• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

C. Kadar Air

1. Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam dessikator selama 30 menit dan ditimbang (X1)

2. Bahan ditimbang 2-3 gram (A)

3. Cawan dan bahan dipansakan dalam oven pada suhu 110oC selama 4 jam kemudian dimasukkan dalam desikator selam 30 menit dan ditimbang (X2) Kadar Air (%) = (X1+A)-X2 x 100%

Lanjutan Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat ... D. Kadar Abu

1. Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1)

2. Bahan ditimbang 2-3 gram (A)

3. Cawan dan bahan dipansakan dalam tanur pada suhu 600oC sampai mnejadi abu kemudian dimasukkan dalam desikator selam 30 menit dan ditimbang (X2) Kadar Abu (%) = X2–X1 x 100%

A E. Kadar Serat Kasar

1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110oC setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (X1)

2. Sampel ditimbang sebnayak 0.5 gram (A) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml

3. H2SO4 0.3 N sebanyak 50 ml ditambahkan ke dalam Erlenmeyer kemudian dipanaskan di atas pembakar Bunsen selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1.5 N sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam Erlenmeyer dan dipanskan kembali selama 30 menit.

4. Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disraing dalam corong Buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat filtrasi. 5. Larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner kemudaian dibilas secara

berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0.3 N, 50 ml air panas, dan 25 ml acetone.

6. Kertas saring dan isinya dimasukkan dalam cawan porselin, lalu dipanaskan dalam oven 105-110oC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator 5-15 menit dan ditimbang (X2).

7. Setelah itu dipanaskan dalam tanur 600oC hingga berwarna putih atau menjadi abu (± 4 jam). Kemudian dimasukkan dalam oven 105-110oC selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 5-15 menit dan ditimbang (X3).

Kadar Serat Kasar (%) = (X2– X1– X3) x 100% A

Lampiran 2. Metode Uji Aktifitas Enzim Aktifitas enzim selulase (Ghosse,1987)

Penentuan nilai aktifitas enzim selulase dilakukan dengan pencampuran enzim sebanyak 0,5 ml dengan kertas saring 50 mg, buffer sitrat phosphate pH 4,8; 0,005 M sebanyak 1 ml. Selanjutnya dilakukan inkubasi pada suhu 50˚C selama 1 jam. Reaksi dihentikan dengan penambahan DNS (3,5 dinitro salicilyc acid) sebanyak 3 ml. Kemudian dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit. Setelah dingin disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit. Selanjutnya dapat dilakuka pengukuran gula pereduksi yang dibebaskan (reducing sugar) menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 575 nm.

Satu unit aktifitas enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menghasilkan 1µ mol glukosa per menit.

Uji aktifitas enzim amylase (Bergmeyer dan Grassi, 1983)

Penentuan nilai aktifitas enzim amylase dilakukan dengan pencampuran enzim sebanyak 1 ml dengan 1% pati dalam buffer sitrat 0,005 M pH 5,7 sebanyak 1 ml. Selanjutnya dilakukan inkubasi pada suhu 37˚C selama 30 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan DNS (3,5 dinitro salicilyc acid) sebanyak 3 ml. Kemudian dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit. Setelah dingin disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit. Selanjutnya dapat dilakuka pengukuran gula pereduksi yang dibebaskan (reducing sugar) menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 575 nm.

Satu unit aktifitas enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menghasilkan 1µ mol glukosa per menit.

Uji aktifitas enzim protease (Bergmeyer dan Grassi, 1983)

Prinsip penetapan metode Bergmeyer dan Grassi ini didasarkan bahwa kasein akan dihidrolisis oleh protease menjadi peptide dan asam amino. Asam amino dipisahkan dari substrat yang tersisa dengan penambahan TCA, sedangkan protein yang tidak terhidrolisis akan mengendap dengan adanya TCA. Asam amino yang telah diisolasi dapat langsung diukur absorobansinya pada panjang gelombang

280 nm diwarnai terlebih dahulu dengan pereaksi folin ciocalteau agar dapat dilakukan pembacaan pada sinar tampak. Materi dan prosedur penggujian :

Materi Blanko (ml) Standar (ml) Sampel (ml) Buffer phosphate (0,05 M; pH 8,0) 1,00 1,00 1,00 Substrat kasein (20 mg/ml, pH 8,0) 1,00 1,00 1,00

Enzim dalam CaCb (20 mmol/l) - - 0,20

Tirosin standar 5 mmol/l - 0,20 -

Akuades

inkubasi pada suhu 37˚C selama 10 menit

TCA (0,1 M) 2,00 2,00 2,00

Akuades - - 0,20

Enzim dalam CaCl2 (2 mmol/l) 0,20 0,20 - Diamkan pada suhu 37˚C selama 10 menit, kemudian sentrifugase 3.500 rpm selama 10 menit

Filtrat 1,50 1,50 1,50

Na2CO3 (0,4 M) 5,00 5,00 5,00

Folin Ciocalteau 1,00 1,00 1,00

Diamkan pada suhu 37˚C selama 20 menit, kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 578

Setiap sampel yang dihitung aktifitasnya memiliki 3 nilai absorbansi, yaitu absorbansi blanko, standard dan sampel. Satu unit aktifitas menyatakan jumlah enzim yang dapat menghasilkan produk satu mikro mol per menit (Bergmeyer et al ., 1983).

Aktifitas protease dihitung dengan : OD sampel – OD blanko U.ml =

OD standard – OD blanko Keterangan :

Uji aktifitas enzim lipase (Tiez and Feedreck dalam Barlongan, 1990)

Substrat lipase stabil (minyal zaitun) 1,5 ml ditambahkan 0,1 ml Tris’HCl 0,1M sebagai buffer dengan pH 8,0. Kemudian ditambahkan 1,0 ml ekstrak enzim. Campuran homogenkan dan di inkubasi selama 6 jam pada suhu 37˚C. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 3 ml etil alcohol 95%. Titrasi sampel dengan NaOH 0,001 N dengan menggunakan trymophthalein 0,9% (w/v) dalam etanol sebagai indicator. Prosedur yang sama dilakukan pada blanko. Satu unit aktifitas lipase didefinisikan sebagai volume NaOH 0,005 N yang dibutuhkan untuk menetralisir asam lemak yang dilepaskan selama 6 jam inkubasi substrat, setelah dikoreksi dengan blanko.

Lampiran 3. Prosedur Analisa Kecernaan

1. Timbang 0,1- 0,2 gram sampel/bahan, masukkan ke dalam labu kjedahl 2. Tambahkan 5 ml nitrit acid pekat ke dalam labu

3. Panaskan dengan hati-hati selama 30 menit sampai volume larutan menjadi ± 1 ml

4. Setelah dingin, tambahkan 3 ml perchoric acid pekat ke dalam labu kemudian panaskan kembali

5. Setelah asap putih terlihat dan larutan berubah dari hijau menjadi kuning atau oranye, campuran dipanaskan selama ±10 menit

6. Dinginkan, lalu encerkan sampai volume 100 ml. Nilai absorban larutan ditentukan oleh spektrofotometer dengan panjang gelombang 350 nm (Takeuchi, 1988)

Lampiran 4. Hasil analisa statistik kadar serat kasar tepungbungkil kelapa Tabel sidik ragam kadar serat kasar tepung bungkil kelapa terhidrolisis Descriptive Statistics

Dosis Waktu Mean Std. Deviation N

0 0 13.7600 .04000 3 12 12.5000 .03000 3 24 11.3233 .02517 3 Total 12.5278 1.05568 9 25 0 12.6833 .40427 3 12 13.4300 .07211 3 24 11.4300 .04000 3 Total 12.5144 .89922 9 50 0 12.2233 .18037 3 12 11.6033 .05508 3 24 11.2467 .07506 3 Total 11.6911 .43987 9 75 0 12.7567 .30436 3 12 12.8033 .04163 3 24 9.1633 .05859 3 Total 11.5744 1.81519 9 100 0 13.8400 .35029 3 12 13.2133 .03786 3 24 9.6900 .15524 3 Total 12.2478 1.94697 9 125 0 14.3367 .35233 3 12 13.7500 .03464 3 24 6.9833 .01528 3 Total 11.6900 3.54356 9 Total 0 13.2667 .81500 18 12 12.8833 .72269 18 24 9.9728 1.64134 18 Total 12.0409 1.85704 54

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Serat

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 181.604 a 17 10.683 328.041 .000 Intercept 7829.130 1 7829.130 2.404E5 .000 Dosis 8.704 5 1.741 53.459 .000 Waktu 116.808 2 58.404 1.793E3 .000 Dosis * Waktu 56.092 10 5.609 172.247 .000 Error 1.172 36 .033 Total 8011.907 54 Corrected Total 182.776 53 a. R Squared = ,994 (Adjusted R Squared = ,991)

Uji Duncan Serat Duncan dosis Dosis N Subset 1 2 3 75 9 11.5744 125 9 11.6900 50 9 11.6911 100 9 12.2478 25 9 12.5144 0 9 12.5278 Sig. .204 1.000 .876

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

Serat Duncan waktu Waktu N Subset 1 2 3 24 18 9.9728 12 18 12.8833 0 18 13.2667 Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

Lampiran 5. Hasil Analisa Satistik Kecernaan Kecernaan

Kecernaan Protein

Tabel Analisa sidik ragam kecernaan Protein Source of variation Sum of squares Df Mean square F Sig Between Groups 110,889 2 55,444 31,188 0,001 Within Groups 10,667 6 1,778 Total 121,556 8 Uji Duncan

Perlakuan N Subset for alpha = .05

1 2 3 3 77,000 2 3 83,000 1 3 1,000 85,333 Sig 0,076 Kecernaan Total

Tabel sidik ragam kecernaan Total Source of variation Sum of squares df Mean square F Sig Between Groups 76,222 2 38,111 13,192 0,006 Within Groups 17,333 6 2,889 Total 93,556 8 Uji Duncan

Perlakuan N Subset for alpha = .05

1 2

3 3 61,333

2 3 66,000

1 3 68,333

Uji Duncan N 1 2 3 3 3 3.099,000 2 3 3.300,333 1 3 3.788,000 Sig 1,000 1,000 1,000

Perlakuan Subset for alpha = .05

Kecernaan DE

Tabel sidik ragam DE Source of

variation

Sum of

squares df Mean square F Sig

Between Groups 753075 2 376537,4444 161,87423 0,000 Within Groups 13956,7 6 2326,111111

Total 767032 8

Kecernaan Energi

Tabel sidik ragam kecernaan energi Source of variation Sum of squares df Mean square F Sig Between Groups 349,556 2 174,778 104,867 0,000 Within Groups 10,000 6 1,667 Total 359,556 8 Uji Duncan

Perlakuan N Subset for alpha = .05

1 2 3

3 3 68,667

2 3 72,333

1 3 83,333

ABSTRACT

ZURAIDA. The Evaluation of Utilization of Sheep Rumen Liquor Enzyme for Hydrolisis of Crude Fiber Content in Coconut Meal and its Apparent Digestibility for Red Tilapia Oreochromis sp. Under direction of DEDI JUSADI, NUR BAMBANG PRIYO UTOMO

Two experiments were conducted to evalueate the hydrolysis of crude fiber in coconut cake meal (CCM) by sheep rumen liquor enzymes, and apparent digestibility of hydrolyzed CCM for the diet of red tilapia (Oreochromis sp). In Experiment I, the sheep rumen liquor enzymes were added into the CCM at concentration of either 0, 25, 50, 75, 100, or 125 ml/kg of CCM, and incubated for the period of 0, 12, and 24 hours, respectively. In order to evaluate the apparent digestibility, in Experiment II, CCM and hydrolyzed CCM were fed on tilapia for 2 weeks. The result showed that sheep rumen liquor enzymes could effectively reduced the fiber content of CCM, while its glucose concentration increased. It was found that the application of sheep rumen liquor enzymes at a dose of 125 ml in 1 kg CCM at a period of 24 hours was the most effective treatment to reduce the crude fiber content in CCM. The crude fiber content in this treatment decreased from 13.76% to 6.98 %, thereby the apparent digestibility in red tilapia increased from 45.71% to 60.64%.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan pakan dari tahun ketahun semakin meningkat untuk mengimbangi peningkatan produksi sektor budidaya. Pada tahun 2008 kebutuhan mencapai 8,13 juta ton, meningkat menjadi 8,60 juta ton pada tahun 2009, dan tahun 2010 kebutuhan pakan meningkat menjadi 9,70 juta ton (Anonim, 2011). Peningkatan kebutuhan pakan ini tidak didukung oleh produksi bahan baku pakan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan pakan, Indonesia harus mengimpor bahan baku pakan. Beberapa jenis bahan baku yang masih diimpor diantaranya adalah tepung ikan, tepung kedelai, jagung, bone meal dan bahan lainnya. Indonesia pada tahun 2008 mengimpor tepung ikan sebesar 44.073,22 ton, 47.518,97 ton pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 menjadi 39.261,69 ton. Sedangkan impor tepung kedelai pada tahun 2008 mencapai 35.849,98 ton, tahun 2009 menjadi 53.474,80 ton dan 55.805,86 ton pada tahun 2010 (Anonim, 2011).

Pemakaian bahan pakan impor sedikit demi sedikit harus dikurangi dan digantikan oleh bahan baku lokal, hal ini harus dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan pakan impor. Sumber bahan baku lokal yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ikan adalah hasil sampingan produk agro industri seperti bungkil kelapa. Indonesia saat ini merupakan salah satu negara yang memiliki areal kelapa terluas di dunia yaitu ±3,9 juta ha dengan produksi 3,3 juta ton setara kopra di tahun 2009 dan menempati urutan ke dua setelah Philipina sebagai negara produsen kelapa (Ditjen Perkebunan, 2010). Potensi ini memungkinkan bungkil kelapa yang diperoleh cukup banyak, sementara pemanfaatannya masih sangat terbatas. Salah satu contoh daerah di Indonesia yang sangat berpotensi sebagai salah satu daerah penghasil tepungbungkil kelapa yaitu Provinsi Aceh. Di daerah ini hampir semua kabupaten terdapat perkebunan kelapa, namun ada dua daerah yang menjadi sentral produksi dan pengolahan kelapa yaitu Kabupaten Bireun dan Kabupaten Aceh Utara. Di kedua kabupaten tersebut ada pabrik pengolahan minyak kelapa. Pabrik-pabrik ini memiliki kapasitas pengolahan yang tinggi, setiap hari kelapa yang masuk rata-rata sebesar 35 ton dan yang menjadi bungkil kelapa yaitu ±7

ton (Anonim, 2010). Tepung bungkil hasil pengolahan minyak kelapa di pabrik tersebut selama ini dijual ke Medan untuk dijadikan pakan ternak dengan harga jual Rp. 1.500/kg. Harga ini masih cukup murah bila dibandingkan dengan bahan baku lain seperti pollar Rp. 2.400/kg, bungkil kedelai Rp.4.400/kg, dan tepung jagung Rp.3.050/kg. Bungkil kelapa yang dijual ini mempunyai kadar air 2,51%, protein kasar 23,13%, lemak 10,87%, serat kasar 11,64%, abu 7,21% dan BETN 44,64%. Moorthy dan Viswanathan (2009) bungkil kelapa mengandung kadar air 9,4%, Protein kasar 22.75%, lemak kasar 2,89%, serat kasar 12,11%, abu 7,41%, BETN 54,84%, kalsium 0,40%, dan posfor 0,63%. Bungkil kelapa sebagai bahan baku lokal alternatif karena ketersediaannya banyak, tidak berkompetisi dengan manusia dan harga yang relatif murah.

Penggunaan bungkil kelapa sebagai bahan pakan non-ruminansia memiliki keterbatasan nutrisi yaitu tingginya serat kasar dan daya cerna yang rendah. Kandungan serat kasar yang tinggi pada bungkil kelapa menyebabkan bahan baku tersebut perlu diolah lagi sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ikan. Halver (1989) menyatakan bahwa ikan kurang mampu mencerna serat kasar karena dalam usus ikan tidak terdapat mikroba yang dapat memproduksi enzim selulase. Serat dibutuhkan tubuh ikan dalam jumlah terbatas yaitu maksimal 7 % pada pakan (Robinson et al. 2001). Fakta dilapangan menujukkan bahwa kandungan serat kasar pada pakan komersil tidak melebihi 5 %. Pengolahan terhadap berbagai pakan yang mengandung serat kasar tinggi sudah banyak dilakukan untuk efisiensi pemanfaatan pakan, seperti pengolahan secara fisik, kimia dan biologi atau kombinasinya. Upaya lain yang telah berkembang yaitu pemanfaatan enzim cairan rumen untuk menurunkan serat kasar bahan pakan. Cairan rumen merupakan salah satu sumber alternatif yang murah dan dapat dimanfaatkan dengan mudah sebagai enzim hidrolase (Muharrery & Das, 2002). Penelitian pemanfaatan enzim cairan rumen untuk bahan pakan ikan sudah dilakukan seperti ikan nila dengan bahan baku daun lamtoro (Fitriliyani, 2010), dan benih ikan patin dengan bahan baku bungkil sawit (Pamungkas, 2011).

Penggunaan bahan baku lokal terutama bungkil kelapa yang telah diturunkan serat kasarnya melalui hidrolisis oleh enzim cairan rumen domba diharapkan dapat menjadi sumber bahan baku lokal alternatif yang berkualitas,

dan dapat menurunkan impor bahan baku. Untuk itu, dilakukan penelitian efektifitas pemanfaatan enzim cairan rumen domba terhadap penurunan serat kasar dan nilai kecernaan bungkil kelapa sebagai pakan ikan nila merah (Oreochromis sp).

Perumusan Masalah

Penggunaan bahan pakan impor selama ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan impor bahan pakan maka otomatis akan mengakibatkan banyak menguras devisa negara, dan efeknya adalah mahalnya harga pakan. Peningkatan harga pakan menimbulkan masalah yang besar di sektor budidaya, sehingga perlu dicari bahan pakan alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor. Bahan pakan alternatif yang perlu didorong di antaranya bungkil kelapa. Penggunaan bungkil kelapa sebagai bahan pakan ikan mempunyai permasalahan sendiri yaitu tingginya serat kasar. Salah satu teknologi yang bisa dilakukan untuk menurunkan serat kasar bahan yaitu dengan penambahan cairan rumen domba, dimana di dalam cairan rumen ini berdasarkan penelitian diketahui mengandung enzim pendegradasi serat (Williams & Withers, 1992). Martin et al. (1999) mendapatkan bahwa enzim-enzim pencerna karbohidrat dalam cairan rumen antara lain adalah amylase, xilanase, avicelase, α-D-glukosidase, α -L-arabinofuranosidase, β-D-glukosidase, dan β-D-xylosidase. Penelitian Budiansyah (2010) menyatakan bahwa di dalam enzim cairan rumen mengandung enzim selulase, xilanase, mannanase, amylase, protease, dan fitase mampu menghidrolisis bahan pakan lokal dan penambahan enzim cairan rumen sapi lokal dalam pakan meningkatkan kecernaan ayam broiler.

Lebih lanjut penelitian Fitriliyani (2010); Pamungkas (2011) bahwa di dalam rumen domba terdapat aktifitas enzim –enzim selulase, amylase, protease, lipase, dan fitase. Pemanfaatan ekstrak cairan rumen domba 100 ml/kg daun lamtoro dengan masa inkubasi 24 jam mampu menurunkan serat kasar dari 16,77% ke 7,774% (Fitriliyani, 2010). Pamungkas (2011) menyatakan bahwa penggunaan ekstrak cairan rumen domba 100 ml/kg bahan dengan lama inkubasi 24 jam mampu menurunkan serat kasar dari 17,54% ke 6,69% dan meningkatkan nilai kecernaan bungkil kelapa sawit sebesar 42,26%. Penelitian yang dilakukan oleh Pantaya (2003) menyatakan bahwa penambahan enzim cairan rumen dengan

dosis 1.240 IU/kg menurunkan kandungan polisakarida dari 26,32% ke 22,38%, meningkatkan kandungan oligosakarida dari 73,68% ke 77,62% dan meningkatkan energi wheat pollard dari 1.55 kkal/kg menjadi 1.88 kkal/kg. Penelitian Sandi (2010) penambahan enzim cairan rumen dosis 1% (b/v) dengan lama waktu inkubasi 24 jam mampu menurunkan kandungan serat kasar sebesar 17,83% dan meningkatkan gula total terlarut sebesar 29,91% pada singkong.

Penambahan cairan rumen domba ke dalam bungkil kelapa diharapkan dapat menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan nilai kecernaan bungkil kelapa sehingga bisa digunakan sebagai bahan baku alternatif yang dapat mensubstitusi bahan baku lain terutama impor. Dalam pembuatan pakan diperlukan bahan pakan yang mempunyai nilai kecernaan tinggi sehingga nutrien yang ada dalam pakan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh ikan.

Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi penambahan enzim cairan rumen terhadap tingkat penurunan serat kasar bungkil kelapa.

2. Mengetahui kecernaan bungkil kelapa yang dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba sebagai bahan pakan ikan nila merah (Oreochromis sp).

Manfaat Penelitian

1. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi pemanfaatan enzim cairan rumen domba dalam penurunan serat kasar bungkil kelapa sebagai bahan penyusun pakan untuk ikan nila merah (Oreochromis sp).

Hipotesis

1. Penambahan enzim cairan rumen domba pada bungkil kelapa dapat menurunkan kandungan serat kasar bungkil kelapa.

2. Bahan pakan yang dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba kecernaan meningkat.

TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait