• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar Abu

Dalam dokumen IV. Hasil dan Pembahasan (Halaman 45-61)

4.2. Sifat fisik-kimia Tepung Rumput Laut

4.2.7. Kadar Abu

Kadar abu ke 3 jenis tepung rumput laut dapat dilihat pada Gambar 18. Kadar abu tertinggi ada pada tepung rumput laut Sargassum sp dengan suhu pengeringan 50 oC (15,83 %). Sedangkan tepung rumput laut dengan kadar abu terendah adalah Glacilaria sp dengan suhu pengeringan 70 oC (5,7 %).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, kadar abu ke 3 tepung rumput laut tersebut tidak berbeda nyata antara 2 perlakuan suhu pengeringan (Lampiran 29, 30 dan 31). Menurut Winarno (1997), rumput laut kaya akan mineral dimana unsur mineral dikenal juga sebagai kadar abu. Sehingga bila kadar abu tepung rumput laut semakin tinggi maka kadar mineral yang terkandung didalamnya juga tinggi. Tepung rumput laut Glacilaria sp memiliki kadar abu yang paling rendah, hal ini kemungkinan karena banyak mineral yang rusak dan hilang selama proses perlakuan baik pada saat pemucatan maupun pengeringan.

Gambar 18. Kadar Abu Tepung Rumput Laut (%).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, kadar abu ke 3 tepung rumput laut tersebut tidak berbeda nyata antara 2 perlakuan suhu pengeringan (Lampiran 29, 30 dan 31). Menurut Winarno (1997), rumput laut kaya akan mineral dimana unsur mineral dikenal juga sebagai kadar abu. Sehingga bila kadar abu tepung rumput laut semakin tinggi maka kadar mineral yang terkandung didalamnya juga tinggi. Tepung rumput laut Glacilaria sp memiliki kadar abu yang paling rendah, hal ini kemungkinan karena banyak mineral yang rusak dan hilang selama proses perlakuan baik pada saat pemucatan maupun pengeringan.

4.2.8. Kadar Protein

Kandungan protein setiap rumput laut berbeda, tergantung jenis dan daerah tumbuhnya. Beberapa rumput laut dengan jenis yang sama juga kadang berbeda kandungan proteinnya. Hal ini disebabkan keadaan perairan tempat tumbuhnya dan bibit rumput laut yang ditanam. Beberapa penelitian menyatakan bahwa rumput laut memiliki kandungan nitrogen yang tinggi, namun masih belum jelas mengenai daya larut dan daya cerna kandungan nitrogen tersebut. Kisaran kadar protein yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 3,13 % – 10,51 % (Gambar 19).

14,18 6,32 15,83 14,27 5,7 15,58 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

E. cottonii Glacilaria sp Sargassum sp

Jenis Tepung Rumput Laut

K a da r A bu (% ) Suhu 50 oC Suhu 70 oC

Gambar 19. Kadar Protein Tepung Rumput Laut (%).

Kadar protein tepung rumput laut jenis Eucheuma cottonii pada suhu pengeringan 50 oCdan 70 oC berturut-turut adalah 3,39 % dan 3,13 %. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar protein tidak beda nyata antara 2 perlakuan suhu pengeringan (Lampiran 32). Kadar protein yang dihasilkan pada penelitian ini lebih kecil dibanding hasil yang dilaporkan oleh beberapa peneliti. Hal ini disebabkan penggunaan bahan baku yang berbeda. Penelitian sebelumnya menggunakan bahan baku segar yang baru dipanen sedangkan pada penelitian ini digunakan bahan baku yang sudah mengalami proses pemucatan dan perendaman. Selama proses perendaman, kemungkinan terjadi hidrolisa protein yang larut air sehingga akan menurunkan kandungan proteinnya.

Tepung rumput laut jenis Glacilaria sp memiliki kadar protein 10,51 % pada suhu pengeringan 50 oCdan 8,9 % pada suhu pengeringan 70 oC. Analisis ragam dengan selang kepercayaan 95 % menunjukkan hasil berbeda sangat nyata antara 2 perlakuan suhu pengeringan. Tepung dengan suhu pengeringan 50 oC mempunyai nilai yang lebih tinggi (Lampiran 33). Desrosier dan Desrosier (1977) dan Winarno (1997) menyatakan protein dapat terdenaturasi oleh proses pemanasan sehingga akan merubah susunan molekulnya, hal ini dapat menurunkan kandungan proteinnya. Hal ini sejalan dengan kadar air tepung rumput laut Glacilaria sp yang dikeringkan pada suhu 50 oC yang lebih rendah dari kadar air tepung rumput laut Glacilaria sp pada suhu pengeringan 70 oC.

3,39 10,51 8,8 3,13 8,9 8,85 0 2 4 6 8 10 12

E. Cottonii Glacilaria sp Sargassum sp

Jenis Tepung Rumput Laut

K a da r P rot e in ( % ) Suhu 50 oC Suhu 70 oC

Desrosier dan Desrosier (1977) menyebutkan bahan pangan yang mengalami pengeringan akan kehilangan air, hal ini dapat menyebabkan naiknya kadar protein.

Kadar protein tepung rumput laut jenis Sargassum sp pada suhu pengeringan yang berbeda yaitu 8,80 % dan 8,85 %. Berdasarkan hasil analisis ragam yang dilakukan tidak berbeda antara ke 2 perlakuan suhu pengeringan (Lampiran 34). Penelitian yang dilakukan oleh Chan et.al (1997), menyatakan bahwa pengeringan Sargassum hemiphyllum dengan oven bersuhu 60 oC mempunyai kadar protein 9,76 % dan kadar air 7,60%. Sedangkan Primahartini (2005) melaporkan kadar protein tepung rumput laut Sargassum sp yang dipanen dari Lampung Selatan adalah 5,77 % dan kadar air 15,59 %. Perbedaan ini disebabkan sumber bahan baku dan perlakuan yang diberikan berbeda sehingga hasil yang didapat juga berbeda.

4.2.9. Kadar Karbohidrat

Kisaran nilai kadar karbohidrat yang didapat pada penelitian ini adalah 64,21% - 73,78% (Gambar 20). Winarno (1990) menyebutkan komponen utama dari rumput laut yang dapat digunakan sebagai bahan pangan adalah karbohidrat, akan tetapi karena kandungan karbohidrat sebagian besar terdiri dari senyawa gumi, maka hanya sebagian kecil saja dari kandungan karbohidrat tersebut yang dapat diserap dalam pencernaan manusia.

Gambar 20. Kadar Karbohidrat Tepung Rumput Laut (%). 68,25 73,67 64,21 68,16 73,78 67,2 58 60 62 64 66 68 70 72 74 76

E. cottonii Glacilaria sp Sargassum sp

Jenis Tepung Rumput Laut

K a da r K a rbohi d ra t ( % ) Suhu 50 oC Suhu 70 oC

Analisis ragam yang dilakukan berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar karbohidrat untuk tepung rumput laut Eucheuma cottonii dan Glacilara sp tidak beda nyata (Lampiran 35 dan 36). Artinya perlakuan suhu pengeringan tidak berpengaruh terhadap kadar karbohidrat tepung. Untuk tepung rumput laut Sargassum sp menunjukkan beda sangat nyata antara 2 perlakuan suhu pengeringan (Lampiran 37), tepung dengan suhu pengeringan 50 oC memiliki kadar karbohidrat yang lebih tinggi.

4.2.10. Kadar Serat Pangan

Serat pangan merupakan senyawa yang inert secara gizi, hal ini didasarkan bahwa senyawa tersebut tidak dapat dicerna serta hasil fermentasinya tidak dapat digunakan oleh tubuh dan dikenal mempunyai efek sebagai pencahar perut. Serat pangan merupakan salah satu komponen penyusun karbohidrat dimana pada rumput laut komponen terbesar dari karbohidrat adalah senyawa gumi (komponen serat pangan). Hasil analisa kadar serat pangan total 3 jenis tepung rumput laut pada penelitian ini berada pada kisaran 81,75 - 84,88 %. Kadar serat pangan larut antara 24,99 - 75, 18 %. Kadar serat pangan tidak larut antara 9,70 - 57,62 %. Hasil analisa selengkapnya disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Kadar Serat Pangan Larut (SDF), Kadar Serat Pangan Tak Larut (IDF) dan Kadar Serat Pangan Total (TDF) dari Eucheuma cottonii, Glacilaria sp dan Sargassum sp pada suhu pengeringan yang 50 oC dan 70 oC

Jenis Suhu pengeringan 50 oC Suhu pengeringan 70 oC

TRL SDF(%) IDF (%) TDF(%) SDF(%) IDF(%) TDF(%)

E. cottonii 75,18 9,70 84,88 72,19 11,23 83,42

Glacilaria sp 60,86 22,48 83,34 62,95 20,67 83,62

Sargassum sp 25,89 55,86 81,75 24,99 57,62 82,61

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 % menyatakan bahwa untuk jenis tepung rumput laut Eucheuma cottonii, perlakuan suhu pengeringan berpengaruh nyata terhadap kadar serat pangan tidak larut. Nilai yang lebih tinggi ada pada perlakuan suhu pengeringan 70 oC yaitu 11,23 % (Lampiran 38).

Sedangkan untuk kadar serat pangan larut dan serat pangan total tidak berbeda nyata pada 2 suhu pengeringan (Lampiran 39 dan 40).

Analisis ragam terhadap tepung rumput laut Glacilaria sp menunjukkan hasil bahwa kadar serat pangan tidak larut berbeda nyata terhadap 2 suhu pengeringan, tetapi tidak berbeda nyata pada kadar serat pangan larut dan serat pangan total (Lampiran 41, 42 dan 43).

Tepung rumput laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp, yang termasuk jenis alga merah (Rhodophyceae), mempunyai kadar serat pangan larut (SDF) lebih tinggi dari pada kadar serat pangan tak larutnya (IDF). Anonymousc (2000) menyatakan bahwa jenis rumput laut merah dan hijau mengandung kadar serat pangan larut (SDF) sebesar 51 % - 56 % dari kadar serat pangan total. Lahaye (1991) melaporkan bahwa kadar serat dari beberapa rumput laut berkisar antara 25 – 75 % (bk) dan sebagian besar seratnya terdiri dari serat pangan larut, yaitu 51 – 85 %. Akan tetapi kandungan serat pangan ini sangat tergantung dari species dan tempat hidup dari rumput laut tersebut. Pada penelitian ini kandungan serat pangan larut tepung rumput laut Eucheuma cottonii pada suhu pengeringan 50 oC dan 70 oC berturut-turut adalah 86,53 % dan 88,57 % dari kadar serat pangan total. Sedangkan tepung rumput laut Glacilaria sp, kandungan serat pangan larutnya yaitu 73,03 % dan 75,24 % dari kadar serat pangan total. Artinya kandungan serat pangan larut tepung rumput laut jenis alga merah yang ada di Kepulauan Seribu cukup tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber serat yang potensial. Penelitian yang dilakukan Goni et.al., (2000) menyatakan bahwa Nori algae (rumput laut jenis alga merah) yang mengandung serat pangan larut yang tinggi kemungkinan dapat mengubah respon glycemic pada kesehatan, dimana roti yang ditambahkan Nori alga memberikan hasil yang lebih baik daripada roti tanpa Nori alga. Sedangkan Escrig dan Muniz (2000) dan Herpandi (2005) menyatakan bahwa serat rumput laut terutama serat pangan larut mempunyai efek hipokolesterolemik, dimana semakin tinggi akan semakin baik dan telah terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dan tekanan darah dibanding sumber serat lainnya.

Analisis ragam terhadap tepung rumput laut Sargassum sp menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap kadar serat pangan larut, serat pangan tidak

larut dan serat pangan total (Lampiran 44, 45 dan 46). Artinya perbedaan suhu pengeringan tidak mempengaruhi kandungan serat pada tepung rumput laut Sargassum sp. Berbeda dengan tepung rumput laut dari alga merah, jenis tepung rumput laut coklat (Phaeophyceae) yaitu Sargassum sp, mempunyai kadar serat pangan larut (SDF) yang lebih rendah daripada kadar serat pangan tak larutnya (IDF). Jika dilihat dari kandungan serat pangan bahan baku hasil perendaman, terjadi kenaikan pada kadar serat pangan tak larutnya, hal ini kemungkinan terjadi karena total padatan menjadi lebih tinggi akibat penguraian pati menjadi serat pangan tak larut. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chan et.al (1997), yaitu menghasilkan tepung Sargassum hemiphyllum dengan kadar serat pangan larut yang lebih rendah (9,91 %) daripada kadar serat pangan tak larutnya (45,0 %), yang dikeringkan di oven bersuhu 60 oC.

4.2.11. Iodium

Salah satu trace element yang penting pada rumput laut adalah iodium. Kandungan iodium tumbuhan laut berkisar antara 0,7 – 4,5 g/kg. Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, kandungan iodium rumput laut sekitar 2.400 sampai 155.000 kali lebih banyak (Rai, 1996). Kebutuhan iodium dipengaruhi oleh pertumbuhan, berat tubuh, jenis kelamin, usia, gizi, iklim dan penyakit. Kecukupan iodium perhari untuk anak umur 0 - 12 tahun adalah 90 - 120 ug/hari, untuk laki-laki dan perempuan umur 13 – 60 tahun ke atas adalah 150 ug/hari, sedangkan untuk ibu hamil dan menyusui mendapat tambahan 50 ug/hari (AKG, 2004). Pada penelitian ini, kadar iodium berada pada kisaran 4,55 – 11,27 ug/g, data lengkap tersaji pada Gambar 21. Jika setiap 1 gram tepung rumput laut mengandung iodium sebesar 4,55 – 11,27 ug, maka diasumsikan setiap 1 gram tepung rumput laut akan menyumbang iodium untuk kebutuhan tubuh sebesar + 5 – 12 % untuk anak umur 0 – 12 tahun dan 3 – 7 % untuk perempuan dan laki-laki umur 13 – 60 tahun. Sedangkan untuk ibu hamil dan menyusui sekitar 2 – 5 % dari kebutuhan tubuh akan iodium menurut Angka Kebutuhan Gizi..

Analisis ragam menunjukkan hasil bahwa suhu pengeringan berpengaruh terhadap kadar iodium ketiga jenis tepung rumput laut (Lampiran 47, 48, 49).

Dari hasil pengamatan, data menunjukkan suhu pengeringan 70 oC memiliki kadar iodium yang lebih tinggi pada ketiga jenis tepung tersebut. Hal ini disebabkan waktu pengeringan yang berbeda. Pengeringan dengan suhu 70 oC memerlukan waktu yang lebih pendek daripada suhu 50 oC, sehingga walaupun suhu pengeringan lebih tinggi tetapi penurunan kadar iodium lebih kecil.

Gambar 21. Kadar Iodium Tepung Rumput Laut (ug/g).

Jika dibandingkan dengan kadar iodium bahan baku hasil perendaman terdapat penurunan kadar iodium pada ketiga jenis tepung rumput laut tersebut. Hal ini terjadi karena pelakuan yang diberikan selama pengolahan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kehilangan iodium diantaranya adalah tingkat keasaman, air dan pemanasan. Penelitian yang dilakukan Magdalena (1996) menyatakan semakin meningkatnya tingkat keasaman, suhu dan waktu pemasakan, kecenderungan tingkat kehilangan iodium pada sayur matang akan semakin meningkat. Selama penelitian ini, pemanasan yang diberikan selama pengeringan berkisar antara 50 oC dan 70 oC, tetapi selama proses penepungan terjadi juga proses pemanasan akibat mesin penepung sehingga terjadi penurunan kadar iodium yang cukup besar.

6,01 9,84 4,55 6,79 11,27 4,77 0 2 4 6 8 10 12

E. Cottonii Glacilaria sp Sargassum sp

Jenis Tepung Rumput Laut

K a da r I odi um ( ug/ g) Suhu 50 °C Suhu 70 °C

4.2.12. Organoleptik

Penilaian organoleptik merupakan salah satu ukuran penerimaan atau standar kelayakan suatu produk. Berdasarkan uraian (deskripsi) terhadap kenampakan, bau dan tekstur tepung rumput laut dari 3 jenis rumput laut, maka disusun satu lembar penilaian (score sheet) untuk masing-masing jenis tepung rumput laut. Lembar penilaian ini akan menjadi acuan dalam penilaian tepung rumput laut (Lampiran 50, 51, 52). Angka (score) yang terdapat pada lembar penilaian adalah 1 sampai 9. Penilaian dilakukan oleh 20 orang panelis.

a. Kenampakan

Kenampakan suatu produk akan menentukan ketertarikan konsumen terhadap produk tersebut. Penilaian kenampakan meliputi warna dan kondisi tepung. Winarno (1997) menyatakan bahwa penilaian suatu produk didahului secara visual oleh warna produk. Melalui sifat warna, panelis dapat memberikan penilaian baik mengenai kualitas maupun kesukaan terhadap suatu jenis makanan. Makanan dengan kualitas yang baik belum tentu disukai jika memiliki warna yang tidak disukai.

Penilaian panelis terhadap kenampakan tepung Eucheuma cottonii bervariasi antara nilai 6 sampai 8. Rata-rata nilai kenampakan dan deskripsi pada lembar penilaian dapat dilihat pada Tabel 19. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa suhu pengeringan berbeda nyata terhadap kenampakan tepung (Lampiran 53). Suhu pengeringan 70 oC memberikan kenampakan yang lebih baik daripada suhu pengeringan 50 oC. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh waktu pengeringan yang lebih singkat pada suhu 70 oC sehingga tidak terjadi proses pemanasan yang terlalu lama, dimana dapat menyebabkan warna agak krem.

Untuk tepung rumput laut Glacilaria sp, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suhu pengeringan tidak berpengaruh terhadap kenampakannya (Lampiran 54). Walaupun tidak berbeda antara 2 perlakuan suhu tetapi pada lembar penilaian tepung dengan suhu pengeringan 50 oC nilainya 6 (pembulatan ke bawah) dan tepung dengan suhu pengeringan 70 oC nilainya 7 (pembulatan ke atas) seperti terlihat pada Tabel 19. Artinya tepung rumput laut Glacilaria sp dengan suhu pengeringan 70 oC memiliki yang nilai lebih tinggi.

Nilai kenampakan tepung rumput laut Sargassum sp berada pada kisaran 5 sampai 7, nilai rata-rata yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 20. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suhu pengeringan tidak berbeda nyata terhadap kenampakannya. Pada lembar penilaian tepung ini masuk dalam nilai 6 tetapi tepung dengan suhu pengeringan 70 oC memiliki kenampakan yang lebih baik (Lampiran 55).

Tabel 20. Nilai rata-rata Uji Kenampakan Tepung Rumput Laut Jenis TRL Suhu pengeringan Nilai Deskripsi E. cottonii 50 oC 70 oC 6,4 7,2

Bersih, putih krem, ada butir hitam, agak kusam

Bersih, agak putih, ada sedikit butir hitam, agak cemerlang

Glacilaria sp 50 oC

70 oC

6,3 6,6

Bersih, kehijauan, agak kusam

Bersih, krem kehijauan, agak cemerlang

Sargassum sp 50 oC 70 oC

6,2 6,4

Bersih, coklat tua, agak kusam

Bersih, coklat agak buram, agak cemerlang

b. Bau

Uji bau suatu produk sangat berkaitan dengan indera penghidu, karena indera penghidu sangat sensitif terhadap bau (aroma). Bau tepung rumput laut ikut menentukan kesukaan konsumen terhadap produk yang akan dihasilkan. Bau amis yang merupakan bau khas tumbuhan laut merupakan salah satu kendala dalam pengolahan produk lanjutan. Hasil uji terhadap bau 3 jenis tepung rumput laut berkisar pada nilai 5 sampai 7. Nilai rata-rata uji bau untuk ke 3 jenis tepung rumput laut disajikan pada Tabel 21.

Hasil analisis ragam menyatakan bahwa suhu pengeringan tidak berpengaruh terhadap bau ketiga jenis tepung rumput laut (Lampiran 56, 57, 58). Pada lembar penilaian, Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp memiliki nilai 6 (pembulatan) sedangkan Sargassum sp memiliki nilai 5 (pembulatan).

Tabel 21. Nilai rata-rata Uji Bau Tepung Rumput Laut Jenis TRL Suhu pengeringan Nilai Deskripsi E. cottonii 50 oC 70 oC 6,2 6,2

Bau sedikit agak amis Bau sedikit agak amis Glacilaria sp 50 oC

70 oC

5,6 5,7

Bau sedikit agak amis Bau sedikit agak amis

Sargassum sp 50 oC

70 oC

5,4 5,4

Bau amis cukup dominant Bau amis cukup dominant

c. Tekstur

Butiran rumput laut kering sangat liat dan keras, hal ini kemungkinan karena kandungan seratnya yang tinggi. Oleh karena itu proses penepungan sangat menentukan kehalusan tepung rumput laut yang dihasilkan. Kehalusan tepung ikut menentukan tekstur tepung rumput laut, semakin halus maka tekstur akan semakin lembut. Kehalusan tekstur untuk produk minuman akan menentukan daya larutnya. Pada penelitian ini tepung rumput laut lolos pada saringan ukuran 48. Nilai uji tekstur berada pada kisaran 6 sampai 8. Nilai rata-rata uji tekstur dapat dilihat pada Tabel 22. Analisis ragam terhadap tekstur 3 jenis tepung rumput laut menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata antara 2 perlakuan suhu pengeringan. Artinya suhu pengeringan tidak berpengaruh terhadap tekstur tepung rumput laut (Lampiran 59, 60,61).

Tabel 22. Nilai rata-rata Uji Tekstur Tepung Rumput Laut Jenis TRL Suhu pengeringan Nilai Deskripsi E. cottonii 50 oC 70 oC 7,5 7,6

Halus, agak lembut Halus, agak lembut Glacilaria sp 50 oC

70 oC

6,4 6,5

Agak kasar, butiran terasa Agak halus

Sargassum sp 50 oC

70 oC

6,3 6,5

Agak kasar, butiran terasa Agak halus

4.3. Tepung Rumput Laut

Rumput laut, kualitasnya di pengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, suhu, musim, kadar garam, gerakan air dan zat hara. Cahaya, suhu, pH dan unsur hara akan berpengaruh terhadap berlangsungnya fotosintesa. Fotosintesa merupakan proses perubahan zat anorganik menjadi zat organik, sehingga faktor-faktor tersebut di atas secara tidak langsung akan menentukan kandungan protein, lemak, serat kasar dan karbohidrat rumput laut (Kadi et al. 1988). Menurut Winarno (1990), komposisi kimia rumput laut bervariasi tergantung pada spesies, tempat tumbuh dan musim. Vegetable gum yang dikandungnya merupakan senyawa karbohidrat yang banyak mengandung selulosa dan hemiselulosa yang tidak dapat dicerna seluruhnya oleh enzim dalam tubuh, sehingga dapat menjadi makanan diet dengan sedikit kalori.

Kandungan serat dan iodium pada rumput laut, merupakan senyawa penting yang diharapkan manfaatnya. Beberapa peneliti telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insiden timbulnya berbagai macam penyakit diantaranya kanker usus besar, penyakit kardiovaskuler dan kegemukan (obesitas). Berdasarkan hasil penelitian ini, perlakuan suhu pengeringan yang berbeda terhadap 3 jenis tepung rumput laut yaitu Eucheuma cottonii, Glacilaria sp dan Sargassum sp, secara umum tidak terlalu berpengaruh terhadap kandungan gizi rumput laut terutama kadar seratnya. Kadar serat larut pada tepung rumput

laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp lebih tinggi daripada serat tak larutnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lahaye (1991), maka kadar serat larut rumput laut yang ada di Kepulauan Seribu ini cukup tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai sumber serat yang dibutuhkan oleh tubuh. Besarnya peranan serat pangan bagi kesehatan manusia menjadikan produk ini semakin banyak dimanfaatkan, baik secara langsung maupun sebagai pencampur berbagai jenis makanan, minuman dan produk diet pelangsing tubuh (Le Marie, 1985).

Eucheuma cottonii merupakan rumput laut yang sangat luas penggunaannya baik langsung maupun berupa makanan dan minuman olahan. Berbagai cara pengolahan telah dilakukan untuk memanfaatkan tepung rumput laut ini, diantaranya adalah dengan mengolah menjadi makanan kering (crakers), makanan semi basah (dodol, selai), maupun jajanan pasar (kue putu, donat, cente manis). Beberapa industri rumah tangga telah berhasil mengolah dan memasarkan produk yang terbuat dari rumput laut ini. Rasa yang enak dan mudah cara mengolahnya merupakan hal yang menguntungkan. Untuk jenis rumput laut Glacilaria sp, pada umumnya dilakukan ekstraksi terlebih dahulu untuk menghasilkan agar, baik berbentuk batangan, lembaran (agar kertas) ataupun bubuk. Pemanfaatan secara langsung atau olahan berbentuk makanan atau minuman jarang dilakukan. Pemanfaatan rumput laut jenis Sargassum sp, biasanya dilakukan sebagai bahan tambahan makanan jajanan (kue) atau diekstrak untuk menghasilkan alginat yang luas penggunaannya. Penelitian yang dilakukan Darmawan et.al. (2004) terhadap kandungan omega 3 dan iodium tepung Sargassum sp menyebutkan pada konsentrasi 5 % berpengaruh nyata terhadap kadar iodium kue keik dan pada konsentrasi 2 % berpengaruh nyata terhadap kadar omega 3 kue keik.

Pengolahan lanjutan dari tepung rumput laut pada penelitian ini adalah untuk minuman berserat. Kandungan serat pangan yang tinggi terutama serat pangan larut, diharapkan dapat menjadi sumber serat pada minuman ini. Selain kandungan serat dan iodium, penilaian organoleptik sangat menentukan dalam pemilihan jenis tepung yang akan digunakan. Kondisi tepung yang akan digunakan diharapkan memiliki kriteria warna putih cemerlang, tidak berbau, dan tekstur halus. Tepung yang berwarna putih akan mudah dalam pengolahan warna yang diinginkan. Warna yang diberikan akan terserap sempurna. Warna akan

menambah daya tarik dan kesukaan konsumen terhadap produk minuman ini. Bau (aroma) suatu produk, baik makanan dan minuman akan mempengaruhi minat/kesukaan konsumen. Bau yang diharapkan pada tepung rumput laut ini adalah netral, dengan demikian tidak akan tercium bau amis yang dapat mengganggu selera. Tekstur tepung pada penelitian ini berada pada kondisi yang halus sedang. Tekstur yang sangat halus dan lembut akan memudahkan dalam penggunaan. Pada penelitian ini, ke 3 jenis tepung rumput laut memiliki kehalusan yang berbeda walaupun lolos pada saringan yang sama. Hal ini karena kondisi thallus pada masing-masing rumput laut berbeda dan mesin penepung yang digunakan tidak bekerja maksimal.

Berdasarkan analisa yang dilakukan, baik sifat fisik-kimia, maka jenis tepung rumput laut yang akan digunakan dalam penelitian selanjutnya adalah Eucheuma cottonii dengan perlakuan suhu pengeringan 70 oC dan Glacilaria sp dengan perlakuan pengeringan 70 oC. Dengan demikian diharapkan sumber serat akan terpenuhi dari tepung rumput laut Eucheuma cottonii sedangkan kandungan iodium diharapkan terpenuhi dari tepung rumput laut Glacilaria sp. Data hasil pengamatan masing-masing jenis tepung rumput laut selengkapnya disajikan pada Tabel 23, 24 dan 25.

Tabel 23. Sifat Fisik-Kimia Tepung Rumput Laut Eucheuma cottonii

Komponen Suhu pengeringan 50oC Suhu pengeringan 70oC

Rendemen (% ) 8,01 8,33 Ph 7,11 6,45 Titik jendal (oC) 34 32 Titik leleh (oC) 75 70 Viskositas (cps) 5080,36 4970,40 Kelarutan (%) 27,6 36,8 Kadar air (%) 12,88 12,34 Kadar abu (%) 14,18 14,27 Kadar protein (%) 3,39 3,13 Kadar karbohidrat (%) - Kadar serat larut (%) - Kadar serat tak larut (%) - Kadar serat total (%)

68,25 75,18 9,70 84,88 68,16 72,19 11,23 83,42 Iodium (ug/g) 6,01 6,79

Tabel 24. Sifat Fisik-Kimia Tepung Rumput Laut Glacilaria sp

Komponen Suhu pengeringan 50 oC Suhu pengeringan 70 oC

Rendemen (% ) 7,94 8,12 pH 7,13 7,57 Titik jendal (oC) - - Titik leleh (oC) - - Viskositas (cps) 18,58 20,89

Dalam dokumen IV. Hasil dan Pembahasan (Halaman 45-61)

Dokumen terkait