• Tidak ada hasil yang ditemukan

dapat mengeluarkan gelembung udara sehingga dihasilkan keju yang berlubang – lubang (Scott 1981)

D. Kadar Air

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam (Lampiran 5), menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata (p ≤ 0,05) antara perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe dan konsentrasi enzim microbial rennet, demikian juga masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar air keju cottage. Nilai reratakadar airkeju cottage dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.2.

Tabel 4.5Nilai rerata kadar air keju cottagedari perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe dan konsentrasi enzimmicrobial rennet.

Ket :Angka yang didamping huruf berbeda berarti berbeda nyata p ≤ 0,05 Perlakuan Kadar Air (%) Proporsi susu sapi : susu tempe konsentrasi rennet microbial (µl) Notasi DMRT 5% 75 : 25 50 56,208 a - 100 58,465 b 2,02 150 64,146 c 2,21 50 : 50 50 59,294 a 2,11 100 60,859 b 2,16 150 64,783 d 2,22 25 : 75 50 60,891 c 2,19 100 66,428 d 2,23 150 68,709 e 2,23

36

Pada Tabel 4.5dapat dilihat bahwa nilai rerata kadar air dari keju cottage perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe dan konsentrasi enzim microbial rennet dari hasil perhitungan, menunjukkan bahwa nilai rerata kadar protein berkisar 56,208– 68,709%. Proporsi susu sapi : susu tempe 75 : 25 dan konsentrasi enzim microbial rennet50 µlmemberikan nilai kadar protein terendah(56,208%), sedangkan perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe 25 : 75 dan konsentrasi enzim microbial rennet150 µl memberikan nilai kadar protein tertinggi (68,709%).

Hubungan antara perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe dan konsentrasi enzim microbial rennet terhadap protein keju cottage dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.2.Hubungan antara perlakuanproporsi susu sapi : susu tempe dan konsentrasi enzim microbial rennet terhadap kadar air keju cottage

Gambar 4.2, menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi susu tempe dansemakin tinggi konsentrasi enzim microbial rennet akan menyebabkan kadar air keju cottage mengalami peningkatan. Hal ini disebabkanCa2+

akan mengisi rongga - rongga pada curd, sehingga curd

45 50 55 60 65 70 50 100 150 K a d a r A ir ( % ) microbial rennet (µl)

susu sapi 75 : 25 susu t empe susu sapi 50 : 50 susu t empe

37

menjadi kokoh yang menyebabkan kadar air sulit keluar. Menurut Adnan (1984), Terbentuknya Ca2+akan membantu pengendapan senyawa kompleks.suhu dan pH yang digunakanmampu mempengaruhi aktivitas enzim microbial rennetdalam mengkoagulasi susu.

E. pH

Berdasarkan analisa sidik ragam (Lampiran 4), menunjukkan tidak terdapat interaksi nyata antara perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe dan konsentrasi enzim microbial rennet terhadap pH keju Cottage, demikian juga masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar lemak keju cottage. Nilai rerata pH keju cottage dari perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe yang yang dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.6Nilai rerata pH keju cottage dari perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe

K

et :Angka yang didamping huruf berbeda berarti berbeda nyata p ≤ 0,05

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi susu tempe menyebabkan pH mengalami peningkatan. Hal ini disebabkanBAL pada keju masih sedikit memproduksi asam laktat dan asam organik.Souza, Rosa and Ayub (2003) bahwa penurunan nilai pH keju dipengaruhi oleh jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL) yang ada pada keju, semakin tinggi jumlah BAL maka nilai pH akan semakin rendah, sedangkan semakin rendah jumlah BAL maka nilai pH akan semakin tinggi. Nilai rerata pH keju cottage dari perlakuan konsentrasi enzim microbial rennet yang yang dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Proporsi

susu sapi : susu tempe pH Notasi DMRT 5 %

75 : 25 4,68 a -

50 : 50 4,72 a 0,064

38

Tabel 4.7 Nilai rerata kadarpH keju cottage dari konsentrasi enzim microbial rennet

Ket :Angka yang didamping huruf berbeda berarti berbeda nyata p ≤ 0,05

Data analisis statistik Tabel 4.4 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi enzim microbial rennetmenyebabkan pH kejucottage yang dihasilkan semakin meningkat.Hal ini disebabkan karena adanya reaksi proteolisis lanjut oleh rennet sehingga menaikkan nilai pH. (Walstra, 1999 cit.Asih,2009), reaksi proteolisis lanjut (deaminasi) oleh rennet sehingga menghasilkan NH3 yang bersifatbasa.

F. Rendemen

Berdasarkan hasil analisa ragam (Lampiran 3), menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata (p ≤ 0,05) antara perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe dan konsentrasi enzim microbial rennet, demikian juga masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap rendemen keju cottage. Pengaruh kadar protein keju cottage dapat dilihat pada Tabel 4.8dan Gambar 4.3.

Konsentrasi

microbial rennet ( µl ) pH Notasi DMRT 5 %

50 4,68 a -

100 4,73 a 0,064

39

Tabel 4.8Nilai rerata rendemen keju cottage dari perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe dan konsentrasi enzim microbial

rennet.

Ket :nilai yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyatap ≤ 0,05

Pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai rerata rendemen dari keju cottage perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe dan konsentrasi enzim microbial rennet dari hasil perhitungan, menunjukkan bahwa nilai rerata rendemen berkisar 19,8 – 39,5%. Proporsi susu sapi : susu tempe 75 : 25 dan konsentrasi enzim microbial rennet50 µlmemberikan nilai kadar protein tertinggi (39,5%), sedangkan perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe 25 : 75 dan konsentrasi microbial rennet150 µl memberikan nilai kadar protein terendah (19,8%)..

Hubungan antara perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe dan konsentrasi enzim microbial rennet terhadap rendemen keju cottage dapat dilihat pada Gambar 4.3

Proporsi susu sapi : susu

tempe Konsentrasi microbial rennet ( µl ) Rendemen (%) Notasi DMRT 5 % 75 : 25 50 33,19 f 0,120 100 32,315 e 0,130 150 31,975 e 0,131 50 : 50 50 32,42 f 0,133 100 31,57 c 0,128 150 30,655 b 0,125 25 : 75 50 31,785 d 0,130 100 30,34 a 0,120 150 30,305 a -

40

Gambar 4.3 Hubungan antara perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe dan konsentrasi enzimmicrobial rennetterhadap rendemen keju cottage

Gambar 4.3menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi susu tempe dan semakin tinggi konsentrasi enzim microbial rennet akan menyebabkan rendemen keju cottage mengalami penurunan. Hal ini disebabkan kadar air merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan tekstur keju, yaitu kadar air yang semakin meningkat akan menyebabkan tekstur semakin lunak.Idris dan Thohari (1992) menyatakan bahwa kandungan air yang lebih tinggi pada keju lunak dikarenakan mengandung whey yang lebih banyak.Fox et al. (2000) juga menyatakan bahwa keasaman susu baikyang dihasilkan oleh biakan bakteri starter maupun pengasaman langsung, dapatmempengaruhi aktivitas bahan penggumpal selama penggumpalan, dan mempengaruhikekuatan curd, sehingga dapat mempengaruhi rendemen keju.

28,5 29 29,5 30 30,5 31 31,5 32 32,5 33 33,5 50 100 150

susu sapi 75 : 25 susu t empe susu sapi 50 : 50 susu t empe susu sapi 25 : 75 susu t empe

Microbial Rennet (µl) Re nd em en (%)

41

G. Uji Organoleptik G.1. Rasa

Berdasarkan analisa Friedman (Lampiran 7), diperoleh hasil bahwa perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe dan penambahan konsentrasi enzim microbial rennet menunjukkan pengaruh yang nyata (p ≤ 0,05) terhadap kesukaan rasa keju Cottage. Rata – rata nilai kesukaan panelis terhadap rasa keju Cottage dapat dilihat pada Tabel 4.9

Tabel 4.9Nilai rerata kesukaan terhadap rasa keju Cottage dari perlakuan proporsi susu sapi :susu tempe dan penambahan konsentrasi enzim microbial rennet

Ket : semakin tinggi angka, semakin enak rasa produk

Berdasarkan Tabel 4.9 didapatkan hasil rangkingkesukaan terhadap rasa keju cottage adalah berkisar 56–147 masuk dalam skala sedikit tidak enak dan enak

Kesukaan tertinggi terhadap rasa didapatkan pada perlakuan proporsi susu sapi 75 : 25 susu tempe dan penambahan konsentrasi enzim microbial rennet 50 µl dengan nilai rata-rata 147. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh asin ini diduga disebabkan konsentrasi garam yangterlalu tinggi pada saat penggaraman.Menurut Hylda (2014), rasa keju cottage dihasilkan rasa susu tempe yang langu dan adanya rasa asam.

Proporsi

susu sapi : susu tempe

Konsentrasi microbial rennet ( µl ) Jumlah rangking 50 147 75 : 25 100 116 150 102,5 50 109 50 : 50 100 103 150 97 50 95 25 : 75 100 73,5 150 56

42

G.2 Warna

Berdasarkan analisa Friedman (Lampiran 8), diperoleh hasil bahwa perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe dan penambahan konsentrasi enzim microbial rennet menunjukkan pengaruh yang nyata (p ≤ 0,05) terhadap kesukaan warna keju cottage. Rata – rata nilai kesukaan panelis terhadap warna keju Cottage dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Nilai rata-rata kesukaan terhadap warna keju Cottage dari p e r l a k u a n p r o

porsi susu sapi :susu tempe dan penambahan konsentrasi enzim microbial rennet

Ket : semakin tinggi angka, semakin baik warna produk

Berdasarkan Tabel 4.8 didapatkan hasil rangking kesukaan terhadap warna keju cottage adalah berkisar 67,5- 142,5.

Kesukaan tertinggi terhadap warna didapatkan pada perlakuan proporsi susu sapi 75 : 25 susu tempe dan penambahan konsentrasi enzim microbial rennet 50 µl dengan nilai rata-rata 142,5. Hal ini mungkin

Proporsi

susu sapi : susu tempe

Konsentrasi microbial rennet ( µl ) Jumlah rangking 50 142,5 75 : 25 100 90 150 140,5 50 118,5 50 : 50 100 110 150 87 50 80,5 25 : 75 100 68,5 150 67,5

43

dipengaruhi oleh warna susu tempe (sedikit kecoklatan) mempengaruhi kesukaan panelis terhadap keju cottage yang dihasilkan.Amaliah (2002), Warna yang dihasilkan pada minuman tempe diantaranya dipengaruhi oleh kepekatan minuman tempe. Warna sedikit kecoklatan yang kurang disukai. G.3 Ar o ma B erd

asarkan analisa Friedman (Lampiran 9 ), diperoleh hasil bahwa perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe dan penambahan konsentrasi enzim microbial rennet menunjukkan perbedaan yang tidak berbeda nyata (p ≤ 0,05) terhadap kesukaan aroma keju Cottage. Rata – rata nilai kesukaan panelis terhadap warna keju Cottage dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Nilai rata-rata kesukaan terhadap aroma keju Cottage dari perlakuan proporsi susu sapi :susu tempe dan penambahan konsentrasi enzim microbial rennet

Proporsi

susu sapi : susu tempe

Konsentrasi microbial rennet ( µl ) Jumlah rangking 50 128,5

44 K et : se ma kin

tinggi angka, semakin baikaroma produk

Berdasarkan Tabel 4.9 didapatkan hasil rata-rata kesukaan terhadap aroma keju cottage adalah berkisar 64,5–128,5. Masuk dalam skala sedikit tidak suka sampai sedikit suka.

Pada tingkat proporsi susu sapi 75 : 25 susu tempe dan penambahan konsentrasi enzim microbial rennet 50 µl, panelis paling menyukai aroma kejucottageyang dihasilkan karena pada komposisi tersebut aroma dari susu tempe belum begitutercium, sedangkan pada perlakuan proporsi susu tempe yang lebih tinggi sehingga aroma dari susu tempe semakin kuat, yang menyebabkan aroma keju cottage relatif kurang disukai panelis.

Hermana et al, (1996), Aroma yang ditimbulkan sedikit bau langu menyebabkan panelis kurang suka pada minuman tempe dipengaruhi pula oleh aroma khas tempe, dimana aroma tersebut ditimbulkan oleh aroma miselium kapang yang bercampur dengan aroma asam amino bebas dan asam lemak bebas hasil aktivitas kapang Rhizopus s selama proses pengolahan tempe.

G.4 Tekstur

Berdasarkan analisa Friedman (Lampiran 10), diperoleh hasil bahwa perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe dan penambahan konsentrasi enzim microbial rennet menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p ≤ 0,05) terhadap kesukaan tekstur keju cottage. Rata – rata nilai kesukaan panelis terhadap tekstur keju cottage dapat dilihat pada Tabel 4.12 75 : 25 100 110 150 109 50 108 50 : 50 100 99 150 84 50 119,5 25 : 75 100 77,5 150 64,5

45

Tabel 4.12 Nilai rata-rata kesukaan terhadap tekstur keju Cottage dari perlakuan proporsi susu sapi :susu tempe dan konsentrasi enzim microbial rennet

Ket : semakin tinggi angka, semakin baik tekstur produk B e r d a s a r k a

n Tabel 4.12didapatkan hasil rangking kesukaan terhadap aroma keju cottage adalah 65,5– 123,5. Masuk dalam skala sedikit tidak suka sampai sedikit suka.

Pada tingkat proporsi susu sapi 75 : 25 susu tempe dan penambahan konsentrasi enzim microbial rennet 50 µl, panelis paling menyukai tekstur keju cottage yang dihasilkan karena tekstur yang dihasilkan keras dan berpasir, hal ini disebabkan kejumengalami dehidrasi dan padatan tempe ikut serta dalam susu tempe

.

Menurut

Proporsi

susu sapi : susu tempe

Konsentrasi microbial rennet ( µl ) Jumlah rangking 50 123,5 75 : 25 100 114,5 150 127 50 105,5 50 : 50 100 89,5 150 93 50 90,5 25 : 75 100 87,5 150 65,5

46

Yuniar (2014), menyatakan tekstur keju cottage sangat berpasir,kasar dan sebagian tekstur lunak.

H. Analisa Keputusan

Keputusan adalah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusan adalah proses yang mencakup semua pemikiran dan kegiatan yang diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan terbaik tersebut (Siagian, 1987).

Analisa keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur logis dan kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai proses pengambilan keputusan, tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan (Tiomar, 1994).

Tabel 4.13 Analisa keputusan terbaik keju cottage

Pemilihan alternatif pada pembuatan keju cottage dilakukan berdasarkan uji organoleptik rasa, aroma, warna dan tekstur dari 20 panelis dan uji kimiawi kadar protein, kadar lemak, kadar air, dan pH.Berdasarkan hasil uji organoleptik tingkat kesukaan rasa dan warna keju cottage menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan.

Perlakuan Kadar Protein (%) Kadar Lemak (%) Kadar Air (%) pH Organoleptik Proporsi susu sapi : susu tempe Konsentrasi microbial rennet ( µl ) Rendemen

(%) Rasa Warna Aroma Tekstur

75 : 25 50 27,775 3,035 56,96405 4,7 33,19 147 142,5 128,5 123,5 75 : 25 100 25,545 1,635 58,9646 4,8 32,315 116 90 110 114,5 75 : 25 150 24,595 0,84 63,13565 4,75 31,975 102,5 140,5 109 127 50 : 50 50 22,545 1,1 58,05075 4,75 32,42 109 118,5 108 105,5 50 : 50 100 22,59 1 60,85865 4,8 31,57 103 110 99 89,5 50 : 50 150 20,63 0,575 64,7825 4,8 30,655 97 87 84 93 25 :75 50 25,155 0,475 60,89095 4,7 31,785 95 80,5 119,5 90,5 25 :75 100 18,2 0,49 67,93195 4,8 30,34 73,5 68,5 77,5 87,5 25 :75 150 17,915 0,25 68,5144 4,8 30,305 56 67,5 64,5 65,5

47

Berdasarkan uji organoleptiktingkat kesukaan rasa , warna, aroma dan tekstur, maka nilai rata-rata terbaik didapatkan pada proporsi susu sapi : susu tempe 75: 25 dan konsentrasi microbial rennet50 µl. Hasil keju cottage dengan perlakuan proporsi susu sapi : susu tempe 50 : 50dan konsentrasi microbial rennet50 µlmerupakan preoduk yang paling disukai dan dapat diterima oleh konsumen sehingga dapat memberikan keuntungan.Hasil tersebut sesuai dengan kandungan gizi per 100 gram keju cottage (Anonim,1994). Perlakuan terbaik pada penambahan Bakteri Asam Laktat 2% yaitu 8,99log/CFU.Alternatif ini selanjutnya akan dilanjutkan dengan analisa finansial.

I. Analisis Finansial 1. Kapasitas produksi

Kapasitas produksi dalam satu tahun direncanakan menghasilkan keju cottage sebesar 62.400 bungkus (200 gr/bungkus). Untuk menghasilkan kapasitas produksi tersebut memerlukan bahan baku (Susu sapi 25778,02liter/tahun, susu tempe 3437,07liter/tahun), dan bahan pembantu yaitu 3437,07 kg/tahun susu skim,687,41liter/tahun starter, 3,44 liter/tahun microbial rennet,687,41 kg/tahun garam akan menghasilkan keju cottage sebanyak 62.400 bungkus/tahun. Data kapasitas produksi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 12.

2. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan suatu usaha, terdiri dari biaya tidak tetap dan biaya tetap.Biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya berubah sejalan dengan tingkat produksi yang dihasilkan.Biaya tetap adalah biaya-biaya yang dalam jangka waktu tertentu tidak berubah mengikuti perubahan tingkat produksi. Biaya tetap bersifat konstan pada relavan range tertentu.

Secara singkat total biaya per tahun dari industri keju cottage adalah sebagai berikut :

Total Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap = Rp 136.111.027,44 + Rp549.074.560

48

= Rp 685.185.587,44

Perincian total biaya produksi tiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 14.

3. Harga Pokok Produksi

Berdasarkan kapasitas produksi tiap tahun dan biaya produksi tiap tahun.Maka dapat diketahui harga pokok tiap 200 gr/bungkus.

Harga Pokok =

=

= Rp 10.980,54 / bungkus = Rp 11.000 / bungkus 4. Harga Jual Produksi

Harga jual diperoleh berdasarkan dari harga pokok, harga produk lain dipasarkan dan juga keuntungan yang ingin dicapai ditambah pajak.Keuntungan yang ingin dicapai 30% dari harga pokok.Pajak 10% dari harga jual.

Harga jual = harga pokok + keuntungan 30% + pajak 10% = Rp 11.000 +Rp3.267,93 + Rp 1.098,05 = Rp 13.540,42

5. Break Event Point (BEP)

Analisa Break Event adalah suatu teknik untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Volume penjualan dimana penghasilannya tetap sama dengan biaya totalnya , sehingga perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan menderita kerugian dinamakan “Break Event Point”. Biaya yang termasuk biaya variabel pada umumnya adalah bahan mentah, upah buruh langsung, dan komisi penjualan, sedangkan yang termasuk golongan biaya tetap pada umumnya depresiasi aktiva tetap, sewa bangunan, bunga pinjaman, gaji pegawai, gaji pimpinan, gaji staff research, biaya kantor (Pujawa, 2002).

Berdasarkan Lampiran diperoleh BEP sebagai berikut : Total biaya produksi

Kapasitas produksi per tahun Rp 685.185.587,44

49

- BEP (Biaya titik impas) = Rp 316.443.985,14 - % BEP (% titik impas) = 33,25%

- Kapasitas titik impas = 20.749,93bungkus/tahun

Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas tersebut. Jadi produksi keju cottage mencapai keadaan impas jika produksinya sebesar 20.749,93bungkus/tahun, dengan kapasitas normal sebanyak 62.400 bungkus/tahun., hal ini berarti keju cottage memperoleh keuntungan karena produksinya diatas kapasitas mencapai 33,25%dari produksi yang direncanakan. Grafik BEP dapat dilihat pada Lampiran 16.

6. Net Present Value (NPV)

Net Present Value merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang dengan nilai penerimaan kas bersih dimasa yang akan dating. Suatu proyek dapat dipilih jika NPV-nya lebih besar dari nol.

Berdasarkan Lampiran 19,diperoleh nilai NPV sebesar Rp 15.562.058 dengan demikian proyek ini dapat diterima karena nilai NPV-nya positif atau lebih besar dari nol.

7. Payback Period (PP)

Payback Period menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar dana yang tertanam dalam suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya (Pujawa, 2002). Payback Period dari suatu investasi tersebut diterima.

Berdasarkan Lampiran 15, diperoleh nilai Payback Period (PP) selama 4,1ahun. Umur ekonomis proyek yang akan direncanakan selama 5 tahun. Berarti investasi pada proyek ini dapat diterima karena nilai PP lebih kecil daripada umur ekonomis proyek yang direncanakan.

8. Gross Benefit Cost Ratio

Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan harga kotor yang telah dirupiahkan

50

sekarang. Proyek akan dipilih apabila Gross B/C > 1, bila proyek mempunyai Gross B/C ≤ 1 maka tidak akan dipilih.

Berdasarkan Lampiran 22, diperoleh nilai Gross B/C sebesar

1,0077berati proyek ini dapat diterima atau layak untuk dijalankan.

9. Rate of Return (ROR)

Rate of Return metode Internal Rate of Return merupakan tingkat suku bunga yang menunjukkan persamaan antara nilai penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi awal dari suatu proyek yang sekarang dengan jumlah investasi awal dari suatu proyek yang dikerjakan. Menurut Pujawa (2002), bahwa pada tingkat suku bunga inilah nilai NPV samadengan nol. Proyek dapat diterima apabila dinilai dengan nol. Proyek dapat diterima apabila dinilai IRR lebihbesar dari suku bunga sekarang.

Berdasarkan Lampiran 18, diperoleh IRR sebesar20,540 %.Berarti proyek ini dapat diterima karena nilai IRR lebih kecil daripada suku bunga yang dikehendaki yaitu 20% per tahun.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkandarihasilpenelitian yang

telahdilakukandapatdiperolehkesimpulansebagaiberikut :

1. Terdapatinteraksi yang nyataantaraperlakuanproporsisususapi :susutempedankonsentrasienzimmicrobial rennetterhadapkadar protein, kadar air danrendemen. Tidakterdapatinteraksi yang nyataantaraperlakuanproporsisususapi

:susutempedankonsentrasienzimmicrobial rennetterhadapkadarlemakdanpH.

2. Hasilpenelitianmenunjukkanbahwaperlakuanproporsisususapi : susutempe50 : 50 dankonsentrasienzimmicrobial rennet50µlterhadapkadar protein 22,545%,kadar lemak 1,1%, kadar air 58,05075%, pH 4,75 danrendemen 32,42%.

3. Hasilanalisisfinansialmenyimpulkanbahwaperusahaankejudenganproporsis ususapi : susutempedankonsentrasienzimmicrobial rennet50µllayakdiproduksikarena gross B/C lebihbesardarisatu,yairu 1,0077 dan NPV lebihbesardarinol, yaituRp 15.562.058,-, sedangkan IRR sebesar

20,540%, lebihbesardaritingkatsukubunga bank.

DalamproyekinipertahunnyamendapatnilaikeuntunganbersihsebesarRp. 176.729.900,73 dengannilai BEP Rp. 316.443.985,14 atau 32,25% dengankapasitastitiimpas 20.749,93 bungkus/tahun. Perusahaan inimelakukanpengembalian modal dlamjangkawaktusekitar 4,1tahun.

B. Saran

Berdasarkanhasilpenelitiandisarankanuntukmenggunakankonsentrasienz

immicrobial rennet0,01% (50µl)

dalampembuatankejucottageuntukmenghasilkankeju yang berkualitastinggiditinjuaidarikadar protein, kadarlemak, kadar air danrendemen.

Penulismenyarankanuntukmenelitilebihlanjuttentangmikrobiologisdanmenguk ur masa simpanprodukkejucottage yang aman di konsumsi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. PengertianKeju.

http://repository.upi.edu/operator/upload/sd535060813_chapter2.pdf. (Diakses 21 Desember 2013).

Anonim. 2011.PembuatanMinumanSoygurtdaro Sari Tempe.

http://www.ut.ac.id/html/jmst/elizabeth.pdf(Di akses 4 Januuari 2014). Anonim.2011. Susu Tempe.

http://digilib.unimus.ac.id/downlod.php. (Diakses 12 Januari 2014). Anonim. 2012. KejuMakanan Kaya Gizi.

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ (Diakses 21 Desember2013).

Admosudirjo. 1987.

BerbagaiPandanganUmumTentangPengambilanKeputusan. FakultasEkonomiUniversitas Indonesia. Jakarta

Adnan, M. 1984. Kimia danTeknologiPengolahan Air Susu. FakultasTeknologiPertanian, UGM. Yogyakarta.

Army. 2013. PengaruhDosisRennet yang Berbedaterhadap Kadar Protein danLemakKejuLunakSusuSapi.FakultasPeternakanUniversitasJenderal Soedirman. Purwokerto.

Astridkk. 2013. Total BakteriAsamLaktat, Kadar Air dan Protein KejuPeramSusuKambing yang MengandungProbiotikLactobacillus caseidanBifidobacteriumlongum.FakultasPeternakanUniversitasJender alSoedirma. Purwokerto

Buckle, K.A.,Edwards, R.A., Fleet. G.H., and Wooton, M. 1987. Food Science. Terjemahan: HariPurnomodanAdiono. UI Press. Jakarta.

http://www.agrotekno.net/2003/10/aneka-produk-olahan.html (Diakses 2 Januari 2014).

Chessman, G.C. 1981. Rennet and Cheese Making. In: Parker. Enzymes and Food Processing .Briek, G.G., N. Blakebrough and K.J. Appl. Sci. Publ. Ltd. London.

Darmajati. 2008. InformasiSusuKambingEtawa. BuletinPikiran Rakyat.HimpunanStudiTernakProduktif. Jawa Tengah.

Dahlberg, A. C. and F. V. Kosikowsky. 1946. The Flavour, Volatile Acidity andSoluble Protein of Cheddar and OtherCheese. J. Dairy Sci.: 165-174 (Diakses 2 Januari 2014).

Daulay. 1991. PengaruhWaktuPenyimpananEkstrak Rennet Abomasum DombaLokalterhadapKualitasKeju. .

http://www.academia.edu/2585928/ (Diakses 2 Januari 2014).

Dave, L , and N.P. shah. 1998. Ingredient Suplementation Effect on Viability of Probiotic Bacteria in Yoghurt Journal of Dairy Science 81 (11) : 2804- 2816 (Diakses 2 Januari 2014).

Eckles,A.L., W.B Combs and H.Macy, 1980. Milk and Milk Product. fourth edition.

Fardiaz.1994. BakteriAsamLaktat.

http://muhtaufiqmunawar.blogspot.com/2009/01/bakteri-pada-yoghurt.html (Diakses 4 Januari 2014).

Fox et al., 2000. Enzymes in Cheese Technology. International Dairy Joernal3 : 509 – 530 (Diakses 4 Januari 2014).

Hadiwiyoto, S. 1983. HasilOlahanSusu, Ikan, Daging, Telur. Liberty. Yogyakarta.

Hui, Y. H., 1992. Dairy Science and Technology Handbook 2 Product Manufacturing, VCH

http://sayangpetani.wordpress.com/2011/05/29/analisis-pengambilan-keputusan/ (Diakses12 Januari 2014).

Lopez M.C., L.M. Mediana., R. Jordano. 1998. Survival of Lactic Acid Bacteria in Comercial Frozen Yoghurt, Journal Food Science Vol. 63 No. 4. Malaka. 2010. PengertianKeju http://www.cheesykeju.com/(Diakses 21 Desember 2013) Marth. 1982. Penggaraman. http://www.academia.edu/2585928/Pengaruh_Waktu_Penyimpanan_E kstrak_Rennet_Abomasum_Domba_Lokal_terhadap_Kualitas_Keju (Diakses 2 Januari 2014).

Mulyanidkk. 2009. Profilkolesterol, kadar protein danteksturkejumenggunakanmucormeiheisebagaisumberkoagulan. Semarang (Diakses 4 Januari 2014).

Muthukumarappan, K., Y. C. Wang and S. Gunasekaran. 1999. Estimating SofteningPoint of Cheeses. J. Dairy Sci. 82:2280–2286 (Diakses 4 Januari 2014).

Nester et al.1973. Microbiology (Molecules, Microbes and Man), Holt Renehart and Winston, Inc

Potter. 1973. Pateurisasi.

http://www.academia.edu/2585928/(Diakses 2 Januari 2014).

Rahayu, E.S, R. Indriati, T. Utami, E. Harmayani, M. N. Cahyanto, 1993, BahanPanganHasilFermentasi, PusatAntarUniversitasPangandanGizi, UGM, Yogyakarta.

Rachman.1992. TeknologiFermentasiSusu.

DepartemenPendidikandanKebudayaan. Dirkt. Jend. PerguruanTinggi PAV PangandanGizi .IPB. Bogor

Roosheroe, I. G. Dan Wellyzar, S. 2006.MikologiDasardanTerapan. YayasanObor Indonesia, Jakarta (Diakses 4 Januari 2014).

http://www.scribd.com/doc/43579237/makalah-enzim (Diakses2 Januari 2014).

Siagian, P. 1987. PenelitianOperasional. UI-Press. Jakarta. Spreer. 1998. KandunganGiziKeju.

http://simonbwidjanarko.wordpress.com/2008/06/11/nilai-gizi-keju-dan-komponen-cita-rasa-keju/ (Diakses 21 Desember 2013).

Sudarmadji,dkk. 1984. ProsedurAnalisaBahanMakanandanPertanian. Liberty. Yogyakarta

Sudarmadji. 1997. ProsedurAnalisauntukBahanMakanan. Liberty. Yogyakarta Suparno. 1992. KomposisiKeju.

http://lordbroken.wordpress.com/2010/07/23/proses-pembuatan-keju/ (Diakses 21 Desember 2013).

Surajudin, F.R. Kusuma, B. Purnomo, 2005. Yoghurt SusuFermentasi yang Menyehatkan, AgromediaPustaka, Jakarta.

Surono, I. Suryanti, 2004. ProbiotikSusuFermentasidanKesehatan, YayasanPengusahaMakanandanMinumanSeluruh Indonesia, Jakarta. Susanto, T dan Budi. S.1994. TeknologiPengolahanHasilPertanian. BinaIlmu.

Surabaya.

Tiomar. 1994. AnalisaKeputusan. http://www.analisa-keputusan-pengambilan-keputusan.html (Diakses 28 Mei 2014).

Walstra et al. 2006. Proses PembuatanKeju.

http://armeinachevana.wordpress.com/2012/03/30/laporan pembuatan-keju/(Diakses 2 Januari 2014).

Web et al. 1983. KomposisiKeju.

http://repository.ipb.ac.id/handle/(Diakses 21 Desember 2013). Widodo. 2003. BakteriAsamLaktat.

http://adyfoodtech1618.blogspot.com/2008/07/bakteri-asam-laktat-lactic-acid.html (Diakses 2 Januari 2014).

Winarno, F.G. 1997. Kimia PangandanGizi. PT GramediaPustakaUtama. Jakarta.

Wood &Holzapfel. 1992. The General of Lactic Acid Bacteria, Blackie Academic and Professional, London.

Dokumen terkait