ISOLASI RNA
3. Jumlah RNA
Untuk mencapai keberhasilkan dalam kerja dengan RNA, maka perlu dilakukan identifikasi hasil isolasi RNA, yaitu dengan
menggunakan teknik agarose elektroforesis dan atau dengan menggunakan teknik spektrofotometer.
Gambar 4. Pengukuran konsentrasi dan kemurnian RNA dengan UV Spektrofotometer nano drop.
(Koleksi pribadi)
Tampak konsentrasi 2912,071 ng/uL dengan kemurnian 2,05.
Prinsip dasar menggunakan agarose, serupa dengan identifikasi hasil isolasi DNA. Molekul RNA juga memiliki muatan negatif karena adanya gugus fosfat sebagai tulang punggungnya, dengan demikian proses pergerakan elektroforesisnya adalah dari kutub negatif ke kutub positif. Untuk mengetahui kemurnian dan konsentrasi RNA, digunakan spektrofotometer. Saat ini telah ada teknologi dalam mengukur kemurnian dan konsentrasi RNA menggunakan alat UV spektrofotometer nano drop. Jika kita tidak memiliki UV Spektrofotometer nano drop dapat menggunakan UV Spektro biasa. Absorbansi sampel RNA yang diencerkan diukur pada panjang gelombang 260 dan 280 nm. Konsentrasi RNA dihitung dengan menggunakan hukum Beer-Lambert, memprediksi perubahan linier dalam absorbansi dengan konsentrasi. Menggunakan persamaan ini, maka pembacaan pada panjang gelombang 260 nm dari 1.0 setara dengan ~ 40 ug/mL RNA untai tunggal. Rasio absorbansi pada 260 nm/280 nm digunakan untuk menilai kemurnian RNA. Nilai 1.8 – 2.1
menunjukkan RNA dengan kemurnian yang sangat baik. Jika kita mempunyai alat UV Spektrofotometer nano drop, kita hanya meneteskan 1 uL sampel larutan RNA hasil isolasi dan mesin akan langsung menghitung konsentrasi serta kemurniannya.
Gambar 5. Hasil elektroforesis RNA. Hasil isolasi yang baik, akan memberikan gambaran 2 pita, yang menunjukkan RNA ukuran 28 S dan
18S
(Dokumentasi pribadi)
Isolasi RNA menggunakan TRIzol merupakan teknik yang umum dilakukan saat ini. Selain menggunakan TRIzol dengan teknik konvesnional, ada juga teknik TRIzol yang dikombinasikan dengan tabung kolom seperti pada isolasi DNA. Namun, secara prinsip dasar kedua metode sama yaitu memisahkan RNA dari bahan biologis lainnya.
Isolasi RNA dari darah menggunakan TRIzol-kloroform
Bahan: - Darah
- 10x RBC lisis buffer steril (89.9 g NH4Cl, 10 g KHCO3, 2 mL 0.5 M EDTA dalam 1 L dengan pH 7.3), sebagai larutan stok. - TRIzol - PBS - Isopropanol 28S 18S Kontaminasi DNA 28S RNA 18S RNA
- Etanol
- RNAse-free water
Prosedur:
1. 1 mL darah ditambahkan dalam 9 mL 1x RBC lisis buffer. Bolak-balik pelan dan biarkan 10 menit pada suhu 40C.
2. Sentrifuse 1500 rpm selama 10 menit pada suhu ruang.
3. Buang supernatan dengan hati-hati, jangan sampai pellet terbawa.
4. Tambahkan 1 x RBC lisis pada pellet, lakukan pemipetan “up and down atau sedot sebul” hingga pellet larut dalam larutan RBC lisis tersebut dan pindahkan ke tabung sentrifuse 2 mL. 5. Sentrifuse 3000 rpm selama 5 menit pada suhu 40C
(sebaiknya).
6. Buang supernatan, kemudian tambahkan 1 mL PBS, lakukan pemipetan “sedot sebul”, kemudian ulangi lakukan sentrifuse seperti pada tahap sebelumnya.
7. Tambahkan 1200 uL TRIzol dalam tabung berisi pellet, lalu lakukan pemipetan “sedot sebul” sehingga pellet menjadi terlarut dalam TRIzol.
8. Tambahkan 200 uL kloroform, vortex 10 detik, kemudian sentrifuse pada kecepatan 13000 rpm selama 10 menit pada suhu 40C.
9. Dalam tabung akan ada 3 lapisan larutan, lapisan bening atas; lapisan tipis putih tengah dan lapisan merah muda bawah. RNA berada di lapisan bening atas, DNA berada di lapisan putih tengah (interface) dan protein berada di lapisan bawah, larutan yang berwarna merah muda.
10. Ambil lapisan bening bagian atas dengan hati-hati tanpa membawa lapisan putih dan merah muda, kemudian pindahkan ke tabung baru yang bersih-steril.
11. Tambahkan 500 uL larutan isopropanol dingin dan lakukan pemipeting “sedot-sebul” atau dikocok. Isopropanol akan mengendapkan RNA. Biarkan 10 menit.
12. Taruh sampel di -200C jika tidak digunakan.
13. Sentrifuse 13000 rpm selama 10 menit pada suhu 40C. Buang supernatan.
14. Buang supernatan dengan hati-hati, jangan sampai pellet putih terbawa. Kemudian tambahkan 500 uL 75% etanol dingin. 15. Sentrifuse selama 10 menit pada kecepatan 13000 rpm dengan
temperatur 40C.
16. Buang supernatan, keringkan tabung jangan sampai ada etanol sisa.
17. Tambahkan 30 uL air yang bebas RNA dalam tabung, biarkan selama 2 jam agar larut.
18. RNA sudah diperoleh. Simpan pada suhu -200C.
Metode lain yang dapat digunakan adalah kombinasi TRIzol dan kit isolasi PCR. Kami menggunakan Direct-zol RNA Miniprep Plus dari Zymo Research. Metode kombinasi ini membantu mengurangi waktu kerja dan mudah dalam pelaksanaannya.
BAB IV.
PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION)
Hibridiasasi atau aneling (penempelan) merupakan dasar dari kemampuan untai tunggal asam nukleat untuk melakukan pengikatnya spesifik dengan untai komplementernya (pasangannya). Ketika untai ganda DNA mengalami denaturasi atau dipanaskan, maka untai akan terpisah, jika pemanasan dihilangkan atau dilakukan penurunan temperatur, maka untai terpisah akan bergabung kembali. Prinsip dasar ini yang menjadi dasar pada proses PCR, di mana saat terjadi penurunan suhu pada proses PCR, akan terjadi proses penempelan untai oligonukleotida. Proses penempelan ini dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi proses pembentukan ikatan hidrogen antara basa nukelotida pasangannya, yaitu temperatur, pH, larutan garam dan sebagainya.
Telah diketahui bahwa basa nukleotida G akan berpasangan dengan basa nukleotida C dengan bantuan tiga (3) jembatan hidrogen, sedangkan basa nukleotida A akan berpasangan dengan T melalui dua jembatan hidrogen. Untuk memutuskan jembatan yang menghubungkan basa-basa tersebut diperlukan energi (untuk laboratorium dalam hal ini adalah pemanasan yang tinggi).
PCR merupakan suatu metode in vitro dalam sintesis DNA. Prinsip dasar metode ini adalah perbanyakan fragmen DNA menggunakan enzim polymerase pada temperatur yang tinggi yang dilakukan secara berulang. Pada proses PCR dibutuhkan oligonukleotida pendek (primer DNA) yang berperan dalam mengawali proses ini. Primer akan menempel atau hybrid pada untai tunggal DNA saat temperatur diturunkan setelah terjadi pemisahan untai ganda DNA. Produk hasil PCR dapat diamati menggunakan teknik eletroforesis agarose.
PCR memiliki beragam aplikasi, tidak hanya dalam penelitian dasar tetapi juga dalam bidang diagnosa medis, forensik, dan pertanian. Seperti dijelaskan di halaman ini, beberapa contoh aplikasi PCR meliputi: 1. Ekspresi gen 2. Deteksi genotipe 3. Kloning 4. Mutagenesis 5. Analisis metilasi 6. Sekuensing
7. Kesehatan, forensik dan aplikasi lainnya
Hingga saat ini, metode PCR telah berkembang dari metode PCR yang umum hingga metode PCR yang dapat digunakan langsung untuk melihat apakah sampel tersebut memiliki mutasi atau tidak, tergantung aplikasi apa yang akan dipakai apakah untuk identifikasi molekuler, sekuensing atau rekayasa genetika. Beberapa PCR yang telah dikembangkan saat ini:
1. PCR standar, metode dasar PCR dan hasil produk PCR dapat digunakan untuk tahap selanjutnya seperti kloning, sekuensing, restriksi enzim.
2. ARMS PCR, atau Amplification Refractory Mutation System (ARMS) PCR adalah aplikasi PCR di mana menggunakan primer spesifik. Metode ini yang sangat berguna untuk identifikasi mutasi titik atau polimorfisme.
3. GAP-PCR, mutasi delesi pada gen cluster seperti -globin, dapat dideteksi oleh PCR standar menggunakan sepasang primer yang komplemen dengan untai DNA yang di dalamnya ada area delesi. Untuk delesi yang kecil, kurang dari 1 kb, maka akan dihasilkan dua buah produk fragmen, satu fragmen besar dan satu fragmen kecil (fragmen yang ada delesi kurang dari 1 kb). Untuk delesi yang lebih besar (2 kb), jarak antara kedua primer yang mengapit produk PCR (amplikon) terlalu besar, sehingga sukar didapatkan dua fragmen produk (hanya yang terbentuk fragmen yang delesi/fragmen kecil, sedang framen
normal tidak terbentuk), untuk itu diperlukan teknik khusus untuk memperoleh kedua fragmen tersebut. Oleh karena itu, teknik GAP-PCR digunakan. Teknik ini banyak digunakan untuk deteksi alfa talasemia, di mana delesi yang terjadi sangat besar (gambar 3).
4. RFLP PCR, metode ini digunakan jika ada area pemotongan enzim restriksi. Pada alel homozigot/mutan yang memiliki situs pemotongan, maka produk PCR akan dapat dipotong oleh enzim restriksi tertentu (atau sebaliknya). Untuk alel hetero, maka produk PCR yang diamati adalah kombinasi antara pita yang terpotong dan yang tidak terpotong (gambar 4).
5. Kuantitatif-PCR, metode ini digunakan untuk menghitung kuantitas atau jumlah produk spesifik hasil PCR, biasanya dikenal dengan sebutan real-time PCR (“RT-PCR”). RT PCR di sini, berbeda dengan Reverse Transcription (RT) PCR. Pada
Reverse Transcription PCR (RT-PCR), pcr didisain untuk
amplifikasi DNA dari RNA. Hasil jumlah amplifikasi DNA dari RNA dapat diamati dengan menggunakan “RT-PCR”.
6. Multipleks tandem PCR, metode untuk mendeteksi banyak target pada satu sampel. Pada metode ini, satu sampel akan menggunakan banyak primer spesifik dan proses PCR dijalan serentak. Karena menggunakan banyak primer, maka akan dihasilkan banyak amplikon (produk PCR) dengan ukuran yang beragam (gambar 5).
Masih banyak lagi jenis PCR, namun kami hanya menjelaskan PCR yang sering digunakan untuk identifikasi penyakit. Semua metode ini dikembangkan untuk memudahkan peneliti atau pekerja laboratorium dalam mengidentifikasi sampel DNA seperti bidang forensik, mikrobiologi dan sebagainya.
Gambar 6. Gap-PCR
(http://www.ithanet.eu/ithapedia/index.php/Protocol:Gap-PCR)
Gambar 7. ARMS PCR
(koleksi pribadi CYP1A1*2A)
Aplikasi PCR atau teknologi amplifikasi telah banyak digunakan, biasanya di klinik/rumah sakit hingga membuat area spesifik dari DNA dan diperbanyak untuk digunakan dalam kloning teknologi. Di bawah ini merupakan ringkasan kelebihan dan kekurangan teknologi amplifikasi:
Kelebihan teknologi amplifikasi:
1. Hasil cepat diperoleh (namun tergantung metode ataupun kit PCR yang digunakan dan dikembangkan oleh pihak developer).
2. Lebih sensitif dan spesifik dibandingkan metode deteksi konvensional.
3. Reprodusibilitinya sangat baik (kembali tergantung jenis kit PCR dari berbagai developer).
4. Hasil amplifikasi dapat dihitung secara kuantitatif atau semi kuantitatif, biasanya untuk teknik “RT-PCR”.
5. Mudah dikembangkan teknologi terbaru untuk dalam pemeriksaan penanda kelainan genetik.
Kekurangan teknologi amplifikasi:
1. Memerlukan ruangan dengan alur proses kerja satu arah (untuk mencegah kontaminasi).
2. Mudah terkontaminasi dalam melakukan pekerjaannya.
3. Target sekuensing DNA sasaran harus diketahui terlebih dahulu, dan harus melakukan perancangan primer serta kondisi alat yang sesuai dengan tujuan target yang diinginkan. 4. Biaya alat dan bahan untuk metode “RT PCR” yang mahal.
Prinsip dasar prosedur kerja PCR semua adalah sama, yaitu harus ada primer, dNTP, Taq polimerase enzim, dH2O, buffer PCR dengan atau tanpa MgCl, dan DNA template (sampel DNA genom). Setiap teknik, pada dasarnya yang berbeda adalah:
1. Prosedur temperatur hibridisasi (penempelan) dan elongasi (pemanjangan) produk PCR serta siklus dan waktu.
2. Desain primer (metode ARMS akan berbeda dengan metode PCR standar).
3. Ada tidaknya area restriksi.
4. Perlu tidaknya menggunakan probe (primer yang berpendar).
Pemanfaatan PCR metode konvensional 1. PCR -globin
a. Bahan:
Primer:
Forward primer F5’-TAGCAATTTGTACTGATG GTATGG-3’ dan
10X PCR buffer
Tag Polimerase
dNTP
DNA template b. Cara kerja
Siapkan semua bahan dalam tabung PCR
Untuk program PCR yang digunakan: 1. Denaturasi awal 950C selama 3 menit. 2. Denaturasi PCR 980C selama 20 detik. 3. Hibridisasi PCR 600C selama 15 detik. 4. Elongasi PCR 720C selama 60 detik. 5. Ulangi no 2 – 4 untuk 35 siklus. 6. Elongasi akhir 720C selama 60 detik. 7. Pendinginan 240C.
c. Hasil: akan didapatkan produk PCR atau amplikon dengan ukuran 1200 bp.
Gambar 8. Hasil PCR gene b-globin
(dokumentasi pribadi)
Hasil PCR b-globin ini dapat digunakan untuk identifikasi hemoglobinopati menggunakan sekuensing DNA.