• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2.4 Parameter Penelitian

3.1.5 Jumlah Larva

Jumlah kumulatif larva selama 84 hari masa pemeliharaan menunjukkan bahwa perlakuan bioflok menghasilkan anakan yang lebih tinggi secara signifikan (P<0,05) (Lampiran 6) yaitu sebanyak 8.491 ekor, sedangkan pada kontrol sebanyak 5.154 ekor (Gambar 5).

Gambar 5. Jumlah total larva yang dihasilkan oleh induk ikan nila Oreochromis

sp. yang dipelihara pada sistem BFT dan kontrol selama 84 hari masa pemeliharaan 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 0 14 28 42 56 70 84 Dia m et er t elur (m m ) Hari ke- kontrol BFT 5154 8491 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 kontrol BFT J um la h la rv a ( ek o r) Perlakuan b a

10 3.1.6 Sintasan

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada perlakuan bioflok tidak memberikan pengaruh terhadap sintasan atau tingkat kelangsungan hidup ikan nila (P>0,05) (Lampiran 7) dengan rata-rata untuk masing-masing perlakuan adalah 99,17% untuk kontrol dan 97,50% untuk BFT.

Gambar 6. Tingkat kelangsungan hidup induk ikan nila ikan nila Oreochromis sp. yang dipelihara pada sistem BFT dan kontrol selama 84 hari masa pemeliharaan

3.2 Pembahasan

Reproduksi merupakan suatu proses biologi mulai dari diferensiasi seksual hingga dihasilkannya individu baru (larva) yang melibatkan kinerja dari beberapa jenis hormon (Bernier et al. 2009). Kegiatan reproduksi terjadi sesudah ikan mencapai masa dewasa, dan diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin serta hormon- hormon yang dihasilkannya. Perkembangan gonad ikan nila dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti hormon, makanan, dan faktor lingkungan. Stickney (1979) mengemukakan bahwa ikan nila pada kondisi budidaya lebih cepat matang gonad dibandingkan dengan ikan nila yang hidup di perairan alami. Karena pada kondisi budidaya, pakan yang diberikan berdasarkan kebutuhan ikan tersebut.

Menurut Lagler et al. (1977) ada dua faktor yang memengaruhi kematangan gonad yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam meliputi perbedaan spesies, umur, ukuran, serta sifat fisiologi ikan itu sedangkan faktor luar adalah makanan, suhu, dan arus. Selama perkembangan gonad, sebagian besar hasil metabolisme ditujukan untuk perkembangan gonad. Hal ini menyebabkan terjadi perubahan- perubahan dalam gonad. Pengetahuan tentang tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui waktu pemijahan, ukuran pertama kali matang

99,17 97,50 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 kontrol BFT SR ( %) Perlakuan a a

11

gonad, hubungannya dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang memengaruhinya (Effendie 2002).

Pengamatan kematangan gonad dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama cara histologi dilakukan di laboratorium, yang kedua cara pengamatan morfologi yang dapat dilakukan di laboratorium dan dapat pula dilakukan di lapangan. Pada penelitian ini, pengamatan kematangan gonad dilakukan melalui pengamatan morfologi. Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara morfologi ialah bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat seperti diameter telur (Effendie 2002).

Ukuran tingkat perkembangan ovarium dapat dinyatakan dalam satuan indeks dari persentase bobot gonad per bobot tubuh dan dinyatakan sebagai satuan IGS. Nilai IGS untuk masing-masing TKG menurut Azwar (1997) disajikan pada Tabel 3.

Nilai IGS untuk masing-masing TKG menurut Azwar (1997) sebagai berikut:

Tabel 3.Nilai IGS untuk masing-masing TKG (Azwar 1997)

TKG Nilai IGS (%)

Ciri-ciri

I <0,20 ovarium berwarna putih, transparan, oosit dan oogonia hanya dapat terlihat dengan menggunakan mikroskop. Sel telur terdiri dari oosit stadum 1 (oosit awal) dengan inti besar di tengah.

II 0,21-0,80

terbanyak pada kisaran

0,21-0,60

ovarium berwarna kuning terang, butiran oosit mulai terlihat dengan mata, secara mikroskopis terlihat adanya oosit stadium 2, namun oosit belum terisi kuning telur (previtelogenesis), ovarium terdiri dari oosit stadium 1 dan 2, sebagian besar oosit masih stadium 1.

III 0,61-2,20

Terbanyak pada kisaran

0,61-1,80

ovarium berwarna kuning tua, terdiri dari oosit stadium 1, 2, dan 3 (oost vitelogenesis), oosit terbanyak masih pada fase previtelogenesis. Oosit mudah dipisahkan.

IV 2,21-4,20

terbanyak pada kisaran

2,41-4,20

ovarium berwarna coklat gelap, butiran terlihat jelas dan mudah dipisahkan. Sebagian besar oosit pada stadium 3 dan 4 dapat mencapai 64,92%.

V 1,01-2,40 ovarium putih kekuningan, ukurannya berkurang menyerupai TKG I dan II. Ovarium terdiri dari oosit stadium 1, 2, dan hanya sedikit ditemui oosit stadium 3.

12

Pada Gambar 1, nilai IGS menunjukkan pola yang meningkat terutama untuk perlakuan bioflok. Pada hari ke-14, ke-28, dan ke-42 induk ikan mencapai fase persiapan dari tahap siklus reproduksi. Selanjutnya pada hari ke-56 sebagian besar induk ikan mencapai tingkat kematangan gonad (TKG IV). Kemudian pada hari ke-70 dan hari ke-84 mulai terlihat penurunan pada semua perlakuan. Hasil ini menunjukkan bahwa induk ikan nila telah selesai melakukan ovulasi atau pelepasan telur pada tahap pertama proses reproduksinya (Darwisito 2006). Pada perlakuan bioflok hari ke-84, nilai IGS terlihat masih stabil sedangkan pada perlakuan kontrol nilai IGS terlihat terus menurun (Gambar 1). Hal ini diduga karena performa ikan nila pada perlakuan bioflok, masih baik untuk melakukan ovulasi lagi.

Hati mempunyai peranan dalam sintesis material yang akan diakumulasikan pada ovarium saat siklus reproduksi, oleh karena itu pada masa reproduksi terjadi peningkatan aktivitas hati yang dicirikan dengan meningkatnya bobot hati. Rasio bobot hati terhadap tubuh (IHS) pada induk ikan akan meningkat menjelang vitelogenesis, dan rasio akan menurun menjelang ovulasi (Ishibashi et al. 1994). Pola perubahan IHS berlawanan dengan pola perubahan IGS, pada saat IHS menurun terjadi peningkatan IGS yang menunjukkan adanya mobilisasi material dari hati ke ovarium.

Menurut Jensen (1979) peningkatan bobot hati menjelang perkembangan ovarium disebabkan oleh peningkatan fraksi lipid. Selama proses perkembangan ovarium, fraksi lipid akan ditransfer dari cadangan lipid tubuh dan lipid hati ke ovarium. Terjadinya mobilisasi lipid ke ovarium dapat diperlihatkan dari fluktuasi kandungan lipid plasma selama siklus reproduksi. Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai IHS pada semua perlakuan meningkat pada hari ke-14, hal ini diduga bahwa pada hari ke-14 merupakan waktu dimana terjadi proses sintesis vitelogenesis tertinggi.

Nilai fekunditas dari suatu spesies ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain oleh pakan, ukuran ikan, diameter telur, dan faktor lingkungan. Selain itu, fekunditas merupakan suatu subjek yang dapat menyesuaikan dengan bermacam-macam kondisi terutama respon terhadap pakan (Effendie 2002). Fekunditas ikan yang baru pertama kali memijah cenderung masih rendah dan ini

13

berpengaruh terhadap rekrutmennya. Sedangkan induk ikan yang telah berkali- kali memijah fekunditasnya cenderung meningkat dengan ukuran telur dan larva yang lebih besar. Kondisi ini akan menurun sejalan dengan mulai menurunnya kondisi ikan yang memengaruhi kualitas dan kuantitas telur yang dihasilkan (Bagenal 1957).

Secara alami ikan nila dapat memijah sepanjang tahun di daerah tropis. Pada umumnya pemijahan ikan nila terjadi 6-7 kali/tahun dengan kisaran fekunditas antara 300-3.000 butir telur per pemijahan (Kordi 2000; Stickney 1979). Gambar 3 menunjukkan bahwa induk ikan nila pada perlakuan bioflok secara signifikan memiliki fekunditas yang lebih tinggi (P<0.05) (Lampiran 4) yaitu sebesar 1.317 butir telur daripada fekunditas ikan pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 1.067 butir telur. Jumlah larva ikan yang dihasilkan juga lebih tinggi (P<0,05) pada ikan nila dengan perlakuan bioflok yaitu sebanyak 8.491 ekor, sedangkan pada kontrol sebanyak 5.154 ekor. Perkembangan gonad dan fekunditas dipengaruhi oleh nutrien pakan penting tertentu (Izquierdo et al. 2001). Bioflok termasuk komunitas mikroba heterotrof dalam media budidaya yang dapat digunakan sebagai sumber makanan (De Schryver dan Verstraete 2009). De Schryver et al.

(2008) menyatakan bahwa bioflok mengandung protein, asam lemak tak jenuh, dan lipid yang tinggi sehingga cocok digunakan sebagai pakan untuk ikan. Dengan demikian, nutrien yang terkandung dalam bioflok tersebut diduga mampu meningkatkan fekunditas ikan nila.

Dalam satu tingkat kematangan gonad (TKG), diameter telur yang dikandung tidak homogen. Uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan bioflok tidak memberikan pengaruh nyata terhadap diameter telur ikan nila (P>0,05) (Lam piran 5). Pada periode awal perkembangan ovarium, ukuran oosit ikan nila masih beragam, kemudian berkembang terdiri dari berbagai ukuran, dan setiap ukuran mempunyai ciri-ciri sendiri sesuai dengan tingkat perkembangannya. Keanekaragaman ukuran oosit ini menunjukkan bahwa ikan nila memiliki pola reproduksi asinkronis. Kondisi oosit tampak tidak seragam karena ikan nila termasuk partial spawner, yaitu mengeluarkan telur tidak sekaligus melainkan secara bertahap (Efendie 2002; Darwisito 2006)

14

Tingkat kelangsungan hidup merupakan peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu (Effendie 2002). Tingkat kelangsungan hidup ikan nila antar perlakuan tidak berbeda nyata (Lampiran 7). Namun pada perlakuan bioflok, tingkat kelangsungan hidup ikan nila lebih rendah dibandingkan pada perlakuan kontrol. Hal ini diduga disebabkan karena pada masa pemeliharaan, pernah terjadi penurunan DO atau oksigen terlarut dalam air yang menyebabkan kematian pada ikan pada media perlakuan bioflok yang padat oleh bakteri pembentuk flok yang juga membutuhkan oksigen terlarut yang cukup tinggi.

Berbagai parameter yang diamati pada penelitian menunjukkan bahwa perlakuan BFT berpengaruh pada kinerja reproduksi ikan nila. Emerenciano et al.

(2011) menyatakan bahwa pada media bioflok, respon udang lebih cepat untuk ablasi dengan tingkat pemijahan lebih tinggi yang diduga akibat konsumsi biomassa bakteri yang dapat menyebabkan kinerja reproduksi yang lebih baik pada kondisi flok. Pakan merupakan komponen penting dalam proses pematangan gonad khususnya ovarium, karena proses vitelogenesis pada dasarnya merupakan proses akumulasi nutrien dalam kuning telur. Pada dasarnya kualitas telur sangat ditentukan oleh kualitas pakan yang diberikan. Defisiensi nutrien terutama asam amino, vitamin, dan mineral dapat menyebabkan perkembangan telur terhambat dan akhirnya terjadi kegagalan ovulasi dan pemijahan (Ediwarman 2006). Perkembangan gonad terjadi apabila terdapat kelebihan energi untuk pemeliharaan tubuh, sedangkan kekurangan gizi dapat menyebabkan telur mengalami atresia (Mayunar 2000). Dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pematangan gonad, kualitas pakan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kualitas telur yang dihasilkan (Watanabe et al. 1984; Mokoginta 1992). Pengaruh pakan terhadap perkembangan gonad dilaporkan oleh Lovell (1988) bahwa kematangan gonad ikan channel catfish sangat berhubungan dengan keseimbangan komposisi nutrisi pakan terutama komposisi protein yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan gonad.

Setiap spesies ikan membutuhkan zat gizi yang baik, yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral serta energi untuk aktivitas hidupnya. Menurut NRC (1993), energi sangat diperlukan oleh ikan untuk proses metabolisme, perawatan tubuh, aktivitas fisik, pertumbuhan dan reproduksi.

15

Besarnya energi yang dikonsumsi oleh ikan dipengaruhi oleh ketersediaan energi di dalam pakan, kondisi fisik ikan, dan kondisi perairan (suhu dan oksigen terlarut). Disamping itu, keseimbangan energi protein dan asam lemak sangat berpengaruh terhadap tingkat perkembangan gonad dan kualitas telur yang dihasilkan. Hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh Sari (2012) terhadap kandungan nutrisi bioflok yang tumbuh pada air media pemeliharaan ikan pada perlakuan bioflok yaitu protein sebesar 37,37% dan lemak sebesar 11,88%, sedangkan pada perlakuan kontrol yaitu protein sebesar 34,31% dan lemak sebesar 11,02%.

Protein merupakan komponen esensial yang dibutuhkan untuk reproduksi. Protein merupakan komponen dominan kuning telur, sedangkan jumlah dan komposisi kuning telur menentukan besar kecilnya ukuran telur, dan ukuran telur merupakan indikator kualitas telur (Kamler 1992). Lipid adalah komponen kedua setelah protein. Lipid sangat penting sebagai sumber energi dan asam lemak esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan normal, serta memegang peranan penting dalam proses reproduktif terutama fase awal perkembangan larva ikan (Wilson 1995).

Menurut Watanabe et al. (1984), pakan induk yang kekurangan asam lemak esensial menghasilkan laju pematangan gonad yang rendah, sedangkan proporsi lipid yang lebih rendah dengan omega-3 HUFA tinggi dapat meningkatkan kematangan gonad. Selain itu, flok adalah sumber asam amino bebas (Ju et al.

2008), dan asam lemak esensial (Ekasari et al. 2010). Komposisi lipid dan asam lemak pakan induk telah diketahui sebagai faktor utama yang menentukan keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup benih (Izquierdo et al. 2001).

16

IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa bioflok mampu meningkatkan kinerja reproduksi ikan nila Oreochromis niloticus yang ditunjukkan oleh nilai IGS, fekunditas, dan jumlah larva yang lebih tinggi daripada kontrol.

17

Dokumen terkait