• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada ekstrak metanol buah parijoto dilakukan uji kadar air untuk mengetahui besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan (Depkes RI, 2000). Kadar air ekstrak yang diperoleh adalah 9,63%. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kadar air ekstrak tidak boleh melebihi 10%. Semakin sedikit kadar air pada ekstrak maka semakin sedikit kemungkinan ekstrak terkontaminasi oleh pertumbuhan jamur (Saifudin dkk, 2011).

Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan daya tahan ekstrak dan terkait dengan aktifitas mikroorganisme selama penyimpanan. Ekstrak yang mempunyai kadar air yang tinggi lebih mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme. Ekstrak dengan kadar air rendah relatif lebih stabil dalam penyimpanan jangka panjang daripada ekstrak yang berkadar air tinggi (Pardede

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.6. Hasil Uji Aktifitas Antikolesterol Ekstrak Secara In-Vitro

Uji aktifitas antikolesterol dilakukan dengan menggunakan metode fotometri kolesterol menggunakan reaksi Lieberman-Burchard untuk mengetahui jumlah kolesterol bebas yang terdapat dalam larutan sampel yang akan bereaksi menjadi senyawa berwarna hijau yang selanjutnya dapat diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Semakin banyak kolesterol bebas yang terkandung dalam larutan sampel maka akan semakin pekat warna yang terbentuk dari larutan tersebut. Semakin pekat warna larutan akan menyerap lebih banyak cahaya dan mentransmisikan lebih sedikit cahaya, sehingga berpengaruh terhadap absorbansinya ketika diukur dengan spektrofotometer UV-Vis (Rudel dan Moris, 1973).

Aktifitas antikolesterol dapat diketahui dengan cara membandingkan absorbansi senyawa berwarna hasil reaksi antara kolesterol bebas dengan asam asetat anhidrat dan H2SO4 pekat dari larutan kontrol (kolesterol 100 ppm+ asam asetat anhidrat 2 ml + 0,1 ml H2SO4) dengan larutan uji (kolesterol 100 ppm + ekstrak metanol buah parijoto + asam asetat anhidrat 2 ml + 0,1 ml H2SO4) untuk kemudian dihitung persen penurunan kolesterolnya. Dalam metode Lieberman-Burchard ini reaksi yang dilakukan harus bebas dari air, karena reaksi akan sangat sensitif dan tidak stabil terhadap air.

Konsentrasi kolesterol yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan hasil orientasi yaitu 100 ppm dalam etanol 96%. Pemilihan etanol 96% sebagai pelarut berdasarkan pertimbangan ketercampuran antara larutan ekstrak dengan larutan baku kolesterol sehingga larutan baku kolesterol dan ekstrak dibuat menggunakan pelarut yang sama agar dapat bercampur dan bereaksi (Sutioso., 2012). Hal ini sesuai dengan penelitian (Baluja., et al. 2009) yang menyatakan bahwa kelarutan kolesterol akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu, dan suhu yang optimum untuk melarutkan kolesterol dalam etanol 96% adalah pada suhu 450C. Proses pembuatan larutan kolesterol dalam etanol dilakukan dengan cara memanaskan etanol pada suhu 450C kemudian memasukkan kolesterol yang berbentuk kristal putih dan mengaduknya hingga terlarut sempurna.

4.6.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Dalam Analisis spektrofotometri, pengukuran harus dilakukan dalam panjang gelombang maksimal, yaitu panjang gelombang yang memberikan serapan optimum. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan untuk mendapatkan serapan yang maksimum dengan mengukur absorbansi larutan baku kolesterol pada rentang panjang gelombang daerah visible. Hasil absorbansi panjang gelombang maksimal dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Panjang Gelombang Maksimal Larutan Kolesterol

Panjang gelombang maksimal yang diperoleh dari larutan baku kolesterol yaitu 423 nm, karena pada puncak kurva tersebut membentuk serapan yang maksimal. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa panjang gelombang maksimum dari larutan kolesterol yang direaksikan dengan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat adalah 420,40 nm (Hardiningsih dan Novik, 2006).

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan untuk mengetahui ketika absorbsi mencapai maksimum sehingga meningkatkan proses absorbsi larutan terhadap sinar (Rohman., 2007). Pemilihan panjang gelombang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta penyimpangan yang kecil selama percobaan akan mengakibatkan kesalahan yang kecil dalam pengukuran. Jika pemilihan panjang gelombang memiliki spektrum perubahan besar pada nilai absorbansi saat panjang gelombang sempit, maka apabila terjadi penyimpangan kecil pada cahaya yang masuk akan mengakibatkan kesalahan besar dalam pengukuran (Underwood., 1990).

4.6.2 Penentuan Operating Time

Penentuan operating time dilakukan untuk menentukan waktu sempurnanya reaksi dan stabilnya reaksi yang ditunjukkan tidak adanya penurunan absorbansi. Hasil penentuan operating time dari larutan baku kolesterol pada menit ke 10 sampai menit ke 30 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil Penentuan Operating Time

Menit ke- Absorbansi

10 0,682 12 0,698 14 0,709 16 0,709 18 0,709 20 0,708 22 0,707 24 0,705 26 0,702 28 0,700 30 0.697

Dari hasil absorbansi diatas dapat diketahui bahwa mulai dari menit ke 14 sampai menit ke 18 larutan baku kolesterol tetap stabil. Sehingga waktu pembacaan absorbansi yang dipilih dalam penelitian ini adalah 15 menit. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Attarde et., al. 2010).

4.6.3 Pemilihan Konsentrasi Kolesterol Sebagai Kontrol Negatif

Setelah didapatkan panjang gelombang maksimum dari larutan kolesterol selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi awal dari larutan seri konsentrasi kolesterol. Tujuan dari pengukuran konsentrasi awal larutan kolesterol adalah untuk mengetahui nilai absorbansi yang diberikan dari masing-masing konsentrasi sehingga dapat dipilih konsentrasi kolesterol yang akan digunakan sebagai kontrol negatif dalam penelitian ini. Setelah dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimalnya didapatkan hasil bahwa yang digunakan sebagai kontrol negatif adalah baku kolesterol dengan konsentrasi 100 ppm yang menunjukkan nilai absorbansi sebesar 0,711. Nilai absorbansi tersebut dapat digunakan sebagai data dalam analisa fotometri menggunakan spektrofotometer UV-Vis karena berada pada rentang antara 0,2-0,8 atau sering disebut sebagai daerah berlaku hukum Lambert-Beer. Jika absorbansi yang diperoleh lebih besar dari 0,8 maka hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi tidak linear lagi. 4.6.4 Pembuatan Kurva Standar

Pembuatan kurva standar dilakukan dengan mereaksikan 7 seri konsentrasi larutan baku kolesterol dalam etanol 96% dengan 2 ml asam asetat anhidrat dan 0,1 ml H2SO4. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 5:

Tabel 6. Nilai Absorbansi Kurva Standar Kolesterol

Sampel Konsentrasi (µg/mL) (x) Absorbansi (y) Persamaan Regresi Kolesterol 0 0,000 y = 0,0069x + 0,0216 R2 = 0,9938 R = 0,9969 40 0,335 50 0,377 60 0,434 70 0,493 80 0,575 90 0,638 100 0,709

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Koefisien korelasi (R2) dari kurva kalibrasi larutan baku kolesterol sebesar

0,9938; lebih besar dari 0,98. Hasil linearitas yang baik diperoleh jika nilai koefisien regresi mendekati 1 (Taylor, 1990).

Gambar 6. Kurva Standar Kolesterol

4.6.5 Uji Aktifitas Antikoleterol Ekstrak Metanol Buah Parijoto

Ekstrak metanol buah parijoto dibuat seri konsentrasi 50, 75, 100, 125, dan 150 ppm dalam etanol 96%. Pemilihan etanol 96% sebagai pelarut dikarenakan baku kolesterol yang digunakan untuk percobaan juga dilarutkan dalam etanol 96% sehingga sampel ekstrak metanol dapat bercampur dan bereaksi dengan kolesterol. Dari masing-masing deret konsentrasi ekstrak metanol buah parijoto diambil 5 ml larutan sampel kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 5 ml larutan baku kolesterol dengan konsentrasi 200 ppm. Dari campuran tersebut diambil 5 ml dan kemudian direaksikan dengan 2 ml asam asetat anhidrat dan 0,1 ml asam sulfat pekat.

Sedangkan untuk pembandingnya digunakan larutan baku kolesterol 100 ppm dalam etanol 96% sebanyak 5 ml kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 5 ml etanol 96%. Dari campuran tersebut diambil 5 ml dan kemudian direaksikan dengan 2 ml asam asetat anhidrat dan 0,1 ml asam sulfat pekat. y = 0.0069x + 0.0216 R² = 0.9937 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0 20 40 60 80 100 120 A b sor b an si Konsentrasi (µg/mL)

Dokumen terkait