• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

5.) PENCETAKAN / PENGEMPAAN

2) KADAR AIR

Air yang terkandung di dalam bahan bersifat sebagai pelarut dari beberapa komponen disamping ikut sebagai bahan pereaksi. Selain itu air juga bertindak sebagai bahan pengikat (binding agent) dan pelumas (lubricant) (Kaliyan dan Morey 2006a).

3) KADAR ABU

Kadar abu pada bahan (biomassa) akan berdampak negatif pada proses pembakaran. Selain itu kadar abu pada bahan yang tinggi tidak diharapkan dalam karena dapat mempengaruhi kualitas bahan bakar. Hal ini dikarenakan abu dapat menyebabkan timbulnya kerak atau slag dalam alat pembakaran yang disebabkan oleh mencairnya abu (Ohman 2009). Abu merupakan senyawa yang tersisa setelah proses pembakaran pada suhu antara 600 – 950 ○C selama 5 hingga 6 jam. Komponen yang terdapat

No Jenis briket dan biomass Nilai Kalor (kJ/Kg)

1 Briket bagasse 17.638

2 Briket ampas jarak (B2TE-BPPT) 16.399

3 Briket ampas jarak (Tracon Ind) 16.624

4 Briket arang ampas jarak 19.724

5 Briket serbuk gergaji 18.709

6 Kayu bakar (jenis akasia) 17.270

7 Arang batok kelapa 18.428

8 Bonggol jagung 15.455

9 Briket arang bonggol jagung 20.174

10 Briket limbah lumpur sawit 10.896

11 Getah jarak (gum) 23.668

dalam abu diantaranya adalah K2O, MgO, CaO, Na2O, dan Si (Pasaribu et al. 2007). Peningkatan nilai kadar abu dapat menurunkan nilai kalor pembakaran (Lehtikanges 2001).

4) KADAR ZAT TERBANG

Kadar zat terbang erat kaitannya dengan kecepatan pembakaran, waktu pembakaran, dan banyaknya asap yang ditimbulkan pada saat pembakaran. Semakin banyak kandungan zat terbang pada bahan, maka ketika berlangsungnya pembakaran akan menimbulkan asap yang banyak (Hansen 2009).

5) KADAR KARBON TERIKAT

Karbon terikat adalah bahan bakar padat yang tersisa saat proses pembakaran setelah zat terbang menguap. Karbon terikat terdiri dari sebagian besar karbon, tetapi juga terdiri dari beberapa hidrogen, oksigen, sulfur, dan nitrogen. Kadar karbon terikat merupakan penentu kualitas pembakaran biopelet. Semakin tinggi kadar karbon terikat bahan, maka pembakaran biopelet akan semakin baik (Anonim 2005). Semakin banyak unsur karbon dalam suatu bahan, maka semakin banyak pula karbon yang bereaksi dengan oksigen dan menghasilkan pembakaran yang semakin baik. Jumlah karbon yang dimiliki oleh suatu bahan berbanding terbalik dengan kadar zat terbang dan kadar abu yang dimilikinya. Semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu yang dimiliki bahan, maka semakin kecil kadar karbon teriktnya dan menyebabkan pembakaran yang kurang baik.

F. ANALISIS PEMANFAATAN

1. Analisis Teknis

Aspek teknik dan teknologi merupakan salah satu aspek penting dalam proyek dan berkenaan dengan proses pembangunan industri secara teknis dan operasi setelah industri tersebut dibangun (Husnan dan Suwarsono, 2000). Analisis teknik secara spesifik mencakup analisis terhadap ketersediaan bahan baku, proses produksi, mesin, dan peralatan, jumlah mesin dan peralatan, keperluan tenaga kerja, dan penentuan luas pabrik (Husnan dan Suwarsono, 2000). Studi aspek teknik dan teknologi menurut Umar (2001) meliputi rencana pengendalian persediaan bahan baku, penentuan kapasitas produksi, serta proses pemilihan teknologi untuk produksi.

2. Analisis Biaya

Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyadi, 1993). Milton dan Lawrence (1994) menggunakan istilah biaya sebagai suatu nilai tukar prasyarat (dinyatakan dalam pengurangan kas atau aktiva lainnya pada saat ini atau di masa mendatang) atau pengorbanan yang dilakukan guna memperoleh manfaat.

Adanya sifat bisnis yang dinamis menyebabkan perusahaan dihadapkan pada kebutuhan untuk mengubah tingkat kegiatan bisnisnya, sehingga manajemen dapat merencanakan dan mengendalikan biaya secara efektif untuk menghadapi perusahaan tersebut. Hal utama yang harus dilakukan adalah penggolongan biaya sesuai dengan kegiatannya, yaitu biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semivariabel (Milton dan Lawrence, 1994).

Biaya digolongkan dengan berbagai macam cara. Umumnya penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan penggolongan tersebut. Biaya dapat digolongkan menurut beberapa hal (Mulyadi, 1993) yaitu :

1. Penggolongan biaya menurut objek pengeluaran Dalam cara penggolongan ini, nama obyek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya, misalnya nama obyek pengeluaran adalah bahan bakar. Maka, semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut biaya bahan bakar.

2. Penggolongan biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan Biaya dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu: (a) Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual, (b) Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan pemasaran produk, (c) Biaya administrasi dan umum adalah biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran produk.

3.Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai Biaya dikelompokkan menjadi dua, yaitu : (a) Biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai, (b) Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai.

4. Penggolongan biaya menurut perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan Biaya digolongkan menjadi empat, yaitu (a) Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan, (b) Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan, (c) Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu, (d) Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar volume kegiatan tertentu.

5. Penggolongan biaya atas dasar jangka waktu manfaatnya Biaya dibagi menjadi dua, yaitu : (a) Pengeluaran modal (capital expenditure) adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntasi, (b) Pengeluaran pendapatan (income expenditure) adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalahkulit singkong kering, arang kulit singkong, air, dan tepung tapioka. Tepung tapioka digunakan sebagai bahan perekat briket agar mempunyai daya rekat yang tinggi. Beberapa bahan baku penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

B. ALAT

Alat yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah alat pengempabriket bentuk kotak (hydraulic press), alat pirolisis (karbonisasi), dish mill, alat penyaring ukuran 80 mesh, oven, dan alat uji nilai kalor (bomb calorimeter). Beberapa alat-alat penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

C. METODE PENELITIAN

Pelaksanaan penelitian ini meliputi pembuatan briket dengan enam perlakuan berbeda, kemudian dilanjutkan dengan pengujian nilai kalor pada masing-masing perlakuan serta pengukuran karakteristik sifat fisik yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar karbon terikat, keteguhan tekan, dan kerapatan pada formulasi biobriket yang dipilih. Setelah itu dilakukan perhitungan analisa finansial terhadap perlakuan yang mempunyai nilai kalor tertinggi untuk mengetahui kelayakan industri biobriket dari limbah kulit singkong.

1. PEMBUATAN BIOBRIKET

Briket kulit singkong yang akan dibuat terdiri dari jenis briket kayu dan briket arang. Briket kayu merupakan briket yang bahan bakunya tanpa melalu proses karbonasi (pengarangan) terlebih dahulu. Sedangkan briket arang merupakan briket yang bahan bakunya melalui proses karbonasi. Perbedaan briket kayu dan briket arang dapat dilihat pada skema diagram alir proses pembuatan briket pada Gambar 9 di bawah ini.

Proses Pembuatan BioBriket Tanpa Karbonasi (Briket Kayu)

Gambar 9. Pembuatan briket kayu

Pada perlakuan pertama, 200 gram limbah kulit singkong yang akan dibuat menjadi briket dikeringkan tanpa ada proses sortasi dari kotoran seperti pasir, batu, tanah, dan kotoran lainnya, kemudian digiling untuk memperkecil ukuran partikelnya. Dalam penelitian kali ini digunakan mesin giling ukuran 80 mesh. Kulit singkong halus yang lolos 80 mesh dengan yang tidak lolos 80 mesh digabung, hasil penggilingan dicampur dengan perekat yang telah disiapkan sebelumnya dan diaduk sampai merata. Perekat yang digunakan adalah tepung tapioka dengan konsentrasi 5% dari bobot kulit yang telah digiling. Setelah pencampuran selesai kemudian dikempa dengan mesin pengempa briket hidrolik. Setelah dikempa briket kemudian di keringkan dalam oven suhu 600C. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air briket sehingga mempermudah briket

Kulit Singkong Pengeringan Penggilingan Pencampuran Pengeringan

BRIKET

Penjemuran matahari > 80 mesh 80 mesh Densifikasi Perekat tapioka Kadar air < 11% + 4800 Psi

ketika akan dibakar. Proses pembuatan biobriket dengan metode briket arang dapat dilihat pada Gambar 10 di bawah ini.

Proses pembuatan briket arang

Gambar 10. Pembuatan briket arang

Pada perlakuan kedua, 100 gram limbah kulit singkong yang akan dibuat menjadi briket dikeringkan tanpa ada proses sortasi dari kotoran seperti pasir, batu, tanah, dan kotoran lainnya.Sedangkan kulit singkong kering lainnya dikarbonasi pada suhu + 400 0C. Setelah itu digiling untuk memperkecil ukuran partikelnya. Hasil penggilingan 100 gram kulit singkong kering dengan 100 gram arang kulit singkong dicampur dengan perekat yang telah disiapkan

Kulit Singkong Pengeringan Penggilingan Pencampuran Pengeringan

BRIKET

Pirolisis Penjemuran matahari + 400 0C Perekat tapioka Densifikasi Kadar air < 11% + 4800 Psi

sebelumnya dan diaduk sampai merata. Perekat yang digunakan adalah tepung tapioka dengan konsentrasi 5% dari bobot kulit dan arang yang telah dicampur. Setelah pencampuran selesai kemudian dikempa dengan mesin pengempa briket hidrolik. Setelah dikempa briket kemudian di keringkan dalam oven suhu 600C. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air briket sehingga mempermudah briket ketika akan dibakar.

Pada perlakuan ketiga, limbah kulit singkong yang akan dibuat menjadi briket dikeringkan tanpa ada proses sortasi dari kotoran seperti pasir, batu, tanah, dan kotoran lainnya. kemudian dikarbonasi pada suhu + 400 0C. Setelah itu digiling untuk memperkecil ukuran partikelnya. Hasil penggilingan arang sebesar 200 gram dicampur dengan perekat yang telah disiapkan sebelumnya dan diaduk sampai merata. Perekat yang digunakan adalah tepung tapioka dengan konsentrasi 5% dari bobot kulit yang telah digiling. Setelah pencampuran selesai kemudian dikempa dengan mesin pengempa briket hidrolik. Setelah dikempa briket kemudian di keringkan dalam oven suhu 600C. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air briket sehingga mempermudah briket ketika akan dibakar.

Pada perlakuan keempat, limbah kulit singkong yang akan dibuat menjadi briket dikeringkan dan disertai dengan proses sortasi dari kotoran seperti pasir, batu, tanah, dan kotoran lainnya. Setelah itu kulit singkong kering digiling untuk memperkecil ukuran partikelnya. Hasil penggilingan 200 gram kulit singkong kering dicampur dengan perekat yang telah disiapkan sebelumnya dan diaduk sampai merata. Perekat yang digunakan adalah tepung tapioka dengan konsentrasi 5% dari bobot kulit yang telah digiling. Setelah pencampuran selesai kemudian dikempa dengan mesin pengempa briket hidrolik. Setelah dikempa briket kemudian di keringkan dalam oven suhu 600C. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air briket sehingga mempermudah briket ketika akan dibakar.

Pada perlakuan kelima, 100 gram limbah kulit singkong yang akan dibuat menjadi briket dikeringkan dan disertai dengan proses sortasi dari kotoran seperti pasir, batu, tanah, dan kotoran lainnya.Sedangkan kulit singkong kering lainnya dikarbonasi pada suhu + 400 0C. Setelah itu digiling untuk memperkecil ukuran partikelnya. Hasil penggilingan 100 gram kulit singkong kering dengan 100 gram arang kulit singkong dicampur dengan perekat yang telah disiapkan sebelumnya dan diaduk sampai merata. Perekat yang digunakan adalah tepung tapioka dengan konsentrasi 5% dari bobot kulit dan arang yang telah dicampur. Setelah pencampuran selesai kemudian dikempa dengan mesin pengempa briket hidrolik. Setelah dikempa briket kemudian di keringkan dalam oven suhu 600C. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air briket sehingga mempermudah briket ketika akan dibakar.

Pada perlakuan keenam, limbah kulit singkong yang akan dibuat menjadi briket dikeringkan dan disertai dengan proses sortasi dari kotoran seperti pasir, batu, tanah, dan kotoran lainnya. Kemudian dikarbonasi pada suhu + 400 0C. Setelah itu digiling untuk memperkecil

ukuran partikelnya. Hasil penggilingan arang sebesar 200 gram dicampur dengan perekat yang telah disiapkan sebelumnya dan diaduk sampai merata. Perekat yang digunakan adalah tepung tapioka dengan konsentrasi 5% dari bobot kulit yang telah digiling. Setelah pencampuran selesai kemudian dikempa dengan mesin pengempa briket hidrolik. Setelah dikempa briket kemudian di keringkan dalam oven suhu 600C. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air briket sehingga mempermudah briket ketika akan dibakar.

Dalam penelitian ini, segmen pengguna briket merupakan industri-industri skala menengah dan besar yang membutuhkan banyak bahan bakar pada proses produksinya. Sebagian besar bahan bakar yang digunakan pada industri-industri menengah dan besar menggunakan bahan bakar migas seperti minyak tanah, solar, dan batu bara. Biobriket dari kulit singkong ini diharapkan mampu menjadi bahan bakar alternatif pengganti ataupun sebagai bahan bakar subtitusi batu bara sehingga dapat mengurangi biaya penggunaan bahan bakar batu bara yang dari tahun ketahun semakin meningkat. Jenis perekat yang digunakan dalam pembuatan briket adalah perekat tapioka. Pemilihan jenis perekat ini berdasarkan atas tingkat kemudahan untuk diperoleh serta harga yang murah sehingga sesuai dengan segmen pengguna (industri menengah dan besar). Dalam penelitian ini digunakan perekat 5 % dalam komposisi bahan.

2. ANALISIS SIFAT FISIKO KIMIA BIOBRIKET

1) Nilai Kalor

Nilai kalor suatu bahan bakar biomasa adalah jumlah energi panas yang dapat dilepaskan pada setiap satu satuan massa bahan bakar tersebut apabila terbakar habis dengan sempurna (dalam satuan kkal/kg). Prinsip penentuan nilai kalor adalah mengukur energi yang ditimbulkan pada pembakaran satu gram arang dengan mengukur perubahan suhu fluida pada volume tetap, dimana pembakaran terjadi dalam bejana tertutup. Pengukuran nilai kalor dilakukan dengan alat Adiabatic Bomb Calorimeter.

Besarnya nilai kalor dihitung dengan persamaan Nilai ekuivalent air NA = (Hs x Ms / ∆t) – ma

Nilai kalor bahan Hb = ∆t (Na + ma) / mb x 4.186

Dimana NA = nilai ekivalen air

Hs = nilai kalor sampel (kal/gr) Hb = nilai kalor bahan (kal/gr) Ms = massa sampel (gram) mb = massa bahan (gram)

ma = massa air pada bejana dalam (gram) 1t = kenaikan suhu pada bejana dalam (°C)

2) Kadar Air

Kadar air briket dihitung dari massa kering briket, dan massa briket sebelum dikeringkan. Alat yang digunakan untuk memperoleh kadar air briket adalah timbangan elektronik (untuk menimbang massa briket) dan drying oven (untuk mengeringkan briket).Sebanyak satu gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin yang bobotnya sudah diketahui. Kemudian dikeringkan dalam oven suhu 105 oC sampai beratnya konstan. Kemudian didinginkan dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang. Kadar air dihitung menggunakan persamaan :

KA = (X1 – X2)/X1 x 100% Dimana :

KA = Kadar Air (%)

X1 = Bobot Awal (gr)

X2 = Bobot Akhir (gr)

3) Kadar Abu

Kadar abu briket diperoleh langsung dari hasil pengujian di Balai Kehutanan. Cawan porselin yang berisi sampel dari penentuan kadar air digunakan untuk menetapkan kadar abu. Cawan dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 950 oC selama 10 menit. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan persamaan :

Kb = Ya/Yc x 100% Dimana :

Ya = Bobot Abu (gr) Yc = Bobot Sampel (gr) 4) Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang briket diperoleh langsung dari hasil pengujian di Balai Kehutanan. Cawan porselen yang berisi sampel dari penentuan kadar air ditutup dan diikat dengan kawat nichrome. Cawan dimasukkan tanur suhu 950 oC selama 6 menit. Setelah penguapan selesai, cawan didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang. Penentuan kadar zat menguap dihitung dengan persamaan :

Kadar zat menguap = Z1 – Z2/Z1 x 100%, Dimana :

Z1 = Bobot awal (gr) Z2 = Bobot Akhir (gr) 5) Kadar Karbon Terikat

Kadar karbon terikat briket diperoleh langsung dari hasil pengujian di Balai Kehutanan 6) Kerapatan Briket

Kerapatan briket adalah perhitungan massa briket setelah pengeringan, panjang dan lebar briket setelah pengeringan, dan tinggi briket setelah pengeringan. Alat-alat yang dibutuhkan untuk memperoleh data kerapatan briket adalah timbangan elektronik (untuk menimbang massa briket) dan jangka sorong (untuk mengukur panjang, lebar, dan tinggi briket).

7) Keteguhan Tekan

Data kekuatan tekan briket diperoleh langsung dari hasil pengujian di Balai Kehutanan. Prinsip yang dilakukan dalam mengukur keteguhan tekan adalah menentukan kekuatan briket yang

dihasilkan dalam menahan beban yang diterima hingga briket pecah. Keteguhan tekan briket dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

P = Mb/A , Dimana :

P = Keteguhan tekan briket (Kg/cm2) Mb = Beban yang diterima briket (Kg) A = Luas permukaan briket (cm2)

3. ANALISIS PEMANFAATAN

a. Analisis Teknis pada pendirian industri biobriket ini meliputi analisis terhadap ketersediaan bahan baku, proses produksi, mesin, dan peralatan, serta kebutuhan tenaga kerja.

(1.)Ketersediaan Bahan Baku

PT Sartitanam Pratama Ponorogo memproduksi tepung tapioka dari singkong segar antara 500 – 700 ton dalam setiap minggunya (data produksi tahun 2010). Jika banyaknya kulit singkong yang dihasilkan dalam proses produksinya sebesar 8-15% (Grace, 1977) maka asumsi limbah kulit singkong yang dihasilkan sebagai bahan baku biobriket adalah sebesar 40 ton/minggu atau 170 ton/bulan.

(2.) Proses Produksi

Urutan proses pembuatan biobriket dari limbah kulit singkong ini meliputi proses sortasi, penjemuran sinar matahari, karbonasi, pengecilan ukuran, pencampuran dengan bahan perekat, pengempaan, dan pengeringan. Urutan proses produksi yang dilakukan akan berbeda dalam setiap perlakuan yang akan dipilih, untuk perlakuan dengan metode briket kayu, maka pembuatan biobriket dilakukan tanpa melalui proses pirolisis. Pada perlakuan dengan metode briket arang, maka pembuatan biobriket dilakukan dengan proses pirolisis.

(3.) Mesin dan Peralatan

Mesin dan peralatan yang digunakan pada pembuatan biobriket ini diantaranya adalah : alat timbang dengan kapasitas 250 Kg, peralatan pengayak yang terbuat dari saringan baja dengan kapasitas 50 Kg, Tungku pirolisis bentuk drum dengan kapasitas 420 Kg, mesin penggiling dish mill kapasitas 50 kg/jam, mesin pengempa briket tipe ulir (screw) dengan kapasitas cetak 100 Kg/jam, dan satu paket peralatan pembantu lainnya. Penggunaan mesin dan peralatan ini tergantung pada metode pembuatan biobriket yang akan dipilih, metode briket kayu atau metode briket arang.

(4.) Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pendirian industri biobriket ini tergantung pada jenis perlakuan dan metode pembuatan biobriket yang akan dipilih. Tenaga kerja tersebut akan di tempatkan pada setiap lini produksi. Tenaga kerja yang akan direkrut berasal dari warga yang tinggal disekitar area pabrik.

b. Analisis Biaya

Analisis biaya pada pendirian industri biobriket ini meliputi biaya investasi, biaya bahan baku, biaya perawatan, gaji pegawai, dan perhitungan biaya operasional. Biaya produksi yang dihasilkan berbeda-beda pada setiap perlakuan yang diuji sehingga dari berbagai alternatif besarnya biaya produksi akan dibandingkan dengan nilai kalor yang dihasilkan dan dapat ditentukan jenis perlakuan yang paling optimal.

c. Analisis Perbandingan

Dari total biaya pada setiap formulasi tersebut kemudian akan dibandingkan dengan nilai kalor pada setiap masing-masing formulasi dan bahan bakar lainnya yang umum digunakan pada industri seperti minyak tanah, batu bara,dan LPG.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Pada pembuatan biobriket perlakuan pertama, metode yang digunakan adalah metode briket kayu, yaitu pembuatan briket tanpa melalui proses pengarangan. Kulit singkong kering tanpa proses sortasi digiling dengan mesin penggiling dish mill dengan ukuran 80 mesh, hasil penggilingan kemudian dicampur dengan perekat tapioka 5%. Setelah dicampur dengan perekat, kemudian dikempa dengan pengempa hidrolik. Hasil pembuatan biobriket pada perlakuan pertama dapat dilihat pada Gambar 11 di bawah ini.

Gambar 11. Biobriket perlakuan 1

Setelah dikempa, biobriket kemudian dikeringkan dalam oven suhu 600C. Tujuan

pengeringan ini adalah untuk menghilangkan kadar air dalam biobriket sehingga memudahkan dalam proses pembakaran. Biobriket pada perlakuan 1 berwarna coklat terang.

Pada pembuatan biobriket perlakuan kedua, metode yang digunakan adalah gabungan metode briket kayu dan metode briket arang. Kulit singkong kering tanpa melalui proses sortasi digiling dengan mesin penggiling dish mill dengan ukuran 80 mesh, digabung dengan kulit singkong yang dipirolisis dan digiling dengan mesin penggiling dish mill. hasil penggabungan kemudian dicampur dengan perekat tapioka 5%. Setelah dicampur dengan perekat, kemudian dikempa dengan pengempa hidrolik. Hasil pembuatan biobriket pada perlakuan kedua dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini.

Setelah dikempa, biobriket kemudian dikeringkan dalam oven suhu 600C. Tujuan pengeringan ini adalah untuk menghilangkan kadar air dalam biobriket sehingga memudahkan dalam proses pembakaran. Biobriket pada perlakuan 2 berwarna coklat gelap.

Pada pembuatan biobriket perlakuan ketiga, metode yang digunakan adalah metode briket arang, yaitu pembuatan briket yang melalui proses pengarangan. Kulit singkong kering dipirolisis dalam tungku dengan suhu + 3500C tanpa proses sortasi. Setelah itu digiling dengan mesin penggiling dish mill dengan ukuran 80 mesh, hasil penggilingan kemudian dicampur dengan perekat tapioka 5%. Setelah dicampur dengan perekat, kemudian dikempa dengan pengempa hidrolik. Hasil pembuatan biobriket pada perlakuan ketiga dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini.

Gambar 13. Biobriket perlakuan 3

Setelah dikempa, biobriket kemudian dikeringkan dalam oven suhu 600C. Tujuan

pengeringan ini adalah untuk menghilangkan kadar air dalam biobriket sehingga memudahkan dalam proses pembakaran. Biobriket pada perlakuan 3 berwarna hitam arang.

Pada pembuatan biobriket perlakuan keempat, metode yang digunakan adalah metode briket kayu, yaitu pembuatan briket tanpa melalui proses pengarangan. Kulit singkong kering yang telah disortasi digiling dengan mesin penggiling dish mill dengan ukuran 80 mesh, hasil penggilingan kemudian dicampur dengan perekat tapioka 5%. Setelah dicampur dengan perekat, kemudian dikempa dengan pengempa hidrolik. Hasil pembuatan biobriket pada perlakuan keempat dapat dilihat pada Gambar 14 di bawah ini.

Setelah dikempa, biobriket kemudian dikeringkan dalam oven suhu 600C. Tujuan pengeringan ini adalah untuk menghilangkan kadar air dalam biobriket sehingga memudahkan dalam proses pembakaran. Biobriket pada perlakuan 4 berwarna coklat.

Pada pembuatan biobriket perlakuan kelima, metode yang digunakan adalah gabungan metode briket kayu dan metode briket arang. Kulit singkong kering yang telah disortasi digiling dengan mesin penggiling dish mill dengan ukuran 80 mesh, digabung dengan kulit

Dokumen terkait