• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

IV.3 Benda Uji Pelat

IV.3.2 Hasil Pengamatan Retak

IV.3.2.2 Jumlah Retak

Dari hasil pengamatan retak dapat diketahui bahwa retak yang terjadi pada semua variasi beton (BN, AAT 5%, AAT 10% dan AAT 15%) dengan pola penyebaran, jumlah, panjang, dan lebar retak yang berbeda setiap variasi.

Hasil penagamatan menunjukkan bahwa rata-rata yang terjadi untuk setiap luasan 100cm2 dapat dilihat pada Tabel 4.9 sebagai berikut :

Tabel 4.9 Jumlah retak selama pengamatan

Variasi Campuran

Jumlah Retak Persen Perubahan Hari Ke-90

(%) Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari

Ke-1 Ke-3 Ke-7 Ke-14 Ke-28 Ke-45 Ke-90 Variasi I (BN) 15 23 26 26 26 26 26 - Variasi II (AAT 5%) 11 18 21 21 21 21 21 19,23 Variasi III (AAT 10%) 7 12 14 14 14 14 14 46,15 Variasi IV (AAT15%) 4 7 9 9 9 9 9 65,38 15 23 26 26 26 26 26 11 18 21 21 21 21 21 7 12 14 14 14 14 14 4 7 9 9 9 9 9 0 5 10 15 20 25 30 1 3 7 14 28 45 90

Waktu Pengamatan (hari)

Ju m lah R et ak Variasi I Variasi II Variasi III Variasi IV

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat terlihat bahwa pada semua variasi baik variasi I (BN), variasi II (AAT5%), variasi III (AAT 10%) maupun variasi IV (AAT 15%) terjadi penambahan jumlah retak dari hari ke-1 sampai hari ke-7, sedangkan dari hari ke-7 sampai hari ke-90 tidak terjadi penambahan jumlah retak. Penambahan Abu Ampas Tebu (AAT) mampu mengurangi jumlah retak yang terjadi secara signifikan sebesar 19,23% untuk penambahan AAT 5%, 46,15% untuk penambahan AAT 10% dan 65,38% untuk penambahan AAT 15%.

Semakin besar penambahan AAT pada campuran beton maka jumlah retak yang terjadi akan semakin berkurang. Pengurangan jumlah retak terjadi dikarenakan tingginya absorbsi air yang terdapat pada AAT itu sendiri. Air yang diserap oleh AAT tersebut dapat membantu dan menjaga beton dari penguapan yang tinggi sehingga terhindar dari retak-retak rambut selama proses pengerasan dan perawatan pada beton.

IV.3.2.3 Panjang Retak

Pola retak yang terjadi pada pelat beton secara umum tidak beraturan sehingga untuk melakukan pengukuran panjang retak perlu pendekatan dengan menggunakan benang yang mengikuti alur retak yang terjadi.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata panjang retak yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Rata-rata panjang retak

Variasi Campuran

Panjang Retak (mm) Persen Perubahan Hari Ke-90

(%) Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari

Ke-1 Ke-3 Ke-7 Ke-14 Ke-28 Ke-45 Ke-90 Variasi I (BN) 34,7 36,9 37,3 37,4 37,6 38,8 40,5 - Variasi II (AAT 5%) 31,2 33,4 33,9 34,1 34,8 36,1 37,2 8,15 Variasi III (AAT 10%) 26,6 28,6 28,8 29,6 30,0 31,1 32,4 20,00 Variasi IV (AAT 15%) 24,2 26,8 27,1 27,8 28,1 29,3 30,1 25,68 34,7 36,9 37,3 37,4 37,6 38,8 40,5 31,2 33,4 33,9 34,1 34,8 36,1 37,2 26,6 28,6 28,8 29,6 30,0 31,1 32,4 24,2 26,8 27,1 27,8 28,1 29,3 30,1 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0 1 3 7 14 28 45 90

Waktu Pengamatan (hari)

P an jan g R et ak ( m m ) Variasi I Variasi II Variasi III Variasi IV

Gambar 4.11 Perubahan panjang retak terhadap waktu pengamatan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat terlihat bahwa pada semua variasi baik variasi I (BN), variasi II (AAT5%), variasi III (AAT 10%) maupun variasi IV (AAT 15%) terjadi penambahan panjang retak dari hari ke-1 sampai hari ke-90. Penambahan Abu Ampas Tebu (AAT) mampu mengurangi panjang retak yang terjadi secara signifikan sebesar 8,15% untuk penambahan AAT 5%, 20,00% untuk penambahan AAT 10% dan 25,68% untuk penambahan AAT 15%.

Semakin besar penambahan AAT pada campuran beton maka panjang retak yang terjadi akan semakin berkurang. Pengurangan panjang retak terjadi dikarenakan tingginya absorbsi air yang terdapat pada AAT itu sendiri. Air yang diserap oleh AAT tersebut dapat membantu dan menjaga beton dari penguapan yang tinggi sehingga terhindar dari retak-retak rambut selama proses pengerasan dan perawatan pada beton.

IV.3.2.4 Lebar Retak

Pengamatan lebar retak pada penelitian ini menggunakan suatu alat dengan ketelitian 0,025 mm yang disebut Microscope Crack. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lebar retak maksimum yang terjadi dapat dilihat pada

Tabel- 4.11 sebagai berikut :

Tabel 4.11 Lebar retak maksimum

Variasi Campuran

Lebar Retak (mm) Persen Perubahan Hari Ke-90

(%) Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari

Ke-1 Ke-3 Ke-7 Ke-14 Ke-28 Ke-45 Ke-90 Variasi I (BN) 0,014 0,020 0,028 0,037 0,054 0,058 0,063 - Variasi II (AAT 5%) 0,011 0,018 0,024 0,031 0,042 0,046 0,051 19,05 Variasi III (AAT 10%) 0,007 0,014 0,019 0,026 0,033 0,039 0,042 33,33 Variasi IV (AAT 15%) 0,004 0,008 0,011 0,017 0,024 0,029 0,033 47,62

0,014 0,020 0,028 0,037 0,054 0,058 0,063 0,011 0,018 0,024 0,031 0,042 0,046 0,051 0,007 0,014 0,019 0,026 0,033 0,039 0,042 0,004 0,008 0,011 0,017 0,024 0,029 0,033 0,000 0,010 0,020 0,030 0,040 0,050 0,060 0,070 1 3 7 14 28 45 90

Waktu Pengamatan (hari)

L eb ar R et ak ( m m ) Variasi I Variasi II Variasi III Variasi IV

Gambar 4.12 Perubahan lebar retak terhadap waktu pengamatan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat terlihat bahwa pada semua variasi baik variasi I (BN), variasi II (AAT5%), variasi III (AAT 10%) maupun variasi IV (AAT 15%) terjadi penambahan lebar retak dari hari ke-1 sampai hari ke-90. Penambahan Abu Ampas Tebu (AAT) mampu mengurangi lebar retak yang terjadi secara signifikan sebesar 19,05% untuk penambahan AAT 5%, 33,33% untuk penambahan AAT 10% dan 47,62% untuk penambahan AAT 15%.

Semakin besar penambahan AAT pada campuran beton maka lebar retak yang terjadi akan semakin berkurang. Pengurangan lebar retak terjadi dikarenakan tingginya absorbsi air yang terdapat pada AAT itu sendiri. Air yang diserap oleh AAT tersebut dapat membantu dan menjaga beton dari penguapan yang tinggi sehingga terhindar dari retak-retak rambut selama proses pengerasan dan perawatan pada beton.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Penambahan Abu Ampas Tebu (AAT) pada campuran beton dapat menurunkan nilai slump yaitu sebesar 6,06% pada penambahan AAT 5%, 12,88% pada penambahan AAT 10% dan 24,24% pada penambahan AAT 15%. Semakin besar kadar AAT yang digunakan maka nilai slump semakin kecil.

2. Hasil pengujian silinder beton menunjukkan penurunan kuat tekan beton pada penambahan Abu Ampas Tebu (AAT) 5%, 10% dan 15% masing-masing sebesar 5,56%, 10,68% dan16,59% dari kuat tekan beton normal. 3. Terjadinya penurunan kuat tekan beton yang signifikan dikarenakan

kandungan unsur-unsur kimia khususnya kandungan silika (SiO2) yang terdapat pada AAT tidak memenuhi kriteria bahan tambah untuk campuran beton. Hal ini berarti AAT yang dipakai pada penelitian ini tidak layak digunakan sebagai bahan tambah untuk campuran beton.

4. Beton yang dihasilkan tidak ekonomis karena Abu Ampas Tebu (AAT) pada penelitian ini tidak mampu menggantikan semen pada campuran beton. Hal ini tidak seperti yang diharapkan, dimana AAT mampu menggantikan semen sampai 10% pada campuran beton.

5. Terjadi pengurangan jumlah, panjang dan lebar retak pada pelat beton seiring bertambahnya kadar AAT pada campuran beton. Hal ini dikarenakan tingginya absorbsi air yang terdapat pada AAT itu sendiri. Air yang diserap oleh AAT tersebut dapat membantu dan menjaga beton dari penguapan yang tinggi sehingga terhindar dari retak-retak rambut selama proses pengerasan dan perawatan pada beton.

V.2 Saran

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan Abu Ampas Tebu (AAT) dari limbah produksi pabrik gula yang berbeda atau bahan tambah jenis lain sebagai bahan perbandingan dalam perencanaan pekerjaan beton.

2. Sebaiknya sampel Abu Ampas Tebu (AAT) yang digunakan tidak terkontaminasi oleh pengaruh luar seperti hujan dan panas matahari.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, “Annual Book of ASTM Standarts, section 4 Construction, volume 04.02

Concrete and Agregates”, Philadelphia, USA, 1991.

Anonim, “Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971”, Departemen Pekerjaan Umum, Yayasan LPMB, Bandung, 1971.

Anonim, “Metode Pembuatan Dan Perawatan Benda Uji Beton di Laboratorium”, Standart SK SNI M - 62 – 1990 – 03, Departemen Pekerjaan Umum, Yayasan LPMB, Bandung, 1990.

Dipohusodo, Istimawan, “Struktur Beton Bertulang”, Edisi Pertama, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994.

Ghozi, M., “Pemanfaatan Abu Ampas Tebu Untuk Campuran Semen Pada Beton”, ITS, Surabaya,http://digilab.its.ac.id/detal.php?id=928&q=pozzolan, 2001. Kardiyono, T. “Teknologi Beton”, UGM, Yogyakarta, 1998.

Karolina, R., “Pengaruh Penambahan Admixture LSC315 Terhadap Pola Retak

Dan Penyebaran retak Slab Beton”, USU, Medan, 2004.

Murdock, L. J dan Brook, K. M., “Bahan dan Praktek Beton”, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1991.

Mulyono, Tri, “Teknologi Beton” Penerbit ANDI Yogyakarta, 2003. Nugraha, Paul, “Teknologi Beton” Penerbit ANDI Yogyakarta, 2007.

Tanan, Natalia, “Prilaku aspal beton terhadap pemakaian abu ampas tebu”, Jakarta, http://digilib.petra.ac.id/ads-cgi/viewer.pl/jiunkpe/s1/sip4/2001.

DAFTAR ISTILAH

Absorbsi : Penyerapan.

Accelerating Admixture : Bahan tambah yang berfungsi mempercepat pengerasan beton.

Admixture : Zat penambah, campuran.

Chemical admixture : Bahan tambah cairan kimia yang berfungsi untuk mengendalikan waktu pengerasan beton. Beton Normal : Beton standar yang menjadi acuan.

Beton Variasi : Beton normal yang sudah diberivariasi bahan tambahan.

Cane Pulp Ash : Abu ampas tebu. Durability : Bersifat tahan lama.

F.a.s. : Faktor Air Semen yaitu perbandingan antara air dengan semen suatu campuran beton.

Final Setting : Waktu ikat akhir.

Fineness : Tingkat kehalusan butiran agregat.

Fly Ash : Abu yang sangat halus dari pembakaran batu bara gerusan.

Gap Grade aggregate : Agregat yang memiliki susunan butir dengan gradasi timpang.

Gradasi : Agregat yang terdiri dari perbandingan pilihan dari beberapa ukuran yang berbeda.

Hidrasi : Persenyawaan kimia dalam air. Initial Setting : Waktu ikat awal.

Job Mix Formula (JMF) : Perhitungan mix design.

Mineral admixture : Bahan tambah mineral yang berfungsi untuk memperbaiki kinerja beton.

Permaebility : Sifat beton terhadap pengaliran rembesan air.

Porosity : Sifat berpori, berrongga.

Retarding Admixture : Bahan tambah yang berfungsi untuk menghambat waktu pengikatan beton. Superplasticizers : Tingkatan yang lebih baik dari plasticizers Slump : Penurunan adukan beton terhadap tinggi

kerucut Abrams.

Swelling : Sifat agregat yang dapat memuai.

Uniform gradation : Agregat yang memiliki susunan butir dengan gradasi satu jenis saja.

Water Reduction : Pengurangan kadar air.

Workability : Sifat dapat dikerjakan / kelacakan

LAMPIRAN F

DOKUMENTASI

Gambar 1 Cetakan benda uji silinder

Gambar 3 Abu Ampas Tebu (AAT) yang digunakan

Gambar 5 Semen Padang Type I (50 kg)

Gambar 7 Pengukuran nilai slump

Gambar 9 Pembuatan benda uji pelat beton

Gambar 11 Pengeringan benda uji silinder beton

Gambar 13 Pengujian kuat tekan beton

Gambar 15 Pelat beton normal (BN)

Gambar 17 Pelat beton dengan campuran AAT 10%

Gambar 19 Pemeriksaan lebar retak pelat beton

Dokumen terkait