ABSTRAK
DWIANA WULAN PERMATASARI. Kualitas air pada pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp intensif di kolam Departemen Budidaya Perairan Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan EDDY SUPRIYONO.
Ikan nila Oreochromis sp. merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga berpotensi untuk dibudidayakan secara intensif. Untuk meningkatkan hasil produksi, pengelolaan kualitas air merupakan komponen utama yang harus diperhatikan. Penggunaan paddle wheel pada kegiatan budidaya merupakan upaya yang diharapkan mampu menjaga suplai oksigen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan. Beberapa permasalahan kerap terjadi dalam kegiatan budidaya ikan nila intensif di kolam Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis parameter kualitas air yang mempengaruhi penurunan nafsu makan dan daya tahan tubuh dalam budidaya ikan nila intensif. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel air kolam budidaya pada kedalaman 10 - 30 cm dengan jarak yang berbeda serta waktu pengambilan pukul 06.00 WIB dan pukul 14.00 WIB. Parameter kualitas air yang diamati meliputi oksigen terlarut (DO), suhu, pH, kadar amonia dan kandungan bahan organik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut berkisar 5,5 - 7,6 mg/l. Suhu perairan terukur berkisar 26,9 - 28,3°C; pH terukur berkisar 6,85 - 7,68; kadar amonia terukur 0,0012 - 0,017 mg/l. Kandungan bahan organik total terukur berkisar 11,16 - 38,44 mg/l KMnO4. Nilai-nilai parameter kualitas air yang terukur berada pada kisaran optimum. Penurunan nafsu makan pada ikan disebabkan oleh nilai amonia (NH3) yang mendekati nilai batas atas dan tingginya nilai bahan organik total pada perairan, sehingga ikan mudah terserang penyakit. Pengoperasian paddle wheel memberikan suplai oksigen yang cukup untuk organisme akuatik sehingga konsentrasi oksigen terlarut tidak mengalami penurunan.
ABSTRACT
DWIANA WULAN PERMATASARI. Water quality parameters in an intensive culture system of Tilapia Oreochromis sp. in Department of Aquaculture, Bogor Agriculture University’s farm pond. Supervised by KUKUH NIRMALA and EDDY SUPRIYONO.
Tilapia Oreochromis sp. is one of the most importants freshwater fish that have a high potential of economic value to be an intensive culture. Water quality management is the major component that must be considered in increasing production. The application of a paddle wheel on aquaculture is used in order to be able to maintain the supply of oxygen, which required for the growth of fish. This study aimed to analyze the effect of water quality parameters on decreased in appetite and body resistance in an intensive culture of tilapia. The study was conducted by taking samples of water at depth ranged from 10 to 30 cm with different distances in pond culture. The samples were taken at 06.00 am and at 02.00 pm. Water quality parameters observed in this study were dissolved of oxygen (DO), temperature, pH, ammonia, and organic matter content. The results of study showed that dissolved of oxygen ranged from 5.5 to 7.6 mg/l; water temperatur ranged from 26.9 to 28.3 °C; pH ranged from 6.85 to 7.68; ammonia ranged from 0.0012 to 0.017 mg/l; and the organic matter content ranged from 11.16 to 38.44 mg/l KMnO4. The values of water quality parameters measured in the range of optimal. Decreased appetite in fish caused by the concentration level of ammonia (NH3) that have almost reached its upper limit and the high concentration of the total organic matter in the water, so that fish are more susceptible to disease. The operation of the paddle wheel was supplied enough of oxygen for aquatic organisms, so that the concentration of dissolved oxygen did not reduced.
I. PENDAHULUAN
Budidaya perikanan di Indonesia merupakan salah satu komponen penting pada sektor perikanan. Hal ini berkaitan dengan perannya dalam menunjang persediaan pangan nasional, penciptaan pendapatan dan lapangan kerja serta mendatangkan pendapatan negara dari segi ekspor. Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadikan sektor budidaya perikanan sebagai andalan dalam mewujudkan visi, yaitu negara Indonesia sebagai produsen perikanan terbesar di tahun 2015 (Anonim, 2011).
Ikan nila Oreochromis sp merupakan salah satu komoditas budidaya yang diharapkan mampu meningkatkan pencapaian tujuan tersebut.Secara umum ikan nila memang layak untuk dijadikan produk andalan budidaya perikanan. Diantara jenis ikan bersirip (finfish), ikan nila memiliki pertumbuhan produksi tertinggi, yakni sekitar 23,96 %, dalam kurun waktu 2004 – 2008. Pada tahun 2004 produksi ikan nila masih sejumlah 97.116 ton, dalam tahun 2008 telah mencapai volume produksi 220.900 ton. Selain pasar domestik, ikan nila juga memiliki
prospek yang positif di pasar internasional. Konsumsi ikan nila di Eropa maupun Amerika senantiasa menunjukan kenaikan. Di Amerika Utara, pada tahun 2004 telah mengimpor ikan Nila sebesar 112.945 ton, yang berarti meningkat 25 % dibanding angka tahun 2003, dan lebih tinggi 68 % dibanding tahun 2002. Setengah dari angka tersebut dipasok dari Cina, sisanya dari Taiwan, Thailand dan Indonesia (Poernomo dan Kusnendar, 2009).
2 Tabel 1. Peningkatan Produksi Ikan Konsumsi (ton) di Kabupaten Bogor Tahun 2010
No Jenis Ikan
Produksi (ton) Persentase Pertumbuhan
(%) 2009 2010
1 Ikan Lele 18.315,02 24.884,52 35,87
2 Ikan Mas 3.859,62 4.063,56 5,28
Jumlah 28.742,72 36.007,71 25,28
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan, 2010
Teknologi budidaya ikan nila dalam mendukung intensifikasi pembudidayaan diarahkan untuk meningkatkan produksi dalam rangka meningkatkan daya saing harga. Beberapa upaya yang berkaitan dengan pengkajian teknologi antara lain pengkajian teknik pembenihan, yang meliputi; kontruksi kolam pemijahan, teknik pengelolaan induk dalam pemijahan, teknik produksi benih tunggal kelamin jantan dan benih steril. Sedangkan pengkajian teknik pembesaran diarahkan untuk menghasilkan ikan konsumsi yang memenuhi
persyaratan ukuran permintaan ekspor (ukuran ikan minimal 500 gram per ekor) antara lain melalui kajian penggunaan benih tunggal kelamin (Anonim, 2011).
3 keadaan pasang surut dan cuaca. Intensifikasi budidaya perikanan melalui penggunaan padat penebaran dan laju pemberian pakan yang tinggi dapat menimbulkan masalah kualitas air yang berat. Sisa pakan, kotoran organisme budidaya, organisme dan plankton yang mati serta material organik berupa padatan tersuspensi maupun terlarut yang terangkut melalui pemasukan sumber air (inflow water) merupakan sumber bahan organik pada media pemeliharaan. Input bahan organik ini semakin bertambah seiring dengan aktivitas budidaya karena kebutuhan pakan organisme akuatik mengikuti pertumbuhan biomassanya (Boyd, 1990).
Dalam kegiatan budidaya perairan intensif, dibutuhkan sejumlah peralatan untuk pengelolaan kualitas air. Budidaya dengan kepadatan tinggi dapat menyebabkan penurunan kualitas air yang lebih cepat. Pergantian air berkala tidak mampu menanggulangi permasalahan ini. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menunjang keberlangsungan kegiatan budidaya adalah paddle wheel. Boyd (1990) mengungkapkan bahwa paddle wheel atau kincir air merupakan peralatan mekanis yang dapat meningkatkan pemasukan oksigen ke
dalam air. Sistem kerjanya dengan menggunakan motor yang dapat menggerakkan baling-baling untuk memercikkan air ke udara.
Pada kegiatan budidaya ikan nila yang dilakukan di kolam Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor, terlihat adanya permasalahan yang mempengaruhi tingkah laku ikan. Ada saat dimana ikan bergerak pasif, napsu makan menurun serta penyakit mulai menyerang. Kemungkinan permasalahan ini timbul akibat parameter kualitas air kolam berada pada kisaran nilai yang berbahaya bagi pertumbuhan ikan. Tindakan yang dilakukan oleh pengelola kolam yaitu melakukan pergantian air sebanyak 10 – 20% dengan menyedot air melalui pompa.
II. BAHAN DAN METODE
Pada kolam berukuran 200 m2, ditebar benih ikan nila Oreochromis sp sebanyak 4390 ekor berukuran panjang rerata 14,13 cm dengan bobot rerata 76,67 g/ekor. Pakan yang diberikan berupa pelet dengan kadar protein sebesar 33%. Jumlah pakan yang diberikan mengikuti pertumbuhan biomassanya, dimulai dari 3,5 kg, 4 kg, 5 kg, 7,5 kg, 10 kg hingga 12 kg. Frekuensi pemberian pakan ikan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada pagi hari pukul 07.00 WIB sebesar 25%, siang hari pukul 12.00 WIB sebesar 35% dan sore hari pukul 17.00 WIB sebesar 40%. Pakan diberikan dengan cara disebar di satu titik.
Pengelolaan air dilakukan dengan penggunaan alat berupa paddle wheel berkekuatan 1 HP (Lampiran 4) yang dioperasikan selama 24 jam per hari. Kemudian dilakukan pergantian air setiap menjelang pergantian bulan sebanyak 10 – 20% dengan menggunakan selang dan pompa lalu diisikan kembali melalui saluran inlet (Gambar 1).
Untuk pengujian kualitas air, sampel air media pemeliharaan ikan nila
5 Gambar 1. Posisi paddle wheel dan letak titik pengambilan sampel
A B C
Paddle wheel
Arah arus Inlet
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut
Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa konsentrasi oksigen terlarut saat siang hari lebih tinggi dibandingkan saat pagi hari. Konsentrasi oksigen terlarut yang terukur berada pada kisaran 5,5 – 7,4 mg/l. Nilai konsentrasi oksigen terlarut pada titik C (titik terjauh dari paddle wheel) lebih besar dibandingkan dengan titik A (titik terdekat dari paddle wheel).
Gambar 2. Konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp.
7 3.1.2 Suhu Air
Hasil pengukuran suhu air pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 3. Dapat diketahui kisaran suhu air pada kolam pemeliharaan yaitu antara 26,9 - 28,3°C. Suhu air saat pagi hari cenderung lebih rendah dibandingkan dengan suhu saat siang hari. Suhu air saat pagi hari relatif stabil yaitu berada pada kisaran 27 - 27,5°C. Saat siang hari, suhu
air mengalami peningkatan hingga lebih dari 1°C. IV.
V.
VI.
VII.
VIII.
IX.
X.
Gambar 3. Suhu air pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp.
3.1.3 pH Air
Dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa pH air saat siang hari cenderung lebih
tinggi dibandingkan saat saat pagi hari. Nilai pH air yang terukur berada pada kisaran 6,85 – 7,68. Nilai pH air pada titik C (titik terjauh dari paddle wheel) lebih
8 Gambar 4. pH air pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp.
3.1.4 Kadar Amonia (NH3)
9 Gambar 5. Kandungan amonia (NH3) air pada kolam pemeliharaan ikan nila
Oreochromis sp.
3.1.5 Kadar Bahan Organik Total (TOM)
10 Gambar 6. Kandungan bahan organik total perairan pada kolam pemeliharaan
ikan nila Oreochromis sp.
3.2 Pembahasan
Kualitas air diketahui secara luas sebagai salah satu kondisi paling penting yang dapat dikendalikan untuk mengurangi potensi munculnya penyakit dan tekanan pada sistem budidaya intensif. Bagaimanapun juga, toleransi fisiologis pada ikan terhadap perubahan kualitas air dipengaruhi oleh nilai parameter lingkungan dan biologis yang berubah-ubah. Hal ini bukan merupakan persoalan
mudah untuk mengidentifikasi unsur pokok bahan kimia khusus, suhu atau konsentrasi gas terlarut yang akan menyediakan kondisi optimum dalam setiap keadaan (Wedemeyer, 1996).
11 pada ikan mempunyai kepentingan atas dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang bergantung pada metabolisme ikan. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novotny dan Olem, 1994).
Dari hasil pengamatan, konsentrasi oksigen terlarut pada titik A, B dan C saat pagi maupun siang hari berada di atas 5 mg/l. Wedemeyer (1996) mengungkapkan batas aman dibutuhkan untuk memenuhi peningkatan sementara laju konsumsi oksigen yang berkaitan dengan aktivitas renang, proses makan yang berlebihan dan peningkatan karbondioksida. Kisaran konsentrasi oksigen yang lebih aman dalam budidaya perairan antara 5 - 7 mg/l. Penurunan konsentrasi oksigen terlarut hingga di bawah 5 mg/l dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi, pertumbuhan, dan kematian organisme budidaya.
Perubahan cuaca yang terjadi saat pukul 06.00 dan 14.00 WIB tidak memberikan dampak secara langsung terhadap parameter kualitas air. Hal ini disebabkan oleh lama waktu perubahan cuaca yang berlangsung tidak lebih dari 1
jam. Berdasarkan hasil pengamatan pada setiap titik pengambilan sampel, konsentrasi oksigen terlarut saat siang hari lebih besar dibandingkan saat pagi hari. Terjadinya peningkatan konsentrasi oksigen terlarut pada siang hari disebabkan oleh fotosintesis fitoplankton. Boyd (1990) mengemukakan pada waktu siang hari, fotosintesis di zona eufotik biasanya melepaskan oksigen lebih cepat daripada penggunaannya dalam respirasi. Konsentrasi maksimum oksigen terlarut terjadi saat siang hari dan konsentrasi minimum terjadi saat matahari baru terbit.
Dalam penambahan ketersediaan oksigen, mesin aerator mampu mengedarkan atau mencampur air untuk membantu penyebaran oksigen terlarut ke seluruh kolam. Saat cuaca mendung ataupun hujan, ketersediaan oksigen pada perairan tetap terjaga karena pemanfaatan paddle wheel. Alat tersebut mampu menarik oksigen dari udara ke dalam air maupun melepaskan oksigen dari air lebih cepat dengan cara memercikkan air ke udara.
12 cahaya matahari yang mencapai perairan akan diubah menjadi energi panas. Air memiliki sifat pemanasan yang khas karena memiliki kapasitas panas spesifik (specific heat capacity) yang tinggi. Hal ini berarti bahwa energi (dalam hal ini cahaya) yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu air sebesar 1°C lebih besar
dari energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu materi lain sebesar 1°C. Demikian pula dengan proses penurunan suhu air. Oleh karena itu, perairan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menaikkan dan menurunkan suhu dibandingkan dengan daratan.
Dapat diketahui dari pengamatan sampel air bahwa peningkatan suhu
kolam pemeliharaan paling tinggi hanya sebesar 1,2°C dan terjadi ketika siang hari. Suhu air pada kolam pemeliharaan ikan nila cenderung stabil. Menurut Allanson et al. (1971), suhu yang dapat ditoleransi oleh ikan nila berkisar 25 - 30°C. Perubahan suhu dengan laju yang cepat dapat menyebabkan kematian pada beberapa spesies ikan. Peningkatan suhu perairan diatas 10°C mampu menyebabkan terjadinya infeksi yang tidak terlihat.
Nilai pH merupakan indikator tingkat keasaman suatu perairan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pH perairan diantaranya aktivitas fotosintesis, suhu, dan terdapatnya anion dan kation. Nilai pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Hasil pengukuran parameter pH menunjukkan bahwa kolam pemeliharaan memiliki pH yang masih berada pada kisaran normal untuk kelangsungan kegiatan budidaya. Sebagian besar organisme akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Jika nilai pH berada di bawah 6,5 atau di atas 9 - 9,5 untuk jangka waktu yang cukup lama, maka laju reproduksi dan pertumbuhan organisme akuatik akan menurun (Swingle, 1961). Nilai pH yang mampu ditoleransi oleh ikan nila berkisar antara 6 - 9, tetapi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal berada pada kisaran pH 7 – 8.
13 hujan yang berlangsung hanya beberapa menit. Akumulasi air hujan yang terlarut dalam air belum mempengaruhi perubahan parameter pH secara langsung.
Amonia (NH3) dieksresikan oleh banyak organisme akuatik dan terus diproduksi sebagai hasil dari dekomposisi ekskresi dari organisme mati. Persentase amonia (NH3) meningkat dengan meningkatnya nilai pH dan suhu perairan. Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia (NH3) membentuk kompleks dengan beberapa ion logam. Amonia (NH3) juga dapat terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan. Hilangnya amonia (NH3) ke atmosfer juga dapat ditingkatkan oleh kecepatan angin dan suhu. Konsentrasi amonia dipengaruhi oleh pH, suhu air, salinitas, konsentrasi oksigen, dan konsentrasi natrium serta kesadahan (Wedemeyer, 1997).
Nilai amonia (NH3) terukur pada perairan relatif rendah berada pada kisaran 0,0012 mg/l hingga 0,017 mg/l. Tingginya kadar amonia (NH3) di siang hari disebabkan karena peningkatan nilai pH dan suhu yang mengakibatkan buangan metabolisme organisme akuatik meningkat. Sawyer dan McCarty (1978) mengemukakan bahwa kadar amonia (NH3) pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,02 mg/l. Jika kadar amonia (NH3) lebih dari 0,02 mg/l, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan.
14 Pergantian air memiliki tujuan untuk menguras nutrisi dan fitoplankton dari kolam guna mencegah perkembangan fitoplankton yang terlalu banyak, menghilangkan buangan metabolisme yang berbahaya seperti amonia (NH3), serta sebagai pengganti aerasi. Boyd (1990) mengemukakan bahwa konsentrasi amonia (NH3) dapat diturunkan sebanyak 50% jika setengah dari volume air pada kolam dikeluarkan dan diganti dengan air yang tidak mengandung amonia (NH3).
Bahan organik total merupakan akumulasi bahan organik pada perairan yang digunakan sebagai indikator bahwa perairan tersebut layak untuk kegiatan budidaya. Bahan organik dimanfaatkan oleh bakteri pengurai dalam proses nitrifikasi. Proses ini terjadi pada kondisi aerob sehingga bakteri membutuhkan oksigen untuk menguraikan nitrit menjadi nitrat. Nilai bahan organik total yang terukur pada perairan menunjukkan nilai yang tinggi dan harus diwaspadai karena dapat menyebabkan kematian pada ikan. Thurman (1985) menyatakan bahwa kandungan bahan organik total pada perairan budidaya sebaiknya tidak lebih dari 10 mg/l. Tingginya nilai bahan organik total dapat memberikan dampak pada penurunan konsentrasi oksigen terlarut karena berpotensi memunculkan kompetisi
pemanfaatan oksigen antar organisme yang hidup dalam perairan. Namun berdasarkan data yang diperoleh, kadar oksigen terlarut pada air berada pada kisaran nilai optimum. Penggunaan paddle wheel pada kegiatan budidaya mampu menjaga konsentrasi oksigen terlarut perairan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, kadar oksigen terlarut, suhu dan pH berada pada kisaran optimum bagi aktivitas budidaya. Penurunan nafsu makan pada ikan disebabkan oleh nilai amonia (NH3) yang mendekati nilai batas atas dan tingginya kandungan bahan organik total pada perairan, sehingga ikan mudah terserang penyakit. Pengoperasian paddle wheel memberikan suplai oksigen yang cukup untuk organisme akuatik (dalam hal ini ikan dan bakteri pengurai) dalam melakukan aktivitasnya masing-masing sehingga konsentrasi oksigen terlarut tidak mengalami penurunan akibat tingginya kandungan bahan organik total.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan dilakukan penelitian lanjut terhadap beberapa titik sampel dengan jarak dan kedalaman yang berbeda serta waktu pengambilan sampel pada malam hari sehingga dapat digunakan sebagai
KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN IKAN NILA
Oreochromis
sp
INTENSIF DI KOLAM DEPARTEMEN
BUDIDAYA PERAIRAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DWIANA WULAN PERMATASARI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN IKAN NILA Oreochromis sp
INTENSIF DI KOLAM DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2012
ABSTRAK
DWIANA WULAN PERMATASARI. Kualitas air pada pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp intensif di kolam Departemen Budidaya Perairan Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan EDDY SUPRIYONO.
Ikan nila Oreochromis sp. merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga berpotensi untuk dibudidayakan secara intensif. Untuk meningkatkan hasil produksi, pengelolaan kualitas air merupakan komponen utama yang harus diperhatikan. Penggunaan paddle wheel pada kegiatan budidaya merupakan upaya yang diharapkan mampu menjaga suplai oksigen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan. Beberapa permasalahan kerap terjadi dalam kegiatan budidaya ikan nila intensif di kolam Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis parameter kualitas air yang mempengaruhi penurunan nafsu makan dan daya tahan tubuh dalam budidaya ikan nila intensif. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel air kolam budidaya pada kedalaman 10 - 30 cm dengan jarak yang berbeda serta waktu pengambilan pukul 06.00 WIB dan pukul 14.00 WIB. Parameter kualitas air yang diamati meliputi oksigen terlarut (DO), suhu, pH, kadar amonia dan kandungan bahan organik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut berkisar 5,5 - 7,6 mg/l. Suhu perairan terukur berkisar 26,9 - 28,3°C; pH terukur berkisar 6,85 - 7,68; kadar amonia terukur 0,0012 - 0,017 mg/l. Kandungan bahan organik total terukur berkisar 11,16 - 38,44 mg/l KMnO4. Nilai-nilai parameter kualitas air yang terukur berada pada kisaran optimum. Penurunan nafsu makan pada ikan disebabkan oleh nilai amonia (NH3) yang mendekati nilai batas atas dan tingginya nilai bahan organik total pada perairan, sehingga ikan mudah terserang penyakit. Pengoperasian paddle wheel memberikan suplai oksigen yang cukup untuk organisme akuatik sehingga konsentrasi oksigen terlarut tidak mengalami penurunan.
ABSTRACT
DWIANA WULAN PERMATASARI. Water quality parameters in an intensive culture system of Tilapia Oreochromis sp. in Department of Aquaculture, Bogor Agriculture University’s farm pond. Supervised by KUKUH NIRMALA and EDDY SUPRIYONO.
Tilapia Oreochromis sp. is one of the most importants freshwater fish that have a high potential of economic value to be an intensive culture. Water quality management is the major component that must be considered in increasing production. The application of a paddle wheel on aquaculture is used in order to be able to maintain the supply of oxygen, which required for the growth of fish. This study aimed to analyze the effect of water quality parameters on decreased in appetite and body resistance in an intensive culture of tilapia. The study was conducted by taking samples of water at depth ranged from 10 to 30 cm with different distances in pond culture. The samples were taken at 06.00 am and at 02.00 pm. Water quality parameters observed in this study were dissolved of oxygen (DO), temperature, pH, ammonia, and organic matter content. The results of study showed that dissolved of oxygen ranged from 5.5 to 7.6 mg/l; water temperatur ranged from 26.9 to 28.3 °C; pH ranged from 6.85 to 7.68; ammonia ranged from 0.0012 to 0.017 mg/l; and the organic matter content ranged from 11.16 to 38.44 mg/l KMnO4. The values of water quality parameters measured in the range of optimal. Decreased appetite in fish caused by the concentration level of ammonia (NH3) that have almost reached its upper limit and the high concentration of the total organic matter in the water, so that fish are more susceptible to disease. The operation of the paddle wheel was supplied enough of oxygen for aquatic organisms, so that the concentration of dissolved oxygen did not reduced.
KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN IKAN NILA
Oreochromis
sp INTENSIF DI KOLAM DEPARTEMEN
BUDIDAYA PERAIRAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DWIANA WULAN PERMATASARI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Kualitas air pada pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp intensif di kolam Departemen Budidaya Perairan Institut Pertanian Bogor
Nama Mahasiswa : Dwiana Wulan Permatasari
Nomor Pokok : C14052543
Disetujui
Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc. NIP. 19610625 198703 1 001
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc. NIP. 19630212 198903 1 003
Diketahui
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. NIP. 19671013 199302 1 001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Kualitas Air pada Pemeliharaan Ikan Nila Oreochromis sp Intensif di Kolam Departemen Budidaya Perairan Institut Pertanian Bogor” ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mulai bulan Desember 2011 sampai dengan Januari 2012.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc. selaku dosen Pembimbing I dan Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc. selaku dosen Pembimbing II atas bimbingan, arahan serta dukungan dalam menyusun tugas akhir ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, September 2012
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Februari 1988 dari pasangan
bapak R. Utomo Pudji Juwono dan ibu Retyan Nolowati Puspaningsih. Penulis
merupakan anak kedua dari empat bersaudara.
Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN Pisangan Timur 03 Pagi
Jakarta (1993-1999), SLTPN 74 Jakarta (1999-2002) dan SMUN 31 Jakarta
(2002-2005). Pada tahun 2005 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur seleksi
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) kemudian memilih mayor Teknologi dan
Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan.
Selama kuliah, penulis pernah magang mandiri di Tambak Pribadi milik
Bapak Weli, Padang Cermin Lampung, dan Praktik Lapangan Akuakultur di PT
Triwindu Graha Manunggal, Anyer Banten. Penulis juga pernah menjadi asisten mata
kuliah Fisika Kimia Perairan dan Dasar-dasar Genetika Ikan. Kegiatan
kemahasiswaan yang pernah diikuti oleh penulis adalah ikut berpartisipasi dalam
pembuatan album kompilasi yang diadakan oleh UKM Music Agricultural
X-pression (MAX) serta menjadi peserta Rampak Gitar dalam rangka pemecahan rekor
MURI. Sebagai tugas akhir, penulis menulis skripsi yang berjudul “Kualitas Air
pada Pemeliharaan Ikan Nila Oreochromis sp Intensif di Kolam Departemen
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR ... ii DAFTAR LAMPIRAN ... iii I. PENDAHULUAN ... 1 II. BAHAN DAN METODE ... 4 2.1. Bahan Penelitian ... 4 2.2. Metode Penelitian ... 4
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6 3.1 Hasil ... 6 3.1.1. Kadar DO (Oksigen Terlarut) ... 6 3.1.2. Suhu Air ... 7 3.1.3. pH Air ... 8 3.1.4. Kadar Amonia (NH3) ... 9 3.1.5. Kadar Bahan Organik Total (TOM) ... 10 3.2 Pembahasan ... 10
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 15 4.1. Kesimpulan ... 15 4.2. Saran... 15
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Posisi paddle wheel dan letak titik pengambilan sampel ... 5 2. Konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila
Oreochromis sp. ... 6 3. Suhu air pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp... 7
4. pH air pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp. ... 8
5. Kandungan amonia (NH3) pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp. ... 9 6. Kandungan bahan organik total pada kolam pemeliharaan ikan nila
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Data mentah kualitas air kolam Departemen Budidaya Perairan ... 19
2. Prosedur pengukuran TAN (total ammonia nitrogen) ... 20
3. Prosedur pengukuran kadar bahan organik total (TOM) ... 21
4. Dokumentasi paddle wheel ... 22
I. PENDAHULUAN
Budidaya perikanan di Indonesia merupakan salah satu komponen penting pada sektor perikanan. Hal ini berkaitan dengan perannya dalam menunjang persediaan pangan nasional, penciptaan pendapatan dan lapangan kerja serta mendatangkan pendapatan negara dari segi ekspor. Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadikan sektor budidaya perikanan sebagai andalan dalam mewujudkan visi, yaitu negara Indonesia sebagai produsen perikanan terbesar di tahun 2015 (Anonim, 2011).
Ikan nila Oreochromis sp merupakan salah satu komoditas budidaya yang diharapkan mampu meningkatkan pencapaian tujuan tersebut.Secara umum ikan nila memang layak untuk dijadikan produk andalan budidaya perikanan. Diantara jenis ikan bersirip (finfish), ikan nila memiliki pertumbuhan produksi tertinggi, yakni sekitar 23,96 %, dalam kurun waktu 2004 – 2008. Pada tahun 2004 produksi ikan nila masih sejumlah 97.116 ton, dalam tahun 2008 telah mencapai volume produksi 220.900 ton. Selain pasar domestik, ikan nila juga memiliki
prospek yang positif di pasar internasional. Konsumsi ikan nila di Eropa maupun Amerika senantiasa menunjukan kenaikan. Di Amerika Utara, pada tahun 2004 telah mengimpor ikan Nila sebesar 112.945 ton, yang berarti meningkat 25 % dibanding angka tahun 2003, dan lebih tinggi 68 % dibanding tahun 2002. Setengah dari angka tersebut dipasok dari Cina, sisanya dari Taiwan, Thailand dan Indonesia (Poernomo dan Kusnendar, 2009).
2 Tabel 1. Peningkatan Produksi Ikan Konsumsi (ton) di Kabupaten Bogor Tahun 2010
No Jenis Ikan
Produksi (ton) Persentase Pertumbuhan
(%) 2009 2010
1 Ikan Lele 18.315,02 24.884,52 35,87
2 Ikan Mas 3.859,62 4.063,56 5,28
Jumlah 28.742,72 36.007,71 25,28
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan, 2010
Teknologi budidaya ikan nila dalam mendukung intensifikasi pembudidayaan diarahkan untuk meningkatkan produksi dalam rangka meningkatkan daya saing harga. Beberapa upaya yang berkaitan dengan pengkajian teknologi antara lain pengkajian teknik pembenihan, yang meliputi; kontruksi kolam pemijahan, teknik pengelolaan induk dalam pemijahan, teknik produksi benih tunggal kelamin jantan dan benih steril. Sedangkan pengkajian teknik pembesaran diarahkan untuk menghasilkan ikan konsumsi yang memenuhi
persyaratan ukuran permintaan ekspor (ukuran ikan minimal 500 gram per ekor) antara lain melalui kajian penggunaan benih tunggal kelamin (Anonim, 2011).
3 keadaan pasang surut dan cuaca. Intensifikasi budidaya perikanan melalui penggunaan padat penebaran dan laju pemberian pakan yang tinggi dapat menimbulkan masalah kualitas air yang berat. Sisa pakan, kotoran organisme budidaya, organisme dan plankton yang mati serta material organik berupa padatan tersuspensi maupun terlarut yang terangkut melalui pemasukan sumber air (inflow water) merupakan sumber bahan organik pada media pemeliharaan. Input bahan organik ini semakin bertambah seiring dengan aktivitas budidaya karena kebutuhan pakan organisme akuatik mengikuti pertumbuhan biomassanya (Boyd, 1990).
Dalam kegiatan budidaya perairan intensif, dibutuhkan sejumlah peralatan untuk pengelolaan kualitas air. Budidaya dengan kepadatan tinggi dapat menyebabkan penurunan kualitas air yang lebih cepat. Pergantian air berkala tidak mampu menanggulangi permasalahan ini. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menunjang keberlangsungan kegiatan budidaya adalah paddle wheel. Boyd (1990) mengungkapkan bahwa paddle wheel atau kincir air merupakan peralatan mekanis yang dapat meningkatkan pemasukan oksigen ke
dalam air. Sistem kerjanya dengan menggunakan motor yang dapat menggerakkan baling-baling untuk memercikkan air ke udara.
Pada kegiatan budidaya ikan nila yang dilakukan di kolam Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor, terlihat adanya permasalahan yang mempengaruhi tingkah laku ikan. Ada saat dimana ikan bergerak pasif, napsu makan menurun serta penyakit mulai menyerang. Kemungkinan permasalahan ini timbul akibat parameter kualitas air kolam berada pada kisaran nilai yang berbahaya bagi pertumbuhan ikan. Tindakan yang dilakukan oleh pengelola kolam yaitu melakukan pergantian air sebanyak 10 – 20% dengan menyedot air melalui pompa.
II. BAHAN DAN METODE
Pada kolam berukuran 200 m2, ditebar benih ikan nila Oreochromis sp sebanyak 4390 ekor berukuran panjang rerata 14,13 cm dengan bobot rerata 76,67 g/ekor. Pakan yang diberikan berupa pelet dengan kadar protein sebesar 33%. Jumlah pakan yang diberikan mengikuti pertumbuhan biomassanya, dimulai dari 3,5 kg, 4 kg, 5 kg, 7,5 kg, 10 kg hingga 12 kg. Frekuensi pemberian pakan ikan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada pagi hari pukul 07.00 WIB sebesar 25%, siang hari pukul 12.00 WIB sebesar 35% dan sore hari pukul 17.00 WIB sebesar 40%. Pakan diberikan dengan cara disebar di satu titik.
Pengelolaan air dilakukan dengan penggunaan alat berupa paddle wheel berkekuatan 1 HP (Lampiran 4) yang dioperasikan selama 24 jam per hari. Kemudian dilakukan pergantian air setiap menjelang pergantian bulan sebanyak 10 – 20% dengan menggunakan selang dan pompa lalu diisikan kembali melalui saluran inlet (Gambar 1).
Untuk pengujian kualitas air, sampel air media pemeliharaan ikan nila
5 Gambar 1. Posisi paddle wheel dan letak titik pengambilan sampel
A B C
Paddle wheel
Arah arus Inlet
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut
Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa konsentrasi oksigen terlarut saat siang hari lebih tinggi dibandingkan saat pagi hari. Konsentrasi oksigen terlarut yang terukur berada pada kisaran 5,5 – 7,4 mg/l. Nilai konsentrasi oksigen terlarut pada titik C (titik terjauh dari paddle wheel) lebih besar dibandingkan dengan titik A (titik terdekat dari paddle wheel).
Gambar 2. Konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp.
7 3.1.2 Suhu Air
Hasil pengukuran suhu air pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 3. Dapat diketahui kisaran suhu air pada kolam pemeliharaan yaitu antara 26,9 - 28,3°C. Suhu air saat pagi hari cenderung lebih rendah dibandingkan dengan suhu saat siang hari. Suhu air saat pagi hari relatif stabil yaitu berada pada kisaran 27 - 27,5°C. Saat siang hari, suhu
air mengalami peningkatan hingga lebih dari 1°C. IV.
V.
VI.
VII.
VIII.
IX.
X.
Gambar 3. Suhu air pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp.
3.1.3 pH Air
Dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa pH air saat siang hari cenderung lebih
tinggi dibandingkan saat saat pagi hari. Nilai pH air yang terukur berada pada kisaran 6,85 – 7,68. Nilai pH air pada titik C (titik terjauh dari paddle wheel) lebih
8 Gambar 4. pH air pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp.
3.1.4 Kadar Amonia (NH3)
9 Gambar 5. Kandungan amonia (NH3) air pada kolam pemeliharaan ikan nila
Oreochromis sp.
3.1.5 Kadar Bahan Organik Total (TOM)
10 Gambar 6. Kandungan bahan organik total perairan pada kolam pemeliharaan
ikan nila Oreochromis sp.
3.2 Pembahasan
Kualitas air diketahui secara luas sebagai salah satu kondisi paling penting yang dapat dikendalikan untuk mengurangi potensi munculnya penyakit dan tekanan pada sistem budidaya intensif. Bagaimanapun juga, toleransi fisiologis pada ikan terhadap perubahan kualitas air dipengaruhi oleh nilai parameter lingkungan dan biologis yang berubah-ubah. Hal ini bukan merupakan persoalan
mudah untuk mengidentifikasi unsur pokok bahan kimia khusus, suhu atau konsentrasi gas terlarut yang akan menyediakan kondisi optimum dalam setiap keadaan (Wedemeyer, 1996).
11 pada ikan mempunyai kepentingan atas dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang bergantung pada metabolisme ikan. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novotny dan Olem, 1994).
Dari hasil pengamatan, konsentrasi oksigen terlarut pada titik A, B dan C saat pagi maupun siang hari berada di atas 5 mg/l. Wedemeyer (1996) mengungkapkan batas aman dibutuhkan untuk memenuhi peningkatan sementara laju konsumsi oksigen yang berkaitan dengan aktivitas renang, proses makan yang berlebihan dan peningkatan karbondioksida. Kisaran konsentrasi oksigen yang lebih aman dalam budidaya perairan antara 5 - 7 mg/l. Penurunan konsentrasi oksigen terlarut hingga di bawah 5 mg/l dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi, pertumbuhan, dan kematian organisme budidaya.
Perubahan cuaca yang terjadi saat pukul 06.00 dan 14.00 WIB tidak memberikan dampak secara langsung terhadap parameter kualitas air. Hal ini disebabkan oleh lama waktu perubahan cuaca yang berlangsung tidak lebih dari 1
jam. Berdasarkan hasil pengamatan pada setiap titik pengambilan sampel, konsentrasi oksigen terlarut saat siang hari lebih besar dibandingkan saat pagi hari. Terjadinya peningkatan konsentrasi oksigen terlarut pada siang hari disebabkan oleh fotosintesis fitoplankton. Boyd (1990) mengemukakan pada waktu siang hari, fotosintesis di zona eufotik biasanya melepaskan oksigen lebih cepat daripada penggunaannya dalam respirasi. Konsentrasi maksimum oksigen terlarut terjadi saat siang hari dan konsentrasi minimum terjadi saat matahari baru terbit.
Dalam penambahan ketersediaan oksigen, mesin aerator mampu mengedarkan atau mencampur air untuk membantu penyebaran oksigen terlarut ke seluruh kolam. Saat cuaca mendung ataupun hujan, ketersediaan oksigen pada perairan tetap terjaga karena pemanfaatan paddle wheel. Alat tersebut mampu menarik oksigen dari udara ke dalam air maupun melepaskan oksigen dari air lebih cepat dengan cara memercikkan air ke udara.
12 cahaya matahari yang mencapai perairan akan diubah menjadi energi panas. Air memiliki sifat pemanasan yang khas karena memiliki kapasitas panas spesifik (specific heat capacity) yang tinggi. Hal ini berarti bahwa energi (dalam hal ini cahaya) yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu air sebesar 1°C lebih besar
dari energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu materi lain sebesar 1°C. Demikian pula dengan proses penurunan suhu air. Oleh karena itu, perairan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menaikkan dan menurunkan suhu dibandingkan dengan daratan.
Dapat diketahui dari pengamatan sampel air bahwa peningkatan suhu
kolam pemeliharaan paling tinggi hanya sebesar 1,2°C dan terjadi ketika siang hari. Suhu air pada kolam pemeliharaan ikan nila cenderung stabil. Menurut Allanson et al. (1971), suhu yang dapat ditoleransi oleh ikan nila berkisar 25 - 30°C. Perubahan suhu dengan laju yang cepat dapat menyebabkan kematian pada beberapa spesies ikan. Peningkatan suhu perairan diatas 10°C mampu menyebabkan terjadinya infeksi yang tidak terlihat.
Nilai pH merupakan indikator tingkat keasaman suatu perairan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pH perairan diantaranya aktivitas fotosintesis, suhu, dan terdapatnya anion dan kation. Nilai pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Hasil pengukuran parameter pH menunjukkan bahwa kolam pemeliharaan memiliki pH yang masih berada pada kisaran normal untuk kelangsungan kegiatan budidaya. Sebagian besar organisme akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Jika nilai pH berada di bawah 6,5 atau di atas 9 - 9,5 untuk jangka waktu yang cukup lama, maka laju reproduksi dan pertumbuhan organisme akuatik akan menurun (Swingle, 1961). Nilai pH yang mampu ditoleransi oleh ikan nila berkisar antara 6 - 9, tetapi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal berada pada kisaran pH 7 – 8.
13 hujan yang berlangsung hanya beberapa menit. Akumulasi air hujan yang terlarut dalam air belum mempengaruhi perubahan parameter pH secara langsung.
Amonia (NH3) dieksresikan oleh banyak organisme akuatik dan terus diproduksi sebagai hasil dari dekomposisi ekskresi dari organisme mati. Persentase amonia (NH3) meningkat dengan meningkatnya nilai pH dan suhu perairan. Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia (NH3) membentuk kompleks dengan beberapa ion logam. Amonia (NH3) juga dapat terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan. Hilangnya amonia (NH3) ke atmosfer juga dapat ditingkatkan oleh kecepatan angin dan suhu. Konsentrasi amonia dipengaruhi oleh pH, suhu air, salinitas, konsentrasi oksigen, dan konsentrasi natrium serta kesadahan (Wedemeyer, 1997).
Nilai amonia (NH3) terukur pada perairan relatif rendah berada pada kisaran 0,0012 mg/l hingga 0,017 mg/l. Tingginya kadar amonia (NH3) di siang hari disebabkan karena peningkatan nilai pH dan suhu yang mengakibatkan buangan metabolisme organisme akuatik meningkat. Sawyer dan McCarty (1978) mengemukakan bahwa kadar amonia (NH3) pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,02 mg/l. Jika kadar amonia (NH3) lebih dari 0,02 mg/l, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan.
14 Pergantian air memiliki tujuan untuk menguras nutrisi dan fitoplankton dari kolam guna mencegah perkembangan fitoplankton yang terlalu banyak, menghilangkan buangan metabolisme yang berbahaya seperti amonia (NH3), serta sebagai pengganti aerasi. Boyd (1990) mengemukakan bahwa konsentrasi amonia (NH3) dapat diturunkan sebanyak 50% jika setengah dari volume air pada kolam dikeluarkan dan diganti dengan air yang tidak mengandung amonia (NH3).
Bahan organik total merupakan akumulasi bahan organik pada perairan yang digunakan sebagai indikator bahwa perairan tersebut layak untuk kegiatan budidaya. Bahan organik dimanfaatkan oleh bakteri pengurai dalam proses nitrifikasi. Proses ini terjadi pada kondisi aerob sehingga bakteri membutuhkan oksigen untuk menguraikan nitrit menjadi nitrat. Nilai bahan organik total yang terukur pada perairan menunjukkan nilai yang tinggi dan harus diwaspadai karena dapat menyebabkan kematian pada ikan. Thurman (1985) menyatakan bahwa kandungan bahan organik total pada perairan budidaya sebaiknya tidak lebih dari 10 mg/l. Tingginya nilai bahan organik total dapat memberikan dampak pada penurunan konsentrasi oksigen terlarut karena berpotensi memunculkan kompetisi
pemanfaatan oksigen antar organisme yang hidup dalam perairan. Namun berdasarkan data yang diperoleh, kadar oksigen terlarut pada air berada pada kisaran nilai optimum. Penggunaan paddle wheel pada kegiatan budidaya mampu menjaga konsentrasi oksigen terlarut perairan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, kadar oksigen terlarut, suhu dan pH berada pada kisaran optimum bagi aktivitas budidaya. Penurunan nafsu makan pada ikan disebabkan oleh nilai amonia (NH3) yang mendekati nilai batas atas dan tingginya kandungan bahan organik total pada perairan, sehingga ikan mudah terserang penyakit. Pengoperasian paddle wheel memberikan suplai oksigen yang cukup untuk organisme akuatik (dalam hal ini ikan dan bakteri pengurai) dalam melakukan aktivitasnya masing-masing sehingga konsentrasi oksigen terlarut tidak mengalami penurunan akibat tingginya kandungan bahan organik total.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan dilakukan penelitian lanjut terhadap beberapa titik sampel dengan jarak dan kedalaman yang berbeda serta waktu pengambilan sampel pada malam hari sehingga dapat digunakan sebagai
DAFTAR PUSTAKA
Allanson, B.R., Bok, A., and Van Wyk, N.I. 1971. The Influence of Exposure to Low Temperature on Tilapia mossambica Peters (Cichlidae). II. Changes in serum osmolarity, sodium, and chloride ion concentrations. Journal of Fish Biology 3:181-185.
Anonim. 2011. Materi Penyuluhan Budidaya Ikan Nila. http://www.pusluh.kkp.go.id/index.php/arsip/file/76/ikan-nila.pdf/ (23 Mei 2012)
Anonim. 2011. Budidaya Ikan Nila. http://canduraxsfish.webs.com/perikanan.htm (1 September 2012)
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Birmingham Publishing co. Birmingham, Alabama.
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2010. Buku Data Perikanan Tahun 2010. Bogor.
Jeffries, M. and Mills, D. 1996. Freshwater Ecology, Principles, and Applications. John Wiley and Sons, Chichester, UK.
Lannan, J.E., Smitherman, R.O., and Tchobanoglous, G. 1983. Principles and Practices of Pond Aquaculture: A State of the Art Review. Oregon State University, Marine Science Center, Newport, Oregon.
Novotny, V. and Olem, H. 1994. Water Quality, Prevention, Identification, and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold, New York. Poernomo, H.S. dan Kusnendar, E. 2009. Nila, Andalan Produk Perikanan.
http://kkp.go.id/index.php/arsip/c/1854/nila-andalan-produk-perikanan-/ (19 September 2012)
Sawyer, C.N. and McCarty, P.L. 1978. Chemistry for Environmental Engineering. Third edition. McGraw-Hill Book Company, Tokyo.
Swingle, H.S. 1961. Relationship of pH of Pond Waters to Their Suitability for Fish Culture. Proc. Pacific Sci. Congress 9 (1957). 10: 72-75.
Thurman, E.M. 1985. Organic Geochemistry of Natural Waters. Martinus Nijhoff/Dr.W.Junk. Publ, Dordrecht, The Netherlands.
17 Wedemeyer, G.A. 1997. Effects of Rearing Conditions on The Health and
Physiological Quality of Fish in Intensive Culture. In Fish Stress and Health in Aquaculture. Vol. 62 (eds. G. K. Iwama, A. D. Pickering, J. P. Sumpter and C. B. Schreck), pp. 35-71. Cambridge: Cambridge University Press.
19 Lampiran 1. Data mentah kualitas air kolam Departemen Budidaya Perairan,
Institut Pertanian Bogor
a. Sampel tanggal 21 Desember 2011
Parameter Sampel pkl. 06.00 WIB Sampel pkl. 14.00 WIB A B C A B C
b. Sampel tanggal 28 Desember 2011
Parameter Sampel pkl. 06.00 WIB Sampel pkl. 14.00 WIB A B C A B C
c. Sampel tanggal 6 Januari 2012
20 Lampiran 2. Prosedur pengukuran TAN (total ammonia nitrogen)
Untuk pengukuran TAN (total ammonia nitrogen) menggunakan metode
phenate. Sebanyak 25 ml sampel air dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian
diteteskan 1 tetes MnSO4. Setelah itu pada sampel dimasukkan chlorox sebanyak
0,5 ml dan larutan phenate sebanyak 0,6 ml, kemudian sampel didiamkan selama
±15 menit. Setelah berubah warna, air sampel diukur menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 630 nm. Nilai konsentrasi
ammonia-N total (TAammonia-N) dapat dihitung dengan persamaan:
Abs sampel - Abs blanko
[TAN] mg/ℓ sebagai = X Cst
Abs standar - Abs blanko
Keterangan :
Cst = konsentrasi larutan standar (1 mg/ℓ)
Abs = nilai absorbance
21 Lampiran 3. Prosedur pengukuran kadar bahan organik total (TOM)
Untuk mengukur kadar bahan organik total (TOM), 25 ml sampel air
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer lalu sebanyak 0,5 ml asam sulfat
diteteskan. Kemudian ditambahkan beberapa tetes KMnO4 0,01N sampai larutan
berwarna sedikit merah jambu. Pipet 10 ml larutan KMnO4 0,01N ke dalam labu
erlenmeyer berisi sampel hingga larutan berubah warna menjadi merah.
Selanjutnya labu erlenmeyer dididihkan hingga warna larutan berubah menjadi
lebih muda, kemudian diangkat dari api/pemanas. Setelah didinginkan ±10 menit,
sebanyak 10 ml asam oksalat 0,01N ditambahkan hingga larutan berubah menjadi
bening. Lalu titrasi larutan dengan KMnO4 0,01N hingga warnanya berubah
menjadi merah jambu. Nilai TOM dapat dihitung dengan persamaan:
ml titran x N KMnO4 x bst
TOM (mg/ℓ KMnO4) = X 1000
ml sampel
Keterangan:
N = normalitas larutan KMnO4 (0,01N)
23 Lampiran 5. Data hasil panen ikan nila tanggal 13 Februari 2012 1
Keterangan Jumlah Satuan
Awal tebar 4390 ekor
Masa pemeliharaan 75 hari
Kematian ikan 252 ekor
Tingkat kelangsungan hidup 94,26 %
Laju pertumbuhan harian 1,36 %
KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN IKAN NILA
Oreochromis
sp
INTENSIF DI KOLAM DEPARTEMEN
BUDIDAYA PERAIRAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DWIANA WULAN PERMATASARI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
DAFTAR PUSTAKA
Allanson, B.R., Bok, A., and Van Wyk, N.I. 1971. The Influence of Exposure to Low Temperature on Tilapia mossambica Peters (Cichlidae). II. Changes in serum osmolarity, sodium, and chloride ion concentrations. Journal of Fish Biology 3:181-185.
Anonim. 2011. Materi Penyuluhan Budidaya Ikan Nila. http://www.pusluh.kkp.go.id/index.php/arsip/file/76/ikan-nila.pdf/ (23 Mei 2012)
Anonim. 2011. Budidaya Ikan Nila. http://canduraxsfish.webs.com/perikanan.htm (1 September 2012)
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Birmingham Publishing co. Birmingham, Alabama.
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2010. Buku Data Perikanan Tahun 2010. Bogor.
Jeffries, M. and Mills, D. 1996. Freshwater Ecology, Principles, and Applications. John Wiley and Sons, Chichester, UK.
Lannan, J.E., Smitherman, R.O., and Tchobanoglous, G. 1983. Principles and Practices of Pond Aquaculture: A State of the Art Review. Oregon State University, Marine Science Center, Newport, Oregon.
Novotny, V. and Olem, H. 1994. Water Quality, Prevention, Identification, and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold, New York. Poernomo, H.S. dan Kusnendar, E. 2009. Nila, Andalan Produk Perikanan.
http://kkp.go.id/index.php/arsip/c/1854/nila-andalan-produk-perikanan-/ (19 September 2012)
Sawyer, C.N. and McCarty, P.L. 1978. Chemistry for Environmental Engineering. Third edition. McGraw-Hill Book Company, Tokyo.
Swingle, H.S. 1961. Relationship of pH of Pond Waters to Their Suitability for Fish Culture. Proc. Pacific Sci. Congress 9 (1957). 10: 72-75.
Thurman, E.M. 1985. Organic Geochemistry of Natural Waters. Martinus Nijhoff/Dr.W.Junk. Publ, Dordrecht, The Netherlands.
17 Wedemeyer, G.A. 1997. Effects of Rearing Conditions on The Health and
Physiological Quality of Fish in Intensive Culture. In Fish Stress and Health in Aquaculture. Vol. 62 (eds. G. K. Iwama, A. D. Pickering, J. P. Sumpter and C. B. Schreck), pp. 35-71. Cambridge: Cambridge University Press.
19 Lampiran 1. Data mentah kualitas air kolam Departemen Budidaya Perairan,
Institut Pertanian Bogor
a. Sampel tanggal 21 Desember 2011
Parameter Sampel pkl. 06.00 WIB Sampel pkl. 14.00 WIB A B C A B C
b. Sampel tanggal 28 Desember 2011
Parameter Sampel pkl. 06.00 WIB Sampel pkl. 14.00 WIB A B C A B C
c. Sampel tanggal 6 Januari 2012
20 Lampiran 2. Prosedur pengukuran TAN (total ammonia nitrogen)
Untuk pengukuran TAN (total ammonia nitrogen) menggunakan metode
phenate. Sebanyak 25 ml sampel air dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian
diteteskan 1 tetes MnSO4. Setelah itu pada sampel dimasukkan chlorox sebanyak
0,5 ml dan larutan phenate sebanyak 0,6 ml, kemudian sampel didiamkan selama
±15 menit. Setelah berubah warna, air sampel diukur menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 630 nm. Nilai konsentrasi
ammonia-N total (TAammonia-N) dapat dihitung dengan persamaan:
Abs sampel - Abs blanko
[TAN] mg/ℓ sebagai = X Cst
Abs standar - Abs blanko
Keterangan :
Cst = konsentrasi larutan standar (1 mg/ℓ)
Abs = nilai absorbance
21 Lampiran 3. Prosedur pengukuran kadar bahan organik total (TOM)
Untuk mengukur kadar bahan organik total (TOM), 25 ml sampel air
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer lalu sebanyak 0,5 ml asam sulfat
diteteskan. Kemudian ditambahkan beberapa tetes KMnO4 0,01N sampai larutan
berwarna sedikit merah jambu. Pipet 10 ml larutan KMnO4 0,01N ke dalam labu
erlenmeyer berisi sampel hingga larutan berubah warna menjadi merah.
Selanjutnya labu erlenmeyer dididihkan hingga warna larutan berubah menjadi
lebih muda, kemudian diangkat dari api/pemanas. Setelah didinginkan ±10 menit,
sebanyak 10 ml asam oksalat 0,01N ditambahkan hingga larutan berubah menjadi
bening. Lalu titrasi larutan dengan KMnO4 0,01N hingga warnanya berubah
menjadi merah jambu. Nilai TOM dapat dihitung dengan persamaan:
ml titran x N KMnO4 x bst
TOM (mg/ℓ KMnO4) = X 1000
ml sampel
Keterangan:
N = normalitas larutan KMnO4 (0,01N)
23 Lampiran 5. Data hasil panen ikan nila tanggal 13 Februari 2012 1
Keterangan Jumlah Satuan
Awal tebar 4390 ekor
Masa pemeliharaan 75 hari
Kematian ikan 252 ekor
Tingkat kelangsungan hidup 94,26 %
Laju pertumbuhan harian 1,36 %