• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PENERAPAN KEBIJAKAN POLITIK PEMERINTAH RI MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-

A. Penerapan Kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950-

1. Masa Kabinet-Kabinet

a. Kabinet Natsir (September 1950- Maret 1951)

Kabinet Natsir merupakan kabinet pertama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia menunjuk Sjafruddin Prawiranegara sebagai Menteri Keuangan dan serta Sumitro sebagai Menteri Perdagangan dan Industri. Natsir dan kawan-kawan berhasil memanfaatkan situasi perang Korea untuk keperluan pembangunan. Ekspor terdorong kuat sehingga mampu mengatasi kesulitan neraca pembayaran, sekaligus manaikkan penerimaan Pemerintah. Impor diliberalisasikan sebagai upaya untuk menekan tingkat harga-harga umum di dalam negeri. Kredit bagi perusahaan- perusahaan asing yang mendominasi perekonomian diperketat, sementara bagi perusahaan pribumi diperlunak. Suatu kombinasi kebijakan fiskal yang ketat dan penerimaan yang tinggi dan sempat menghasilkan suplus anggaran yang cukup besar pada tahun 1951. Pada masa Kabinet Natsir inilah untuk pertama kali terumuskan suatu perencanaan pembangunan yang disebut Rencana Urgansi Perekoomian (RUP). RUP itu sendiri yang diumumkan secara resmi beberapa minggu justru setelah jatuhnya kabinet Natsir, menimbulkan pro dan kontra dalam kabinet. Walhasil Kabinet Natsir tidak pernah sempat untuk melaksanakan RUP-nya. Akan tetapi,

walaupun demikian kabinet lain kabinet berikutnya dengan nama lain yakni Rencana Lima Tahun. 21

Kabinet Natsir yang berintikan Masyumi dengan dukungan PSI setelah membentuk koalisi Masyumi-PSI gagal. Kebijakan luar Natsir adalah bebas dan netral, namun tetap bersimpati ke negara-negara Barat. Pada bulan September 1950 Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-bangsa. Ketika para politikus yang berkuasa di Jakarta mulai berebut keuntungan ekonomi, maka Menteri Keuangan Sjafruddin dikecam karena menolak menggunakan pendapatan-pendapatan tersebut untuk memberi keuntungan kepada mereka. Kebijakan Sjafruddin sejalan dengan konsentrasi Kabinet Natsir pada kebutuhan-kebutuhan pembangunan kembali perekonomian dan pemulihan keamanan. Pemberontakan Ambon berakhir pada bulan November 1950. Tetapi tidak mencapai kemajuan sedikitpun dalam perundingan dengan Kartosuwirjo di Jawa Barat. Pada tahun 1951 akhirnya mencapai penyelesaian bagi serdadu-serdadu koloial asal Ambon menolak untuk dimobilisasikan di Indonesia. Mereka bersama keluarganya yang berjumlah 12.300 orang diangkut ke negeri Belanda di mana mereka menghadapi masalah-masalah integrasi yang baru. Akan tetapi, perundingan-perundingan dengan Belanda mengenai kedaulatan atas Irian Barat tidak menghasilkan kemajuan. Harapan pemerintah untuk merampingkan birokrasi juga tidak berhasil. Bagaimanapun juga kabinet berhasil membangkitkan tanda-tanda oposisi yang pertama tehadap sistem politik yang baru terbentuk itu. Sesuai dengan konstitusi Natsir bersikeras agar Soekarno sebagai

lembaga saja. Soekarno tidak terlalu senang dengan peranannya seperti itu dan merasa dirinya semakin cocok dengan pandangan PNI dan kelompok radikal bahwa merebut kedaulatan atas Irian Barat tidak boleh diberi prioritas yang rendah hanya adanya kebutuhan akan pembangunan ekonomi. Kabinet Natsir meletakkan jabatan setelah berkuasa selama kurang lebih tujuh bulan tanpa mencapai banyak hal penting dan tanpa membangun suatu basis pendudukan baik dalam maupun luar parlemen.22 b. Kabinet Sukiman (April 1951- Febuari 1952)

Masa pemerintahan Sukiman mencatat beberapa peristiwa dalam sejarah perekonomian Indonesia. Di antaranya adalah nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (22 Mei 1951), awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 195123. Dan memburuknya situasi fiskal. Ekspor mulai menurun akibat berlalunya bom Korea. Sistem kurs berganda yang telah menjebak perekonomian Indonesia sejak tahun 1950 dihapuskan atas saran Hjalmar Scbacbt yang diundang ke

22 M. C. Ricklefs, op. cit., hlm 503-505.

23 http://whatteeenagersneed.blogspot.com/2011/02/masa-pemerintahan-demokrasi-liberal-di.html

Indonesia oleh Sumitro sebagai penasehat ekonomi. Surplus anggaran pada masa kabinet Natsir berbanding terbalik menjadi defisit besar masa kabinet Sukiman.

Strategi pembangunan secara umum sama seperti yang dijalankan oleh kabinet Natsir, kabinet Sukiman jatuh pada bulan Februari 1952 meyusul isi penandatanganan Persetujuan Keamanan Bersama dengan Amerika Serikat.24

Perdana Menteri Sukiman yang berhasil membentuk koalisi Masyumi-PNI yang kebanyakan orang dianggap sebagai bentuk pemerintah yang wajar. Soekarno lebih senang dengan susunan itu, paling tidak kabinet memberinya anggaran yang lebih besar dan kebebasan yang lebih besar untuk berpidato. Tak seorangpun pengikut Natsir di dalam Masyumi atau PSI masuk di dalamnya, dengan kelompok yang sangat simpati kepada tentara pimpinan pusat ditempatkan di luar kabinet. Tidak masuknya Hamemgku Buwono IX dalam kabinet untuk pertama kali semenjak tahun 1946 melemahkan hubungan tentara-Kabinet. Segera terjadi konflik dengan pihak tentara. Tokoh radikal yang bukan anggota partai, Muhammad Yamin menjadi Menteri Kehakiman di dalam kabinet baru tersebut. Pada saat itu terdapat 17.000 orang tahanan kebanyakan belum dituntut, yang telah ditahan oleh tentara sejak tahun 1949 karena terlibat dalam kelompok-kelompok pemberontakan atau kejahatan. Pada bulan Juni, Yamin membebaskan 950 orang tahanan, termasuk kaum kiri yang terkemuka. Pihak tentara berhasil menangkap mereka kembali kecuali mereka yang bersembunyi. Yamin meletakkan jabatan dengan demikian pergulatan awal antara pemerintah sipil dan pihak militer dimenangkan oleh pihak militer.

24 Dumairy, op. Cit., hlm. 16.

Kabinet Sukiman menjadi paling terkenal dengan dilakukannya satu-satunya usaha yang serius pada saat itu untuk menumpas PKI. Kaum komunis menjadi marah dengan bersedianya PNI berkoalisi dengan Masyumi, karena strategi mereka bergantung pada masih terus bertikai kedua partai itu satu sama lain. Pada bulan Juni- Agustus 1951, serangkaian pemogokan terjadi, sebuah granat tangan dilemparkan ke kerumunan massa di Bogor, dan sebuah gerombolan yang bersenjata palu-arit menyerang sebuah pos polisi. Pemerintah memutuskan bahwa PKI lah yang bersalah, suatu tuduhan yang diingkari oleh Aidit tetapi sia-sia. Tanpa berkonsultasi dengan pihak tentara, pemerintah memerintahkan penangkapan besar-besaran pada tanggal 11 Agustus para pemimpin PKI ditangkap di Medan. Beberapa hari kemudian menyusul penangkapan besar-besaran di Jakarta. Termasuk 16 orang anggota parlemen ditangkap pada waktu itu tetapi pada akhir bulan Oktober pemerintah menyebut angka 15.000. tak seorangpun diajukan kepengadilan semuanya dibebaskan oleh kabinet berikutnya.

Dari peristiwa itu pemimpin PKI menyimpulkan bahwa politikus Jakarta tidak membiarkan mereka memainkan politik atas dasar yang sama dengan partai lainnya. Oleh karena itu mereka memilih suatu strategi jangka panjang untuk membentuk basis masa yang bebas yang begitu besarnya sehingga partai tersebut tidak dapat diabaikan atau dilumpuhkan oleh penangkapan terhadap para pemimpinnya, sementara waktu yang sama bekerja paling tidak untuk menetralkan kekuatan non komunis. Dengan demikian kebijakan front nasioal diambil dan slogan-slogan nasionalis lebih diutamakan dari pada tuntutan kelas. Kini mulai dilakukan suatu

kampanye untuk mendapatkan aggota, terutama di Jawa. Pada akhir tahun 1952 dinyatakan bahwa anggota partai tersebut meningkat dari 100.000 pada bulan Mei manjadi 126.206 orang. Karena merasa tidak pasti dengan PNI sebagai sekutu, maka PKI mulai mencari dukungan dengan Soekarno meskipun segala kebencian pribadi mereka terhadap Presiden, mulai saat itu pemimpin PKI tidak menyebut sebagai kolaborator Jepang atau fasis,dan tidak lagi menyalahkannya kerena memancing meletusnya peristiwa Madiun. Rasionalisasi mereka kini melemparkan semua kesalahan dari peristiwa itu pada Hatta, Sukiman, dan Natsir, untuk memenangkan suatu yang potensial, partai tersebut mengambil peranan yang kurang militant mereka tahu SOBSI pada bulan Maret 1952 bahwa melakukan pemogokan menuntut upah yang lebih tinggi adalah mengancam strategi front persatuan nasional. Perkembangan PKI sesudah itu sangat menabjubkan, tetapi sebagian besar adalah karena partai ini meniggalkan sifat militannya demi kelangsungan hidupnya.

Setelah itu masalah keamanan muncul kembali setelah banyak mencapai keberhasilan di berbagai daerah pada tahun 1950-1951. Di Sulawesi Selatan dilakukan perundingan-perundingan mengenai pengurangan jumlah dan penggabungan satuan-satuan tentara yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Kahar Muzhakar, seorang komandan Republik yang terkemuka dalam revulusi 1950. Kahar bergabung dengan sekitar 20.000 tentara yang menolak untuk didemobilisasikan. Setelah perundingan-perundingan gagal pada bulan Agustus 1951 dia lari kepegunungan dan melancarkan serangan terbuka. Pada bulan Januari 1952 Kahar menghubungi Kartosuwirjo dan secara resmi mejadikan pemberontakannya sebagai

bagian dari Darul Islam yang masih tetap belum mereda di Jawa Barat. Dampak pemberontakan Kahar menyebar sampai dataran tinggi Toraja, Sulawesi Selatan. Para pengikutnya menggunakan kekerasan memaksa penganut Kristen dan untuk masuk islam. Desa-desa dibakar, banyak penduduk dibunuh, dan lainnya mengungsi. Reaksi negatif terhadap anacaman islamisasi rupanya menjadi penyebab utama cepatnya kristenisasi di antara rakyat Toraja dan pada tahun 1965 memenangkan partai. Parkindo, pada tahun 1955 dengan perolehan lebih dari separuh suara. Setelah pemberotakan Kahar Muzhakar 1965 penduduk Toraja lepas dari ancaman islamisasi terpaksa dari suku Bugis.25

Kegagalan kabinet Sukiman menangani Kahar melemahkan kekuasaannya, tetapi krisis kebijakan luar negerilah yang membuat dia terjungkal. Kabinet itu telah menganut garis pro-Barat secara lebih aktif, dan pada bulan Januari 1952 Perdana Menteri dari Masyumi tersebut secara diam-diam menandatangani persetujuan dengan Amerika Serikat yang mengikat Indonesia pada pertahanan dunia bebas. Segera setalah komitmen ini diketahui timbullah kegemparan politik. Pada bulan Februari, Menteri Luar Negeri, dan kemudian disusul seluruh anggota kabinet, meletakkan jabatan. Kabinet berikutnya mengahapus persetujuan itu dengan Amerika Serikat dan berusaha memperoleh bantuan dengan syarat-syarat yang kurang mengikat.

25 M. C. Ricklefs, op. cit., hlm. 505-508.

c. Kabinet Wilopo ( April 1952- Juni 1953 )

Kabinet Wilopo memperkenalkan konsep anggaran berimbang dalam PBN impor bukan saja diperketat, tetapi juga harus melakukan pembayaran dimuka. Pekerjaan ekonomi besar yang dilakukan Wilopo adalah rasionalisasi angkatan bersenjata melalui moderenisasi dan pengurangan personil. Prestasi ekonomi yang perlu dicatat oleh kabinet ini adalah menekan pengeluaran pemerintah, lebih dari 25 persen pengeluaran total pada tahun sebelumya. Akan tetapi cadangan devisa merosot tajam, Strategi pembangunan yang ditempuh Wilopo tidak berbeda degan yang dijalankan oleh pendahulunya, kabinetnya tetap menjalankan urgaisasi yag drastis oleh kabinet.26 Termasuk program Sistem Ekonomi Gerakan Banteng merupakan usaha pemerihtah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohardikusumo ( Menteri Perdagangan ) program ini bertujuan untuk megubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi nasioal). Programnya: menumbuhkan kelas pengusaha dikalagan bangsa Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit. Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju. Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Banteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemeritah

semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena : para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pegusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal, para pengusaha pribumi mentalitas yang cenderung konsumtif, para penngusaha pribumi sangat bergantung pada pemeritah, para pengusaha kurang mandiri dalam mengembangkan usahanya. Pengusaha ini sangat cepat mendapat keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah. Para pengusaha menyalah gunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh. Dampakya program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran belanja pada 1952 sebayak 3 miliyar rupiah. Sehingga Menteri Keuangan Jusuf Wibisono memberikan batuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor. 27

Kini berlangsung lagi peyusunan kekuatan politik secara besar-besaran, PNI semakin mencurigai motifasi keagamaan dari Masyumi dan mencari sekutu membantunya menunda pemilihan umum. Karena merasa takut Masyumi akan memperoleh kemenangan yang besar. PKI dengan strategi front persatuan nasioalnya, bersedia menawarkan bantuan kepada PNI dan tidak mencela kabinet yang sebelumnya. Semua orang yang ditangkap dalam operasi pembersihan anti komunis

27

http://whatteeenagersneed.blogspot.com/2011/02/masa-pemerintahan-demokrasi-liberal-di.html (diunduh 27 Maret 2015).

pada tahun 1951 kini dibebaskan. PKI dan PNI merupakan partai yang dukungan utama berasal dari orang Jawa abangan.

Keadaan ekonomi kini semakin memburuk dengan berakhirnya perang Korea. Antara bulan Februari 1951 dan September 1952, harga karet ekpor nasional yang terpenting turun 71 %. Penghasilan pemerintah tentu saja merosot. Dalam upaya untuk memperbaiki neraca perdagangan tidak menguntungkan serta keluarnya cadangan emas dan devisa, maka pemerintah mengenakan biaya tambahan sebesar 100 sampai 200 persen tehadap impor barang mewah dan mengurangi pengeluaran. Langkah-langkah tersebut untuk memperbaiki dampak-dampak yang paling buruk dari kritis ekonimi, tetapi menimbulkan akibat-akibat yang paling buruk terhadap PNI. Masyumi mendukung kebijakan itu, sehingga meningkatkan ketegangan PNI- Masyumi. Kabinet juga berencana untuk memperkecil jumlah birokrasi dan militer. PNI merasa tidak senang tiap usaha mengurangi jumlah birokrasi, sedangkan pengurungan dikalangan militer menimbulka konflik yang gawat dalam tubuh tentara. Sultan Hamengku Buwono IX menjadi Menteri Pertahanan lagi dalam Kabinet Wilopo. Kerja sama yang erat dengan kelompok-kelompok professional dalam pemerintah pusat tentara pun pulih lagi. Sultan, Nasution, Simatumpang, dan sebagainya besar pendukung mereka di Jakarta adalah orang-orang non partai, namun mereka mempunyai hubungan yang kuat dengan Sjahrir dan PSI. Akan tetapi, Nasution lebih terikat pada tentara dari pada sipil manapun tokoh-tokoh ini dengan suatu rencana sentralisasi dan demobilisasi untuk mengurangi jumlah tentara dari 200.000 mejadi 100.000 orang. Usulan ini mengadu domba kelompok pesat dengan

panglima daerah yang kebanyakan bersimpati dengan PNI dan Soekarno. Kritik terhadap rencana tersebut menyatakan bahwa PSI bermaksud megurangi jumlah tentara sampai menjadi suatu organisasi yang hanya setia padanya dan menggunakannya untuk melancarkan suatu kudeta. Kudeta militer tarjadi di Muangthai pada bulan November 1951 dan di Mesir pada bulan Juli 1952.

Para panglima daerah berusaha menentang rencana itu. Mereka didukung oleh sekutu politik mereka di Jakarta. Didalam DPR tuntutan agar kepemimpinan tentara pusat dibubarkan dan kementerian pertahanan diorganisasikan. Menghadapi tantangan ini, maka tentara pusat mengadakan unjuk kekuatan namun secara fatal salah menghitung kekuatan disekitar mereka. Pada tanggal 17 Oktober mereka membawa tank-tank artileri dan banyak demonstran sipil, yang akhirnya konon berjumlah 30.000 orang, menuju ke Istana Presiden menuntut dibubarkannya DPR. Soekarno sendiri tidak begitu menghargai dengan demobilisasi yang akan banyak menghentikan banyak pemimpin revolusi yang ia hormati. Dan walaupun dia, seperti halnya Nasution tidak senang gaya politik DPR, dia tidak ingin ditunggangi oleh pemimpin tinggi tentara. Dia berbicara pada masa kerumunan, dan mereka bubar atas permintaannya. Sekali lagi Soekaro menganggap dirinya, dan lain-lainnya harus memandang dirinya, sebagai orang yang dapat berbicara langsung kepada rakyat. Kemudian dia menerima delegasi tentara dan secara samar-samar berjanji bahwa kepentingan mereka akan dipenuhi.

Upaya kekuatan tersebut tidak menghasilkan apa-apa. Soekarno berbicara di radio untuk menghimbau supaya masyarakat tenang dan menjelaskan upaya-upaya

untuk memaksa Presiden tidak dapat diterima. Kini para pendukung tentara pusat segera dipecat. Selama bulan Oktober dan November, para panglima yang baru dilantik oleh pimpinan pusat untuk memimpin pasukan-pasukan digulingkan oleh para panglima sebelumnya. Pada Desember 1952, Nasution diskors selama tiga tahun dalam daftar non aktif. Selama masa itu dia menjadi lebih matang dan mempertimbangkan kembali taktik-taktiknya, lalu menyimpulkan lebih baik menjadi Soekarno sebagai sekutu daripada sebagai lawan. Pada bulan Januari 1953, Sultan Hamengku Buwono IX mengundurkan diri sebagai Menteri Pertahanan pada bulan Maret, Sekretari Jendral Kementrian Pertahanan diganti. Pada bulan November, Simatumpang dipecat ketika jabatannya sebagai kepala staf angkatan bersenjata dihapuskan. Tak seorangpun dari mereka dituduh telah berusaha melancarkan kudeta, tetapi kekuasaan pimpinan tentara pusat telah dipatahkan.

Tentara kini dibiarkan berada dalam keadaan sangat terdesentralisasi dan bahkan lebih terbuka campur tangan sipil. Kekuata rundingan di Jakarta telah hancur, sebagai akibat anggaran pemerintah untuk militer lebih kecil dan para panglima daerah mulai mecari sumber-sumber dana yang lebih tidak lazim. Bahkan akhirnya mereka pun terpaksa ada manfaat dalam suatu pimpinan pusat yang kuat. Dengan timbulnya antara kelompok dalam tubuh tentara, maka kegiatannya dalam menghadapi kaum pemberontakan menurun. Kabinet Wilopo kehilangan kepercayaan akibat kegagalan rencana demobilisasinya.

Pembubaran DPR telah menjadi isu dalam peristiwa 17 Oktober, tidak begitu, mudah lagi bagi kaum politikus untuk menunda pemilihan umum untuk jangka waktu

yang tidak terbatas. Pada bulan April 1953, undang-undang pemilihan umum akhirnya disahkan. Waktu pemilihan anggota DPR kemudian ditetapkan pada bulan September 1955 dan pemilihan anggota Majelis Konstituante, yang akan merencanakan suatu undang-undang dasar ditetapkan berlangsung pada bulan Desember 1955. Untuk pertama kalinya politikus Jakarta kini mulai bekerja membangun dukungan masa yang akan memberikan suara. Dalam usaha mencari dukungan rakyat itu mereka berusaha, mereka banyak meggunakan idiologi yang meningkatkan ketegangan masyarakat-masyarakat di desa.28

d. Kabinet Ali I (Agustus 1953- Juli 1955)

Masa pemeritahan kabinet Ali ini diwarnai defisit baik dalam anggaran belanja maupun neraca pembayaran. Menteri urusan perekonomian ini dijabat oleh Iskaq Tjokroadisuryo, seorang tokoh sayap kiri partai Nasional Indonesia dan merupakan penganjur Indonesianisasi yang paling gigih. Ia sangat melindungi importir pribumi, sangat mengggebu-gebu mengubah perekonomian dari struktur kolonial menjadi nasional. Begitunya mengebu-gebu sehingga dia ingin mengubah secara drastis struktur distribusi devisa (yang ketika itu menurutya kurang melindungi para importir pribumi) dengan cara membagi-bagikan lisensi import kepada orang orang pribumi. Semasa sekitar lima tahun dia menjabat jumlah pengusaha nasional yang tergolong dalam importer membengkak luar biasa dari 700 menjadi 4300 importir. Ditinjau dari segi fiskal masa enam bulan pertama kabinet ini bahkan dapat dikatakan gagal. Kegagalan fiskal ini bahkan mengundang kecaman keras, sehingga

memaksa Ali mengganti anggota kabinetya termasuk penggantian Iskaq oleh Rooseno Surjobadikusumo pada bulan November 1954.29

Setelah terjadi perundingan lebih dari enam minggu dan lima kali upaya membentuk gabungan partai, sebuah kabinet PNI yang didukung NU dan partai-partai kecil dibentuk oleh Ali Satroamijdojo. Masyumi dan PSI tidak dimasukkan dalam kabinet, sedangkan dua tokoh simpatisan kepada PKI dimasukkan. Yamin kembali menjadi Menteri Pendidikan, dia dan beberapa orang lainnya, termasuk Ali, dianggap sebagai orang-orang sayap kiri. Akan tetapi, hanya sedikit terjadi perubahan dalam kebijakan pemeritah. Sesungguhnya kebijakan menjadi kurang penting bagi pemerintah yang berkuasa karena perhatian lebih ditujukan pada perhatian untuk mendapatkan dukungan dan mempertahankan kekuasaan serta membagi hasil- hasilnya. Kabinet Ali memperluas birokrasi dengan lebih banyak pendukung PNI, sebagian kerena penguasa birokrasi diduga memiliki arti yang sangat penting dalam pemilihan yang akan datang. Kabinet juga menekankan pada Indonesianisasi perekonomian dan memberi dorongan kepada pengusaha baru hanya merupakan kedok-kedok palsu bagi persetujuan antara para pendukung pemerintah dan orang Cina, apa yang disebut perusahaan Ali Baba.30

Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (Menteri Perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah untuk memajukan pegusaha pribumi, agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi

29 Dumairy, op. cit., hlm. 16-17.

30 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta, PT. Ikrar Mandiri Abadi, 2009. hlm.

nasional, pertumbuahan dan pekembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekoomi nasional. Memajukan ekonomi Indonesia perlu kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi. Ali menggambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba degambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina. Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan- perusahaan asing yang ada. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab: pengusaha pribumi kurang pegalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk medapatkan bantuan kredit dari pemeritah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalam dalam memperoleh bantuan kredit. Indonesia menerapkan sistem Liberal sehigga lebih mengutamakan persaingan bebas. Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.31

Peristiwa-peristiwa korupsi yang melibatkan tokoh PNI menjadi semakin biasa. Setelah harga relatif stabil pada tahun 1953, inflasi melonjak lagi. Selama kabinet Ali persediaan uang meningkat menjadi 75% dan nilai tukar rupiah dalam pasar bebas turun dari 44,7% dan dalam nilai resmi menjadi 24,6%. Para eksportir banyak medukung Masyumi diluar Jawa, terkena dampak yang sangat buruk. Penyelundupan meningkat, satuan tertara yang makin ikut dalam penyelundupan itu.

31 http://whatteeenagersneed.blogspot.com/2011/02/masa-pemerintahan-demokrasi-liberal-di.html

Dokumen terkait