PENGARUH PENGGUNAAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP
KUAT TEKAN DAN POLA RETAK BETON
(
Kajian Eksperimental)TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh : ABDUL GHAFUR
04 0404 001
SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PENGGUNAAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP
KUAT TEKAN DAN POLA RETAK BETON
(Kajian Eksperimental) TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk
Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh :
04 0404 001 ABDUL GHAFUR
Pengesahan untuk disidangkankan :
`
SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Pembimbing
Prof. DR. Ir. Bachrian Lubis, M.SC NIP. 130 810 777
Co Pembimbing
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur kepada Allah SWT, karena
berkat rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang
berjudul “Pengaruh Penggunaan Abu Ampas Tebu Terhadap Kuat Tekan
dan Pola Retak Beton ” dengan baik. Adapun tugas akhir ini disusun untuk
melengkapi persyaratan dalam menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Bidang
Studi Struktur pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari
bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak baik moril maupun materil.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang setulusnya kepada :
1. Ibunda dan Ayahanda tercinta atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang,
kepercayaan serta do’a yang tiada batas untuk penulis. Baktiku takkan dapat
membalas segalanya. Kepada kakanda Eva Yenni Rahayu dan Irma serta
bujing Masitoh (thanks atas support dan doa nya).
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc dan Ibu Emilia Kadreni, ST, MT,
selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga
untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johanes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Terunajaya, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
6. PGSS Sei Semayang Binjai yang telah memberikan Abu Ampas Tebu sebagai
bahan tambah pada penelitian ini.
7. MH, Pratiwi SN for u’r support.
8. Gap-gap Production Team (bg-Iam, bg-Very Bulu, Krisna, Danil Com, Bayu,
9. Bu’ Soniem, dr. Edi Adriat Moko, K’ imel, B’ Acung, Jafar, Paris, dan Ic-To .
10. Asisten beserta staf Laboratorium Beton USU, Bg X-Rey, Bg Arlin (Dollz),
Bg’Nova (tulang Q), Bg’Hamzah (Arab maklum),Bg’ Fau (nge-bird), Andi
(bow-bow), Tami (kecil), Fahim (Desta Clubeighties), Usuf (Tiger mania) dan
Mas Bandi (Ingat Usia Mas) yang banyak memberikan masukan, membantu
dalam pengecoran, pengujian hingga penyusunan tugas akhir ini. .
11. THE JHONDOLZZ Team ( Bg’ Dian, Bg’ Sayed, Bg’ Ajo, Bg’ Yuli, Bg’
Rizki, Bg Abu (Kratoners), Bg’ Udin, Bg’ Kucing, Bg’ Rendi) dan abg” 03
yang lain.
12. BOAN BALLA Team ( Mario, Fauzi, Rizki (Paman Gober), Bolon, Roi-cot,
Leo’Ganjang, Mas Idol, Roby, Benny, Juntriman, Meyjer, Meyjen, Emir,
Hazian, Ferdi, Andrew, Egi, Budimen, Nueldan Futsal Boy’s yang lain).
13. Civil Boys ’04 ( Nailul Pohan’my KP Team, Aswin H. , Mabrur, Erik,
Helmy’Binjai, Rinal’Pembalap, Amex, Fredi, Aca Jerawat dan yang lain).
14. Civil Girls ’04 ( Ica, Seila, Fira’my KP team, Ani, Citra, Nova, Dini, Muti,
Grez, Siska, Dian, Zikrotul, Zahara dan civil girls ’04lainnya).
15. All civil ’05, ’06 & ’07 yang tak tersebutkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih jauh dari
sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dari penulis,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat
meningkatkan kemampuan menulis pada masa yang akan datang. Akhir kata,
semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan
pengetahuan bagi yang membacanya.
Medan, November 2009 Penulis
ABSTRAK
Beton merupakan bahan campuran antara semen, agregat kasar, agregat halus, air dan dengan atau tanpa bahan tambahan (admixture) dengan perbandingan tertentu yang akan membentuk beton segar. Bahan-bahan penyusun beton mudah diperoleh dari alam dan tersedia cukup banyak kecuali semen. Untuk itu perlu adanya variasi beton sesuai dengan kebutuhan dilapangan, salah satunya penggunaan bahan tambah Abu Ampas Tebu (AAT). AAT yang digunakan berasal dari Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) diharapkan mampu sebagai bahan bahan tambah dalam campuran beton dan sekaligus dapat memperbaiki sifat-sifat beton.
Pada penelitian ini, mutu beton yang direncanakan adalah K-300 pada umur 28 hari dan faktor air semen tetap sebesar 0,46. Menggunakan material batu pecah (ukuran max ¢ 40mm) dan pasir (ukuran max ¢ 5mm) yang berasal dari daerah Binjai. Semen yang digunakan semen Padang Portland Tipe I (1 zak =50 kg). Komposisi AAT yang ditambahkan pada campuran beton adalah sebesar 0%, 5%, 10% dan 15% dari berat semen. Standar pengujian adalah ASTM. Perawatan beton dengan cara perendaman dalam air untuk silinder. Pengujian kuat tekan silinder beton dilakukan pada umur 7 dan 28 hari, masing-masing 3 buah benda uji untuk setiap variasi beton yang berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm sedangkan 1 buah pelat beton tanpa tulangan (polos) yang berdimensi (100 x 100 x 8) cm pada masing-masing variasi untuk pengujian pola retak beton pada umur 90 hari. Benda uji pelat beton diletakkan diruang terbuka tanpa perawatan, terkena panas dan hujan. Nilai ekonomis tidak diperhitungkan.
DAFTAR ISI
I.2 Latar Belakang Masalah...3
I.3 Maksud dan Tujuan ...3
I.4 Pembatasan Masalah ...4
I.5 Metodologi Penelitian ...6
I.6 Manfaat Penelitian ...9
I.7 Sistematika Penulisan ...10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Bahan Dasar Beton ... ...11
II.1.1 Semen ...12
II.1.1.1 Umum ...12
II.1.1.2 Semen Portland ...12
II.1.1.3 Jenis-Jenis Semen Portland ...13
II.1.1.4 Pengerasan dan Pengikatan Semen ...15
II.1.2 Agregat ...17
II.1.2.1 Umum ...17
II.1.2.2 Jenis Agregat...18
II.1.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir...22
II.1.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Berat...24
II.1.3 Air ...25
II.2 Sifat-Sifat Beton ...26
II.2.1 Sifat-Sifat Beton Segar ...26
II.2.1.1 Kemudahan Pengerjaan Beton (Workability)...27
II.2.1.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)...29
II.2.1.3 Pemisahan Air (Bleeding)...30
II.2.2 Sifat-Sifat Beton Keras ...30
II.2.2.1 Kuat Tekan Beton ... ...31
II.2.2.1.1 Ukuran Dan Bentuk Agregat ...33
II.2.2.1.2 Faktor Air Semen ...33
II.2.2.1.3 Umur Beton ...34
II.2.2.1.4 Jenis Semen ...35
II.2.2.1.5 Jumlah Semen ...36
II.2.2.1.6 Rongga Udara (Voids) ...37
II.2.2.1.7 Perawatan Beton (Curing) ...37
II.3 Bahan Tambah ... ...38
II.3.1 Umum... ...38
II.3.2 Alasan Penggunaan Bahan Tamabah ...40
II.3.3 Jenis-Jenis Bahan Tambah Kimia ...41
II.4 Klasifikasi Retak ...50
II.4.1 Rangkak (Creep) dan Susut (Shrinkage) ...50
II.4.2 Plastic Shrinkage Crack ...51
II.4.2 Drying Shrinkage Beton ...53
BAB III METODE PENELITIAN
III.1 Umum ... ...55
III.2 Urutan Tahapan penelitian ... ...55
III.2.1 Penyedian Bahan Penyusun Beton ...55
III.2.1.1 Agregat Halus ...55
III.2.1.2 Agregat Kasar ...58
III.2.1.3 Semen ... ...60
III.2.1.3.1 Sifat-Sifat Semen ...61
III.2.1.4 Air ... ...62
III.2.2 Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton ...63
III.2.2.1 Agregat Halus ...63
III.2.2.2 Agregat Kasar ...66
III.2.2.3 Semen ... ...69
III.2.2.3 Abu Ampas Tebu (AAT) ...70
III.2.3 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design) ...71
III.2.4 Pembuatan Benda Uji Silinder dan Pelat Beton ...72
III.2.5 Pemeriksaan Nilai Slump ... ...73
III.2.6 Pengujian Kuat Tekan Beton Umur 7 dan 28 Hari... ...73
III.2.7 Pengujian Pola Retak Beton Umur 1, 3, 7, 14, 21, 28, 45 dan 90 Hari ... ...74
III.2.8 Analisa dan Kesimpulan ... ...74
BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Nilai Slump ... ...75
IV.2 Kuat Tekan Silinder Beton ...76
IV.2.1 Pola Retak Pada Pengujian Kuat Tekan...80
IV.3 Benda Uji Pelat ...82
IV.3.1 Umum ...82
IV.3.2 Hasil Pengamatan Retak ...82
IV.3.2.1 Pola Retak ...83
IV.3.2.3 Panjang Retak ...100
IV.3.2.4 Lebar Retak ...102
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan ... ...104
V.2 Saran...105
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Benda uji silinder beton ...………..4
Gambar 1.2 Benda uji pelat beton ………..…………...5
Gambar 2.1 Prosespengikatan dan pengerasan semen …………..…………...16
Gambar 2.2 Klasifikasi agregat halus berdasarkan sumber material ...………...18
Gambar 2.3 Kerucut Abrams ..………27
Gambar 2.4 Slump sebenarnya ...………28
Gambar 2.5 Slump geser ……….….………... 28
Gambar 2.6 Slump runtuh………….………..……….29
Gambar 2.7 Grafik pengaruh ukuran agregat terhadap kuat tekan beton………33
Gambar 2.8 Hubungann antara fas terhadap kekuatan tekan beton ...34
Gambar 2.9 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton...35
Gambar 2.10 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe Portland Semen ...36
Gambar 2.11 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama ………36
Gambar 2.12 Grafik Pengaruh suhu perawatan beton terhadap kokoh tekan beton……….37
Gambar 2.12 Grafik Pengaruh suhu perawatan beton terhadap kokoh tekan beton……….37
Gambar 4.1 Perubahan nilai slump terhadap kadar abu ampas tebu ….………..78
Gambar 4.2 Pengaruh penambahan abu ampas tebu terhadap kuat tekan beton umur 7 hari ………..80
Gambar 4.3 Pengaruh penambahan abu ampas tebu terhadap kuat tekan beton umur 28 hari...80
Gambar 4.4 Berbagai pola retak pada uji tekan silinder beton....…………...82
Gambar 4.6 Penyebaran retak pada pelat beton untuk variasi I (BN)
setelah umur beton 90 hari ……….89
Gambar 4.7 Penyebaran retak pada pelat beton untuk variasi II (AAT 5%) setelah umur beton 90 hari ……….……….93
Gambar 4.8 Penyebaran retak pada pelat beton untuk variasi III (AAT 10%) setelah umur beton 90 hari ……….……….97
Gambar 4.9 Penyebaran retak pada pelat beton untuk variasi IV (AAT 15%) setelah umur beton 90 hari ……….………...…………101
Gambar 4.10 Perubahan jumlah retak terhadap waktu pengamatan ...102
Gambar 4.11 Perubahan panjang retak terhadap waktu pengamatan ...104
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Distribusi pengujian benda uji silinder dengan variasi abu ampas tebu...7
Tabel 1.2 Distribusi pengujian benda uji pelat beton...8
Tabel 2.1 Perbandingan kekuatan pada berbagai benda uji ………...32
Tabel 2.2 Faktor konversi untuk kuat tekan beton 28 hari ………...………...32
Tabel 2.3 Kandungan kimia fly ash ………44
Tabel 2.4 Komposisi kimia silica fume ………...…...46
Tabel 2.5 Kandungan kimia abu ampas tebu.………...48
Tabel 2.6 Lebar retak maksimum yang diijinkan ………..………….54
Tabel 3.1 Susunan besar butiran agregat halus ( ASTM, 1991 ) ...57
Tabel 3.2 Susunan besar butiran agregat kasar ( ASTM, 1991)...59
Tabel 3.3 Kandungan senyawa kimia abu ampas tebu…………...72
Tabel 4.1 Nilai Slump berbagai jenis beton ………...…………..77
Tabel 4.2 Pengujian kuat tekan silinder ……….79
Tabel 4.3 Persentase Penurunan Kuat Tekan Silinder Beton Terhadap Beton Normal ……….81
Tabel 4.4 Hasil pengamatan retak pada pelat beton…...85
Tabel 4.5 Hasil pengamatan retak untuk variasi I (BN) pada slab beton.……...86
Tabel 4.6 Hasil pengamatan retak untuk variasi II (AAT 5%) pada slab beton………....90
Tabel 4.7 Hasil pengamatan retak untuk variasi III (AAT 10%) pada slab beton...94
Tabel 4.8 Hasil pengamatan retak untuk variasi IV (AAT 15%) pada slab beton...98
Tabel 4.9 Jumlah retak selama pengamatan...…….102
Tabel 4.10 Rata-rata panjang retak...…….102
ABSTRAK
Beton merupakan bahan campuran antara semen, agregat kasar, agregat halus, air dan dengan atau tanpa bahan tambahan (admixture) dengan perbandingan tertentu yang akan membentuk beton segar. Bahan-bahan penyusun beton mudah diperoleh dari alam dan tersedia cukup banyak kecuali semen. Untuk itu perlu adanya variasi beton sesuai dengan kebutuhan dilapangan, salah satunya penggunaan bahan tambah Abu Ampas Tebu (AAT). AAT yang digunakan berasal dari Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) diharapkan mampu sebagai bahan bahan tambah dalam campuran beton dan sekaligus dapat memperbaiki sifat-sifat beton.
Pada penelitian ini, mutu beton yang direncanakan adalah K-300 pada umur 28 hari dan faktor air semen tetap sebesar 0,46. Menggunakan material batu pecah (ukuran max ¢ 40mm) dan pasir (ukuran max ¢ 5mm) yang berasal dari daerah Binjai. Semen yang digunakan semen Padang Portland Tipe I (1 zak =50 kg). Komposisi AAT yang ditambahkan pada campuran beton adalah sebesar 0%, 5%, 10% dan 15% dari berat semen. Standar pengujian adalah ASTM. Perawatan beton dengan cara perendaman dalam air untuk silinder. Pengujian kuat tekan silinder beton dilakukan pada umur 7 dan 28 hari, masing-masing 3 buah benda uji untuk setiap variasi beton yang berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm sedangkan 1 buah pelat beton tanpa tulangan (polos) yang berdimensi (100 x 100 x 8) cm pada masing-masing variasi untuk pengujian pola retak beton pada umur 90 hari. Benda uji pelat beton diletakkan diruang terbuka tanpa perawatan, terkena panas dan hujan. Nilai ekonomis tidak diperhitungkan.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pelaksanaan pembangunan yang senantiasa dilaksanakan berakibat pada
meningkatnya kebutuhan akan konstruksi, seperti jalan dan jembatan, perumahan
atau gedung. Dalam bidang konstruksi, material konstruksi yang paling disukai
dan sering dipakai adalah beton. Penggunaan beton merupakan pilihan utama
karena beton merupakan bahan dasar yang mudah dibentuk dengan harga yang
relatif murah dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya.
Beton merupakan bahan campuran antara semen, agregat kasar, agregat
halus, air dan dengan atau tanpa bahan tambahan (admixture) dengan
perbandingan tertentu yang akan membentuk beton segar (Mulyono, 2003).
Sebagai negara yang mempuyai lahan pertanian dan perkebunan yang
sangat luas ( Negara Agraris ), tentunya tidak asing lagi dengan limbah-limbah
buangan yang diahasilkan oleh pengelolahan hasil-hasil alam itu. Limbah-limbah
tersebut seperti abu ampas tebu, cangkang sawit, atapun sabut kelapa pada
umumnya tidak dimanfaatkan lagi.
Dalam pembuatan beton, pemilihan akan bahan-bahan yang digunakan
sangat penting terutama untuk memperoleh mutu beton dengan sifat-sifat khusus
yang diinginkan untuk tujuan tertentu dengan cara yang paling ekonomis. Dewasa
ini dalam praktek pembuatan beton, bahan tambahan baik additive maupun
dimaksudkan untuk memperbaiki dan menambah sifat beton sesuai dengan sifat
yang diinginkan. Bahan tambahan tersebut ditambahkan kedalam campuran beton
atau mortar, dan dengan adanya bahan tambahan ini diharapkan beton yang
dihasilkan memiliki sifat yang lebih baik.
Beragam jenis dan kegunaan bahan tambahan kimia yang telah banyak
dipasarkan saat ini telah banyak membantu para ahli konstruksi dalam mengatasi
masalah-masalah di lapangan, seperti : pada tempat yang banyak mengandung air,
dapat digunakan bahan tambahanyang mampu mengurangi pemakaian air semen,
dan untuk jarak tempuh yang jauh dapat digunakan bahan tambahan yang mampu
memperlambat waktu ikat semen, dan sebagainya.
Dalam tugas akhir ini yang akan diteliti adalah pegaruh Abu Ampas Tebu
(Cane Pulp Ash) terhadap campuran beton ditinjau dari kuat tekan dan pola retak
beton.
Penggunaan Abu Ampas Tebu (AAT) tersebut didasari pada penelitian
(Ghozi, 2001). Penelitian dilakukan pada campuran beton dengan komposisi AAT
0℅, AAT 10℅, AAT 20℅ sebagai pengganti semen. Hasil Tes Tekan, Tes Tarik,
dan Uji Porositas pada penelitian beton telah membuktikan bahwa AAT telah
berfungsi sebagai pozzolan dengan kuat tekan terbesar, kuat tarik terbesar dan
porositas terkecil ada pada beton dengan 10℅ AAT.
Untuk itu penulis mengadakan pengujian mempergunakan Abu Ampas
Tebu (AAT) sebagai bahan tambah dalam campuran beton, untuk dapat
mengetahui kuat tekan dan pola retak beton yang dihasilkan dengan bahan
I.2 Latar Belakang Masalah
Dengan kandungan silika 70 % (Ghozi, 2001) yang terdapat pada abu
ampas tebu secara kimiawi, maka sejauh mana abu ampas tebu dapat digunakan
sebagai bahan tambah dalam campuran beton yang ditinjau terhadap sifat beton
terutama pada sifat kuat tekan dan pola retak beton. Kuantitas abu ampas tebu di
Indonesia dalam jumlah besar dan belum terkelolah dengan baik.
I.3 Maksud dan Tujuan
Penelitian ini meneliti bagaimana pengaruh dari penggunaan abu ampas
tebu terhadap nilai kuat tekan dan pola retak beton, sebagai bahan pembandingnya
digunakan beton normal dengan mutu yang sama. Dari penelitian ini kita akan
mendapatkan kesimpulan apakah beton yang dihasilkan lebih kuat dengan
penggunaan abu ampas tebu sebagai bahan subtitusi semen atau sebaliknya beton
yang dihasilkan semakin lemah dari beton normal. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh penggunaan abu ampas tebu terhadap kuat tekan dan
pola retak beton. Dan untuk mengetahui persentase penggunaan abu ampas tebu
1.4 Pembatasan Masalah
Untuk membatasi luasnya ruang lingkup masalah maka dibuat
batasan-batasan masalahnya yaitu :
a. Mutu beton yang direncanakan adalah K-300, pada umur 28 hari.
b. Faktor air semen tetap sebesar 0,46.
c. Abu Ampas Tebu (AAT) masing-masing sebesar 5%, 10%, dan 15% dari
berat semen.
d. Menggunakan material batu pecah (ukuran max ¢ 40mm) dan pasir
(ukuran max ¢ 5mm) yang berasal dari daerah Binjai.
e. Semen mengunakan semen Padang Portland tipe I (1 zak =50 kg).
f. Standar pengujian adalah ASTM.
g. Perawatan beton dengan cara perendaman dalam air untuk silinder.
h. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7 dan 28 hari,
masing-masing 3 buah untuk setiap variasi beton, dengan benda uji silinder
berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
i. Pengujian pola retak pada pelat beton dilakukan sampai umur benda uji 90
hari, dengan bentuk benda uji pelat beton tanpa tulangan (polos) yang
berdimensi (100 x 100 x 8) cm. Penelitian lebar retak (Karolina, 2004)
menggunakan Microscope Crack.
Gambar 1.2 Bentuk benda uji retak pada pelat beton
j. Benda uji pelat beton diletakkan diruang terbuka tanpa perawatan, terkena
panas dan hujan.
1.5 Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah kajian eksperimental di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Adapun tahap-tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut :
1. Penyediaan bahan penyusun beton : batu pecah, pasir, semen dan abu ampas
tebu.
2. Pemeriksaan bahan penyusun beton.
a. Analisa ayakan agregat halus dan agregat kasar.
b. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no.200).
c. Pemeriksaan kadar liat (clay lump) pada agregat halus.
d. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat halus.
e. Pemeriksaan berat isi agregat halus dan agregat kasar.
f. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi agregat halus dan agregat kasar.
3. Mix design (perencanaan campuran beton) berdasarkan metode SK. SNI.
T-15-1990-03.
Penimbangan/penakaran bahan penyusun beton berdasarkan uji
karakteristik bahan penyusun dan mutu beton yang direncanakan dalam
penelitian ini adalah K-300.
4. Percobaan / Pembuatan Benda Uji
4.1 Pembuatan benda uji silinder
Adapun variasi yang digunakan adalah :
a. Variasi I, beton normal, tanpa adanya subtitusi abu ampas tebu
b. Variasi II, dengan subtitusi abu ampas tebu terhadap semen sebesar
5% dari berat semen dinamakan AAT 5%.
c. Variasi II, dengan subtitusi abu ampas tebu terhadap semen sebesar
10% dari berat semen dinamakan AAT 10%.
d. Variasi IV, dengan subtitusi abu ampas tebu terhadap semen sebesar
15% dari berat semen dinamakan AAT 15%.
Untuk lebih jelasnya jumlah benda uji yang akan dibuat dapat dilihat
pada tabel 1.1 di bawah ini
Tabel 1.1 Distribusi Pengujian Benda Uji Silinder Dengan Variasi Abu Ampas Tebu
4.2 Pembuatan benda uji pelat beton
Adapun variasi yang digunakan adalah :
a. Variasi I, beton normal, tanpa adanya substitusi abu ampas tebu
terhadap semen dinamakan beton normal (BN).
b. Variasi II, dengan substitusi abu ampas tebu terhadap semen sebesar
5% dari berat semen dinamakan AAT 5%. Variasi Abu Ampas Tebu
Jumlah Benda Uji Untuk Kuat Tekan Beton
7 Hari 28 Hari
BN 3 3
AAT 5% 3 3
AAT 10% 3 3
AAT 15% 3 3
c. Variasi III, dengan substitusi abu ampas tebu terhadap semen sebesar
10% dari berat semen dinamakan AAT 10%.
d. Variasi IV, dengan substitusi abu ampas tebu terhadap semen sebesar
15% dari berat semen dinamakan AAT 15%.
Untuk lebih jelasnya jumlah benda uji yang akan dibuat dapat dilihat
pada tabel 1.1 di bawah ini
Tabel 1.2 Distribusi Pengujian Benda Uji Pelat Beton
Variasi Pelat Beton Jumlah Benda Uji
BN 1
AAT 5% 1
AAT 10% 1
AAT 15% 1
Jumlah 4
5. Pengujian nilai slump (slump test ASTM C143-90a)
Untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan beton.
6. Perawatan beton dengan cara perendaman dalam air untuk silinder.
7. Benda uji pelat beton diletakkan diruang terbuka tanpa perawatan, terkena
panas dan hujan.
8. Pengujian kuat tekan beton (ASTM C39-86) pada umur 7 dan 28 hari.
9. Pengujian lebar retak plat beton menggunakan Microscope Crack.
1.6 Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan beberapa
manfaat bagi perkembangan teknologi beton, antara lain sebagai berikut :
a. Memanfaatkan limbah dari proses pembuatan gula yang berlimpah.
b. Menjadi bahan pertimbangan bagi perusahan beton ready mix untuk
menggunakan abu ampas tebusebagai salah satu campuran dalam adukan
beton.
c. Penggunaan abu ampas tebu pada campuran beton dapat menjadi solusi
bahan tambah pada campuran beton.
d. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya yang akan membahas
masalah penggunaan abu ampas tebu dengan mengkombinasikan dengan
bahan tambahan lainnya.
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan latar belakang penelitian, permasalahan yang akan
diamati, tujuan yang akan dicapai, pembatasan masalah dan metodologi
penelitian yang dilaksanakan oleh penulis.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisikan keterangan umum dan khusus mengenai bahan
tambahan beton yang akan diteliti berdasarkan referensi-referrensi yang
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan prosedur penyediaan bahan yang digunakan dalam
penelitian, yaitu : agregat halus, agregat kasar, semen, air dan bahan
ampas abu tebu. Selain itu disertai pembuatan benda uji dan proses
pengujian.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan data dan analisa hasil pengujian beton dilaboratorium
serta pembahasannya.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian akhir laporan tugas akhir ini terdapat kesimpulan yang
diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan dan beberapa saran untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Bahan Dasar Beton
Beton merupakan hasil dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan
kasar yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan
menambahkan semen secukupnya yang berfungsi sebagai perekat bahan susun
beton, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses
pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Agregat halus dan kasar, disebut
sebagai bahan susun kasar campuran, merupakan komponen utama beton. Nilai
kekuatan serta daya tahan (durability) beton merupakan fungsi dari banyak faktor,
diantaranya nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan
pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur dan kondisi perawatan
pengerasannya.
Nilai kuat tekan beton relatif lebih tinggi dibanding dengan kuat tariknya,
dan beton merupakan bahan bersifat getas (runtuh seketika). Nilai kuat tariknya
hanya berkisar 9%-15% dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen
struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja
sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan dapat membantu kelemahannya,
terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Dengan demikian tersusun
pembagian tugas, dimana batang tulangan baja untuk memperkuat dan menahan
gaya tarik, sedangkan beton hanya diperhitungkan untuk menahan gaya tekan
II.1.1 Semen II.1.1.1 Umum
Semen adalah perekat hidrolis yang berarti bahwa senyawa-senyawa
yang terkandung di dalam semen tersebut dapat bereaksi dengan air dan
membentuk zat baru yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan.
Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan
campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi 2
kelompok yaitu : 1). Semen non-hidrolik dan 2). Semen hidrolik.
Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras
didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain semen portland, semen
pozzolan,semen alumina, semen terak, semen alam dan lain-lain. Lain halnya
dengan semen hidrolik, semen non hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras
didalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non
hidrolik adalah kapur (Mulyono, 2003).
II.1.1.2 Semen Portland
Semen Portland merupakan perekat hidrolis yang dihasilkan dari
penggilingan klinker yang kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu
atau dua buah bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan.
Komposisi yang sebenarnya dari berbagai senyawa yang ada
berbeda-beda dari jenis semen yang satu dengan yang lain, untuk berabagai jenis semen
II.1.1.3 Jenis-Jenis Semen Portland
Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh
kondisi lokasi maupun kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan
konstruksi, dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen Portland antara
lain :
1. Semen Portland Biasa
Semen Portland jenis ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi beton
secara umum apabila tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya ketahanan
terhadap sulfat, panas hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan
sebagainya. ASTM mengklasifikasikan jenis semen ini sebagai tipe I.
2. Semen Portland dengan Ketahanan Sedang Terhadap Sulfat
Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila sifat ketahanan terhadap
sulfat dengan tingkat sedang, yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan
tanah masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta pH tidak kurang dari
6. Pada daerah lokasi tertentu, yang dimanan suhu agak tinggi maka untuk
mengurangi penguapan air selama pengeringan agar tidak terjadi retak akibat
susut (shrinkage) yang besar, maka perlu ditambahkan sifat moderat “heat of
hydration”. ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe II.
3. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Tinggi
Merupakan semen Portland yang digiling lebih halus dan mengandung
tricalsium silikat (C3S) lebih banyak dibanding semen Portland biasa
(Murdock, 1991). ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai tipe III.
Portland biasa, umumnya digunakan pada keadaan-keadaan darurat, misalnya
pembetonan pada musim dingin.
4. Semen Portland dengan Panas Hidrasi Rendah
Semen jenis ini memiliki kandungan tricalsium silikat (C3S) dan tricalsium
aluminat (C3A) yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C3S yang lebih
banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat :
a. Panas hidrasi rendah
b. Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama
dengan semen Portland biasa
c. Susut akibat proses pengeringan rendah
d. Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat
ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe IV.
5. Semen Portland dengan Ketahanan Tinggi Terhadap Sulfat
Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Kekuatan
tekan pada umur 28 hari lebih rendah dibanding semen Portland biasa. Semen
ini diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan
pada konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat,
yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,17% -
1,67% dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah
atau konstruksi dibawah permukaan air.
6. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Sangat Tinggi
Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang sangat tinggi.
semen dengan kekuatan awal tinggi. Semen ini digunakan pada konstruksi
yang perlu segera diselesaikan atau pekerjaan perbaikan beton.
7. Semen Portland Koloid
Semen jenis ini digunakan untuk pembetonan pada tempat dalam dan sempit.
Pada penggunaanya semen ini digunakan dalam bentuk koloid dan dipompa.
8. Semen Portland Blended
Semen Portland blended dibuat dengan mencampur material selain gypsum
kedalam klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah terak dapur tinggi
(balst-furnase slag), pozzolan, abu terbang (fly ash) dan sebagainya.
Jenis-jenis semen Portland blended adalah :
a. Semen Portland Pozzolan (Portland Pozzolanic Cement)
b. Semen Portland Abu Terbang (Portland Fly Ash Cement)
c. Semen Portland Terak Dapur Tinggi (Portland Balst-Furnase Slag
Cement)
d. Semen Super Masonry
II.1.1.4 Pengerasan dan Pengikatan Semen
Apabila air ditambahkan kedalam semen portland, maka terjadi reaksi
antara komponen-komponen semen dengan air yang dinamakan Hidrasi. Reaksi
tersebut akan menghasilkan senyawa-senyawa hidrat. Senyawa hidrat terdiri dari:
1. Calcium Silicate hydrate + Ca(OH)2.
2. Calcium Aluminate Hydrate (3CaO.Al2O3.3H2O).
Mekanisme proses pengikatan (setting) dan Pengerasan (hardening)
Gambar 2.1 Proses pengikatan dan pengerasan semen (Mulyono, 2003).
Keterangan :
1. Pada awal mula reaksi hydrasi tersebut akan menghasilkan pengendapan
Ca(OH)2, etteringite dan C-S-H akan membentuk coating pada partikel semen
serta etteringite akan membentuk coating pada 3CaO.Al2O3, hal ini akan
mengakibatkan reaksi hydrasi akan tertahan, periode ini disebut Dormant Periode.
2. Dormant Periode ini terjadi pada 1 jam hingga 2 jam, dan selama itu pasta
masih dalam keadaan plastis dan workable. Periode ini berakhir dengan
pecahnya coating tersebut dan segera reaksi hydrasi terjadi kembali dan Initial Set segera tercapai.
DORMANT PERIODE INITIAL SETTING
TIME MIN. 45 MENIT
S E T T I N G
FINAL SETTING TIME MAX. 8 JAM
3. Selama periode beberapa jam, reaksi hydrasi dari 3CaO.SiO2 terjadi dan
menghasilkan H dengan volume lebih dari dua kali volume semen.
C-S-H ini akan mengisi rongga dan membentuk titik-titik kontak yang
menghasilkan kekakuan.
4. Pada tahap berikutnya terjadi konsentrasi dari C-S-H dan konsentrasi dari
titik-titik kontak yang akan menghalangi mobilitas partikel-partikel semen,
yang akhirnya pasta menjadi kaku dan Final Setting dicapai dan proses pengerasan mulai terjadi secara steady.
II.1.2 Agregat II.1.2.1 Umum
Agregat merupakan material yang dominan pemakaiannya dalam dunia
rekayasa sipil. Agregat dapat digunakan langsung (seperti dasar jalan dan
timbunan) dan juga dapat digunakan dengan penambahan semen untuk
membentuk suatu kesatuan material atau disebut dengan beton. Agregat
menempati 70% sampai dengan 75% dari volume beton, sehingga karekteristik
dan sifat dari agregat memiliki pengaruh langsung terhadap kualitas dan sifat-sifat
beton (Nugraha, 2007).
Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir,
dan lain sebagainya) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan,
yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan
karekteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap agresi
II.1.2.2 Jenis Agregat
Hampir semua faktor yang berkenaan dengan kelayakan suatu agregat
endapan (quarry) berhubungan dengan sejarah geologi dari daerah sekitarnya.
Proses geologis yang membentuk suatu quarry atau modifikasi yang berurutan,
menentukan ukuran, bentuk, lokasi, jenis, keadaan dari batuan, serta gradasi, dan
sejumlah faktor lainnya.
Agregat dapat dibedakan atas dua jenis yaitu: agregat alam dan agregat
buatan (pecahan). Agregat alam dan buatan inipun dapat dibedakan berdasarkan
beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi) dan tekstur permukaannya. Pada
Gambar 2.2 dapat dilihat pembagian jenis agregat berdasarkan sumber
materialnya.
(Mulyono, 2003). JENIS-JENIS AGREGAT
AGREGAT BERAT AGREGAT NORMAL AGREGAT RINGAN
AGREGAT
II.1.2.2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk
Secara alamiah bentuk agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan.
Setelah dilakukan penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh teknik
penambangan yang dilakukan, dapat berupa dengan cara peledakan ataupun
dengan mesin pemecah batu.
Jika dikonsolidasikan butiran yang berat akan menghasilkan campuran
beton yang lebih baik jika dibandingkan dengan butiran yang pipih. Penggunaan
pasata semennya akan lebih ekonomis. Bentuk–bentuk agregat ini lebih banyak
berpengaruh terhadap sifat pengerjaan pada beton secar (fresh concrete).
Test standar yang dapat dipergunakan dalam menentukan bentuk agregat
ini adalah ASTM D-3398. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah
sebagai berikut:
1. Agregat bulat
Agregat bulat terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau
keseluruhannya terbentuk karena penggeseran. Rongga udaranya minimum
33%, sehingga rasio luas permukaannnya kecil. Beton yang dihasilkan dari
agregat ini kurang cocok untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat
kurang kuat.
2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur
Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena
pergeseran sehingga permukaan atau sudut–sudutmya berbentuk bulat.
Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%–38%, sehingga
dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk mutu tinggi karena ikatan
antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).
3. Agregat bersudut
Agregat ini mempumyai sudut–sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di
tempat–tempat perpotongan bidang–bidang dengan permukaan kasar. Rongga
udara pada agregat ini berkisar antara 38%– 40%, sehingga membutuhkan
lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan
dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau
untuk beton mutu tinggi karena ikatan antara agregatnya baik (kuat).
4. Agregat panjang
Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh
lebih besar dari tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya
lebih dari 9/5 dari ukuran rata–rata. Ukuran rata–rata ialah ukuran ayakan
yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat
dengan ukuran rata–rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh
ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya
lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh
buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Agregat jenis ini cenderung
menghasilkan kuat tekan beton yang buruk.
5. Agregat pipih
Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran–ukuran
lebar dan tebalnya kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak
baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran
agregat pipih mempunyai perbandingan antara panjang dan lebar dengan
ketebalan rasio 1 : 3 yang dapat digambarkan sama dengan uang logam.
6. Agregat pipih dan panjang
Agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya,
sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.
II.1.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan
Ukuran susunan agregat tergantung dari kekerasan, ukuran molekul,
tekstur batuan dan besarnya gaya yang bekerja pada permukaan butiran yang telah
membuat licin atau kasar permukaan tersebut. Secara umum susunan permukaan
ini sangat berpengaruh pada kemudahan pekerjaan. Semakin licin permukaan
agregat akan semakin sulit beton untuk dikerjakan. Umumnya jenis agregat
dengan permukaan kasar lebih disukai. Jenis agragat berdasarkan tekstur
permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Agregat licin / halus (glassy)
Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat
dengan permukaan kasar. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan
menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaan butiran
agregat sehingga beton yang menggunakan agragat ini cenderung mutunya
lebih rendah. Agregat licin terbentuk dari akbat pengikisan oleh air, atau
akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis–lapis.
2. Berbutir (granular)
3. Kasar
Pecahannya kasar dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang
mengandung bahan–bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas
melalui pemeriksaan visual.
4. Kristalin (Cristalline)
Agregat jenis ini mengandung kristal–kristal yang tampak dengan jelas
melalui pemeriksaan visual.
5. Berbentuk sarang lebah (honey combs)
Tampak dengan jelas pori–porinya dan rongga–rongganya. Melalui
pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang–lubang pada batuannya.
II.1.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir
Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah
dengan didasarkan pada ukuran butir–butirnya. Menurut ukuran butirnya, agregat
dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Agregat Halus
Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam
atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher)
Agregat alami yang digunakan untuk agregat campuran beton dapat
digolongkan menjadi 3 macam, yaitu:
a. Pasir galian
Pasir golongan ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau
dengan cara menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam,
bersudut, berpori dan bebas dari kandungan garam, tetapi biasanya
harus dibersihkan dari kotoran tanah dengan cara mencucinya.
b. Pasir sungai
Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, umumnya berbutir
halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekat antar butir – butir
agak kurang karena butir yang bulat. Karena besar butir–butirnya kecil,
maka baik dipakai untuk memplaster tembok, juga dapat dipakai untuk
keperluan yang lain.
c. Pasir laut
Pasir laut ini adalah pasir yang diambil dari pantai. Butir–butirnya
halus dan bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang paling
jelek karena banyak mengandung garam–garaman. Garam–garaman ini
menyerap kandungan air dari udara dan ini mengakibatkan pasir selalu
agak basah dan juga menyebabkan pengembangan bila sudah menjadi
bangunan.
Agregat halus yang digunakan pada penelitian ini merupakan pasir sungai
2. Agregat Kasar
Agregat kasar (kerikil/batu pecah) berasal dari disintegrasi alami dari
batuan alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan oleh alat pemecah
batu (stone crusher), dan mempunyai ukuran butir antara 5-40 mm.
Agregat kasar yang digunakan pada penelitian ini adalah agregat alami
yang berasal dari Sungai Wampu dengan ukuran maksimum 40 mm.
II.1.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Berat
Agregat berdasarkan beratnya dapat dibedakan menjadi tiga golongan,
yaitu:
1. Agregat normal
Agregat normal dapat dihasilkan dari pemecahan batuan dari quarry
ataupun langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat
jenis rata-rata 2,5 sampai dengan 2,7. Beton yang dibuat dengan agregat
normal adalah beton yang memiliki berat isi 2.200 -2.500 kg/m3. Beton
yang dihasilkan dengan menggunakan agregat ini memiliki kuat tekan
sekitar 15-40 Mpa (SK.SNI.T-15-1990:1).
2. Agregat ringan
Agregat ringan dipergunakan untuk menghasilkan beton yang ringan
dalam sebuah konstruksi yang memperhatikan berat dirinya. Berat isi
agregat ringan ini berkisar antara 350-880 kg/m3 untuk agregat kasar, dan
3. Agregat berat
Agregat berat memiliki berat jenis lebih besar dari 2.800 kg/m3. Agregat
ini biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk proteksi
terhadap radiasi nuklir (SK.SNI.T-15-1990:1).
II.1.3 Air
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi
semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton.
Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air
yang mengandung senyawa-senyawa berbahaya , yang tercemar garam, minyak,
gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan
menurunkan kulitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang
dihasilkan. Air yang digunakan dapat berupa air tawar (dari sungai, danau, telaga,
kolam, situ, dan lainnya), air laut maupun air limbah, asalkan memenuhi syarat
mutu yang telah ditetapkan (Mulyono, 20003).
Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton dinamakan
water cement ratio ( w.c.r). Agar terjadi prses hidrasi yang sempurna dalam
adukan beton, pada umumnya dipakai nilai w.c.r 0,40-0,65 tergantung mutu beton
yang hedak dicapai umumnya menggunakan nilai w.c.r yang rendah, sedangkan
dilain pihak untuk menambah daya workability (kemudahan pengerjaan)
Kekuatan dan mutu beton umumnya sangat dipengaruhi oleh air yang
digunakan. Air yang digunakan harus disesuaikan pada batas yang memungkinkan
untuk pelaksanaan pekerjaan campuran beton dengan baik. Jumlah air yang
digunakan pada campuran beton dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1. Air bebas, yaitu air yang diperlukan untuk hidrasi semen
2. Air resapan agregat
II.2 Sifat-Sifat Beton
Karakteristik dari beton dipertimbangkan dalam hubungannya dengan
kualitas yang dituntut untuk suatu tujuan konstruksi tertentu. Pendekatan praktis
yang paling baik adalah mengusahakan kesempurnaan semua sifat beton. Adapun
sifat sifat beton yaitu:
II.2.1 Sifat-Sifat Beton Segar
Beton segar merupakan suatu campuran antara air, semen dan agergat
dan bahan tambahan jika diperlukan setelah selesai pengadukan, usaha-usaha
seperti pengangkutan, pengecoran, pemadatan, penyelesaian akhir dan perawatan
beton dapat mempengaruhi beton segar itu sendiri setelah mengeras. Pada
tiap-tiap pengolahan beton segar ini sangat diperhatikan agar bahan-bahan campuran
tetap kompak dan tercampur merata dalam seluruh adukan.
Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar , yaitu :
kemudahan pengerjaan (workabilitas), pemisahan kerikil (segregation),
II.2.1.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)
Beton segar yang baik terlihat dari kemudahan adukan tersebut
dikerjakan (workability) yang mempunyai sifat:
1. Mobilitas, yaitu kemudahan spesi beton dapat dituangkan (dialirkan)
kedalam cetakan pada saat pengecoran.
2. Kompaktibilitas, yaitu kemudahan spesi beton dipadatkan dan rongga udara
dihilangkan.
3. Stabilitas, yaitu kemampuan spesi beton untuk tetap sebagai masa yang
homogen dan stabil selama dikerjakan dan digetarkan tanpa terjadi segregasi
dari bahan utamanya.
Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian
slump yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percoban ini menggunakan corong
baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut
Abrams. Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan
tinggi 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.3.
Variasi yang terjadi antara nilai slump adanya beberapa ukuran akibat
tiga buah jenis slump yang terjadi dalam praktek yaitu:
1. Penurunan umum dan seragam tanpa ada yang pecah, oleh karena itu dapat
disebut slump yang sebenarnya. Pengambilan nilai slump sebenarnya
dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut.
2. Slump geser yang terjadi bilamana paruh puncaknya tergeser atau
tergelincir ke bawah pada bidang miring. Pengambilan nilai slump geser
ini ada dua cara yaitu dengan mengukur penurunan minimum dan
penurunan rata–rata dari puncak kerucut.
nilai slump
Gambar 2.4 Slump sebenarnya
Gambar 2.6 Slump runtuh
3. Campuran beton pada kerucut runtuh seluruhnya. Pengambilan nilai slump
collapse dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut.
nilai slump
II.2.1.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)
Kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari campuran beton
dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil, yang pada
akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain :
1. Campuran kurus atau kurang semen.
2. Terlalu banyak air.
3. Besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm.
4. Permukaan butir agregat kasar, semakin kasar permukaan butir agregat
Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang
diberikan sedikit mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian
yang terlalu besar dan cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus
mengikuti cara-cara yang betul.
II.2.1.3 Pemisahan Air (Bleeding)
Kecenderungan air untuk naik ke permukaan beton yang baru
dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan
butir-butir pasir halus, yang pada saat beton mengeras akan membentuk selaput
(laitence).Bleeding dapat dikurangi dengan cara :
• Memberi lebih banyak semen.
• Menggunakan air sedikit mungkin.
• Menggunakan pasir lebih banyak.
II.2.2 Sifat-Sifat Beton Keras
Sifat-sifat beton yang telah mengeras mempunyai arti yang penting
selama masa pemakaiannya. Sifat-sifat penting dari beton yang telah mengeras
adalah kekuatan tekannya, modulus elastisitas beton, ketahanan beton (durability),
II.2.2.1 Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton merupakan sifat yang paling penting dalam beton keras,
dan umumnya dipertimbangkan dalam perencanaan campuran beton. Kuat tekan
beton umur 28 hari berkisar antara 10-65 MPa. Untuk struktur beton bertulang
pada umumnya menggunakan beton dengan kekuatan berkisar 17-30 MPa,
sedangkan untuk beton prategang berkisar 30-45 MPa. Untuk keadaan dan
keperluan struktur khusus, beton ready mix sanggup mencapai nilai kuat tekan
62 MPa dan untuk memproduksi beton kuat tinggi tersebut umumnya
dilaksanakan dengan pengawasan ketat dalam laboratorium (Dipohusodo, 1994).
Beberapa faktor seperti ukuran dan bentuk agregat, jumlah pemakaian
semen, jumlah pemakaian air, proporsi campuran beton, perawatan beton (curing),
usia beton ukuran dan bentuk sampel, dapat mempengaruhi kekuatan tekan beton.
Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :
P
fc’ = ………(1)
A
dengan : fc’ : kekuatan tekan (kg/cm2)
P : beban tekan (kg)
A : luas permukaan benda uji (cm2)
Standar deviasi dihitung berdasrakan rumus :
s = √Σ (σ’b – σ’bm)2
_________________ ……… (2)
dengan: s = deviasi standar (Kg/cm2)
σ’b = Kekuatan masing – masing benda uji (Kg/Cm2)
σ’bm = Kekuatan Beton rata –rata ( Kg/cm2 )
N = Jumlah Total Benda Uji hasil pemeriksaan
Berdasarkan PBI ’71 Bagian 3, Bab 4 Pekerjaaan Beton bahwa kekuatan
tekan beton pada berbagai umur benda uji adalah, seperti tabel berikut :
Tabel 2.1 Perbandingan Kekuatan pada berbagai benda uji Benda Uji Perbandingan Keuatan Tekan
Kubus 15x15x15 cm 1.00
Kubus 20x20x20 cm 0.95
Silinder 15x30 cm 0.83
Untuk estimasi kekuatan tekan masing – masing benda uji terhadap beton
yang berumur 28 hari , dapat diambil dari PBI ‘71, seperti tabel berikut ini
Tabel 2.2 Faktor Konversi Untuk Kuat Tekan Beton 28 Hari Umur Beton (hari) 3 7 14 21 28 90 365
Semen Porland Biasa 0.40 0.65 0.88 0.95 1.00 1.20 1.35
Semen Porland dengan
Kekuatan awal tinggi
II.2.2.1.1 Ukuran Dan Bentuk Agregat
Semakin kecil area permukaan agregat, maka semakin kecil kebutuhan
air untuk campuran beton. Dengan semakin kecilnya faktor air semen, maka
kekuatan beton semakin meningkat. Penggunaan agregat dengan ukuran butir
maksimum yang lebih besar, dapat menurunkan kekuatan beton. Pada Gambar 2.7
dapat dilihat hubungan antara efek ukuran agregat dengan kekuatan tekan beton.
Gambar 2.7 Grafik pengaruh ukuran agregat terhadap kuat tekan beton (Dipohusodo, 1994).
II.2.2.1.2 Faktor Air Semen
Secara umum, semakin besar nilai f.a.s, semakin rendah mutu kekuatan
beton. Dengan demikian, untuk menghasilkan sebuah beton yang bermutu tinggi
f.a.s dalam beton haruslah rendah, sayangnya hal ini menyebabkan kesulitan
dalam pengerjaannya. Umumnya nilai f.a.s minimum untuk beton normal sekitar
0,4 dan nilai maksimumnya 0,65. Tujuan pengurangan f.a.s ini adalah untuk
mengurangi hingga seminimal mungkin porositas beton yang dibuat sehingga
Kekuatan tekan beton dapat diperhitungkan dengan penggunaan faktor
air semen. Pada Gambar 2.8 terlihat bahwa kekuatan tekan beton menurun jika
perbandingan jumlah berat pemakaian air tehadap berat semen ditingkatkan.
Gambar 2.8 Grafik hubungann antara faktor air semen terhadap kekuatan tekan Beton (Dipohusodo, 1994).
II.2.2.1.3 Umur Beton
Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton.
Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari.
Kekuatan beton akan naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari, tetapi setelah
itu kenaikannya tidak terlalu signifikan (Gambar 2.9). Umumnya pada umur 7 hari
kuat tekan mencapai 70% dan pada umur 14 hari mencapai 85% - 90% dari kuat
Gambar 2.9 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton (Dipohusodo, 1994).
II.2.2.1.4 Jenis semen
Jenis Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V.
Jenis-jenis semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda
sebagaimana tampak pada Gambar 2.10.
II.2.2.1.5 Jumlah semen
Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah
kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi sebagaimana tampak
pada Gambar 2.11. Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga
sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan
beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga
berlebihan sehingga beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat
tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (fas berubah), beton dengan kandungan
semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.
II.2.2.1.6 Rongga Udara (Voids)
Peningkatan faktor air semen dapat menyebabkan rongga udara
meningkat, sehingga dapat mempengaruhi penurunan durabilitas, sifat kedap air
pada beton, dan juga kekuatan beton. Kebutuhan air dalam pencampuran beton
diharapkan cukup untuk mendukung proses hidrasi pada semen, penambahan air
pada pencampuran beton dapat menyebabkan terjadinya rongga pada beton,
sehingga kualitas beton yang dihasilkan menurun.
II.2.2.1.7 Perawatan Beton (Curing)
Kekuatan tekan beton bertanbah seiring dengan umur beton dan
perawatan beton. Pengaruh perawatan beton dapat dilihat pada Gambar 2.12
peningkatan suhu air baik untuk perawatan beton ataupun pencampuran beton
dapat meningkatkan kekuatan beton lebih cepat. Penggunaan curing dengan
sistem uap dapat meningkatkan kekuatan beton lebih cepat dibandingkan dengan
sistem perawatan beton dengan metode perendaman.
II.3 Bahan Tambah II.3.1 Umum
Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke
dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi
dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih
cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.
Admixture atau bahan tambah yang didefenisikan dalam Standard
Definitions of terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM
C.125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19)
adalah sabagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan
dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan
berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik
dari beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, mempercepat
pengerasan, menambah kuat tekan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti
penghematan energi (Mulyono, 2003).
Bahan tambah biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit, dan
harus dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang justru akan dapat
memperburuk sifat beton.
Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari
penggunaan bahan tambah ini perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan
agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan yang akan dipakai di lapangan.
Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus memenuhi
tambah kimia harus memenuhi syarat yang diberikan dalam ASTM C.494,
“Standard Spesification for Chemical Admixture for Concrete”.
Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture, perlu
diketahui terlebih dahulu kategori dan penggolongannya, yaitu :
1. Air entraining Agent (ASTM C 260), yaitu bahan tambah yang ditujukan
untuk membentuk gelembung-gelembung udara berdiameter 1 mm atau lebih
kecil didalam beton atau mortar selama pencampuran, dengan maksud
mempermudah pengerjaan beton pada saat pengecoran dan menambah
ketahanan awal pada beton.
2. Chemical admixture (ASTM C 494), yaitu bahan tambah cairan kimia yang
ditambahkan untuk mengendalikan waktu pengerasan (memperlambat atau
mempercepat), mereduksi kebutuhan air, menambah kemudahan pengerjaan
beton, meningkatkan nilai slump dan sebagainya.
3. Mineral admixture (bahan tambah mineral), merupakan bahan tambah yang
dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah
mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton,
sehingga bahan ini cendrung bersifat penyemenan. Keuntunganannya antara
lain : memperbaiki kinerja workability, mempertinggi kuat tekan dan
keawetan beton, mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton.
Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozzolan, fly ash, slang, dan silica
• Miscellanous admixture (bahan tambah lain), yaitu bahan tambah yang
tidak termasuk dalam ketiga kategori diatas seperti bahan tambah jenis
polimer (polypropylene, fiber mash, serat bambu, serat kelapa dan
lainnya), bahan pencegah pengaratan dan bahan tambahan untuk perekat
(bonding agent).
II.3.2 Alasan Penggunaan Bahan Tambah
Penggunaan bahan tambah harus didasarkan pada alasan-alasan yang
tepat misalnya untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu pada beton. Pencapaian
kekuatan awal yang tinggi, kemudahan pekerjaan, menghemat harga beton,
memperpanjang waktu pengerasan dan pengikatan, mencegah retak dan lain
sebagainya. Para pemakai harus menyadari hasil yang diperoleh tidak akan sesuai
dengan yang diharapkan pada kondisi pembuatan beton dan bahan yang kurang
baik.
Keuntungan penggunaan bahan tambah pada sifat beton, antara lain :
a. Pada beton segar (fresh concrete)
Memperkecil faktor air semen
Mengurangi penggunaan air.
Mengurangi penggunaan semen.
Memudahkan dalam pengecoran.
b. Pada beton keras (hardened concrete)
Meningkatkan mutu beton
Kedap terhadap air (low permeability).
Meningkatkan ketahanan beton (durability).
Berat jenis beton meningkat.
II.3.3 Jenis-Jenis Bahan Tambah Kimia
Menurut standar ASTM C.494 jenis bahan tambah kimia dibedakan
menjadi tujuh tipe. Jenis dan defenisi bahan tambahan kimia ini sebagai berikut:
1. Tipe A ”Water Reducing Admixture”
Water Reducing Admixture adalah bahan tambah yang mengurangi air
pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi
tertentu.
2. Tipe B ”Retarding Admixture”
Retarding Admixture adalah bahan tambah yang berfungsi untuk
menghambat waktu pengikatan beton. Ready mix untuk lokasi yang sulit
dijangkau dan pada daerah yang mempunyai empat musim cuaca, banyak
dipakai pada saat pembangunan konstruksi pada waktu musim panas.
3. Tipe C ”Accelerating Admixture”
Accelerating Admixture adalah bahan tambah yang berfungsi untuk
mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Bahan
ini digunakan untuk mengurangi lamanya waktu pengeringan (hidrasi) dan
4. Tipe D ”Water Reducing and Retarding Admixture”
Water Reducing and Retarding Admixture adalah bahan tambahan yang
berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan
untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan menghambat
pengikatan awal.
5. Tipe E ”Water Reducing and Accelerating Admixture”
Water Reducing and Accelerating AdmixtureI adalah bahan tambah yang
berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan
untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan mempercepat
pengikatan awal. Bahan ini digunakan untuk manambah kekuatan beton,
dan juga mengurangi kandungan semen yang sebanding dengan
pengurangan kandungan air artinya FAS yang digunakan tetap dengan
mengurangi kadar air.
6. Tipe F ”Water Reducing, High Range Admixture”
Water Reducing, High Range Admixture adalah bahan tambah yang
berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk
menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih.
7. Tipe G ”Water Reducing, High Range Retarding Admixture”
Water Reducing, High Range Retarding Admixture adalah bahan tambah
yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan
untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau
lebih dan juga untuk menghambat pengikatan beton. Jenis bahan tambah
ini merupakan gabungan superplasticizer dengan menunda waktu
pengikatan beton.
II.3.4 Bahan Tambah Mineral (Mineral Admixture )
Bahan tambah mineral ini merupakan bahan tambah yang dimaksudka n
untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah mineral ini lebih
banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton, sehingga bahan
tambah mineral ini cenderung bersifat penyemenan. Beberapa bahan tambah
mineral ini adalah abu terbang (fly ash), slag, silica fume dan abu ampas tebu
(cane pulp ash).
II.3.4.1 Abu Terbang (Fly Ash)
Menurut ASTM C.618 (ASTM, 1995:304) abu terbang (fly ash)
didefenisikan sebagai butiran halus hasil residu pembakaran batubara atau bubuk
batu bara. Fly ash dapat dibedakan menjadi dua, yaitu abu terbang yang normal
yang dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit atau batubara bitomius dan
Abu terbang kelas C kemungkinan mengandung kapur (lime) lebih dari 10%
beratnya. Kandungan kimia yang dibutuhkan dalam fly ash tercantum dalam
Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kandungan Kimia Fly Ash
Senyawa Kimia Jenis F Jenis C
* Penggunaan sampai dengan 12% masih diijinkan jika ada perbaikan kinerja atau hasil test laboratorium menunjukkan demikian.
Sumber : ASTM C.618-95:305.
II.3.4.2 Slag
Slag merupakan hasil residu pembakaran tanur tinggi. Defenisi slag
dalam ASTM C.989, ”Standard spesification for ground granulated
Blast-Furnace Slag for use in concrete and mortar”, (ASTM, 1995:494) adalah produk
non-metal yang merupakan material berbentuk halus, granular hasil pembakaran
yang kemudian didinginkan, misalnya dengan mencelupkannya dalam air.
Keuntungan penggunaan slag dalam campuran beton adalah sebagai
berikut (Lewis, 1982).
a. Mempertinggi kekuatan tekan beton karena kecendrungan melambatnya
kenaikan kekuatan tekan.
b. Menaikkan ratio antara kelenturan dan kuat tekan beton.
c. Mengurangi variasi kekuatan tekan beton.
e. Mengurangi serangan alkali-silika.
f. Mengurangi panas hidrasi dan menurunkan suhu.
g. Memperbaiki penyelesaian akhir dan memberi warna cerah pada beton.
h. Mempertinggi keawetan karena pengaruh perubahan volume.
i. Mengurangi porositas dan serangan klorida.
Faktor-faktor untuk menentukan sifat penyemenan (cementious) dalam
slag adalah komposisi kimia, konsentrasi alkali dan reaksi terhadap sistem,
kandungan kaca dalam slag, kehalusan, dan temperatur yang ditimbulkan selama
proses hidrasi berlangsung(Cain, 1994:505).
II.3.4.3 Silika Fume
Menurut standard ”Spesification for Silica Fume for Use in
Hydraulic-Cemen Concrete and Mortar” (ASTM.C.1240, 1995: 637-642) silica fume adalah
material pozzolan yang halus, dimana komposisi silika lebih banyak yang
dihasilkan dari tanur tinggi atau sisa produksi silikon atau alloy besi silikon
(dikenal sebagai gabungan antara microsilika dengan silica fume).
Penggunaan silica fume dalam campuran beton dimaksudkan untuk
menghasilkan beton dengan kekuatan tekan yang tinggi. Beton dengan kekuatan
tinggi digunakan, misalnya untuk kolom struktur atau dinding geser, pre-cast atau
beton pra-tegang dan beberapa keperluan lain. Kriteria kekuatan beton berkinerja
tinggi saat ini sekitar 50-70 Mpa untuk umur 28 hari. Penggunaan silica fume
beton dengan faktor air semen sebesar 0.34 dan 0.28 dengan atau tanpa bahan
superplastisizer dan nilai slump 50 mm(Yogendran, et al, 1987:124-129):
Komposisi kimia dan fisika dari silika-fume dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Silica Fume
Kimia Berat (%)
Rata-rata ukuran partikel, µ m,
Lolos ayakan No.325 dala, %
Keasaman pH (10% air dalam slurry)
2.02
0.1
99.00
7.3