• Tidak ada hasil yang ditemukan

YOSMANIAR

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sain pada

Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

Judul Tesis : Toksisitas Niklosamida Terhadap Pertumbuhan, Kondisi Hematologi dan Histopatologi Juvenil Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Nama : Yosmaniar NRP : C 151060231

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Eddy Supriyono, MSc Ketua

Dr. Ir. Kukuh Nirmala, MSc Dr. Ir. Sukenda, MSc Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir.Enang Harris MS Prof. Dr. Ir. Khairil. A. Notodiputro, MS

PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbill´aalamin. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan. tesis ini. Tesis dengan judul “Toksisitas Niklosamida Terhadap Pertumbuhan, Kondisi Hematologi dan Histopatologi Juvenil Ikan Mas (Cyprinus carpio)” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program Studi Ilmu Perairan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir.Eddy Supriyono, MSc sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, MSc dan Bapak Dr. Ir.Sukenda, MSc sebagai Anggota Komisi Pembimbing, yang telah meluangkan waktu dan pemikiran untuk mengarahkan dan membimbing penulis, serta Bapak Dr. Tatag Budiardi sebagai Penguji Luar Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan dan saran. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Sutrisno, Bapak Ir. Imam Taufik, MSi, teknisi dan laboran serta teman - teman dari Program Studi Air yang telah membantu penulis.

Bogor, Februari 2009

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 14 Oktober 1964 dari ayah B. K Rusli dan ibu Baidar. Penulis merupakan putri ke dua dari lima bersaudara. Pendidikan formal yang diselesaikan SD Seruni, SMP Negeri 4 dan SMA Negeri 4 di Pekanbaru. Pendidikan Strata satu di Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta Padang dan lulus tahun 1988.

Tahun 1990 sampai 1993 penulis bekerja sebagai staf peneliti di Sub Balai Penelitian Perikanan Budidaya Air Tawar di Palembang. Tahun 1993 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf peneliti di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar di Bogor dan tergabung dalam kelompok peneliti Lingkungan Budidaya dan Toksikologi. Tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Perairan (AIR) Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR ... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Pendekatan masalah ... 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3 Hipotesis ... 4 TINJAUAN PUSTAKA

Pestisida ... 5 Pestisida Dalam Lingkungan Perairan ... 6 Niklosamida ... 7 Toksisitas Subletal ... 8 Pertumbuhan ... 8 Hematologi... 9 Histopatologi ... 10 Kualitas Air ... 11 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat ... 12 Bahan dan Alat... 12 Pelaksanaan Penelitian

Ambang Batas ... 13 Waktu Letal... 13 Toksisitas Akut... 14

Toksisitas Subletal Niklosamida Terhadap Pertumbuhan... 14 Toksisitas Subletal Niklosamida Terhadap Hematologi ... 15 Toksisitas Subletal Niklosamida Terhadap Histopatologi ... 17 Analisis Data ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Ambang Batas ... 20 Waktu Letal... 21

Toksisitas Subletal Pertumbuhan Ikan ... 23 Kondisi Hematologi ... 25 Kondisi Histopatologi ... 29 Kualitas Air ... 31 Pembahasan... 32 KESIMPULAN DAN SARAN... 41 DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN ... 48

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Klasifikasi pestisida berdasarkan toksisitasnya terhadap ikan... 7 2. Data mortalitas (%) ikan mas pada uji ambang batas konsentrasi

niklosamida……… ………… ... 20 3. Nilai LC 50 moluskisida niklosamida terhadap ikan mas setiap

waktu Pemaparan ... 22 4. Pertumbuhan ikan mas pada berbagai konsentrasi subletal

moluskisida niklosamida setelah 12 minggu pemaparan ... 23 5. Rata-rata hematokrit, hemoglobin, eritrosit dan leukosit Ikan mas

setelah 12 minggu ... 25 6. Kondisi Histopatologi insang, hati, dan ginjal juvenil ikan mas yang

terpapar moluskisida niklosamida setelah 12 minggu ... 29 7. Kisaran sifat fisika-kimia air pada uji toksisitas letal dan subletal

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Rumus bangun Niklosamida ... 7 2. Mortalitas (%) ikan mas pada uji waktu letal untuk konsentrasi

0,25 mg/L (LC100-24 jam) ... 21

3. Nilai LC 50 moluskisida niklosamida terhadap ikan mas pada

setiap waktu pemaparan ... 22 4. Pertambahan bobot rata-rata ikan mas selama 12 minggu

pemaparan moluskisida niklosamida ... 24 5. Laju pertumbuhan spesifik mas selama 12 minggupemaparan

moluskisida niklosamida... 24 6. Kader hematokrit juvenil ikan mas yang terpapar

moluskisida niklosamida selama 12 minggu ... 26 7. Kadar hemoglobin juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida

niklosamida selama 12 minggu... 26 8. Jumlah eritrosit juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida

niklosamida selama 12 minggu Rata-rata hematokrit... 27 9. Jumlah leukosit juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida

niklosamida selama 12 minggu Rata-rata hematokrit... 28 10. Kondisi histopatologi insang juvenil ikan mas yang terpapar

moluskisida niklosamida selama 12 Minggu ... 30 11. Kondisi histopatologi hati dan ginjal juvenil ikan mas yang terpapar

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Kelangsungan hidup (%) ikan mas pada uji toksisitas letal

(jam) ... 47 2. Analisa probit (Wallace, 1982) untuk menentukan

LC50-24 jam moluskisida niklosamida terhadap ikan

Mas... 48 3. Analisa probit (Wallace, 1982) untuk menentukan

LC 50-48 jam moluskisida niklosamida terhadap

ikan mas ... 48 4. Analisa probit (Wallace, 1982) untuk menentukan

LC 50-72 jam moluskisida niklosamida terhadap

ikan mas ... 49 5. Analisa probit (Wallace, 1982) untuk menentukan

LC 50-96 jam moluskisida niklosamida terhadap

Ikan mas ... 49 6. Bobot rata-rata ikan mas (g/ekor) yang dipaparkan dengan

Berbagai konsentrasi subletal moluskisida niklosamida

selama12 minggu ... 50 7. Bobot ikan mas (g/ekor) yang dipaparkan dengan berbagai

Konsentrasi subletal moluskisida niklosamida selama

12 minggu (Transformasi logaritma natural) ... 51 8. Laju pertumbuhan spesifik(%) ikan mas yang dipaparkan

dengan berbagai konsentrasi subletalmoluskisida niklosamida

selama 12 minggu ... 52 9. Kadar hematokrit ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai

Konsentrasi subletal moluskisida niklosamida selama

10.Kadar hemoglobin ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi subletal moluskisida niklosamida

selama12 minggu ... 54 11.Jumlah eritrosit ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai

konsentrasi subletal moluskisida niklosamida selama

12 minggu ... 55 12.Jumlah leukosit ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai

konsentrasi subletal moluskisida niklosamida selama

12 minggu (sel/mm3) ... 56 13.Analisis statistik terhadap laju pertumbuhan spesifik mas

Setelah 12 minggu pemaparan ... 57 14.Analisis statistik terhadap data hematologi (hematokrit,

Hemoglobin, eritrosit) subletal ikan mas setelah

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan pestisida dalam bidang pertanian (sawah) yang semakin meningkat telah menimbulkan dampak negatif bagi menurunnya kualitas lingkungan perairan, karena pada umumnya sebagai tempat pembuangan limbah cair pertanian yang masih mengandung residu pestisida. Akibat kegiatan tersebut maka lingkungan perairan tawar yang merupakan sumber air untuk kegiatan budidaya perikanan berpotensi tercemar oleh berbagai bahan aktif yang terkandung dalam formulasi pestisida.

Keong mas merupakan hama yang dalam aktifitasnya memotong pangkal batang padi yang masih muda (Kurniawati et al., 2008). Pengendalian secara kimia yang umum dilakukan petani Indonesia yaitu menggunakan pestisida jenis moluskisida dengan bahan aktif niklosamida (IRRI. 2004). Moluskisida niklosamida digunakan untuk membunuh hama keong mas tapi juga dapat membunuh ikan, sehingga di beberapa negara di Asia penggunaannya sudah dilarang karena berdampak negatif terhadap lingkungan akuatik (Cuong, 2002; Wada, 2004). Sedangkan di Amerika niklosamida biasa digunakan sebagai kontrol populasi ikan lamprey laut (Petromyzon marinus) pada aliran anak sungai danau Great (Schreier et al, 2000).

Menurut APHA, AWWA dan WPCF (2005), uji toksisitas suatu bahan pencemar dapat dilakukan melalui pengujian terhadap ikan. Spesies ikan yang digunakan harus memenuhi kriteria tertentu, yaitu: 1) sensitif terhadap bahan pencemar; 2) tersedia dalam jumlah yang banyak dengan berbagai ukuran sepanjang tahun; 3) dapat dipelihara di laboratorium; 4) merupakan sumberdaya yang bernilai ekonomis. Salah satu jenis ikan air tawar yang memenuhi kriteria tersebut adalah ikan mas (Cyprinus carpio).

Ikan mas termasuk komoditas ekonomis perikanan budidaya air tawar yang biasanya dibudidayakan di kolam sawah, karamba, karamba jaring apung dan sawah. Produksi ikan mas Indonesia tahun 2006 sebesar 247.633ton terdiri dari budidaya di kolam (105.135 ton), karamba (20.822 ton), karamba jaring apung (75.402 ton) dan sawah (46.274 ton) (Ditjen Perikanan Budidaya, 2007)

Potensi penggunaan niklosamida diprediksi akan meningkat, hal ini berkaitan dengan semakin luasnya areal sawah yang diserang oleh hama keong mas. Pada tahun 1997 luas serangan keong mas pada sawah di Indonesa sebesar 3.630 Ha sedangkan pada tahun 2007 sudah mencapai 22.110 Ha dan Jawa Barat paling tinggi luas serangannya yaitu mencapai 6.829 Ha (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2008). Estimasi penggunaan niklosamida di sawah per hektar dengan ketinggian air 10 cm sebesar 0,5 mg/L dan yang masuk ke perairan sebesar 50 % yaitu 0,25 mg/L, sedangkan efektifitas pemakaiannya hanya berlangsung selama dua hari. Walaupun demikian belum ada data dari penelitian pestisida pertanian yang umum di perairan (sawah).

Menurut Abel (1989), pengaruh toksisitas subletal suatu toksikan terhadap organisme yang daya racunnya tidak menyebabkan kematian secara tidak langsung pada organisme, tetapi menyebabkan gangguan pertumbuhan, reproduksi, kebiasaan makan. Pengaruh bahan pencemar, (termasuk niklosamida) dapat diamati melalui pengukuran fisiologis maupun biokimia. Pengamatan yang dapat dilakukan antara lain hematologi (kadar hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit), serta histopatologi (insang, hati dan ginjal) (Heat, 1987).

Penggunaan moluskisida niklosamida di Indonesia relatif baru maka belum banyak tersedia informasi sampai saat ini. Luasan serangan hama keong mas yang semakin meningkat berkorelasi dengan peningkatan penggunaan niklosamida. Untuk melihat dampak penggunaan niklosamida terhadap ikan perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh toksiksisitas subletal niklosamida terhadap juvenil ikan mas dari aspek hematologi, histopatologi, dan pertumbuhan,

Pendekatan Masalah

Moluskisida niklosamida digunakan di sawah untuk memberantas hama keong mas. Luas serangannya semakin meningkat dari tahun ke tahun sehingga penggunaan niklosamida semakin meningkat. Penggunaan niklosamida berpotensi mengakibatkan pencemaran di lingkungan perairan karena digunakan sebagai sumber air untuk kegiatan budidaya perikanan air tawar dapat tercemar dan berdampak negatif terhadap hewan akuatik. Untuk itu perlu penelitian dampak penggunaan niklosamida dengan hewan uji ikan mas karena penggunaan bahan ini akan menggangu proses fisiologi ikan dan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan

Beberapa permasalahan niklosamida dalam penelitian ini yang berhubungan dengan toksisitas moluskisida terhadap ikan mas adalah sebagai berikut: a) Seberapa besar toksisitas akut moluskisida niklosamida terhadap ikan mas; b); Bagaimana pengaruh subletal moluskisida niklosamida terhadap pertumbuhan ikan mas; c) Bagaimana pengaruh subletal moluskisida niklosamida terhadap kondisi hematologis ikan mas yang meliputi kadar hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah sel eritrosit, dan jumlah sel leukosit. d) Bagaimana pengaruh subletal moluskisida niklosamida terhadap kondisi histopatologi ikan mas yang meliputi organ insang, hati, dan ginjal.

Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh toksisitas akut dan subletal moluskisida niklosamida terhadap pertumbuhan, kondisi hematologi dan histopatologi juvenil ikan mas (Cyprinus carpio). Manfaat penelitian ini yaitu dengan diketahui pengaruh subletal moluskisida niklosamida terhadap pertumbuhan, kondisi hematologi dan histopatologi juvenil ikan mas, maka dapat diketahui potensi toksisitas niklosamida terhadap organisme perairan khususnya ikan mas sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam penggunaan niklosamida di bidang pertanian pada umumnya dan dampaknya pada perikanan budidaya pada khususnya

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah jika pada konsentrasi tertentu niklosamida dapat merusak jaringan ikan, maka akan terjadi gangguan fisiologis sehingga akan menurunkan kinerja pertumbuhan pada juvenil ikan mas.

TINJAUAN PUSTAKA

Pestisida

Pestisida merupakan serangkaian senyawa alamiah maupun sintetis berbagai unsur kimia yang memiliki kemampuan untuk membunuh organisme pengganggu, terutama ditujukan untuk jenis-jenis tertentu. Penggunaan pestisida di bidang pertanian, terutama di negara-negara berkembang mencakup lebih dari 90 % konsumsi pestisida domestik (Kusno, 1995).

Menurut Lodang (1994), penggunaan pestisida disamping dapat memberikan keuntungan juga dapat menimbulkan kerugian. Keuntungan yang didapat antara lain: 1) dapat meningkatkan produksi pertanian dan hasil yang cepat; 2) aplikasi di lapangan relatif mudah; 3) dapat digunakan pada areal yang luas dalam waktu yang relatif singkat; 4) dapat diaplikasikan setiap waktu, dengan memperhatikan keadaan cuaca; 5) dapat diperoleh dengan mudah; 6) harga relatif murah dan memberikan keuntungan ekonomi. Kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida adalah:1) mempertinggi resistensi hama; 2) membunuh makhluk lain yang bukan sasaran; 3) gangguan toksik pada manusia bertambah sehubungan dengan bertambahnya volume dan intensitas penggunaan; 4) produk pertanian akan mengandung residu pestisida yang akan mengancam kesehatan para konsumen, terutama petani dan keluarganya; 5) kontaminasi global akibat mobilitas yang tingi, terutama oleh pestisida yang persisten; 6) mengganggu keseimbangan dalam rantai makanan sehingga akan menganggu ekosistem secara keseluruhan; 7) bertambahnya resiko efek sinergik interaksi antara bermacam-macam pestisida; 8) kemungkinan akan terjadi efek genetik jangka panjang akibat dosis subletal pestisida persisten.

Connel dan Miller (1995) menyatakan dampak penggunaan pestisida berkaitan erat dengan sifat dasar yang penting terhadap efektifitas pestisida, yaitu: 1)

pestisida cukup beracun untuk mempengaruhi seluruh kelompok taksonomi biota, termasuk makhluk bukan sasaran, sampai batas tertentu bergantung pada faktor fisiologi dan ekologi: 2) banyak pestisida yang dapat bertahan terhadap degradasi lingkungan akibatnya dapat bertahan dalam suatu daerah yang diberi perlakuan, sehingga keefektifannya dapat diperkuat. Sifat ini memberikan pengaruh jangka panjang dalam ekosistem alamiah.

Pestisida Dalam Lingkungan Perairan

Perairan adalah sebagai suatu tempat penampungan utama bagi residu pestisida yang persisten. Pencemaran pestisida terhadap sumberdaya dan lingkungan perairan mengakibatkan kematian hewan dan biota akuatik lainnya, penurunan produktifitas, penurunan kualitas lingkungan dan kualitas ikan.

Masuknya pestisida ke dalam perairan melalui berbagai jalur, antara lain: pemakaian langsung untuk membasmi hama tanaman, buangan limbah perkotaan dan industri, limpasan dari areal persawahan, pencucian melalui tanah, penimbunan aerosol dan partikulat, curah hujan dan penyerapan fase uap pada antar fase udara-air (Connel dan Miller, 1995). Di dalam lingkungan, pestisida diserap oleh berbagai komponen lingkungan kemudian berpindah tempat (Tarumingkeng, 1992). Komponen lingkungan seperti unsur-unsur hayati, suhu, air atau udara kemudian mengubah bahan aktif pestisida melalui proses kimia dan biokimia menjadi bahan lain yang masih beracun atau bahan yang toksisitasnya telah hilang sama sekali.

Aliran pembuangan pestisida beragam menurut laju arus air permukaan dan jenis tanah, sedangkan pencucian mula-mula bergantung pada adsorbsi/desorbsi antara konstituen tanah dan pergolakan air yang melaluinya (Robinson, 1973). Kelarutan suatu bahan aktif pestisida di dalam air merupakan faktor penting yang akan menetukan persistensinya di lingkungan perairan. Pengaruh langsung pestisida dapat terjadi pada jaringan tubuh ikan, sedangkan pengaruh tidak langsung dapat terjadi dengan berkurangnya organisme pakan ikan sehingga menghambat pertumbuhan ikan.

Penyerapan residu pestisida yang terdapat dalam perairan oleh hewan air dapat terjadi melalui berbagai cara, seperti mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi, pengambilan dari air melalui membran insang, difusi kultikular serta penyerapan langsung dari sedimen (Livingstone, 1977). Penyerapan residu pestisida bergantung pada besarnya residu, sifat fisika-kimia, sifat bioakumulatif dan toksisitasnya, maka keracunan yang ditimbulkannya dapat bersifat letal maupun subletal (Kusno, 1995).

Berkaitan dengan bahaya yang ditimbulkan oleh pestisida terhadap ikan, Komisi Pestisida (1983) dan Koesoemadinata, (2003) mengklasifikasikan pestisida berdasarkan pada nilai LC50-96 jam seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi pestisida berdasarkan toksisitasnya terhadap ikan

Tingkat LC50-96 jam (ppm) Evaluasi toksisitas

A B C D < 1 1 – 10 10 – 100 > 100 Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah

Komisi pestisida (1983) dan Koesoemadinata, (2003)

Niklosamida

Moluskisida niklosamida dengan nama kimia 2′,5- dichloro-′4 nitrosalicylanilide (UPAC), rumus empiris C13H8Cl2N2O4 dan rumus bangun seperti

pada Gambar 2. Niklosamida adalah berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan, berwarna bening kecoklatan titik didih 230 0C : titik uap < 1 mPa (20 0C); kelarutan dalam air 5-8 mg/l pada suhu ruangan, stabil terhadap kondisi panas serta dapat terurai dalam air pada konsentrasi asam dan alkalis (Worthing, 1987). Moluskisida niklosamida berdasarkan cara kerja termasuk racun kontak dan pernafasan (Sekretariat Jenderal Deptan. 2007).

Gambar 1. Rumus bangun niklosamida (Worthing, 1987) Toksisitas subletal

Pengaruh toksisitas subletal pestisida secara tidak langsung dapat menyebabkan penurunan kesempatan untuk menyelamatkan diri atau perkembang biakan dalam populasi alamiah. Pengaruh yang spesifik adalah banyak dan beragam, serta berhubungan dengan spektrum yang luas tanggapan fisiologis dan perilaku, seperti perubahan dalam produksi enzim, laju pertumbuhan, perkembang biakan (Hurlbert, 1975; McEwen dan Stephenson, 1975 dalam Connel dan Miller, 1995). Menurut Schmittou (1991), tekanan lingkungan yang disebabkan oleh pengaruh pestisida yang bersifat subletal juga merupakan faktor eksternal yang akan menyebabkan direduksinya pertumbuhan ikan.

Pengaruh toksisitas subletal suatu toksikan terhadap organisme yang daya racunnya tidak menyebabkan kematian secara langsung pada organisme, tetapi menyebabkan gangguan pertumbuhan, reproduksi, kebiasaan makan (Abel, 1989). Pengamatan yang dapat dilakukan antara lain pertumbuhan, hematologi (kadar hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit) dan histopatologi (insang, hati dan ginjal) (Heat, 1987).

Pertumbuhan

Aziz (1989) menyatakan pertumbuhan ikan merupakan suatu pola kejadian yang kompleks dan melibatkan banyak faktor yang berbeda. Selanjutnya menurut Effendi (1979) pertumbuhan adalah perubahan ukuran, baik panjang, berat maupun volume, sehubungan dengan perubahan waktu.

Proses pertumbuhan pada ikan mulanya berlangsung lambat, kemudian cepat, dan akhirnya lambat kembali. Pertumbuhan yang demikian disebut autocatalytic.

Dengan demikian ikan muda akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan tua. Ikan tua tetap mengalami pertumbuhan, walaupun berlangsung secara lambat (Effendi, 1979). Selanjutnya dikatakan bawa pertumbuhan ikan dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang meliputi: genetik, seks, umur, daya tahan terhadap penyakit dan parasit. Faktor eksternal meliputi: kompetisi pada populasi, makanan, tingkatan trofik, energi matahari dan keadaan fisika-kima lingkungan.

Hematologi

Darah pada ikan berfungsi membawa ion-ion anorganik (Na+, Mg+2, Cl-) dan senyawa organik seperti hormon, vitamin, dan beberapa protein plasma. Protein plasma berperan dalam respon kekebalan tubuh, penyangga perubahan pH darah dan pengaturan tekanan osmotik (Bond, 1979).

Fungsi darah pada ikan untuk mengedarkan zat makanan hasil pencernaan dan oksigen ke sel-sel tubuh serta membawa hormon dan enzim ke organ yang memerlukannya. Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan pada darah adalah kadar hematokrit (Ht), kadar hemoglobin (Hb), jumlah sel darah merah (leukosit) dan jumlah sel darah putih (leukosit)) (Lagler et al., 1977).

Hematokrit

Hematokrit (Ht) merupakan perbandingan antara volume sel darah merah dengan plasma darah (Bond, 1979). Menurunnya kadar hematokrit dapat sebagai indikasi rendahnya protein dalam pakan, defisiensi vitamin atau ikan dapat infeksi, sedangkan meningkatnya kadar hematokrit menunjukkan ikan dalam keadaan stress (Wedemeyer & Yasutake, 1977 dan Anderson & Siwick, 1983). Hematokrit dalam darah ikan mas pada kondisi normal adalah sebanyak 27,1% (Peter dan Cech, 1990

dalam Affandi dan Tang, 2002)

Hemoglobin (Hb)

Sel darah merah mengandung hemoglobin yang merupakan suatu protein dalam eritrosit. Hemoglobin berperan dalam proses pengangkutan oksigen dalam darah dan kadar hemoglobin dalam darah ikan berkaitan dengan jumlah eritrosit (Lagler et al., 1977).

Hemoglobin berkaitan dengan eritrosit yaitu kadar atau kandungan eritrosit matang dalam aliran darah. Rendahnya Hb menunjukkan ikan anemia, sedangkan tingginya Hb berkaitan dengan kondisi stres (Blaxhall, 1972)

Kadar hemoglobin dalam darah ikan teleostei berkisar antara 37-100% Hb setara dengan 14 gram dalam 100 ml darah dan dalam keadaan sakit akut kadar Hb pada ikan akan turun hingga 27 % (Lucky, 1977). Angka (1983), kadar hemoglobin pada ikan mas dewasa adalah 8,61 ± 0,43 - 10,86 ± 48 (gram per 100 cc volume darah), sedangkan menurut Peter dan Cech, (1990) dalam Affandi dan Tang (2002) kadar Hb dalam darah ikan mas 6,40.

Eritrosit

Warna eritrosit merah kekuningan, bentuk lonjong, kecil dan berukuran 7-36 mikron (Lagler et al., 1977). Darah ikan sebagian besar terdiri dari sel-sel darah merah yang jumlahnya diperkirakan mencapai 4 juta sel/mm3. Sel darah merah ikan memiliki inti sel yang ukurannya bervariasi antar spesies. Sel darah merah tersebut mengandung hemoglobin dan berfungsi membawa oksigen dari insang ke berbagai jaringan (Moyle dan Cech, 1981).

Menurut Angka (1990) volume sel darah merah 100cc volume darah pada ikan mas dewasa berkisar 30,92 ± 0,43% dan 37,4 ± 1,67% dan jumlah sel darah merah per 1cc darah ikan mas (1,61 ± 0,06) x 106 sel sampai (2,04 ± 0,09) x 106 sel. Eritrosit yang terdapat dalam darah ikan mas dalam kondisi normal adalah 1,43 sel x 106/mm3 (Peter dan Cech, 1990 dalam Affandi dan Tang 2002).

Leukosit

Menurut Angka (1990), jumlah sel leukosit dalam 1cc darah merah ikan berkisar antara (14,70 ± 0,32) x 103 sel – (19,35 ± 0,42) x 103 sel. Affandi dan Tang (2002), sel darah putih pada ikan tidak berwarna dengan jumlah berkisar 20.000 – 150.000 butir, dan dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: agranulosit dan granulosit. agranulosit digolongkan menjadi limfosit, monosit dan trombosit, seangkan granulosit dibagi menjadi basofil, eoseonofil dan neutrofil.

Histopatologi adalah metode yang sensitif dan secara biologis bernilai untuk mengukur efek stres lingkungan terhadap hewan (jaringan), Perubahan histopatologi ini sebagai indikator penting faktor stres lingkungan yang dialami sebelumya dimana perubahannya secara biokimia dan fisiologi. Perubahan ini bisa digunakan untuk meramal efek yang mungkin terjadi seperti pertumbuhan, reproduksi, menghindarkn diri dari predator, dan stabilisasi populasi yang terjadi pada tingkat yang lebih tinggi (MacKim, 1985; Meyer dan Hendricks 1985 dalam Hinton dan Laurtn, 1990)

Insang merupakan organ osmoregulasi, yaitu melakukan berbagai fungsi fisiologis, meliputi peredaran gas, regulasi ion, mempertahankan keseimbangan asam basa, dan ekskresi bahan buangan senyawa nitrogen, selain itu insang terus menerus berhadapan polutan di lingkungan medium (Hinton and Laurtn, 1990).

Hati penting dalam nutrisi dan pertahanan tubuh sebagai respon terhadap toksikan asal luar tubuh, selain itu merupakan aspek penting bagi nutrisi meliputi simpanan lemak dan karbohidrat (Hinton and Laurtn, 1990).

Ginjal berfungsi untuk filtrasi dan mengekskresikan bahan yang tidak dibutuhkan termasuk polutan (niklosamida). Ginjal merupakan organ osmoregulasi, walaupun ginjal juga berfungsi dalam immunitas sel. Ginjal ikan menerima sebagian besar darah postbranchial, dan luka ginjal sebagai indikator polusi lingkungan (Hinton and Laurtn, 1990).

Kualitas air

Suhu berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung seperti terhadap aktifitas enzim, tingkat metabolisme maupun kadar oksigen. Tingkat penyerapan racun dapat lebih tingi dengan adanya kenaikan suhu (Macek et al., dalam Arianti, 2002). Bahan polutan cenderung lebih beracun pada air dengan tingkat kesadahan rendah dan nilai pH yang stabil, sedangkan pada kesadahan tingi cenderung menurunkan toksisitas dari polutan.

Toksisitas pestisida dalam air akan meningkat dengan berkurangnya konsentrasi oksigen. Hal ini terjadi karena peningkatan tingkat respirasi, sehingga racun yang terpapar pada tubuh ikan akan semakin besar (Mason, 1992). Penurunan

Dokumen terkait