• Tidak ada hasil yang ditemukan

5) Analisis kadar karbohidrat (AOAC 199

4.4. Asam Lemak

Asam lemak merupakan asam organik yang terdiri atas rantai hidrokarbon lurus yang satu ujung mempunyai gugus karboksil (COOH) dan pada ujung lain gugus metil (CH3). Analisis asam lemak pada kijing lokal menunjukkan bahwa kandungan asam lemak pada kijing tersebut tergolong dalam asam lemak jenuh (saturated fatty acid/ SAFA), asam lemak tidak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid/ MUFA), dan asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acid/ PUFA). Kandungan asam lemak pada daging kijing dapat dilihat pada Tabel 5-7. Tabel 5. Komposisi rata-rata asam lemak jenuh daging kijing lokal

Asam lemak jenuh

Kijing segar (%) Kijing kukus (%)

Basis basah (bb) Basis kering (bk) Basis basah (bb) Basis kering (bk) laurat (C12:0) 0,089 0,005 0,176 0,006 miristat (C14:0) 1,023 0,026 1,189 0,033 palmitat (C16:0) 28,892 1,690 26,228 0,825 stearat (C18:0) 0,782 0,046 1,756 0,055 total 30,786 1,767 29,349 0,919

Tabel 6. Komposisi rata-rata asam lemak tak jenuh daging kijing lokal Asam lemak

tak jenuh

Kijing segar (%) Kijing kukus (%)

Basis basah (bb) Basis kering (bk) Basis basah (bb) Basis kering (bk) oleat (C18:1) 59,420 3,476 54,813 1,725 linoleat (C18:2) 5,427 0,317 7,532 0,237 linolenat(C18:3) 0,573 0,034 0,381 0,012 total 65,400 3,827 62,726 1,974

Tabel 7. Komposisi rata-rata asam lemak tak jenuh majemuk berantai panjang daging kijing lokal

Asam lemak tak jenuh majemuk berantai panjang

Kijing segar (mg/100 g) Kijng kukus (mg/100 g) EPA (C20:5, n3) 0,087 0,072 DHA(C22:6, n-3) 0,123 0,103 total (mg/100g) 0,216 0,182

Tabel 5, 6 dan 7 menunjukkan bahwa asam lemak yang terkandung dalam daging kijing terdiri atas asam lemak jenuh, yaitu laurat (C12:0), miristat (C14:0), palmitat (C16:0), dan stearat (C18:0). Asam lemak tidak jenuh tunggal, yaitu oleat (C18:1), serta asam lemak tak jenuh jamak, yaitu linoleat (C18:2, n-6), linolenat (C18:3, n-3), EPA (C20:5, n3) dan DHA (C22:6, n-3). Keragaman komposisi asam lemak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu spesies, makanan, habitat, umur dan ukuran dari kijing tersebut (Ozogul dan Ozogul 2005). Kromatogram asam lemak dan standar yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 7-19. Limit deteksi gas kromatografi dalam analisis asam lemak yaitu 10-12. Diagram batang untuk komposisi asam lemak jenuh, tak jenuh tunggal, dan tak jenuh jamak rata-rata pada daging kijing lokal dapat dilihat pada Gambar 18,19 dan 21.

Gambar 18. Kandungan asam lemak jenuh daging kijing lokal : kijing segar : kijing kukus

Kandungan asam lemak jenuh tertinggi pada daging kijing, yaitu palmitat sebesar 28,892% (bb) dan total asam lemak jenuh yang diketahui sebesar 30,786% (bb). Kandungan palmitat pada daging kijing tersebut tidak berbeda jauh dengan kandungan palmitat pada kerang. Menurut Imre & Sahgk (1997), palmitat merupakan kandungan asam lemak jenuh tertinggi pada kerang, yaitu sebesar 26,2%. Palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan pada bahan pangan, yaitu 15-50% dari seluruh asam-asam lemak yang ada (Winarno 1997).

Gambar 18 menunjukkan kandungan palmitat daging kijing setelah proses pengukusan mengalami penurunan dari 1,690% (bk) menjadi 0,825% (bk). Penurunan tersebut diduga karena tingginya kandungan asam palmitat pada bahan mengakibatkan keberadaan palmitat dalam bahan dekat dengan permukaan bahan sehingga asam lemak tersebut mendapatkan pengaruh yang lebih cepat akibat proses pemanasan. Proses pemanasan menyebabkan rusaknya komponen asam lemak. Peningkatan kandungan asam lemak setelah pengukusan, seperti pada laurat, miristat dan stearat disebabkan oleh tingginya kandungan air pada daging kijing segar yang mengakibatkan serabut otot dan jaringan ikat daging masih kompak dan kuat serta sifat asam lemak jenuh yang lebih stabil dibandingkan dengan asam lemat tak jenuh. Peningkatan kandungan asam lemak juga dapat disebabkan oleh terbentuknya kembali kristal lemak saat proses pendinginan setelah pengukusan yang menempel pada bagian luar daging kijing (Winarno 1997).

Asam laurat, miristat, palmitat dan stearat merupakan asam lemak berantai panjang yang secara luas terdapat di alam. Asam laurat sebagai monogliserida biasa digunakan dalam industri pharmaceutical sebagai antimikroba. Asam miristat dan stearat terdapat dalam jumlah yang sedikit, tidak lebih dari kisaran 1-2 %. Asam stearat (C18) merupakan asam lemak jenuh dengan berat molekul tertinggi, dan terdapat pada biji-bijian serta minyak hewan laut dalam jumlah yang sedikit (Jacquot 1962). Komposisi asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam daging kijing dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Kandungan asam lemak tak jenuh daging kijing lokal : kijing segar : kijing kukus

Gambar 19 menunjukkan bahwa kandungan oleat (C18:1) daging kijing segar merupakan kandungan asam lemak tak jenuh tertinggi, yaitu sebesar 3,476% (bk). Kandungan asam lemak linoleat (C18:2, n-6) dan linolenat (C18:3, n-3) pada daging kijing lokal sebesar 0,317% (bk) dan 0,034% (bk). Setelah proses pengukusan asam oleat, linoleat dan linolenat mengalami penurunan. Penurunan ini dikarenakan adanya proses pemanasan yang mengakibatkan kerusakan pada asam lemak yang terkandung pada daging kijing. Hal ini disebabkan oleh adanya proses oksidasi yang menghasilkan asam lemak bebas yang merupakan sumber bau tengik pada produk (Dolezal et al. 2009).

Asam oleat adalah asam lemak tak jenuh yang banyak terdapat dalam trigliserida dan memiliki satu ikatan rangkap. Asam oleat merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA. Kandungan oleat pada daging kijing terbilang tinggi dibandingkan dengan yang terkandung pada berbagai jenis kerang lainnya. Kandungan rata-rata oleat pada berbagai kerang sebesar 25 mg/100 g atau 0,025 %. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan komposisi jenis lemak yang dikonsumsi dari lingkungan hidupnya (Leblanc et al. 2008). Selain itu juga dipengaruhi oleh suhu dan habitatnya. Kerang yang berhabitat pada perairan yang

memiliki suhu yang rendah (4-9 oC), yaitu Mytilus edulis memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi, terutama PUFA 53,5 %. Suhu rendah dapat meningkatkan daya larut oksigen sehingga meningkatkan sintesis asam lemak (Guderley et al. 2007).

Asam lemak linoleat dan linolenat merupakan asam lemak esensial karena dibutuhkan oleh tubuh, sedangkan tubuh tidak dapat mensintesisnya. Masing-masing mempunyai ikatan rangkap pada karbon ke 6 dan ke 3 dari ujung gugus metil. Manusia tidak dapat menambah ikatan rangkap pada karbon ke 6 dan ke 3 pada asam lemak yang ada di dalam tubuh sehingga tidak dapat mensintesis kedua jenis asam lemak tersebut. Kandungan linoleat dan linolenat pada kijing berbeda dibandingkan dengan kandungan rata-rata linoleat dan linolenat kerang pada umumnya yang sebesar 2,8 % dan 2,5 %. Perbedaan tersebut dapat dikarenakan

oleh pakan yang dikonsumsinya berupa tumbuhan dan plankton (Imre & Sahgk 1997), habitat dan suhu perairan (Guderley et al. 2007).

Kijing dan hewan lainnya memiliki kemampuan terbatas dalam proses elongasi dan desaturasi PUFA menjadi highly unsaturated fatty acid (HUFA) yaitu asam arachidonat, eikosapentanoid (EPA) dan dokosaheksanoid (DHA). Asam arachidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat. Sedangkan EPA dan DHA dalam tubuh kijing hanya dapat dikonversi dari asam

α-linolenat. Desaturasi merupakan proses penambahan ikatan rangkap pada asam lemak dengan bantuan enzim sedangkan elongasi merupakan perpanjangan dua rantai karbon. Tubuh manusia hanya dapat mengkonversi asam α-linolenat kurang 5-10 % EPA dan 2-5% DHA (Haliloglu et al. 2004). Struktur kimia dan metabolisme asam lemak n-9, n-6 dan n-3 dapat dilihat pada Gambar 20 (O’Keefe 2002, diacu dalam Abadi 2007).

Asam oleat 18:1 (9)

Asam linoleat 18:2 (9,12)

Asam linolenat 18:3 (9,12,15)

asam lemak n-9 asam lemak n-6 asam lemak n-3 18:1(9) 18:2 (9, 12) 18:3 (9, 12, 15)

oleat linoleat α-linolenat

6-desaturase 6-desaturase 6-desaturase 18:2 (6, 9) 18:3 (6, 9, 12) 18:4 (6, 9, 12, 15)

elongase elongase elongase

20:2 (8,11) 20:3 (8, 11, 14) 20:4 (8, 11, 14, 17)

5-desaturase 5-desaturase 5-desaturase

20:3 (5, 8, 11) 20:4 (5, 8, 11, 14) 20:5 (5, 8, 11, 14, 17) arakhidonat eikosapentaenoat (EPA) elongase elongase elongase

22:3 (7, 10, 13) 22:4 (7,10,13,16) 22:5 (7, 10, 13, 16,19)

4-desaturase 4-desaturase 4-desaturase

22:4 (4, 7, 10, 13) 22:5 (4, 7, 10, 13, 16) 22:6 (4, 7, 10, 13, 16, 19) dokosatetraenoat dokosapentaenoat dokosaheksaenoat (DHA)

Gambar 20. Metabolisme asam lemak n-9, n-6, dan n-3

Manusia tidak dapat mengandalkan sumber omega-3 hanya dari tanaman dan sayuran yang mengandung asam α-linolenat, namun perlu mengkonsumsi makanan yang mengandung EPA dan DHA seperti kerang, krustace, ikan dan hewan air lainnya. Kandungan EPA dan DHA pada daging kijing segar dan kukus dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Kandungan EPA dan DHA daging kijing lokal; : kijing segar : kijing kukus

Gambar 21 menunjukkan kandungan EPA dan DHA pada daging kijing lokal, yaitu 0,087 mg/100 g dan 0,123 mg/100 g. Namun setelah mengalami pengukusan menurun menjadi 0,072 mg/100 g dan 0,103 mg/100 g. Penurunan EPA dan DHA pada daging kijing disebabkan adanya perubahan yang umumnya

terjadi pada ikatan rangkap dari asam lemak pada gliserida. Menurut Cuq et al. 1982, bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh majemuk akan

mudah dioksidasi dan laju oksidasi akan meningkat sejalan lamanya pemanasan apabila tidak dihambat dengan pengurangan oksigen atau penggunaan antioksidan. Kecepatan oksidasi berbanding lurus dengan tingkat ketidak jenuhan asam lemak. DHA yang memiliki enam ikatan rangkap akan lebih mudah teroksidasi daripada EPA yang memiliki lima ikatan rangkap (Cuq et al. 1982), hal ini terlihat dari penurunan DHA yang lebih besar setelah pengukusan sebesar 17,24% sedangkan EPA sebesar 16,26%.

Asam lemak n-3 EPA dan DHA yang merupakan kelompok Long-Chain Polyunsaturated Fatty Acid (LCPUFA) mempunyai peran penting dalam perkembangan otak dan fungsi penglihatan. Selain itu, EPA dan DHA berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks serebral otak (bagian yang digunakan untuk berpikir) dan untuk pertumbuhan normal organ ini, karena sangat penting

untuk tetap menjaga kandungan EPA dan DHA dalam makanan (Whitney et al. 1998, diacu dalam Abadi 2007).

Sumber utama asam lemak n-3 sebenarnya bukanlah kijing karena sintesa EPA dan DHA pada hewan tersebut sangat rendah. Kandungan EPA dan DHA pada kerang tersebut diperoleh dari mikroorganisme yang menjadi pakan bagi kerang. Mikroorganisme utama yang menjadi produsen utama n-3 adalah Daphnia, Chlorella, Synechococcus sp, Cryptomonas sp, Rhodomonas lacustris, Scenedesmus dan Chlamydomonas sp. yang merupakan plankton. Dengan tingginya kandungan EPA dan DHA pada plankton tersebut dapat meningkatkan kandungan EPA dan DHA pada kerang (Gluck et al. 1996). Suhu perairan yang rendah pun (perairan sub tropis) dapat meningkatkan kandungan EPA dan DHA pada kerang, plankton dan alga karena dapat meningkatkan daya larut oksigen yang akan mempercepat sintesis asam lemak dan proses enzim pada reaksi desaturase (Guderley et al. 2007).

Kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi pada kijing lokal seperti oleat dan linoleat sangat berguna bagi tubuh manusia. Asam lemak tak jenuh yang merupakan asam lemak esensial, meliputi linoleat dan linolenat digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan prekusor sekelompok senyawa eikosanoid. Kandungan tersebut dapat bertambah dengan adanya zooplankton (Daphnia magna) yang merupakan salah satu pakan bagi kerang (Mazumder et al. 2004). Asam lemak esensial membantu mengatur tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak dalam darah dan respon imun terhadap luka dan infeksi. Kekurangan asam lemak esensial dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan syaraf dan penglihatan serta menghambat pertumbuhan (Almatsier 2006).

4.5 Kolesterol

Kolesterol merupakan sterol yang paling dikenal oleh masyarakat. Kolesterol di dalam tubuh mempunyai fungsi ganda, yaitu disisi lain diperlukan dan disisi lain dapat membahayakan tergantung seberapa banyak kolesterol di dalam tubuh. Kolesterol adalah senyawa lemak yang dapat dihasilkan dari dalam tubuh terutama hati dan dari luar tubuh (bahan pangan) (Colpo 2005). Salah satu cara untuk mengetahui kandungan kolesterol dalam bahan pangan dengan melakukan analisis menggunakan GC (Gas Cromatography). Analisis kolesterol dalam penelitian ini dilakukan hanya pada daging kijing tanpa adanya jeroan (organ hati). Hal ini dikarenakan hati merupakan organ dalam yang menghasilkan kolesterol 80 % sehingga diduga apabila mengkonsumsi daging bersama jeroan akan meningkatkan kandungan kolesterol pada produk (Cook 1958). Kandungan kolesterol pada daging kijing lokal segar dan pengukusan dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Kandungan kolesterol daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) (mg/100g)

Gambar 22 menunjukkan bahwa kandungan kolesterol daging kijing segar cukup rendah yaitu 83,480 mg/100g. Namun setelah perlakuan pengukusan, kandungan kolesterol daging kijing menurun sebesar 72,115 mg/100 g. Hal tersebut dapat disebabkan karena pemberian panas pada daging kijing menyebabkan kolesterol larut bersamaan dengan terlepasnya air dari bahan dan

menguapnya senyawa volatil yang dihasilkan, meliputi alkohol dan hidrokarbon (Wells et al. 1987). Rendahnya kandungan lemak total pada daging kijing maka absorpsi kolesterol dalam tubuh kurang efisien. Hal tersebut disebabkan oleh pembentukan miceller yang kurang sempurna. Miceller adalah bentuk kolesterol yang siap diserap oleh sel-sel tubuh dan dalam pembentukkannya memerlukan lemak (Freeman dan Junge 2005). Beragamnya kandungan kolesterol kerang tergantung pada musim, area geografis, makanan dan jenis kelamin (Krzynowek & Murphy 1987).

Kandungan kolesterol pada tubuh memiliki berbagai fungsi, yaitu sebagai bahan antara pembentukan sejumlah steroid penting, asam empedu, asam folat, hormon-hormon adrenal korteks, estrogen, androgen dan progesteron serta komponen utama pada sel otak dan saraf. Kolesterol apabila terdapat dalam jumlah terlalu banyak di dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan pembuluh darah, yang dinamakan aterosklerosis. Bila penyempitan terjadi pada pembuluh darah jantung dapat menyebabkan jantung koroner dan bila terjadi pada pembuluh darah otak dapat menyebabkan penyakit serebrivaskular (Almatsier 2006).

Dokumen terkait