang diperoleh dalam penelitian ini dapat menjadi dasar untuk produksi berbagai molekul asam lemak rantai panjang bebas yang selanjutnya berpotensi dimanfaatkan sebagai bioenergi.8. Penelitian Biopotensi Terumbu Karang CTI
Penelitian ini menghasilkan data dan informasi terkait hasil pengamatan bioekologi dan biopotensi terumbu karang yang terdapat di KKPD 1 Kabupaten Buton Selatan meliputi pola hidrologis, terumbu karang, dan biopotensi perairan sebagai studi dasar dalam pembentukan sistem zonasi konservasi berupa: (1) pola hidrologis yang meliputi variabel air yang berupa salinitas, nutrien, pH, dan suhu, (2) terumbu karang yang meliputi tutupan dan pergeseran komunitas akibat lingkungan, (3) biopotensi keragaman dan bioaktiitas sitotoksik dari biota invetebrata laut spons, karang lunak, dan asicidian. Penelitian ini merekomendasikan tiga area konservasi inti di KKPD 1 Kabupaten Buton Selatan, yaitu:
Daerah Perlindungan Laut Perairan Pulau Liwutonkidi
Daerah Perlindungan Laut Perairan Barat Daya Pulau Kadatua Daerah Perlindungan Laut Perairan Barat Laut Pulau Siompu
Rekomendasi Daerah Perlindungan Laut (DPL) di KKPD Kota Buton Selatan berbasis bioekologi lingkungan dan keragaman biopotensi invertebrata terumbu karang sebagai berikut:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2016 Pusat Penelitian dan Pengembangan Daya Saing Produk dan Bioteknologi KP|
35
Gambar 9. Rekomendasi DPL di KKPD Kota Buton Selatan berbasis bioekologi lingkungandan keragaman biopotensi invertebrata terumbu karang
9. Isolasi Pigmen Fikoeritrin dari Mikroalga Rhodomonas sp.
Data dan Informasi teknologi isolasi pigmen fikoeritrin dari mikroalga Rhodomonas sp mengunakan 5 metode yaitu: 1). Kultivasi mikroalga; 2). Ekstraksi fikoeritrin; 3). Pemurnian fikoeritrin; 4). Uji antioksidan fikoeritrin; dan 5). Uji stabilitas optik fikoeritrin.
10. Bioekologi Lingkungan dan Biopotensi Invertebrata Laut
Penelitian ini menghasilkan peta karakteristik ekologis dari pola lingkungan dan pengaruhnya terhadap biopotensi biota invetebrata, sebagai studi dasar untuk penetapan zonasi di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kota Batam. Penelitian ini merekomendasikan disain zonasi wilayah Takong, Pangelep, dan Kalo sebagai zona konservasi ikan dan terumbu karang. Zona tersebut diharapkan menjadi titik-titik habitat sumberdaya perikanan dan biopotensi invetebrata di KKPD Kota Batam.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2016 Pusat Penelitian dan Pengembangan Daya Saing Produk dan Bioteknologi KP|
36
Gambar 10. Rekomendasi Daerah Perlindungan Laut (DPL) di KKPD Kota Batam berbasis bioekologilingkungan dan biopotensi terumbu karang
11. Penelitian Ekstraksi Phytosterol dari Mikroalga
Penelitian ini menghasilkan data dan informasi mengenai profil phytosterol dari mikroalga
Nannochloropsis dan Spirulina serta mempelajari teknik ekstraksinya. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ekstraksi phytosterol dari mikroalga lebih efektif dilakukan dengan metode langsung. Ekstraksi langsung dilakukan dengan dengan pelarut etanol dengan komposisi 1: 5 untuk menarik phytosterol, dan heksan untuk memisahkan bagian yang tidak tersaponikasi. Konsentrasi KOH yang efektif dalam saponifikasi fitosterol adalah 7,5%. Adapun rendemen crude phytosterol untuk Nannochloropsis sp. 20 % dan Spirulina sp. 14 %. Warna crude phytosterol untuk Nannochloropsis sp. adalah oranye tua dan Spirulina sp. oranye kemerahan dengan bau yang lembut. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa crude
phytosterol mikroalga Nannochloropsis sp. dan Spirulina sp. positif mengandung senyawa
fenolik, flavonoid, steroid, glikosida, alkaloid, tritrerpenoid dan negatif mengandung senyawa tanin dan saponin. TLC scaner menunjukkan bahwa Nannochloropsis sp mengandung sitostosterol sebesar 13,38 % dan Stigma sterol 11,84 sedangkan Spirullina mengandung B-sitostosterol sebesar 7,06 % dan Stigma sterol 9,21.
Hasil uji in vivo pengaruh mikroalga Nannochloropsis sp. terhadap total kolesterol tikus putih yang mengalami diet hyperkolesterol, menunjukkan hasil yang positif. Semakin tinggi dosis mikroalga yang diberikan maka semakin tinggi penurunan total kolesterol dalam darah. Total penurunan kolesterol pada dosis 150 mg/kg bb adalah 21 %, sedangkan pada dosis 300 mg/kg bb adalah 34 % dan pada dosis 600 mg/kg bb adalah 42 % sedangkan pada kontrol positif adalah 12 % dan kontrol negatif meningkat 3 %. Hasil uji in vivo ini menunjukkan berpotensi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2016 Pusat Penelitian dan Pengembangan Daya Saing Produk dan Bioteknologi KP|
37
untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional penurun kolesterol dengan dosis efektif 300 mg/kg bb.12. Profil Risiko Mikotoksin pada Produk Olahan Produk
Dari hasil kajian diperoleh data dan informasi mengenai kontaminasi dan jenis mikotoksin pada ikan asin yang dapat digunakan sebagai acuan keamanan pada ikan asin dapat digunakan sebagai acuan keamanan produk hasil perikanan. Selain itu berdasarkan hasil tersebut dapat disarankan kepada pengolah agar lebih memperhatikan sanitasi dan hygiene dalam memproduksi olahan ikan, agar tidak ditumbuhi kapang. Dari hasil penelitian diperoleh data dan informasi bahwa pada ikan asin ditemukan Aspegillus flavus dengan prevalensi 9,33% (14/150) dan prevalensi aflatoksin B1 sebesar 8% (12/150) dengan konsentrasi yang terdeteksi antara 10,71 – 33,56 ppb. Sedangkan prevalensi kapang A.flavus ikan pindang adalah 0% (0/100) artinya dari 100 sampel ikan pindang yang dianalisis tidak terdapat sampel yang positif
A.flavus.
13. Kajian Kandungan Formaldehid pada Produk Olahan Ikan
Dari hasil kajian diperoleh data dan informasi mengenai kandungan formaldehid pada produk olahan ikan selama proses produksi secara tertelusur. Pada bahan baku ikan bloso selama tahap pengolahan cenderung mengalami kenaikan kandungan formaldehid, mulai dari ikan segar tangkapan nelayan sampai dengan proses preparasi dan pencucian. Namun pada sebagian bakso produk akhir olahannya, kandungan formaldehidnya tidak terdeteksi. Penyebab penurunan mutu ikan secara signifikan selama proses penanganan adalah karena tidak diterapkannya sistem rantai dingin dengan baik. Sesuai hasil penelitian penelusuran mutu ikan, maka perlu adanya pengawasan mutu dan penyuluhan kepada pengumpul ikan dan pengolah ikan untuk menggunakan atau menerapkan sistem rantai dingin dengan baik dan benar serta konsisten pada proses penanganan dan pengolahan ikan.
3.3.2.1.3. IKU 6: Jumlah Karya Tulis Ilmiah litbang daya saing produk dan bioteknologi KP