• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.4 Kadar Amonia (NH 3 )

Hasil pengukuran amonia (NH3) air pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp bernilai relatif rendah. Berdasarkan Gambar 5, nilai amonia (NH3) air saat pagi hari cenderung lebih rendah daripada nilai amonia (NH3) air saat siang hari. Kisaran nilai amonia (NH3) air yang terukur 0,0012 - 0,017 mg/l. Saat minggu kedua pengamatan, nilai amonia (NH3) air terukur lebih tinggi daripada minggu pertama dan ketiga.

9 Gambar 5. Kandungan amonia (NH3) air pada kolam pemeliharaan ikan nila

Oreochromis sp.

3.1.5 Kadar Bahan Organik Total (TOM)

Hasil pengukuran kandungan bahan organik total pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp berada pada nilai yang cukup tinggi. Kandungan bahan organik total yang terukur berkisar 11,16 – 38,44 mg/l KMnO4. Dapat dilihat pada Gambar 6 bahwa kandungan bahan organik total saat pengukuran minggu kedua lebih rendah.

10 Gambar 6. Kandungan bahan organik total perairan pada kolam pemeliharaan

ikan nila Oreochromis sp.

3.2 Pembahasan

Kualitas air diketahui secara luas sebagai salah satu kondisi paling penting yang dapat dikendalikan untuk mengurangi potensi munculnya penyakit dan tekanan pada sistem budidaya intensif. Bagaimanapun juga, toleransi fisiologis pada ikan terhadap perubahan kualitas air dipengaruhi oleh nilai parameter lingkungan dan biologis yang berubah-ubah. Hal ini bukan merupakan persoalan mudah untuk mengidentifikasi unsur pokok bahan kimia khusus, suhu atau konsentrasi gas terlarut yang akan menyediakan kondisi optimum dalam setiap keadaan (Wedemeyer, 1996).

Konsentrasi oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang paling penting. Penipisan konsentrasi oksigen biasanya menjadi penyebab utama dari kematian ikan secara mendadak. Mempertahankan rezim oksigen normal atau yang diinginkan pada kolam tidak membantu menjamin kesehatan ikan, tetapi mengindikasikan bahwa fungsi pada sistem kolam sesuai (Lannan et al., 1983). Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga bila ketersediaannya di dalam air tidak mencukupi kebutuhan organisme akuatik, maka segala aktivitas organisme akan terhambat. Menurut Zonneveld et al. (1991), kebutuhan oksigen

11 pada ikan mempunyai kepentingan atas dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang bergantung pada metabolisme ikan. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novotny dan Olem, 1994).

Dari hasil pengamatan, konsentrasi oksigen terlarut pada titik A, B dan C saat pagi maupun siang hari berada di atas 5 mg/l. Wedemeyer (1996) mengungkapkan batas aman dibutuhkan untuk memenuhi peningkatan sementara laju konsumsi oksigen yang berkaitan dengan aktivitas renang, proses makan yang berlebihan dan peningkatan karbondioksida. Kisaran konsentrasi oksigen yang lebih aman dalam budidaya perairan antara 5 - 7 mg/l. Penurunan konsentrasi oksigen terlarut hingga di bawah 5 mg/l dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi, pertumbuhan, dan kematian organisme budidaya.

Perubahan cuaca yang terjadi saat pukul 06.00 dan 14.00 WIB tidak memberikan dampak secara langsung terhadap parameter kualitas air. Hal ini disebabkan oleh lama waktu perubahan cuaca yang berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Berdasarkan hasil pengamatan pada setiap titik pengambilan sampel, konsentrasi oksigen terlarut saat siang hari lebih besar dibandingkan saat pagi hari. Terjadinya peningkatan konsentrasi oksigen terlarut pada siang hari disebabkan oleh fotosintesis fitoplankton. Boyd (1990) mengemukakan pada waktu siang hari, fotosintesis di zona eufotik biasanya melepaskan oksigen lebih cepat daripada penggunaannya dalam respirasi. Konsentrasi maksimum oksigen terlarut terjadi saat siang hari dan konsentrasi minimum terjadi saat matahari baru terbit.

Dalam penambahan ketersediaan oksigen, mesin aerator mampu mengedarkan atau mencampur air untuk membantu penyebaran oksigen terlarut ke seluruh kolam. Saat cuaca mendung ataupun hujan, ketersediaan oksigen pada perairan tetap terjaga karena pemanfaatan paddle wheel. Alat tersebut mampu menarik oksigen dari udara ke dalam air maupun melepaskan oksigen dari air lebih cepat dengan cara memercikkan air ke udara.

Distribusi suhu air secara vertikal perlu diketahui karena akan mempengaruhi distribusi mineral dalam air. Menurut Jeffries dan Mills (1996),

12 cahaya matahari yang mencapai perairan akan diubah menjadi energi panas. Air memiliki sifat pemanasan yang khas karena memiliki kapasitas panas spesifik (specific heat capacity) yang tinggi. Hal ini berarti bahwa energi (dalam hal ini cahaya) yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu air sebesar 1°C lebih besar dari energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu materi lain sebesar 1°C. Demikian pula dengan proses penurunan suhu air. Oleh karena itu, perairan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menaikkan dan menurunkan suhu dibandingkan dengan daratan.

Dapat diketahui dari pengamatan sampel air bahwa peningkatan suhu kolam pemeliharaan paling tinggi hanya sebesar 1,2°C dan terjadi ketika siang hari. Suhu air pada kolam pemeliharaan ikan nila cenderung stabil. Menurut Allanson et al. (1971), suhu yang dapat ditoleransi oleh ikan nila berkisar 25 - 30°C. Perubahan suhu dengan laju yang cepat dapat menyebabkan kematian pada beberapa spesies ikan. Peningkatan suhu perairan diatas 10°C mampu menyebabkan terjadinya infeksi yang tidak terlihat.

Nilai pH merupakan indikator tingkat keasaman suatu perairan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pH perairan diantaranya aktivitas fotosintesis, suhu, dan terdapatnya anion dan kation. Nilai pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Hasil pengukuran parameter pH menunjukkan bahwa kolam pemeliharaan memiliki pH yang masih berada pada kisaran normal untuk kelangsungan kegiatan budidaya. Sebagian besar organisme akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Jika nilai pH berada di bawah 6,5 atau di atas 9 - 9,5 untuk jangka waktu yang cukup lama, maka laju reproduksi dan pertumbuhan organisme akuatik akan menurun (Swingle, 1961). Nilai pH yang mampu ditoleransi oleh ikan nila berkisar antara 6 - 9, tetapi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal berada pada kisaran pH 7 – 8.

Peningkatan nilai pH yang terjadi saat siang hari disebabkan oleh aktivitas fotosintesis yang banyak membutuhkan ion CO2. Sementara CO2 yang dihasilkan pada perairan berasal dari proses respirasi organisme akuatik (Boyd, 1990). Pada pengamatan sampel minggu kedua, hujan terjadi saat siang hari sehingga menyebabkan kenaikan nilai pH pada perairan walaupun tidak menunjukkan peningkatan nilai yang drastis. Kemungkinan penyebabnya adalah lama waktu

13 hujan yang berlangsung hanya beberapa menit. Akumulasi air hujan yang terlarut dalam air belum mempengaruhi perubahan parameter pH secara langsung.

Amonia (NH3) dieksresikan oleh banyak organisme akuatik dan terus diproduksi sebagai hasil dari dekomposisi ekskresi dari organisme mati. Persentase amonia (NH3) meningkat dengan meningkatnya nilai pH dan suhu perairan. Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia (NH3) membentuk kompleks dengan beberapa ion logam. Amonia (NH3) juga dapat terserap ke dalam bahan- bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan. Hilangnya amonia (NH3) ke atmosfer juga dapat ditingkatkan oleh kecepatan angin dan suhu. Konsentrasi amonia dipengaruhi oleh pH, suhu air, salinitas, konsentrasi oksigen, dan konsentrasi natrium serta kesadahan (Wedemeyer, 1997).

Nilai amonia (NH3) terukur pada perairan relatif rendah berada pada kisaran 0,0012 mg/l hingga 0,017 mg/l. Tingginya kadar amonia (NH3) di siang hari disebabkan karena peningkatan nilai pH dan suhu yang mengakibatkan buangan metabolisme organisme akuatik meningkat. Sawyer dan McCarty (1978) mengemukakan bahwa kadar amonia (NH3) pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,02 mg/l. Jika kadar amonia (NH3) lebih dari 0,02 mg/l, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan.

Saat minggu kedua pengukuran, kadar amonia (NH3) perairan cenderung meningkat dan hampir mendekati kisaran nilai yang berbahaya bagi ikan. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh buangan metabolisme organisme akuatik yang mengendap di dasar kolam sudah terlalu banyak. Kadar amonia (NH3) mulai terlihat menurun saat minggu ketiga pengukuran. Hal ini disebabkan oleh adanya aktivitas pergantian air kolam setiap memasuki awal bulan. Minggu kedua pengambilan sampel merupakan minggu terakhir pada bulan Desember 2011 (minggu keenam pemeliharaan). Sedangkan minggu ketiga pengambilan sampel merupakan minggu pertama bulan Januari 2012 (minggu ketujuh pemeliharaan). Teknik pergantian air yang dilakukan dengan meletakkan selang pada 1 titik kemudian air dibuang sebanyak 10 - 20%. Pergantian air yang dilakukan ini tidak membuat nilai amonia (NH3) menurun drastis. Hal ini dikarenakan volume air yang dibuang hanya sedikit.

14 Pergantian air memiliki tujuan untuk menguras nutrisi dan fitoplankton dari kolam guna mencegah perkembangan fitoplankton yang terlalu banyak, menghilangkan buangan metabolisme yang berbahaya seperti amonia (NH3), serta sebagai pengganti aerasi. Boyd (1990) mengemukakan bahwa konsentrasi amonia (NH3) dapat diturunkan sebanyak 50% jika setengah dari volume air pada kolam dikeluarkan dan diganti dengan air yang tidak mengandung amonia (NH3).

Bahan organik total merupakan akumulasi bahan organik pada perairan yang digunakan sebagai indikator bahwa perairan tersebut layak untuk kegiatan budidaya. Bahan organik dimanfaatkan oleh bakteri pengurai dalam proses nitrifikasi. Proses ini terjadi pada kondisi aerob sehingga bakteri membutuhkan oksigen untuk menguraikan nitrit menjadi nitrat. Nilai bahan organik total yang terukur pada perairan menunjukkan nilai yang tinggi dan harus diwaspadai karena dapat menyebabkan kematian pada ikan. Thurman (1985) menyatakan bahwa kandungan bahan organik total pada perairan budidaya sebaiknya tidak lebih dari 10 mg/l. Tingginya nilai bahan organik total dapat memberikan dampak pada penurunan konsentrasi oksigen terlarut karena berpotensi memunculkan kompetisi pemanfaatan oksigen antar organisme yang hidup dalam perairan. Namun berdasarkan data yang diperoleh, kadar oksigen terlarut pada air berada pada kisaran nilai optimum. Penggunaan paddle wheel pada kegiatan budidaya mampu menjaga konsentrasi oksigen terlarut perairan.

Berdasarkan data hasil panen yang diperoleh (Lampiran 5), budidaya ikan nila intensif menghasilkan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi yaitu 94,26% dengan nilai konversi pakan sebesar 2,03. Jumlah ikan saat awal tebar sebanyak 4390 ekor. Selama 75 hari masa pemeliharaan, jumlah ikan mati sebanyak 252 ekor. Tingkat kelangsungan hidup serta nilai konversi pakan dapat ditingkatkan dengan menjaga kualitas air berada pada kisaran optimum.

Dokumen terkait