• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan politik pemerintah masa demokrasi liberal1950-1959.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebijakan politik pemerintah masa demokrasi liberal1950-1959."

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KEBIJAKAN POLITIK PEMERINTAH RI MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959

Yosep Hengki Utama Riawan Universitas Sanata Dharma

2016

Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga permasalahan pokok, yaitu : 1) Latar belakag lahirnya Demorasi Liberal 1950- 1959 , 2) Proses Penerapan Kebijkan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950-1959, 3) dampak kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950-1959.

Tulisan ini disusun berdasarkan metode penulisan sejarah yang mecakup lima tahapan yaitu perumusan judul, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi, dan historiografi dengan pendekatan sosial politik dan ditulis secara deskriptif naratif.

(2)

ABSRACT

INDONESIAN GOVERNMENT POLICY DURING LIBERAL DEMOCRACY 1950 – 1959

Yosep Hengki Utama Riawan Sanata Dharma University

2016

This paper aims to describe and analyze three key issues, namely, 1) Background of the Liberal Democracy 1950 – 1959 in Indonesian, 2) Implementation process of the Indonesian government policy during the Liberal Democracy 1950-1959, 3) The Impact of the Indonesian government policy during the Liberal Democracy 1950-1959.

This paper is based on historical research method that includes five stages, namely the formulation of the title, collection of the data, verification, interpretation and historiography with political and social approach. The study was written in narrative and descriptive style.

(3)

i

KEBIJAKAN POLITIK PEMERINTAH RI MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh

YOSEP HENGKI UTAMA RIAWAN

NIM : 091314033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Makalah ini saya persembahka kepada :

1. Kedua orang tuaku Bapak Petrus Soring dan Ibu Helda Liberia yag telah

mendoaka saya, dan mendidik penuh kasih sayang.

2. Adiku Adreas Ario Atanggi dan Marselinus Celsi Lemambang yang selalu

(7)

v MOTO

Setiap kesakitan adalah pengalaman , rasakan dan pelajari, karena itu adalah rahasia

untuk menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya.

( Dedy Corbuzier )

Jangan menilai orang dari masa lalunya, karena kita semua sudah tidak hidup dimana

semua orang bisa berubah, biarkan mereka membuktikannya.

( Mario Teguh )

Orang lemah tidak pernah memaafkan, memaafkan adalah sifat orang perkasa.

(8)

vi

Yogyakarta 30 Maret 2016 Penulis

Yosep Hengki Utama Riawan PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa makalah yang saya tulis tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan di dalam

(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universita Sanata Dharma

Nama : Yosep Hengki Utama Riawan

Nomor Mahasiswa : 091314033

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sana Dharma karya ilmiah saya yag berjudul:

“Kebijakan Politik Pemerintah Ri Masa Demokrasi Liberal 1950-1959”. Beserta perangkat yang diperlukan ( bila ada ). Dengan demikian saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Saata Dharma hak untuk menyimpan , mengalihkan dalam

bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data. Mendistribusikan

secara terbatas dan mempublikasinnya di internet atau media lain untuk kepentigan

akademis tanpa ijin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta pada taggal 30 Maret 2016

Yang menyatakan

(10)

viii ABSTRAK

KEBIJAKAN POLITIK PEMERINTAH RI MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959

Yosep Hengki Utama Riawan Universitas Sanata Dharma

2016

Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga permasalahan pokok, yaitu : 1) Latar belakag lahirnya Demorasi Liberal 1950- 1959 , 2) Proses Penerapan Kebijkan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1959, 3) dampak kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950-1959.

Tulisan ini disusun berdasarkan metode penulisan sejarah yang mecakup lima tahapan yaitu perumusan judul, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi, dan historiografi dengan pendekatan sosial politik dan ditulis secara deskriptif naratif.

(11)

ix Background of the Liberal Democracy 1950 – 1959 in Indonesian, 2) Implementation process of the Indonesian government policy during the Liberal Democracy 1950-1959, 3) The Impact of the Indonesian government policy during the Liberal Democracy 1950-1959.

This paper is based on historical research method that includes five stages, namely the formulation of the title, collection of the data, verification, interpretation and historiography with political and social approach. The study was written in narrative and descriptive style.

The results indicate that 1) Background to the Liberal Democracy 1950-1959 cannot be separated from the formation of RIS in August 17, 1950; 2) The implementation process of the Indonesian government policy during Liberal Democracy 1950-1959 startsed when Jakarta politicians established parliamentary system. But in liberal democracy or parliamentary democracy period frequent change of cabinet acouned. Thus, the policy taken do not work well; 3) The impacts of Indonesian government policy during Liberal Democracy 1950-1959, among others, is indicated by the rise and fall of the cabinet during the Liberal Democracy period and the return to UUD 1945.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ KEBIJAKAN

POLITIK PEMERINTAH RI MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959”. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak lepas bantuan dari

berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Dekan Falkultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.

3. Dra. Theresia Sumini, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing,

membantu, dan banyak memberikan pengarahan, serta masukan selama

penyusunan makalah ini.

4. Seluruh dosen dan pihak skretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah

memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi di

Universitas Sanata Dharma.

5. Seluruh Karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, yang telah

meberikan pelayanan dan membantu penulis dalam memproleh sumber penulisan

(13)

xi

6. Kedua orang tua penulis Bapak Petrus Soring dan Ibu Helda Liberia dan adiku

Andreas Ario Atanggi dan Marselinus Celsi Lemambang yang telah memberikan

dorongan spiritual dan mental sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di

Universitas Sanata Dharma serta seluruh keluarga besarku terima kasih atas

dorongan dan doanya.

7. Teman- teman Pendidikan Sejarah Angkatan 2009 yang telah membantu dan

mendorong penulis menyelesaikan makalah ini.

8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang turut membantu

menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna oleh karena itu,

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi

makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.

Yogyakarta 30 Maret 2016

(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PEREMBAHAN iv

MOTO v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH vii

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

KATA PENGANTAR x

DAFTAR ISI xii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 7

C. Tujuan Penulisan 7

D. Manfaat Penulisan 7

E. Sistematika Penulisan 8

BAB II LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEMOKRASI

(15)

xiii

A. Kondisi kekuasan RI 10

B. Menghadapi Agresi Militer Belanda 23

1. Menghadapi Agresi Militer Belanda I 23

2. Menghadapi Agresi Militer Belanda II 27

C. Akhir Perang dan Pengakuan Kedaulatan 29

1. Pendekatan RI Dengan Negara- Negara Federal 29

2. Menuju KMB 35

3. Pembentukan RIS dan Pengakuan Kedaulatan 36

a. Republik Indonesia Serikat 36

b. Kembali ke NKRI 38

BAB III PROSES PENERAPAN KEBIJAKAN POLITIK PEMERINTAH RI

MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959 41

A. Penerapan kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal

1950-1959 42

1. Masa Kabinet- Kabinet 42

a. Kabinet Natsir ( September 1950- Maret 1951 ) 42

b. Kabinet Sukiman ( April 1951- Februari 1952 ) 44

c. Kabinet Wilopo ( April 1952- Juni !953 ) 49

d. Kabinet Ali I (Agustus 1953- Juli 1955) 54

e. Kabinet Burhanuddin

(Agustus 1955- Maret 1956) 63

(16)

xiv

g. Kabinet Djuanda (Maret 1957-Agustus 1959) 69

2. Politik Bebas Aktif 70

a. Politik Luar Negeri Setelah Pengakuan

Kedaulatan 70

b. Antara Dua Kekuatan Dunia 73

c. Konfrensi Asia-Afrika (KAA) 77

B. Ekonomi Nasional 80

1. Pemikiran Nasioal 80

2. Sistem Ekonomi Liberal 82

BAB IV DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH RI MASA DEMOKRASI

LIBERAL 1950-1959 87

A. Bidang Politik 87

B. Bidang Ekonomi 92

C. Bidang Sosial 94

1. Masalah Angkatan Perang 94

2. Krisis Tentara di Indonesia 97

3. Krisis Memuncak 98

a. Pergolakan di Daerah- Daerah 98

b. Pergolakan PRRI dan PERMESTA 108

BAB V KESIMPULAN

114

(17)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

SILABUS 121

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dengan disetujui hasil Konferensi Meja Bundar (KMB ) pada tanggal 2

November 1949 di Den Hag maka terbentuklah Negara Republik Indonesia Serikat

(RIS ). RIS ini terdiri dari 16 negara bagian dengan masing- masing mempunyai luas

wilayah dan jumblah penduduk yang berbeda. Pada masa RIS ini yang terpilih

sebagai Presiden adalah Ir. Soekarno dan Drs. Muhammad Hatta sebagai Perdana

Menteri. Anggota kabinet sebagian besar merupakan pendukung Negara Kesatuan RI

dan hanya 2 orang mendukung sistem federal yaitu Sultan Hamid II dan Anak Agung

Gede Agung. Sehingga untuk membubarkan negara federal dan membentuk negara

kesatuan semakin kuat. Lebih- lebih dasar pembentukan negara federal amat sangat

lemah, tidak ada ikatan idiologi yang kuat, dan tujuan negara yang jelas menurut

kenyataan negara federal adalah ciptaan Belanda dan bukan menurut kehendak rakyat

negara- negara bagian. Pada umumnya rakyat merasakan bahwa pembentukan negara

bagian federal ini hanyalah sarana Belanda untuk berkuasa di Indonesia. negara

federal itu juga tidak mempunyai kekuatan militer sendiri untuk mempertahankan

negaranya.1

1

(19)

Kabinet RIS dibawah Pimpinan Hatta memerintah sampai dengan tanggal 17

Agustus 1950, dan pada hari itu RIS menjelma Menjadi Negara Kesatuan Republik

Indonesia ( NKRI ), pada masa RIS ini tidak sedikit masalah yang dihadapi oleh

pemerintah RIS. Indonesia harus menghadapi rongrongan dari dalam yang dilakukan

oleh beberapa golongan yang mendapat dukungan dari pihak Belanda dan mereka

yang takut kehilangan hak-hak istimewanya bila Belanda meninggalkan Indonesia

masalah-masalah yang dihadapi pemerintah RIS yang pertama, dikenal dengan

Angkatan Perang Ratu Adil ( APRA ) di bawah pimpinan Raymond Westerling.

Gerakan ini didalangi oleh Belanda. Salah satu landasan gerakan ini adalah

kepercayaan akan datangnya Ratu Adil. Westerling memahami bahwa sebagian

rakyat Indonesia yang telah lama menderita karena penjajahan baik oleh Belanda

maupun oleh Jepang. Rakyat Indonesia mendambakan akan datangnya kemakmuran

seperti yang terdapat dalam ramalan Jayabaya. Menurut ramalan itu seorang

pemimpin yang disebut Ratu Adil akan memerintah rakyat dengan adil dan bijak sana

sehingga rakyat akan makmur dan sejahtera. Tujuan APRA adalah mempertahankan

bentuk negara yang federal di Indonesia dan adanya tentara sendiri pada negara-

negara bagian RIS. Rongrongan yang kedua yang dihadapi RIS adalah

pemberontakan Andi Azis di Makassar ( Ujung Pandang ) motif pemberontakan ini

adalah penolakan masuknya pasukan APRIS dan TNI ke Sulawesi Selatan. Ini

mengkhawatirkan KNIL takut terdesak oleh pasukan baru yang akan datang itu.

Mereka bergabung dan menamakan diri dengan nama pasukan bebas yang di bawah

(20)

pasukannya menyerang markas TNI di Makassar, dan kota Makassar berhasil

dikuasai oleh Andi Azis.

Pada tanggal 5 April Perdana Menteri NIT Ir. Diapari Mengundurkan diri

karena menyetujui tindakan Andi Azis. Pemerintah kemudian dipegang oleh Ir.

Patuhena dan pada tanggal 21 April Wali Negara NIT Sukawati mengumumkan

bahwa NIT bersedia meleburkan kedalam NKRI. Selain itu pemerintah pusat RIS

mengeluarkan ultimatum pada tanggal 8 April yang menginstruksikan Andi Azis

dalam waktu 2x24 jam datang melaporkan diri ke Jakarta. Dan juga diperintahkan

agar senjata dikembalikan dan semua tahanan dilepaskan.2

Cobaan terakhir yang dihadapi pemerintah RIS dan berlanjut kemasa NKRI

adalah gerakan speratis dengan membentuk negara sendiri yang disebut Republik

Maluku Selatan ( RMS ) pendiri RMS adalah Mr. Dr. Cristian Robert Steven

Soumokil yang merupakan bekas jaksa agung NIT. Soumokil sebenarnya terlibat

dalam gerakan Andi Azis di Makassar, tetapi karena usaha Andi Azis menemui

kegagalan, maka dia mengalihkan usahanya ke Maluku Tengah dan Tenggara,

Ambon sebagai pusatnya. Pada waktu keadaan di Ambon sedang kacau karena

banyak anggotan bekas KNIL bergabung dengan TNI maka RI akan menjadi lebih

kuat. Untuk mencegah hal tersebut, Belanda mulai menghasut dan menyebarkan

desas-desus yang buruk tentang TNI dan RI, mereka akan dipaksa masuk sebagai

anggota Islam. Keadaan ini menguntungkan Soumokil dan pada tanggal 5 April

Soumokil memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan ( RMS ).

2

(21)

Pemerintah RIS berusaha mengatasi masalah ini dengan damai tapi ditolak

oleh Soumokil bahkan mereka meminta bantuan, perhatian, serta pengakuan dari

dunia luar, terutama bangsa Belanda, Amerika Serikat, dan PBB. Oleh karena ini

pemerintah RIS terpaksa menumpas pemberontakan Soumokil dengan senjata. Selain

menghadapi dan menyelesaikan pemberontankan terhadap RIS, kabinet Hatta

menyelesaikan masalah lain yang menyangkut ekonomi. Sosial, dan hubungan

dengan luar negeri. Masalah yang timbul ini merupakan masalah yang berat bagi

suatu negara yang baru lahir dengan suatu perang kemerdekaan. Sebagai akibat

perang banyak sarana dan prasarana hancur dan keadaan ekonomi pada umumnya

buruk pemerintah harus menghadapi inflasi dan defisit dalam anggaran belanja

negara.

Selain menghadapi soal ekonomi pemerintah harus menyelesaikan soal

dipegawaian dan dibidang militer. Jumlah pasukan harus dikurangi karena menjadi

beban bagi keuangan negara. Meraka ini perlu mendapatkan penampungan bila

diadakan rasionalisasi. Mereka yang terkena nasionalisasi untuk melanjutkan

pelajaran dalam pusat pendidikan, berupa pendidikan keahlian, juga dilakukan usaha

transmigrasi.3

Pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan resmi RIS dibubarkan dan dibentuk

negara kesatuan baru yang diberi nama Negara Kesatuan Repoulik Indonesia. Negara

kesatuan baru ini merupakan dari RIS yang mengalami perubahan undang-undang,

tetapi oleh kebanyakan orang Indonesia negara kesatuan dianggap sebagai kelanjutan

3

(22)

Republik proklamasi17 Agustus 1945. Negara bentuk federal dianggap sebagai

warisan penjajah yang dimaksudkan untuk mempertahankan pengarunya di Indonesia

bahkan negara federal adalah cara yang ditempuh Belanda untuk merintangi

perjuangan kemerdekaan, disampingkan mempertahankan RIS berarti

mempertahankan banyak posisi orang Indonesia pro Belanda yang hanya

mementingkan sendiri serta tidak mendapat dukungan rakyat.

Proses perubahan dari RIS ke NKRI dimulai dari Negara Pasundan, Sumatra,

Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Madura, dan lain-lain. Sehingga pada akhir Maret

1950 tanggal Kalimantan Barat, Sumatra Timur, dan Negara Indonesia Bagian Timur

ketiga sepakat untuk kembali ke NKRI. Untuk merealisasi tujuan tersebut UUD RIS

diganti dengan UUDS 1950. UUDS disahkan pada tanggal 15 Agustus 1950 dan

mulai 17 Agustus 1950. Dengan demikian terbentuklah NKRI dan RIS dibubarkan.

UUDS 1950 mengamanatkan NKRI menganut sistem demokrasi liberal. Dalam

demokrasi ini secara kongkrit menganut sistem demokrasi perlementer, dalam sistem

demokrasi ini presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara, sedangkan kepala

pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Para Menteri dan Perdana Menteri

bertanggung jawab terhadap parlemen, sementara dari segi liberalnya berlakunya

multi partai politik. Dengan demikian rakyat diberi kebebasan untuk berpartisipasi

dalam politik.4

4

(23)

Dalam Negara Kesatuan RI ini Indonesia dibagi menjadi 10 Provinsi yang

mempunyai otonomi. Dari tahun 1950-1959 terdapat 7 kali pergantian kabinet yang

memerintah sehingga rata-rata tiap tahun terjadi pergantian kabinet. Kabinet tersebut

adalah, Kabinet Natsir ( September 1950-Maret 1951 ), Kabinet Sukiman ( April

1951- Februari 1952 ), Kabinet Wilopo ( April 1952-Juni 1953 ). Kabinet Ali

Sastromidjojo I ( Juli 1953-Juli 1955 ) Kabinet Burhanudin Harahap ( Agustus

1955-Maret 1956 ), Kabinet Ali Sastromidjojo II ( April 1956-1955-Maret 1957 ), Kabinet Karya

( April 1957- Juli 1959 ). Dari sini tampak bahwa dengan dijalankan sistem

demokrasi liberal dimana disalurkan dengan mendirikan banyak partai politik.

Parlemen dapat menjatuhkan kabinet bila partai oposisi kuat dalam parlemen yang

mengakibatkan parlemen tidak berumur panjang yang terlihat dari seringnya

pergantian kabinet.5

Dalam parlemen terjadi persaingan yang besar antara satu partai politik

dengan partai politik lainnya. Setiap partai politik berusaha memperjuangkan

kepentingan partainya dan mengabaikan upaya untuk memperjuang kepentingan

rakyat. Kekuasaan menjadi tujuan perjuangan setiap partai akibatnya partai yang

berkuasa akan mendapat pengawasan yang ketat dari partai oposisi dan berusaha

mencari kesalahan-kesalahan kabinet atau pemerintah.

Kebijakan politik pemerintah RI masa demokrasi liberal 1950-1959 telah

membawa masyarakat Indonesia pada seringnya pergantian pemerintahan. Demokrasi

5

(24)

liberal pada dasarnya merupakan sistem politik yang didasarkan asas liberal yang

ditandai besarnya peran partai-partai politik.

B . Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang saya ambil

sebagai berikut:

1. Apa latar belakang lahirnya demokrasi liberal 1950-1959 ?

2. Bagaimana proses penerapan kebijakan politik pemerintah RI masa demokrasi

liberal 1950- 1959 ?

3. Bagaimana dampak kebijakan politik pemerintah RI masa demokrasi liberal

1950-1959 ?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk:

1. Menjelaskan latar belakang lahirnya demokrasi liberal 1950-1959.

2. Menjelaskan proses penerapan kebijakan politik pemerintah RI masa

demokrasi liberal 1950-1959.

3. Menjelaskan bagaimana dampak kebijakan politik pemerintah RI masa

demokrasi liberal 1950-1959.

D. Manfaat Penulisan

a. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan

Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan khususnya sejarah nasional Indonesia Tentang Kebijakn Politik

(25)

b. Bagi Universitas Sanata Dharma

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

bermanfaat bagi para mahasiwa khususnya mahasiswa Universitas Sanata

Dharma yang ingin mengetahui sejarah nasional Indonesia tentang Kebijakan

Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950-1959 dan juga bisa

menambah koleksi kepustakaan khusunya karya ilmiah dan dapat menjadi

bahan referensi mahasiswa yang ingin melanjutkan penelitian tentang

Demokrasi Liberal 1950-1959.

c. Bagi penulis .

Hasil penulisan ini bagi penulis telah mebuka wawasan baru dan telah

memberikan kesempatan pada penulis untuk sekilas berbagi pengetahuan

mengenai sejarah nasional Indonesia kepada para pembaca khususnya sejarah

Kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal 1950- 1959.

d. Bagi pembaca.

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memperluasa wawasan terutama bagi

para pembaca yang merasa tertarik mengetahui tentang sejarah Kebijakan

Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal1950-1959

E. Sistematika Penuliasan

Penulisan tentang “Kebijakan Politik Pemerintah RI Masa Demokrasi Liberal

(26)

BAB I : Berupa pendahuluan, memuat latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika

penulisan.

BAB II : Membahas latar belakang lahirnya demokrasi liberal 1950-1959.

BAB III : Membahas proses penerapan kebijan politik pemerintah RI masa

demokrasi liberal 1950-1959.

BAB Iv : Membahas dampak kebijakan politik pemerintah RI masa demokrasi

liberal 1950-1959.

(27)

10 BAB II

LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959

A. Kondisi kekuasaan RI

Pemerintah mengeluarkan maklumat politik, dinyatakan dalam maklumat

tersebut pemerintah menginginkan pengakuan terhadap negara dan pemerintah

Republik Indonesia maupun Belanda sendiri. Pemerintah RI bersedia membayar

semua hutang-hutang Hindia Belanda sebelum perang dunia II dan berjanji

mengembalikan semua milik asing atau memberi ganti rugi atas milik asing yang

telah dikuasai oleh pemerintah. Bersamaan dengan ini dikeluarkan pernyataan bahwa

pemerintah menyukai berdirinya partai-partai politik sebagai sarana pembantu

perjuangan. Sebagai realisasi maklumat tersebut kabinet Presidensial yang dipimpin

oleh Presiden sendiri diganti dengan Kabinet Ministerial, sebagai Perdana Menteri

ditunjuk Sultan Sjahrir. Pemerintah baru ini segera mengadakan hubungan diplomatik

dengan pihak Belanda dan Inggris Pemerintah Inggris mengirimkan Sir Archibald

Clark Karr dan perwakilan dari Belanda Van Mook. Perundingan dimulai pada

tanggal 10 Februari 1946. Dalam perundingan itu Van Mook menyampaikan sistem

politik penerintah Belanda.6

6

(28)

1. Indonesia akan dijadikan negara Comenwealth berbentuk federasi yang

memiliki self government di dalam lingkungan kerajaan.

2. Masalah dalam negeri diurus oleh Indonesia sedangkan masalam luar negeri

diurus oleh pemerintah Belanda.

3. Sebelum dibentuk Comenwealth akan dibentuk pemerintah 10 tahun.

4. Indonesia akan dimasukan sebagai anggota PBB.

Pihak Indonesia dalam perundingan ini belum memberi usulan, sementara suatu

gabungan organisasi dengan nama Persatuan Perjuangan melakukan oposisi terhadap

kabinet Sjahrir. Mereka berpendapat bahwa perundingan hanya dapat dilakukan atas

dasar pengakuan sepenuhnya terhadap Republik Indonesia. Dalam sidang KNIP di

Solo ( 28 Februari-2 Maret 1946 ) mayoritas suara menentang Sjahrir. Karena oposisi

itu terlalu kuat kabinet Sjahrir menyerahakan mandatnya kembali kepada Presiden.

Tapi kemudian Presiden menunjuk kembali Sjahrir sebagai Perdana Menteri. Kabinet

Sjahrir yang kedua memberi usulan, diantaranya :

1. Republik Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas

wilayah bekas jajahan Hidia-Belanda.

2. Pinjaman Belanda sebelum tanggal 8 Maret 1942 menjadi tanggung jawab

pemerintah RI.

3. Federasi Indonesia-Belanda akan dilaksanakan dalam masa tertentu, dan

mengenai urusan luar negerri dan pertahanan akan diserahkan pada suatu

(29)

4. Tentara Belanda segara ditarik dari Indonesia jika perlu diganti dengan tentara

Republik Indonesia.

5. Pemerintah Belanda harus membantu Pemerintah Indonesia untuk dapat

diterima sebagai anggota PBB.

Balasan ini disampaikan kepada Van Mook, akan tetapi pihak Belanda tidak

dapat menerima dengan baik usulan balasan pemerintah RI tersebut, meskipun pihak

Republik sudah memberikan kosensi-kosensi yang oleh rakyat Indonesia sendiri

sukar diterima.

Dengan bercermin persetujuan tanggal 6 Maret 1946 dicapai antara Vietnam

dengan Prancis, diman Republik Vietnam akan merupakan negara yang bebas

didalam lingkungan Federatiom Ind-Chinoise, Van Mook mengajukan usulan pribadi

untuk mengakui Republik Indonesia sebagai wakil Jawa untuk mengadakan

kerjasama dalam rangka pembentukan negara federal yang bebas. Wakil semua

bagian Hindia Belanda dan wakil golongan minoritas akan berkumpul untuk

menentukan struktur negara Indonesia yang akan datang. Selanjutnya pasukan

Belanda akan mendarat menggantikan pasukan serikat pada tanggal 27 Maret 1946

Sultan Sjahrir memberikan jawaban yang disertai naskah, yang isi pokoknya adalah:

1. Supaya pemerintah Belanda mengakui RI de facto atas Jawa dan Sumatra.

2. Supaya Belanda dan RI berkerjasama membentuk RIS.

3. Republik Indonesia Serikat bersama-bersama dengan Nederland, Suriname,

(30)

Dengan usulan biasanya pemerintah RI maka kedua belah pihak dianggap

telah saling mengerti, karena itu perundingan perlu ditingkatkan. Perundingan di

Jakarta antara Sultan Sjahrir dan Van Mook dengan disaksikan oleh Archibald Clark

Karr. Hasil perundingan oleh Van Mook akan diserahkan kepada pemerintah

Belanda. Dengan perantara Clark Karr sekali lagi kedua pemerintah mengadakan

perundingan di Hooge Veluwe ( Negeri Belanda ). Pemerintah RI mengirimkan

delegasi yang terdiri dari Mr. Swardi, Dr. Sudarsono, dan Mr. Abdul Karim

Pringgodigdo.

Delegasi RI berangkat ke Belanda pada tanggal 4 April 1946 bersama- sama

dengan Sir Archibald Clark Karr. Delegasi Belanda yang diajukan dalam perundingan

ini adalah Van Mook, Prof. Legaman, Dr. Idebugh, Dr. Van Royen, Prof. Van

Asbeck, Sultan Hamid II dan Suryo Santoso. Didalam perundingan itu ternyata pihak

Beland memakai rancangan hasil pertemuan Sjahrir dan Van Mook serta Clark Karr

terutama mengenai usulan Clark Karr tentangan pengakuan secara de facto atas

Republik Indonesia di Jawa dan Madura saja, itu pun dikurangi daerah-daerah yang

diduduki pasukan serikat. Republik Indonesia yang dimaksud itu harus tetap menjadi

bagian kerajaan Belanda. Demikian juga campur tangan RI dalam menentukan

perwakilan daerah-daerah diluar daerah RI. Perundingan yang berlangsung selama 10

hari itu ( 14-24 April 1946 ) telah gagal. Untuk sementara waktu hubungan Indonesia

dan Belanda terrputus. Tetapi pada tanggal 2 Mei 1946 Van Mook kembali membawa

(31)

1. Pemerintah Belanda mengakui Republik Indonesia sebagai persemakmuran

Indonesia yang berbentuk federal.

2. Persemakmuran Indonesia Serikat disatu pihak dengan Nederland, Suriname

dan Cracau dilain pihak akan merupakan bagian dari kerajaan Belanda.

3. Pemerintah Belanda akan mengakuai de facto kekuasaan atas Jawa, Madura,

dan Sumatra, dikurangi daerah yang diduduki oleh tentara Inggris dan

Belenda.

Usulan Belanda itu pada tanggal 17 Juli ditolak oleh Pemerintah RI karena dianggap

tidak mengandung suatu yang baru, adapun ususlan RI:

1. Repulik Indonesia berkuasa secara de facto atas Jawa, Madura, Sumatra, dan

ditambah daerah-daerah yang dikuasai oleh tentara Inggris dan Belanda.

2. Republik Indonesia menolak ikatan kenegaraan dengan Belanda dan

menghendaki perhentian pengiriman pasukan Belanda ke Indonesia

pemerintah Republik tidak akan menambahkan pasukan.

3. Pemerintah Republik menolak suatu periode peralihan dibawah kekuasaan

Belanda.

Usulan itu ditolak oleh pihak Belanda, sementara itu didalam negeri terjadi

krisis politik dengan jatuhnya Kabinet Sjahrir I. Sebenarnya Persatuan Perjuangan

mengharapkan Tan Malaka yang ditunjuk sebagai Perdana Menteri, tetapi Presiden

menunjuk kembali Sultan Sjahrir sebagai Perdana Menteri. Persatuan Perjuangan

tetap meneruskan oposisinya terhadap kabinet Sjahrir sekalipun program kabinet baru

(32)

pemerintah. Program kabinet itu tidak memasukan golongan Tan Malaka. Karena itu

pemerintah mencurigai tindakan Tan Malaka dan kawan-kawan yang menginginkan

kedudukan dipemerintahan. Pada akhir bulan Maret tokoh politik khususnya dari

Persatuan Perjuangan ditangkap. Tujuan penangkapan untuk mencegah timbulnya

bahaya yang lebih besar yang disebabkan oleh pemimpin-pemimpin politik itu,

karena terdapat bukti bahwa mereka akan mengubah susunan negara diluar undang-

undang. Mereka yang ditangkap adalah Tan Malaka, Abikusumo Tjokrosuyoso,

Sayuti Malik, Charul Saleh, dan Muhamad Yamin.

Karena usulan ditolak. Pemerintah RI tetap membulatkan tekad mengerahkan

tenaga untuk menghadapi segala kemungkinan. Rekrontruksi dan realisasi angkatan

perang diselenggarakan untuk menyempurnakan kesatuan komando. Pada bulan Juni

di Solo terjadi pergolakan dimana rakyat Solo menuntut dilenyapkannya

pemerintahan kesunanan. Daerah istimewa Surakarta dinyatakan menjadi daerah RI,

yang berbentuk keresidenan. Untuk mencegah segala terjadinya kemungkinan

kekacauan didalam negeri. Presiden Soekarno pada tanggal 6 Januari 1946

mengesahkan Undang-undang keadaan bahaya atau Undang-undang No. 6 tahun

1946, sehubungan dengan keadaan didaerah Solo Presiden mengumumkan keadaan

bahaya untuk daerah Kesunanan dan Mangkunegara. Pergolakan di Solo semakin

meluas menjadi pergolakan politik. Pengikut Tan Malaka tetap berusaha menjatuhkan

Perdana Menteri Sjahrir dengan cara lain, sehari kemudian diumumkan keadaan

bahaya untuk daerah Jawa dan Madura, oleh Presiden dibentuk dewan militer yang

(33)

Angkatan Perang ditugaskan dimana Panglima Besar Soedirman sebagai pemimpin

Angkatan Darat, Laut, dan Udara.

Selanjutnya Presiden pada tanggal 28 Juni 1946 menyatakan seluruh

Indonesia dalam keadaan bahaya. Berhubungan dengan adanya penculikan terhadap

Perdana Menteri Sjahrir dari penginapannya di Solo. Penculikan dilakukan oleh

pengikut Tan Malaka pada malam 27/28 Juni 1946. Sjahrir diculik bersama dengan

Mayor Jendral Sudibjo dan sehubungan dengan peristiwa Presiden menyerukan

kepada penculik agar segera mengembalikan Perdana Menteri Sjahrir. Sehari setelah

seruan itu penculik mengembalikan Sjahrir dalam keadaan selamat. Ketika terjadi

penculikan itu Presiden bersama kabinet mengambil alih pimpinan pemerintahan

untuk mengisi kekosongan.7

Sementara itu Belanda mendapat kemajuan dengan usaha mereka mencapai

penyelesaian federal. Pada bulan Juli 1946 mereka mengadakan suatu konferensi di

Malino ( Sulawesi Selatan ). Dimana tiga puluh orang Indonesia yang merupakan

wakil-wakil para Raja, umat Kristen, dan beberapa kelompok etnik dari Kalimantan,

dan Indonesia Timur mendukung tentang ide sebuah negara federal dan suatu bentuk

kelanjutan hubungan dengan Belanda. Akan tetapi pihak Belanda terkejut ketika

mengetahui orang-orang Indonesia menginginkan langkah-langkah kearah otonomi

yang murni. Disusunlah rencana untuk membentuk sebuah negara di Kalimantan dan

yang lain untuk Indonesia Timur.8

7

Ibid, hlm. 34-40.

8

(34)

Akhirnya pihak Belanda mencapai kesepakatan diplomatik dengan Republik

pada bulan November 1946. Pihak Inggris telah mendesak mencapai suatu

kesepakatan sebelum menarik semua pasukan mereka dari jawa dan sementara pada

bulan Desember. Pada bulan Oktober perundingan-perundingan dimulai dan

disepekati suatu gencatan senjata di Jawa dan Sumatra pada tanggal 12 November

diadakannya perjanjian Linggajati, isi perjanjian itu di antaranya:

1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Repulik Indonesia atas Jawa,

Madura, dan Sumatra.

2. Akan dibentuk negara federal dengan nama Indonesia Serikat yang salah satu

negara bagiannya adalah Republik Indonesia.

3. Dibentuk Uni Indonesia- Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala Uni.

4. Pembentukan Republik Indonesia Serikat ( RIS ) dan Uni Indonesia- Belanda

sebelum tanggal 1 Januari 19499

Kedua pihak sepakat untuk kerja sama dalam pembentukan ( pada tanggal 1 Januari

1949 ) suatu negara Indonesia Serikat yang berbentuk federal, di dalamnya Republik

akan menjadi salah satu negara federal, dan Ratu Belanda akan menjadi pemimpin

secara simbolis Uni Indonesia-Belanda. Persetujuan perdamaian ini hanya

berlangsung singkat, kedua belah pihak saling tidak mempercayai pengesahan

9

(35)

perjanjian itu di kedua negara tersebut menimbulkan pertikaian-pertikaian politik

yang sengit mengenai kesepakatan yang telah dibuat.

Pihak Belanda mulai kini menyadari bahwa federal tidak selalu merupakan

pemecahan cara yang mudah. Pada November 1946 kedudukan mereka di Sulawesi

Selatan terancam oleh pemuda Republik setempat yang kembali dari Jawa, dimana

mereka telah mendapatkan pendidikan militer. Pada bulan Desember pihak Belanda

menjawab dengan mengirimkan seorang tokoh yang sangat keji, yaitu kapten

Raymond Turk Westerling. Dia menggunakan terror dengan sewenang-wenang

diikuti oleh pihak- pihak yang anti Republik. Dalam waktu tiga bulan sekitar 3.000

orang Indonesia telah terbunuh sebagai akibat terror tersebut. Dan kelompok pemuda

Republik semakin besar dibinasakan.10 Pihak Belanda terus maju dengan rencana

mereka membentuk negara-negara federal sedapat mungkin. Sebuah Negara

Indonesia Timur ( NIT ) didirikan dalam suatu konferensi di Denpasar pada bulan

Desember 1946. Walaupun kekuasaan Belanda masih berlanjut di Denpasar ide-ide

nasionalisme tetap kuat, bisa dilihat dari penggunaan lagu Indonesia Raya sebagai

lagu kebangsaan NIT.

Ternyata mustahil mendirikan sebuah negara untuk seluruh rakyat di

Kalimantan, karena kaum Muslim di pantai Selatan dan Timur sangat pro- Republik,

sebuah negara yang terpisah untuk Kalimantan Barat. Dibentuk dibawah Sultan

Hamid II ( 1946- 1950 ), Sjahrir memprotes dengan pembentukan negara secara

sepihak.

10

(36)

Perkembangan- perkembangan tersebut justru memperdalam kecurigaan pihak

Republik terhadap Belanda dan ketidak senangan terhadap persetujuan Linggarjati

dalam rangka memperbesar peluang desakanya persetujuan itu oleh KNIP,maka

dirasa perlu oleh pemerintah Republik untuk memperbanyak jumlah anggotanya dari

200 menjadi 514 orang dengan jalan memasukan tokoh-tokoh pro- pemerintah yang

telah membentuk koalisi yang bernama sayap kiri pada bulan Desember 1946

Bulan Mei 1947 Belanda sudah memutuskan bahwa mereka akan menyerang

Republik secara langsung. Pasukan bersenjata sekitar 100.000 serdadu di Jawa yang

sebagian tidak aktif merupakan pemborosan keuangan yang serius, tidak mungkin

dipikul oleh perekonomian Belanda yang hancur karena perang. Apabila mereka

ingin mempertahankan pasukan ini maka Belanda memerlukan komoditi dari pulau

Jawa ( khususnya gula ) dan Sumatra ( minyak dan karet ). Kalangan militer Belanda

merasa yakin bahwa kota-kota yang dikuasai Republik dapat ditaklukkan dalam dua

minggu dan seluruh wilayah Republik dalam waktu enam bulan.

Pada tanggal 20 Juli 1947 tengah malam pihak Belanda melancarkan aksi

mereka yang pertama. Pasukan Bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki

Jawa Barat, dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur. Pasukan-

pasukan yang lebih kecil mengamankan kota Semarang, dengan demikian Belanda

menguasai pelabuhan di pulau Jawa. Di Sumatra perkebunan di sekitar Medan,

industri minyak di sekitar Palembang, dan daerah Padang.11 Pasukan Republik

11

(37)

bergerak mundur dalam kebingungan dan menghancurkan apa yang mereka dapat

hancurkan. Amerika dan Inggris tidak menyukai aksi Belanda tersebut, mereka

menyuruh Belanda untuk menghentikan pendudukan secara penuh terhadap Republik.

PBB kini terlibat langsung dalam konflik tersebut. Australia dan India sangat aktif

mendukung Republik dalam PBB dan Uni Soviet memberikan dukungannya. Akan

tetapi peran yang paling penting dipegang oleh Amerika Serikat, mereka menentukan

kebijakan Belanda, bahkan yang paling progresif di antara meraka, merasa sejarah

dan pikiran sehat memberikan mereka hak untuk menentukan perkembangan

Indonesia. Sekutu Belanda Inggris, Australia, dan Amerika Serikat tidak mengakui

hak semacam itu kecuali rakyat Indonesia menghendakinya. Mereka segera mendesak

negeri Belanda untuk mengambil sikap yang tidak terlalu kaku. Keadaan ini justru

memperbesar hasrat Belanda untuk mencari cara penyelesaaian secepatnya di

Indonesia.

Pada akhir bulan Juni 1947 pihak Belanda menyadari bahwa mereka harus

mendengarkan himbauan PBB agar diadakannya suatu gencatan senjata yang

diperintahkan oleh pihak Belanda Soekarno pada tanggal 4 Agustus. PBB

memperkenankan Sjahrir untuk berbicara atas nama Republik, tetapi tidak menerima

wakil-wakil daerah yang dikuasai Belanda. Pada bulan Oktober dibentuklah komite

jasa-jasa baik PBB yang beranggotakan wakil-wakil Amerika, Australia dan Belgia

(38)

gencatan senjata yang baru. Sejak bulan Agustus pihak Belanda telah melanjutkan

operasi pembersihan. 12

Pada tanggal 17 Januari 1948 tercapai suatu persetujuan baru di atas kapal

Amerika ( Renville ), yang antara lain berisikan persetujuan gencatan senjata antara

Indonesia dan Belanda.

1. Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat

(RIS)

2. Sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk, Belanda dapat menyerahkan

kekuasaanya kepada pemerintah federal sementara.

3. Republik Indonesia sejajar kedaulatanya dalam Uni Indonesia-Belanda.

4. Republik Indonesia menjadi negara bagian dari Republik Indonesia Serikat.

5. Antara enam bulan sampai satu tahun akan diselengarakan pemilihan umum

untuk membentuk konstituante RIS.

6. Tentara Indonesia di daerah kekuasaan Belanda harus dipindah ke daerah

Republik Indonesia.13

Perjanjian Renvillle mengalami nasib yang sama dengan persetujuan Linggarjati.

Belanda melakukan aksi militer yang kedua pada tanggal 19 Desember 1948. KTN

melaporkan kepada Dewan Keamanan bahwa Belanda melakukan pelanggaran.

Dewan Keamanan bersidang pada tanggal 22 Desember 1948 yang menghasilkan

resolusi, mendesak supaya pemusnahan dihentikan dan pemimpin Indonesia yang

12

M.C. Ricklefs, op.cit., hlm . 337-340.

13

(39)

ditahan segera dibebaskan. KTN ditugaskan untuk mengawas pelaksanaan resolusi

itu.

Pada waktu Dewan Keamanan bersidang lagi pada tanggal 7 Januari 1949,

bahwa nampak sekali pendapat umum dunia terhadap Belanda makin lama makin

buruk. Perdana Menteri India Nehru menuntut dipulihkan Republik Indonesia kepada

keadaan semula, ditarik mundur tentara Belanda, dan diserahkan kedaulatan kepada

rakyat Indonesia dan diperluaskanya wewenang KTN. Konferensi New Delhi ini

diperkasai Perdana Menteri India dan dihadiri oleh wakil-wakil negara Afganistan,

Australia, Burma, Sri Langka, Mesir, Ethopia, Iran, Iraq, Lebanon, Pakistan, Filipina,

Saudi Arabia, Suriah, dan Yaman sebagai peserta dan wakil negara-negara Cina,

Nepal, slandia Baru, dan Muangthai sebagai peninjau.

Pada peserta Konferensi New Delhi merupakan unsur yang sangat besar

dalam PBB, maka sudah logis jika Dewan Keamanan memberikan perhatian yang

wajar terhadap tuntutan Konfrensi New Delhi ini, arab dan Australia berkumandang

di Dewan Keamanan menerima suatu resolusi, yang antara lain berbunyi sebagai

berikut:

1. Segera gencatan senjata .

2. Pemimpin-pemimpin Republik Indonesia segera dibebaskan dan

dikembalikan ke Yogyakarta.

Resolusi itu untuk pertama kali menentukan dengan jelas garis-garis dan jangka

waktu penyerahan dari KTN yang namanya diubah menjadi United Nation

(40)

menjalankan politik damai dan bersedia untuk menyelesaikan soal-soal Indonesia atas

prinsip Indonesia Merdeka dan siap berperang untuk membela diri apabila diserang,

maka perjuangan Republik Indonesia mendapat simpati dunia internasional di forum

PBB.14

B. Menghadapi Agresi Militer Belanda 1. Menghadapi Agresi Militer Belanda I

Agresi terbuka Belanda pada tanggal 21 Juli 1947 menimbulkan reaksi yang

hebat dari dunia. Pada tanggal 30 Juli pemerintah India dan Australia mengajukan

permintaan resmi agar masalah Indonesia segera dimasukkan dalam daftar acara

Dewan Keamanan. Permintaan itu diterima baik dan pada tanggal 31 Juli dimasukkan

dalam acara pembicaraan Dewan Keamanan. Tanggal 1 Agustus 1947 Dewan

Keamanan memerintahkan penghentian permusuhan kedua belah pihak yang dimulai

pada tanggal 4 Agustus 1947. Sementara itu untuk mengawasi gencatan senjata

dibentuk Komisi Konsuler. Dewan Keamanan yang memperdebatkan masalah

Indonesia akhirnya menyetujui usulan Amerika Serikat. Bahwa untuk mengawasi

penghenetian ini harus dibentuk suatu komisi jasa-jasa baik. Indonesia dan Belanda

dipersilahkan untuk memilih satu negara yang dipercayai mengawasi penghentian

permusuhan Pemerintah Indonesia meminta Australia menjadi angota komisi, dan

Belanda memilih Belgia. Australia diwakili oleh Richard Kirby, Belgia diwakili Paul

Van Seland, dan Amerika diwakili Dr. Frank Graham. Komite ini di Indonesia

dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN). Dalam masalah militer KTN mengambil

14

(41)

inisiatif, tetapi di dalam masalah politik KTN hanya memberikan saran dan usulan,

tidak mempunyai hak untuk memasukkan persoalan politik. KTN mulai bekerja di

Indonesia pada bulan Oktober 1947. Setelah KTN mengadakan pembicaraan dengan

kedua belah pihak akhirnya disepakati untuk kembali ke meja prundingan. Belanda

mengajukan Jakarta sebagai tempat perundingan, tetapi ditolak oleh pihak Republik.

Republik menganggap di Jakarta tidak ada kebebasan untuk menyatakan pendapat,

Republik menginginkan perundingan dilaksanakan di luar daerah yang dikuasai

Belanda. KTN mengambil jalan tengah dan mengusulkan kedua belah pihak

menerima tempat perundingan di atas sebuah Kapal Amerika Serikat yang disediakan

atas permintaan KTN.

Sebelum itu sudah dibentuk suatu komisi untuk melaksanakan gencatan

senjata, yang disebut Komite Taktis. Di dalam perundingan Komisi Taktis yang telah

dilakukan, usulan mengenai daerah batas militer dianggap kurang praktis, dan

Belanda tetap mempertahankan garis Van Mook, yakni suatu garis yang

menghubungkan pucuk-pucuk pasukan Belanda yang dimajukan sesudah keluar

perintah dari Dewan Keamanan untuk menghentikan permusuhan. Kemudian mareka

mengeluarkan pernyataan dari tempat perundingan di Kaliurang, yang berisikan

dilarang melakukan sabotase, intimidasi, pembalasan dendam, dan tindakan yang

semacamnya terhadap orang-orang atau masyarakat.

Setelah jatuhnya Kabinet Sjahrir III, Presiden menunjuk Mr. Amir Sjarifudin

untuk menyusun kabinet baru. Perundingan dengan Belanda delegasi Republik

(42)

Renville dibuka pada tanggal 8 Desember 1947 di bawah pimpinan Hermans wakil

Belgia dalam KTN. Sementara itu perundingan Komisi Taktis mengalami jalan

buntu. Hal ini disebabkan karena Belanda menolak saran dari KTN untuk

melaksanakan keputusan Dewan Keamanan PBB. Pihak Belanda tidak mau

berunding masalah politik sebelum gencatan senjata beres. Karena macetnya

perundingan, pemerintah Indonesia mengeluarkan keterangan mengenai sebab-sebab

kemacetan tersebut dinyatakan pihak Belanda hanya menyetujui hal-hal yang

menguntungkan dirinya. Kecepatan gerakan pasukan Belanda menunjukkan

keinginan untuk menduduki daerah seluas mungkin dengan dalih mengadakan

operasi-operasi pembersihan berdasarkan mereka yang terdepan. Namun situasi pada

tanggal 4 Agustus 1947 menunjukkan bahwa pihak Belanda hanya menduduki

kota-kota saja, di luar kota-kota pemerintahan RI dan TNI tetap aktif.

Untuk mengatasi kemacetan perundingan ini KTN mengajukan usulan baru

supaya kedua belah pihak berunding dulu dengan KTN. Dari hasil perundingan itu

KTN menyimpulkan bahwa persetujuan Linggarjati dapat dijadikan dasar

perundingan namun terdapat kesulitan mengenai gencatan senjata, karena Belanda

tetap menekankan pada tuntutan pada garis Van Mook, sedangkan pihak Republik

menolak wakil Australia mengusulkan daerah demiliterisasi yang diawsai oleh polisi.

Pasukan masing-masing diundurkan sejauh 10 km, kemudian KTN memberikan usul

politik yang didasari atas persetujuan Linggarjati, yaitu:

1) kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.

(43)

3) suatu negara yang berdaulat atas dasar federasi.

4) Uni antara Indonesia Serikat dan bagian lain kerajaan Nederland.

Sebagai balasan usulan KTN pihak Belanda mengajukan 12 prinsip politik

untuk disampaikan pada pihak Republik. Prinsip-prinsip Belanda di antaranya adalah

menghidupkan kegiatan ekonomi, tetapi dalam usul itu tidak ada masalah mengenai

penarikan pasukan Belanda, Belanda menyatakan itu adalah usaha mareka terakhir,

apabila ditolak Belanda tidak dapat melanjutkan perundingan dan RI diberi 48 jam

untuk menjawabnya. KTN menyadari sikap Belanda ini situasi berbahaya. Untuk

mengatasi hal ini KTN mengajukan 6 prinsip tambahan untuk mencapai penyelesaian

politik. Karena prinsip-prinsip itu disampaikan kepada dua belah pihak, pemerintah

RI mendapatkan jaminan dari KTN, bahwa kekuasaan Republik tidak berkurang

selama peralihan sampai diserahkan kedaulatan Belanda kepada negara federasi

Indonesia. Pihak Belanda berjanji juga akan menerima usulan KTN. Akhirnya pada

tanggal 17 Januari 1947 kedua belah pihak bertemu di atas kapal Renvile untuk

menandatangani persetujuan gencatan senjata dan prinsip-prinsip politik yang telah

disetujui bersama KTN. Sementara berlangsung perundingan pihak Belanda terus

berusaha membentuk negara-negara boneka. Konferensi Jawa Barat II diselengarakan

di Bandung pada tanggal 16-19 Desember 1947 untuk menentukan status Jawa Barat.

(44)

dapat dipisahkan dari RI. Di samping itu Belanda juga membentuk Komite Indonesia

Serikat dan membentuk Negara Indonesia Timur.15

2. Menghadapi Agresi Militer Belanda II

Karena tidak ada kesesuaian pendapat perundingan dengan Belanda

mengalami kemacetan lagi. Indonesia merasa kecewa terhadap KTN, KTN dianggap

lebih banyak sebagai wasit daripada sbagai perantara perjuangan diplomatik

Indonesia dan Belanda. Jalan keluar itu sebenarnya telah dirintis oleh Du Bois

Crtchley, yakni masing-masing Amerika dan Australia di dalam KTN. Sementara itu

wakil Amerika Serikat dipanggil oleh pemerintahnya, dan diganti Marle Cochran.

Jalan buntu untuk berunding masih belum bisa ditembus. Setelah gagal perundingan 9

Desember 1948 RI mengirimkan usulan kepada KTN mengenai pendirian RI.16 Pada

hakikatnya RI tidak mau mengakui adanya gencatan senjata dan Renville.

Dengan berakhirnya pemberontakan PKI, pimpinan angkatan perang mulai

memikirkan kemungkinan serangan militer Belanda. Berdasarkan persetujuan

Renville, Belanda berusaha mengepung RI secara politik, ekonomi, dan militer.

Gejala-gejala akan datangnya seramgan militer dirasakan oleh pimpinan Angkatan

Perang, sejak Belanda mulai mengulur-ulur waktu mengenai pelaksanaan

perundingan Renville. Sebagai tanggapan tindakan Belanda pimpinan Angkatan

Perang merencanakan pelaksanaan daripada pertahanan RI. Adapun konsep

pertahanan yang dianut adalah pertahanan Rakyat Semesta. Namun konsep ini

15

Ibid, hlm.139-144.

16

(45)

tadinya baru dicanangkan dalam tingkat politis dan belum dijabarkan secara nyata.

Penjabaran tersebut didasarkan pada pengalaman menghadapi Belanda pada agresi

militer I. pengalaman tersebut ditambah pula dengan kenyataan bahwa kurang lebih

dari 35.000 tentara keluar dari kantong-kantong dari daerah yang diduduki Belanda

baik di Jawa maupun Sumatra. Berdasarkan pengalaman tersebut pimpinan Angkatan

Perang menjabarkan konsep pertahanan semesta yang mudah dipahami dan

dilaksananakan, penjabaran diterangkan dalam perintah siasat No. I dari Panglima

Angkatan Perang. Isi pokok perintah itu adalah mengadakan perang dengan gerilya

yang agresif yang dilakukan oleh rakyat dan tentara untuk membela RI dan sekaligus

untuk memenangkan perang.

Beberapa hari setelah perundingan mengalami jalan buntu, Belanda

melakukan agresi militer yang kedua terhadap RI. Yogyakarta berhasil diuduki

dengan menggunakan pasukan terjun payung. Presiden serta sejumlah petingggi

negara ditawan oleh Belanda, tetapi sebelumnya pemerintah telah memberikan

mandat kepada Menteri Syarifudin Prawiranegara untuk membentuk dan memimpin

pemerintah Republik secara darurat.

Dewan Keamanan PBB segera bersidang pada tanggal 24 Januari 1949.

Amerika Serikat mengeluarkan resolusi yang ditunjukan pada semua anggota, yang

berisikan:

1. Hentikan permusuhan .

(46)

3. Memerintahkan kepada KTN agar memberikan laporan secara lengkap

mengenai situasi di Indonesia sejak 19 Desember 1948.

Sementara itu TNI dari satu bulan telah selesai dengan konsilidasinya dan sudah

mulai memberikan pukulan pada tentara Belanda. Pertama kali yang menjadi sasaran

adalah garis-gari komunikasi Belanda: kawat-kawat telepon diputuskan, jalan Kereta

Api dirusak, konvoi-konvoi Belanda dihadang dan diserang. Karena itu Belanda

terpaksa mendirikan pos-pos disepanjang jalan besar yang menghubungkan kota-kota

yang telah didudukinya. Serangan 1 Maret 1949 pada siang hari terhadap kota

Yogyakarta membuktikan pada dunia jauh dari kata hancur. Jalan buntu Belanda

dibidang militer disertai dengan Ameriaka Serikat memaksa Belanda untuk menerima

KMB yang bermuara kepada pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia atas bekas

wilayah Hindia Belanda.17

C. Akhir Perang Dan Pengakuan Kedaulatan 1. Pendekatan RI Dengan Negaea-Negara Federal

Pada bulan pertama tahun 1949, karena didesak oleh Dewan keamanan PBB

Belanda mengadakan pendekatan-pendekatan politis, Perdana Menteri Belanda

mengundang Prof. Dr. Supomo untuk berunding. Pertemuan yang sama diadakan

tanggal 21 Januari 1949 antara negara-negara bagian buatan Belanda. Mr. Moh Room

memimpin delegasi Republik kemudian menyatakan bahwa RI bersedia berunding

dengan BFO dengan syarat diawasi komisi PBB apabila telah mencapai tingkatan

formal. Pada tanggal 13 Februari Wakil Presiden Mohamad Hatta secara resmi

17

(47)

menyatakan bahwa perundingan dapat saja dimulai dengan syarat dikembalikannya

pemerintah RI ke Yogyakarta dan pengunduran pasukan Belanda dari RI sesuai

dengan resolusi PBB.

Berdasarkan kenyataan dan penjajakan politik oleh pihak Belanda pada

dasarnya pemimpin-pemimpin bersedia berunding, maka pada tanggal 26 Februari

1949 mereka mengumumkan akan mengadakan Konferesi Meja Bundar ( KMB )

pada tanggal 12 Maret 1949, guna merundingkan masalah Indonesia dan

merundingkan syrat-syarat penyatuan kedaulatan, serta pembentukan Uni

Indonesia-Belanda. Konferensi Meja Bundar diadakan di Den Hag, isi penjelasan yang

disampaikan Ir. Soekarno adalah:

1. Pemerintah Belanda akan mengadakan KMB di Den Hag guna untuk

membahas penyerahan kedaulatan yang dipercepat.

2. Penarikan pasukan Belanda secepat-cepatnya setelah penyerahan kedaulatan.

3. Tentang pengembalian pemerintah ke Yogyakarta dinyatakan bahwa hal itu

tidak mungkin dilaksanakan.

Pada tanggal 3 Maret 1949 presiden Soekarno mengadakan pembicaraan dengan

dengan penghubung BFO, dan menegaskan adanya kedudukan pemerintah RI

dipulihkan sebagai syarat dilangsungkan perundingan yang selaras dengan resolusi

Dewan Keamanan PBB. Selesai pertemuan itu keesokan harinya pada tanggal 4

Maret 1949 Soekarno membalas undangan Wakil Tinggi Mahkota yang berisi

(48)

1. Pengembalian kekuasaan RI adalah syarat mutlak untuk melakukan

perundingan.

2. Kedudukan dan kewajiban PBB untuk Indonesia membantu melaksanakan

resolusi PBB akan terganggu.

Dari BFO dikeluarkan pernyatan yang berisikan pemberitahuan bahwa BFO

telah pada pendirian semula:

1. Supaya pemerintah RI dikembalikan ke Yogyakarta.

2. Komisi PBB agar membantu melaksanakan resolusi.

3. RI menerima gencatan senjata.

Dari pihak Dewan Keaman PBB pada tanggal 23 Maret 1949 dikirimkan surat pada

perintah Belanda yang menyatakan bahwa komisi PBB untuk Indonesia telah bekerja

sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan tanggal 28 Januari 1949 dan tidak

merugikan tuntutan kedua belah pihak. komisi PBB akan memberikan bantuan

terhadap:

1. Tercapainya tujuan sebagai pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan pada

tanggal 28 Januari 1949 paragraf 1 dan 2 yang menghentikan aksi militer oleh

Belanda dan pengembalian pemimpin RI ke Yogyakarta.

2. Menetapkan tanggal dan waktu serta syarat untuk mengadakan KMB agar

dapat diselenggarakan.

Dengan adanya petunjuk dari Dewan Keamanan dan adanya pendekatan

antara RI dan Belanda. Maka pada tanggal 19 April atas inisiatif komisisi PBB untuk

(49)

Delegasi RI dalam pidatonya mengemukakan bahwa perundingan ini lebih dahulu

menyetujuai pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta. Dengan pengembalian

pemerintah RI ke Yogyakarta, baru terbuka kemungkinan delegasi untuk mengambil

keputusan bagi hal-hal lainya. Delegasi Belanda bersedia melakukan perundingan

dengan syarat-syarat untuk kemungkinan kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta,

tetapi tiap kewajiban yang mengikat yang muncul dalam perundingan harus ditunda

sampai tercapai persetujuan tentang perintah penghentian gerilya dan membuat

perjanjian mengenai waktu dan syarat KMB di Den Hag.

Karena Perundingan berjalan dengan lambat, bahkan hampir mengalami jalan

buntu. Pada tanggal 24 April Mohammad Hatta datang ke Jakarta, pihak RI

menempuh cara lain yakni, mengadakan perundingan informal dan langsung dengan

pihak Belanda dengan disaksikan Marle Cochran ( Amerika Serikat ). Pada tanggal

25 April diadakan pertemuan pertama antara RI dan Belanda, hasil pertemuan ini

tidak diumumkan, namun Hatta menyatakan perundingan informal itu untuk

membantu memberikan penjelasan pada delegasi Belanda. Pertemuan ini memberikan

harapan untuk tercapai persetujuan, komisi PBB bersikap menunggu matangnya

perundingn informal tersebut. Pada dasarnya pihak Belanda tidak setuju tentang

pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta dengan syarat perhentian perang gerilya,

masalah ini dapat diatasi tetapi mengenai luasnya kekuasaan RI. Delegasi RI

menuntut daerah seluas daerah Istimewa Yogyakarta termasuk lapangan terbang

Maguwo dengan batas samudra Indonesia. Pihak Belanda sebaiknya menafsirkan

(50)

daerah sekitarnya adalah seluas lima mil persegi, mereka juga menolak menyerahkan

lapangan Maguwo.

Berkat usaha keras Marle Cochran anggota komisi PBB Amerika Serikat,

pada tanggal 17 Mei 1949 telah tercapai persetujuan. Presiden Soekarno dan Wakil

Presiden Mohamad Hatta menyatakan kesanggupan mereka sesuai resolusi Dewan

Keamanan tanggal 28 Januari 1949 serta petunjuk-petunjuk tanggal 23 Naret 1949

untuk memudahkan:

1. Pengeluaran perintah terhadap pengikut RI yang bersenjata untuk

menghentikan perang gerilya.

2. Kerja sama dalam pengembilan perdamaian dan menjaga keamanan dan

ketertiban.

3. Turut serta KMB di Den Hag dengan maksut untuk mempercepat penyerahan

kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada negara Indonesia

Serikat tidak bersyarat.

Selanjutnya delegasi Belanda Dr. Van Royen memberikan pernyataan yang berisikan

tentang:

1. Delegasi Belanda menyetujui pembentukan panitia di bawah pengawasan

komisi PBB dengan tujuan mengadakan penyelidikan dan persiapan yang

perlu dan sebelum kembalinya pemerintah RI ,dan mempelajari atau

memberikan nasehat tentang tindakan yang diambil dalam pelaksanaan

penghentian perang gerilya dan kerja sama dalam hal pengembalian

(51)

2. Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah RI harus bebas dan leluasa

melakukan jabatan sepatutnya dalam satu daerah meliputi keresidenan

Yogyakarta.

3. Pemerintah Belanda membebaskan dengan tidak bersyarat

pemimpin-pemimpin RI dan tahanan politik sejak tanggal 19 Desember 1949.

4. Pemerintah Belanda menyetujuii RI sebagai bagian Negara Indonesia Serikat

5. KMB di Den Hag akan diadakan setelah pemerintah RI ke Yogyakart. Pada

konferensi tersebut diadakan pembahasan tentang bagaimana cara

mempercepat penyerahan kedaulatan kepada Indonesia Serikat.

Dengan disepakati prinsip-prinsip Room-Royen pemerintah darurat RI sementara

memerintahkan kepada Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih

perintahan di Yogyakarta apa bila Belanda mulai mundur dari Yogyakarta. Partai

politik yang pertama kali menyatakan persetujuan adalah Masyumi. Pihak Angkatan

Perang menyambut dengan adanya persetujuan itu dengan rasa curiga. Panglima

Besar Angkatan Perang pada tanggal 1 Mei 1949 mengingatkan pada

komandan-komandan agar tidak memikirkan masalah perundingan. Pernyataan yang sama untuk

mempertegas pernyataan Panglinma Besar Angkatan Perang dikeluarkan juga oleh

Panglima Tentara dan Tritorium Jawa Kolonel A.H. Nasution pada tanggal 5 Mei

1949. Pernyataan itu mengetengahkan bahwa perundingan yang dilaksanakan itu

hanyalah taktik perjuangan, dan diperingatkan kepada semua komandan agar

(52)

kepentinagan militer. Pada pokoknya angkatan tidak percaya perundingan bisa

berhasil karena melihat dari pengalaman yang ada, seperti Linggarjati dan Renville.

Sebagai tindak lanjut antara persetujuan Room-Royen pada tanggal 22 Juli

diadakan perundingan formal antara, BFO dan Belanda di bawah pengawasan komisi

PBB, hasil perundingan itu adalah: Pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta

dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 1949, Keresidenan. Pada pokoknya angkatan tidak

percaya perundingan bias berhasil karena melihat dari pengalaman yang ada, seperti

Linggarjati dan Renville. Sebagai tindak lanjut antara persetujuan Room-Royen pada

tanggal 22 Juli diadakan perundingan formal antara, BFO dan Belanda dibawah

pengawasan komisi PBB, hasil perundingan itu adalah:

1. Pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta dilaksanakan pada tanggal 24

Juni 1949, Keresidenan Yogyakarta dikosongkan oleh Belanda dan pada

tanggal 1 Juli 1949 dan pemerintah RI kembali ke Yogyakarta setelah TNI

menguasai keadan sepenuhnya di daerah itu.

2. Mengenai permusuhan akan dibahas setelah kembalinya pemerintah RI ke

Yogyakarta.

3. KMB diusulkan akan diadakan di Den Hag.

2. Menuju KMB

Sejak kembali pemimpin RI ke Yogyakarta perundingan dengan BFO yang

telah dirintis di Bangka dimulai lagi, yang dibahas dalam perundingan itu adalah

pembentukan pemerintah peralihan sebelum terbentuknya Negara Indonesia Serikat.

(53)

yang disebut Konferensi Antar-Indonesia. Konferensi ini memperlihatkan bahwa

politik Devide Et Impera untuk memisahkan daerah di luar RI dari RI, akhirnya

mengalami kegagalan. Pada Konferensi Antar-Indonesia yang diselenggarakan di

Yogyakarta dihasilkan persetujuan dan hal-hal mengenai ketatanegaraan Negara

Indonesia Serikat.

1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat.

2. Akan dibentuk dua badan perwakilan yakni sebuah Dewan Perwakilan Rakyat

dan Perwakilan Negara Bagian ( Senat ).

3. Pemerintah federal sementara akan menerima kedaulatan bukan hanya dari

pihak Belanda, melainkan dari pihak RI.

3. Pembentukan RIS dan Pengakuan Kedaulatan

KMB kemudian diajukan kepada KNIP untuk diratifikasi KNIP yang

bersidang pada tanggal 2 November 1949, berhasil menerima KMB 226 pro lawan 62

kontra dan 31 meninggalkan sidang, selanjutnya pada tanggal 15 Desember 1949

diadakan pemilihan Presiden RIS pada tanggal 16 Desember 1946 dan pada tanggi 17

Desember. Pada tanggal 20 Desember kabinet RIS di bawah pimpinan Hatta selaku

Perdana Menteri, dan pada tanggal 27 Desember 1949 baik di Indonesia maupun di

Belanda untuk menandatangani akte penyerahan kedaulatan dari pemerintah Belanda

ke pemerintah RIS.

a. Republik Indonesia Serikat

Dari tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2 November 1949

(54)

Indonesia selama berlangsung perundingan dan semua peserta mengaguminya, suatu

Uni yang longgar disepakati antara Belanda dengan RIS disepakati dan Ratu Belanda

sebagai pimpinan simbolis. Sukarno akan menjadi Presiden dan Hatta akan menjadi

Perdana Menteri dan merangkap sebagai Wakil Presiden. Beberapa jaminan

investasi-investasi Belanda di Indonesia dan disepakati bahwa akan diadakan

konsultasi-konsultasi mengenai beberapa masalah keuangan, banyak orang Indonesia

menganggap rencana-rencana sebagai pembatasan-pembatasan yang tidak adil

terhadap kedaulatan mereka. Pihak Indonesia harus memberikan konsensi-konsensi

dalam dua masalah yang paling sulit. Belanda tetap mempertahankan kedaulatan atas

Irian Barat sampai ada perundingan-perundingan lebih lnjut mengenai wilayah Irian

Barat. Dan RIS memikul tanggung jawab atas hutang Hindia Belanda, setelah tawar

menawar ditetapkan sebesar 4,3 miliyar golden sebagian besar dari jumlah ini

sebenarnya adalah biaya yang dipakai oleh pihak Belanda untuk menumpas revolusi.

Pada tanggal 27 Desember Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan atas

Indonesia, tidak termasuk wilayah Irian Barat. Kepada RIS sebuah negara federal

yang hanya bertahan beberapa minggu saja. Ada banyak sentimen pro RI di negara

federal yang didirikan oleh Belanda itu, sentimen semakin kuat dengan dibebaskanya

sekitar 12.000 orang tawanan RI dari penjara Belanda antara bulanAgustus sampai

bulan Desember 1949. Pada tanggal 23 Januari 1949 Westerling dan sekitar 800

orang serdadunya merebut tempat-tempat penting di Bandung, tetapi Komisaris

Belanda mendesaknya untuk mundur pada hari itu juga. Pada hari itu juga Westerling

Gambar

gambar tentang latar
• Gambar

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi penerapan model pembelajar- an kooperatif tipe TGT untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMP

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Tulungagung Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

yang tidak memuat sanggahan atas laporan hasil pemeriksaan sementara yang telah disampaikan sehingga tidak diperlukan adanya pembahasan, OJK menetapkan laporan

1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, .... Ibu Tini memiliki 2 buah deposito. Deposito pertama sebesar Rp. Dan deposito kedua sebesar Rp. Hitunglah tingkat bunga yang diperoleh Ibu

Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2010 Tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket Di Kota Yogyakarta juga tidak mengatur mengenai sanksi terhadap para pelaku usaha yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara pandangan guru tentang kepemimpinan transformasional kepala sekolah, efikasi diri guru dengan

Berdasarkan hasil analisis pada pembahasan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sangat berperannya pemerintah dalam penyelenggaraan TV kabel karena

Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa ada variasi dominansi dari komponen pada setiap sel matrik hubungan subsistem-subsistem dari sistem teknologi dengan subsistem- subsistem dari