• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar Air

Dalam dokumen RIWAYAT HIDUP TRI JUADMAJA, (Halaman 30-43)

Berdasarkan hasil uji kadar air tepung pisang yang diperoleh rata-rata pada perlakuan K1 dengan konsentrasi 1500 ppm adalah 9,223 %, sedangkan pada perlakuan K2 yaitu dengan konsentrasi 2000 ppm diperoleh kadar air 9,342 %, dan pada perlakuan K3 dengan konsentrasi 2500 adalah 9,520 %. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perhitungan Kadar Air Tepung Pisang (%)

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata

U1 U2 U3 K1 9,487 9,113 9,069 27,669 9,223 K2 9,610 9,170 9,246 28,026 9,342 K3 9,367 9,943 9,250 28,560 9,520 Jumlah 28,464 28,226 27,565 84,255 9,361 Keterangan : K1 : Na2S2O5 1500 ppm K2 : Na2S2O5 2000 ppm K3 : Na2S2O5 2500 ppm

Rata-rata dari hasil perhitungan kadar air pada perlakuan K3 lebih tinggi dibandingkan K1 dan K2 . Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.

5 6 7 8 9 10 11 12 K1 K2 K3 Kadar Air

Gambar 3. Rata-rata Hasil Perhitungan Kadar Air

Analisis sidik ragam untuk kadar air tepung pisang dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini:

Tabel 7. Anilisa Sidik Ragam Kadar Air Tepung Pisang SK Db JK KT Fhitung F tabel 5 % 1% Perlakuan 2 0,134 0,067 0,644tn 5,14 10,92 Galat 6 0,625 0,104 Total 8 0,04 Keterangan :

(tn) = tidak berbeda nyata

Dari analisa sidik ragam diketahui bahwa perbedaan perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit tidak berbeda nyata terhadap kadar air tepung pisang yang dihasilkan. Sehingga analisa tidak dilanjutkan dengan uji lanjutan, hal ini dikarenakan F(hitung) tidak lebih besar dari F(tabel), artinya setiap perlakuan yaitu

K1, K2, dan K3 memiliki perbedaan yang tidak nyata. Sedangkan hasil yang diperoleh dari setiap perlakuan tidak berpengaruh terhadap kadar air tepung pisang yang dihasilkan, mengingat disetiap perlakuan menggunakan metode atau cara kerja yang sama, bila dilihat dari rata-rata hasil uji kadar air yang diperoleh. Pada perlakuan K1 (9,223%), dan pada perlakuan K2 (9,342%), serta pada perlakuan K3 (9,520%), apabila dibandingkan dengan SNI tepung pisang, kadar air yang diperoleh pada setiap perlakuan masih memenuhi standar atau masuk dalam standar tepung pisang pada jenis B yaitu 12 %, hal ini disebabkan karena pada proses pembuatan atau pengolahan tepung pisang menggunakan suhu yang tepat yaitu 65oC dengan lama waktu pengeringan 6 jam dan penirisan yang optimal yaitu 15 menit. Penelitian ini diperkuat dengan adanya penelitian pendahuluan guna mendapatkan suhu dan waktu yang baik pada pembuatan tepung pisang.

C. Vitamin C

Berdasarkan hasil analisa Vitamin C pada tepung pisang diperoleh rata-rata kandungan Vitamin C pada perlakuan K1 dengan konsentrasi 1500 ppm yaitu (1,357 mg/100gr) dan pada perlakuan K2 dengan konsentrasi 2000 ppm adalah (1,271 mg/100gr), dan K3 dengan konsentrasi 2500 ppm yaitu (1,124 mg/100gr).

Tabel 8. Analisa Perhitungan Vitamin C (mg/100gr)

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata

U1 U2 U3 K1 1,378 1,349 1,349 4,076 1,359 K2 1,291 1,232 1,291 3,814 1,271 K3 1,173 1,085 1,115 3,373 1,124 jumlah 3,842 3,666 3,755 11,263 1.251 Keterangan : K1 : Na2S2O5 1500 ppm K2 : Na2S2O5 2000 ppm

K3 : Na2S2O5 2500 ppm

Dari perhitungan diatas dapat dilihat rata-rata dari setiap perlakuan bahwa K3 memiliki kandungan Vitamin C yang paling rendah dengan konsentrasi 2500 ppm, yakni (1,124 mg/100gr ). Hal ini dapat terlihat pada Gambar 4 di bawah ini.

0 0,5 1 1,5 2 K1 K2 K3 Vitamin C

Gambar 4. Rata-rata Hasil Perhitungan Vitamin C Tepung Pisang

Dari hasil rata-rata perhitungan Vitamin C dapat terlihat bahwa K1 (1,357 mg/100gr) lebih tinggi kandungan Vitamin C-nya dari pada perlakuan K2 (1,271 mg/100gr), sedangkan kandungan Vitamin C paling rendah pada perlakuan K3 yakni (1,124 mg/100gr), kemudian dilakukan uji lanjutan dengan analisa dengan menggunakan analisis sidik ragam, untuk kandungan Vitamin C adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Anilisa Sidik Ragam Vitamin C pada Tepung Pisang SK Db JK KT Fhitung F tabel 5 % 1% Perlakuan 2 0,084 0.042 42** 5,14 10,92 Galat 6 0,006 0.001 Total 8 0,090 Keterangan :

Dari analisa sidik ragam diketahui bahwa perbedaan perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit berpengaruh sangat nyata terhadap Vitamin C yang dihasilkan, sehingga analisa dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf 5% dan 1% untuk mengetahui kandungan Vitamin C pada tepung pisang yang paling tinggi. Hasil uji BNT dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Uji BNT Terhadap Vitamin C Tepung Pisang

Perlakuan Rata - Rata Notasi

0,05 0,01

K3 1,124 a A

K2 1,271 b B

K1 1,359 c B

Dari hasil uji BNT pada taraf 5% pengaruh penambahan natrium metabisulfit dengan konsentrasi 1500 ppm (K1) berbeda nyata dengan pengaruh penambahan natrium metabisulfit dengan konsentrasi 2000 ppm (K2), sedangkan pada konsentrasi 2500 ppm (K3) juga memiliki perbedaan yang nyata. Pada taraf 1% pengaruh penambahan natrium metabisulfit dengan konsentrasi 1500 ppm (K1) tidak berbeda nyata dengan pengaruh penambahan natrium metabisulfit dengan konsentrasi 2000 ppm (K2), sedangkan pada konsentrasi 2500 ppm (K3) memiliki perbedaan yang nyata. Dapat kita simpulkan bahwa perlakuan (K1) yaitu 1,359 mg/100gr, dan perlakuan (K2) yaitu 1,271 mg/100gr, merupakan perlakuan optimum. Dapat terlihat juga penambahan konsentrasi natrium metabisulfit pada 2500 ppm (K3) memperoleh kandungan Vitamin C paling sedikit (1,124 mg/100gr).

Pada hasil uji lanjutan BNT Vitamin C pada perlakuan K1 yang memiliki kandungan Vitamin C paling tinggi yakni (1,359 mg/100gr), kemudian perlakuan

terbaik kedua diperoleh pada perlakuan K2 yang memiliki kandungan Vitamin C yakni (1,271 mg/100gr) dan kandungan paling rendah terdapat pada perlakuan K3 yakni (1,124 mg/100gr). Dengan kandungan Vitamin C yang diperoleh pada perlakuan K1 yakni (1,359 mg/100gr), apabila dibandingkan dengan komposisi kimiawi berdasarkan Standar Internasional (SI), Vitamin C yang didapatkan belum masuk dalam Standar Internasional, hal ini dikarenakan natrium metabisulfit bersifat mengikat getah penyebab pencoklatan pada bahan yakni pada buah pisang. Hal ini bisa juga menyebabkan hilangnya kandungan Vitamin C, mengingat Vitamin C larut dalam air. Namun penurunan kandungan Vitamin C juga dapat dipengaruhi oleh umur buah atau kriteria matang buah pisang yakni sebagai bahan dasar pengolahan tepung pisang karena mengingat pembuatan tepung pisang menggunakan pisang yang tua namun belum matang sempurna yang jelas mempengaruhi kandungan Vitamin C di setiap buah pisang yang diolah. Oleh karena itu, pemilihan bahan dasar atau buah pisang harus memiliki umur buah yang baik yaitu matang optimum agar kandungan Vitamin C didalam buah pisang dapat diperoleh.

D. Uji Organoleptik 1. Warna

Tabel 11. Uji Organoleptik Warna Tepung Pisang

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata

U1 U2 U3 K1 3,50 3,40 3,45 10,35 3,450 K2 3,85 3,20 3,70 10,75 3,583 K3 3,90 3,75 3,40 11,05 3,683 Jumlah 11,25 10,35 10,55 32,00 3,555 Keterangan : K1 : Na2S2O5 1500 ppm

K2 : Na2S2O5 2000 ppm K3 : Na2S2O5 2500 ppm

Keterangan Range Penilaian Panelis : 1.00-1.49 : Sangat tidak suka 1.50-2.49 : Tidak suka 2.50-3.49 : Agak suka 3.50-4.49 : Suka

4.50-5.00 : Sangat suka

Dari hasil perhitungan uji organoleptik dapat terlihat rata-rata nilai dari setiap perlakuan, perlakuan K1 memiliki rata-rata paling rendah bila dibandingkan K2 dan K3. Hal ini terlihat pada Gambar 5.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 K1 K2 K3 Warna

Gambar 5. Rata-rata Warna Tepung Pisang

Dari Gambar 5 terlihat nilai tertinggi pada uji organoleptik warna adalah perlakuan K3 dengan jumlah 3,683 (suka), dengan konsentrasi natrium metabisulfit 2500 ppm, dan paling rendah terdapat pada perlakuan K1 dengan jumlah 3,450

(agak suka), dengan konsentrasi natrium metabisulfit 1500 ppm, sedangkan pada perlakuan K2 dengan konsentrasi 2000 ppm dengan jumlah 3,583 (suka).

Sedangkan pada perhitungannya dengan analisa dengan analisis sidik ragam, uji organoleptik warna sebagai berikut:

Tabel 12. Anilisis Sidik Ragam Warna Tepung Pisang SK db JK KT Fhitung F tabel 5 % 1% Perlakuan 2 1,1512 0,5756 9,3746* 5,14 10,92 Galat 6 1,5197 0,0614 Total 8 2,6709 Keterangan : berbeda nyata (*)

Dari analisis sidik ragam dapat terlihat bahwa F(hitung) tidak lebih besar dari F(tabel) pada taraf 1%, yang berarti menunjukkan ketiga perlakuan K1 (1500 ppm), K2 (2000 ppm), dan K3 (2500 ppm) berbeda nyata. Pada taraf 5%, F(hitung) lebih besar dari F(tabel), hal ini menunjukkan bahwa ketiga perlakuan memiliki perbedaan yang nyata terhadap warna tepung pisang, untuk itu dilakukan uji lanjutan menggunakan uji BNT.

Tabel 13. Notasi BNT Warna Tepung Pisang Perlakuan Rata - Rata

Notasi

0,05 0,01

K1 3,450 a A

K2 3,583 a A

K3` 3,683 a A

Dari hasil uji lanjutan BNT pada taraf 5% diperoleh hasil yaitu pada perlakuan K1(1500 ppm) tidak berbeda nyata dengan perlakuan K2(2000 ppm), dan

pada perlakuan K3(2500 ppm) juga tidak memiliki perbedaan yang nyata. Sedangkan pada taraf uji 1% juga sama, yakni perlakuan K1(1500 ppm) tidak berbeda nyata dengan perlakuan K2(2000 ppm), dan pada perlakuan K3(2500 ppm) juga tidak memiliki perbedaan yang nyata, artinya ketiga perlakuan hal ini menunjukkan ketiga perlakuan yakni K1 (1500 ppm), K2 (2000 ppm), dan K3 (2500 ppm) tidak memiliki pengaruh atau berpengaruh pada warna tepung pisang. Hal ini disebabkan oleh jumlah rata-rata dari setiap perlakuan hampir sama atau tidak jauh berbeda. Mengingat hal-hal yang juga mempengaruhi warna adalah bahan dasar yaitu pisang kepok.

2. Tekstur

Tabel 14. Uji Organoleptik Tekstur Tepung Pisang

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata

U1 U2 U3 K1 3,30 3,50 3,30 10,10 3,366 K2 3,55 3,90 3,25 10,70 3,566 K3 4,10 3,05 3,95 11,10 3,700 Jumlah 10,95 10,45 10,50 31,90 3,544 Keterangan : K1 : Na2S2O5 1500 ppm K2 : Na2S2O5 2000 ppm K3 : Na2S2O5 2500 ppm

Keterangan Range Penilaian Panelis : 1.00-1.49 : Sangat tidak suka 1.50-2.49 : Tidak suka 2.50-3.49 : Agak suka 3.50-4.49 : Suka

Dari hasil perhitungan uji organoleptik dapat terlihat rata-rata nilai dari setiap perlakuan K1 memiliki rata-rata paling rendah bila dibandingkan K2 dan K3. Hal ini terlihat pada Gambar 6.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 K1 K2 K3 Tekstur

Gambar 6. Rata-rata Tekstur Tepung Pisang

Nilai tertinggi tekstur pada uji organoleptik adalah perlakuan K3 dengan nilai 3,700 (suka), dengan konsentrasi 2500 ppm dan perlakuan paling rendah terdapat pada perlakuan K1 dengan nilai 3,366 (agak suka) dengan konsentrasi natrium metabisulfit 1500 ppm. Analisis sidik ragam tekstur tepung pisang pada Tabel 15 Tabel 15. Analisis Sidik Ragam Tekstur Tepung Pisang

SK db JK KT Fhitung F tabel 5 % 1% Perlakuan 2 0,1682 0,0841 0,5709tn 5,14 10,92 Galat 6 0,884 0,1473 Total 8 1,0522 Keterangan :

tidak berbeda nyata (tn)

Dari analisis sidik ragam dapat terlihat bahwa F(hitung) tidak lebih besar dari F(tabel) yang berarti K1 (1500 ppm), K2 (2000 ppm), dan K3 (2500 ppm) ketiga perlakuan tersebut tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap warna

tepung pisang. Sedangkan pada tekstur hal-hal yang juga mempengaruhi tekstur tepung pisang adalah pada proses pengayakan, semakin kecil ukuran pada mesh, semakin baik pula tekstur yang dihasilkan.

Warna dan tekstur yang dihasilkan tepung pisang diukur berdasarkan tingkat kesukaan panelis yang menggunakan uji organoleptik terhadap tepung pisang. Pengujian organoleptik ini menggunakan 20 panelis untuk menguji 3 jenis perlakuan-perlakuan K1 (1500 ppm), K2 (2000 ppm), dan K3 (2500 ppm) pada pembuatan tepung pisang. Sedangkan pada analisis sidik ragam ketiga perlakuan tidak berbeda nyata, hal ini disebabkan karena ketiga perlakuan memiliki jumlah rata-rata yang hampir sama. Bila nilai tingkat kesukaan dan perhitungan terhadap warna dan tekstur pisang kurang baik maka tepung pisang tersebut tidak dapat dikatakan berkualitas baik karena tidak disukai konsumen dan apabila semakin tinggi nilai yang diperoleh, maka hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan terhadap tepung pisang yang dihasilkan dari jenis perlakuan tersebut juga semakin tinggi. Dapat disimpulkan bahwa dari ketiga perlakuan tidak berbeda nyata atau masih dalam penilaian yang hampir sama.

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pengujian tepung pisang yang terdiri dari yaitu rendemen, kadar air, Vitamin C dan organoleptik yang meliputi warna dan tekstur tepung pisang dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Penambahan natrium metabisulfit pada konsentrasi 1500 ppm, 2000 ppm, 2500 ppm, terhadap rendemen yang diperoleh tidak memiliki perbedaan yang sangat signifikan, yaitu K1 (25,410), K2 (25,411) dan K3 (25,254).

2. Penambahan natrium metabisulfit pada konsentrasi 1500 ppm memiliki kadar air yang paling rendah yaitu 9,223 (K1), bila dibandingkan pada konsentrasi 2000 ppm yakni 9,342 (K2) dan konsentrasi 2500 ppm 9,520 (K3).

3. Penambahan natrium metabisulfit pada perlakuan K3 lebih rendah Vitamin C-nya yakni 1,124, bila dibandingkan dengan perlakuan K2 yakni 1,271 dan K1 yakni 1,359. Dari uji lanjutan BNT dapat disimpulkan bahwa perlakuan K1 (1500 ppm) dan K2 (2000 ppm) memiliki hasil yang optimum.

4. Dari hasil uji organoleptik yang dilakukan oleh panelis, pada perlakuan K3 dengan konsentrasi 2500 ppm (K3) pada warna diperoleh 3,683 (suka), dan pada tekstur 3,700 (suka), sedangkan pada perlakuan K1 (1500 ppm) memiliki tingkat kesukaan yakni 3,450 (agak suka) pada warna, dan pada tekstur 3,366 (agak suka), sedangkan pada perlakuan K2 dengan konsentrasi 2000 ppm pada warna adalah 3,583 (suka) dan pada tekstur 3,566 (suka). Sedangkan pada analisis sidik ragam ketiga perlakuan adalah tidak berbeda nyata, hal ini disebabkan karena ketiga perlakuan memiliki jumlah rata-rata yang hampir sama.

B. Saran

1. Dalam pembuatan tepung pisang disarankan untuk lebih memperhatikan prosedur kerja, karena apabila dilakukan sesuai dengan prosedur yang baik akan memperoleh hasil yang baik pula, agar sesuai apa yang sudah dilakukan dengan hasil yang didapatkan.

2. Untuk menghasilkan mutu dan kualitas yang dikehendaki perlunya dalam penelitian ini memperhatikan alat dan bahan yang digunakan.

3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai suhu dan tingkat kematangan buah yang tepat, karena tingkat kematangan juga faktor penentu hasil dan kualitas tepung pisang.

4. Disarankan agar menggunakan perlakuan K1, dengan konsentrasi 1500 ppm natrium metabisulfit karena pada perhitungannya ketiga perlakuan hal ini menunjukkan ketiga perlakuan K1 (1500 ppm), K2 (2000 ppm), dan K3 (2500 ppm) tidak berbeda nyata, dan pada pengujiannya K1 juga masih memiliki tingkat kesukaan panelis yang agak disukai, mengingat sedikitnya bahan kimia yang digunakan.

5. Disarankan agar pada proses perendaman benar-benar memperhatikan tempat perendaman, mengingat apabila proses perendaman pada bahan tidak merata dapat menyebabkan hasil yang tidak baik.

Dalam dokumen RIWAYAT HIDUP TRI JUADMAJA, (Halaman 30-43)

Dokumen terkait