• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Pola Peresepan

2. Jumlah unit obat hipertensi

Tabel XIII memperlihatkan jumlah unit obat untuk masing-masing jenis obat pada tiap pasien antara semester I dan semester II. Pemakaian jumlah unit obat terbanyak adalah captopril 25 mg pada semester I maupun pada semester II.

Tabel XIII. Perbandingan Jumlah Unit Antihipertensi di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009 ∑ Unit obat Jenis Obat Semester I Semester II Amlodipin 5 mg 5,6 5,5 Captopril 12,5 mg 9,8 10,1 Captopril 25 mg 11,4 10,3 Diltiazem 30 mg 8,3 8,8 Furosemid 40 mg 6,4 5,3 HCT 25 mg 5,4 5,5 Nifedipin 10 mg 5 6 Propanolol 10 mg 7,8 6,6 Propanolol 40 mg 3 6,6

Jika jumlah unit pemakaian obat hipertensi di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta dilihat menurut jumlah pemakaian per bulannya pada tiap pasien dan kemudian dilakukan uji statistik, untuk mengetahui apakah ada perbedaan jumlah unit pemakaian masing-masing obat hipertensi pada tiap pasien antara semester I dan semester II, dapat diketahui dari penjelasan dibawah ini.

a. Amlodipin 5 mg

Pada gambar 2, dapat diketahui bahwa pada bulan 1, 2, 4, dan 5 pemakaian obat lebih banyak pada semester I. Untuk bulan 3 jumlah pemakaiannya lebih banyak pada semester II.

Gambar 2. Jumlah Unit Pemakaian Amlodipin 5 mg di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Hasil uji normalitas diperoleh bahwa sebaran data berdistribusi normal. Hasil perhitungan statistik untuk uji signifikansi dari jumlah unit pemakaian amlodipin 5 mg diperoleh nilai p=0,779 yang mempunyai nilai signifikansi >0,1 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dari jumlah unit pemakaian amlodipin 5 mg antara semester I dan semester II, sehingga jumlah unit pemakaian obat amlodipin 5 mg tidak dipengaruhi stok obat yang tersedia di puskesmas.

b. Captopril 12,5 mg

Pada gambar 3, dapat diketahui bahwa bulan 1 pemakaian lebih banyak pada semester II, sedangkan pada bulan 5 pemakaian lebih banyak semester I.

Gambar 3. Jumlah Unit Pemakaian Captopril 12,5 mg di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Hasil uji normalitas diperoleh bahwa sebaran data berdistribusi normal. Hasil perhitungan statistik untuk uji signifikansi dari jumlah unit pemakaian captopril 12,5 mg diperoleh nilai p=0,854 yang mempunyai nilai signifikansi >0,1 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dari jumlah unit pemakaian captopril 12,5 mg antara semester I dan semester II, sehingga jumlah unit pemakaian obat captopril 12,5 mg tidak dipengaruhi stok obat yang tersedia di puskesmas.

c. Captopril 25 mg

Pada gambar 4, dapat diketahui bahwa pada bulan 1, 2, dan 4 jumlah pemakaian lebih banyak pada semester I, sedangkan pada bulan 5 jumlah pemakaian lebih banyak semester II.

Hasil uji normalitas diperoleh bahwa sebaran data berdistribusi normal. Hasil perhitungan statistik untuk uji signifikansi dari jumlah unit pemakaian captopril 25 mg diperoleh nilai p=0,315 yang mempunyai nilai signifikansi >0,1 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dari jumlah unit pemakaian captopril 25 mg

antara semester I dan semester II, sehingga jumlah unit pemakaian obat captopril 25 mg tidak dipengaruhi stok obat yang tersedia di puskesmas.

Gambar 4. Jumlah Unit Pemakaian Captopril 25 mg di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

d. Diltiazem 30 mg

Pada gambar 5, dapat diketahui bahwa pada bulan 3, 4, dan 5 jumlah pemakaian obat lebih banyak pada semester II, sedangkan pada bulan 2 pemakaiannya lebih banyak pada semester I.

 

Hasil uji normalitas diperoleh bahwa sebaran data berdistribusi normal. Hasil perhitungan statistik untuk uji signifikansi dari jumlah unit pemakaian diltiazem 30 mg diperoleh nilai p=0,981 yang mempunyai nilai signifikansi >0,1 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dari jumlah unit pemakaian diltiazem 30 mg antara semester I dan semester II, sehingga jumlah unit pemakaian obat diltiazem 30 mg tidak dipengaruhi stok obat yang tersedia di puskesmas.

e. Furosemid 40 mg

Pada gambar 6, dapat diketahui bahwa pada bulan 1 dan 3 jumlah pemakaian obat lebih banyak pada semester II, sedangkan pada bulan 2, 4, dan 5 jumlah pemakaian obat lebih banyak pada semester I.

Gambar 6. Jumlah Unit Pemakaian Furosemid 40 mg di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Hasil uji normalitas diperoleh bahwa sebaran data berdistribusi normal. Hasil perhitungan statistik untuk uji signifikansi dari jumlah unit pemakaian furosemid 40 mg diperoleh nilai p=0,665 yang mempunyai nilai signifikansi >0,1 menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan signifikan dari jumlah unit pemakaian furosemid 40 mg antara semester I dan semester II, sehingga jumlah unit pemakaian obat furosemid 40 mg tidak dipengaruhi stok obat yang tersedia di puskesmas.

f. HCT (Hydrochlorothiazide) 25 mg

Pada gambar 7, dapat diketahui bahwa pada bulan 1 dan 3 pemakaian lebih banyak pada semester II, sedangkan pada bulan 4 dan 5 pemakaiannya lebih banyak pada semester I.

Gambar 7. Jumlah Unit Pemakaian HCT 25 mg di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Hasil uji normalitas diperoleh bahwa sebaran data berdistribusi normal. Hasil perhitungan statistik untuk uji signifikansi dari jumlah unit pemakaian HCT 25 mg diperoleh nilai p=0,855 yang mempunyai nilai signifikansi >0,1 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dari jumlah unit pemakaian HCT 25 mg antara semester I dan semester II, sehingga jumlah unit pemakaian obat HCT 25 mg tidak dipengaruhi stok obat yang tersedia di puskesmas.

g. Nifedipin 10 mg

Pada gambar 8, dapat diketahui bahwa pada semester I pemakaian nifedipin hanya pada bulan 2, sedangkan pada semester II pemakaian obat nifedipin hanya pada bulan 1 dan 4.

Gambar 8. Jumlah Unit Pemakaian Nifedipin 10 mg di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Hasil uji normalitas diperoleh bahwa sebaran data berdistribusi normal. Hasil perhitungan statistik untuk uji signifikansi dari jumlah unit pemakaian nifedipin 10 mg diperoleh nilai p=0,544 yang mempunyai nilai signifikansi >0,1 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dari jumlah unit pemakaian nifedipin 10 mg antara semester I dan semester II, sehingga jumlah unit pemakaian obat nifedipin 10 mg tidak dipengaruhi stok obat yang tersedia di puskesmas.

h. Propanolol 10 mg

Pada gambar 9, dapat diketahui bahwa pada bulan 1 jumlah pemakaian lebih banyak pada semester I, sedangkan untuk bulan 3, 4, dan 5 pada semester II tidak ada

pemakaian propanolol 10 mg. Kemungkinan pada bulan 3, 4, 5 pasien mendapatkan resep dengan obat propanolol 40 mg karena di Puskesmas Induk Tegalrejo digunakan propanolol dengan 2 macam dosis yaitu propanolol 10 mg dan propanolol 40 mg.

 

Gambar 9. Jumlah Unit Pemakaian Propanolol 10 mg di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Hasil uji normalitas diperoleh bahwa sebaran data berdistribusi normal. Hasil perhitungan statistik untuk uji signifikansi dari jumlah unit pemakaian propanolol 10 mg diperoleh nilai p=0,042 yang mempunyai nilai signifikansi <0,1 menunjukkan bahwa ada perbedaan jumlah unit pemakaian propanolol 10 mg antara semester I dan semester II.

i. Propanolol 40 mg

Pada gambar 10, dapat diketahui bahwa pemakaian propanolol 40 mg pada semester I hanya terdapat pada bulan 2. Di Puskesmas Induk Tegalrejo digunakan propanolol dengan 2 macam dosis yaitu propanolol 10 mg dan propanolol 40 mg, jadi kemungkinan pada semester I bulan 1, 3, 4, dan 5 pasien mendapatkan resep dengan

 

Gambar 10. Jumlah Unit Pemakaian Propanolol 40 mg di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Hasil uji normalitas diperoleh bahwa sebaran data berdistribusi normal. Hasil perhitungan statistik untuk uji signifikansi dari jumlah unit pemakaian propanolol 40 mg diperoleh nilai p=0,002 yang mempunyai nilai signifikansi <0,1 menunjukkan bahwa ada perbedaan jumlah unit pemakaian propanolol 40 mg antara semester I dan semester II.

Dokumen terkait