• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Penentuan dosis pankreotoksik streptozotosin

1. Kadar glukosa darah

a. Kelompok basal (tanpa perlakuan)

Kelompok basal digunakan sebagai acuan dalam membandingkan perubahan kadar glukosa darah tikus dengan kelompok yang diberi perlakuan. Tikus kelompok basal tidak diberi zat atau bahan kimia yang berasal dari luar.

Tikus hanya diberi makan dan minuman dengan takaran yang telah ditentukan untuk setiap tikus dalam sehari. Setiap tikus diberi makan 40 mg pakan/hari dan minum 120 mL/hari. Setiap harinya makanan dan minuman tikus diganti dan diberi porsi yang sama setiap harinya.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan kadar glukosa darah tikus kelompok basal berkisar antara 68-123 mg/dl. Secara klinis, menurut Wolfensohn

and Maggie (2003) kadar glukosa darah tikus normal berkisar pada range 50-135 mg/dl. Hal ini berarti, tikus kelompok basal memilki kadar glukosa darah normal sehingga dapat dijadikan acuan perbandingkan dengan tikus kelompok perlakuan lainnya.

b. Kelompok kontrol negatif (diberikan CMC Na 0,5% dosis 50 mg/kgBB pada hari ke-1 sampai hari ke-13)

Kelompok kontrol negatif digunakan untuk memastikan bahwa perubahan kadar glukosa darah tikus pada tikus kelompok perlakuan (STZ + glibenklamid dan STZ + EEAA) tidak dipengaruhi oleh pemberian pelarut CMC Na 0,5%. Dosis CMC Na 0,5% yang digunakan sebesar 50 mg/kgBB yang disesuaikan dengan dosis ekstrak yang diberikan. Kelompok kontrol negatif, kadar glukosa darah tikus berkisar antara 77-145 mg/dl. Kelompok kontrol negatif pada perlakuan tikus ke-2 hari ke-4 kadar glukosa darah tikus 145 mg/dl. Berdasarkan range kadar glukosa darah tikus dinyatakan diabetes, tetapi pada hari ke-7 kadar glukosa darah tikus ke-2 mengalami penurunan menjadi 76 mg/dl. Hal ini mungkin disebabkan karena kondisi patologi tikus.

c. Kelompok kontrol positif (diinduksi STZ dosis 40 mg/kgBB pada hari ke-1) Kelompok kontrol positif digunakan sebagai kontrol pankreotoksik. Kelompok kontol positif diinduksi streptozotosin dengan dosis 40 mg/kgBB. Menurut penelitian Ragbetli and Ebubekir (2010) tikus diinduksi STZ 72 jam setelah induksi mulai menimbulkan gejala diabetes dengan peningkatan kadar glukosa darah. Berdasarkan penelitian tersebut, maka pada hari ke-1 diinduksi STZ dan hari ke-3 hari setelah penyuntikan diukur kadar glukosa darah tikus ternyata mengalami peningkatan. Hal ini berarti peningkatan kadar glukosa darah tikus pada hari ke-3 setelah penyuntikan sesuai dengan teori dan tikus dikatakan mengalami gejala diabetes yaitu hiperglikemia.

Kadar glukosa darah yang diperoleh dihitung nilai LDDK0-14. Rata-rata nilai LDDK0-14 kadar glukosa darah untuk kelompok basal, kontrol negatif, dan kontrol positif dapat dilihat pada tabel VII berikut.

Tabel VII. Rata-rata nilai LDDK0-14 kadar glukosa darah pada tikus kelompok basal, kontrol negatif dan kontrol positif

Kelompok Jumlah (N) Nilai LDDK

0 – 14

(mg.hari/dl)

Basal 4 1301,38 ± 26,67

Kontrol Negatif 4 1375,25 ± 95,11 Kontrol Positif 4 2449,38 ± 116,73

Dari rata-rata nilai LDDK0-14 kadar glukosa darah tikus kemudian dianalisis dengan One Way Anova menunjukkan nilai signifikansi 0,000 (< 0,05). Hasil ini menunjukkan diantara kelompok basal, kontrol negatif dan kontrol positif terdapat perbedaan. Selanjutnya, untuk mengetahui perbedaan bermakna antara kelompok (signifikansi < 0,05) maka dilanjutkan dengan uji post hoc

Bonferroni. Hasil analisis secara statistik dengan uji post hoc Bonferroni dapat dilihat pada tabel VIII.

Tabel VIII. Hasil uji Bonferroni nilai LDDK 0-14 kadar glukosa darah tikus kelompok basal, kontrol negatif dan kontrol positif

Kelompok Basal CMC Na 0,5% STZ 40 mg/kgBB Basal BTB BB CMC Na 0,5% BTB BB STZ 40 mg/kgBB BB BB Keterangan: BB : berbeda bermakna (p , 0,05) BTB : berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Dari data yang disajikan pada tabel VII terlihat bahwa nilai rata-rata LDDK0-14 pada kelompok kontrol positif berbeda bermakna dengan kelompok basal dan kontrol negatif. Berdasarkan tabel VII dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian STZ dapat mepengaruhi kadar glukosa darah tikus jika dibandingkan dengan kelompok basal dan kontrol negatif. Selain itu, jika dilihat nilai rata-rata LDDK0-14 kadar glukosa darah tikus pada kelompok basal dan kontrol negatif berbeda tidak bermakna, sehingga disimpulkan dengan pemberian CMC Na dosis 50 mg/kgBB tidak mempengaruhi kadar glukosa darah tikus.

Dalam penelitian ini, pada hari ke-4 kadar glukosa darah tikus kelompok kontrol positf mengalami peningkatan. Berdasarkan kriteria inklusi dalam penelitian ini, apabila pada hari ke 4 tikus mengalami peningkatan kadar glukosa darah lebih dari 200 mg/dl maka dapat diberi perlakuan selanjutnya. Pada hari ke-4 dengan dosis ke-40 mg/kgBB streptozotosin yang diinduksikan dapat menyebabkan

sel β luka sehingga menyebabkan regulasi glukosa darah terganggu dan produksi insulin menurun yang berakibat pada peningkatan kadar glukosa darah tikus.

Pada hari ke 7 dan 14 kadar glukosa darah tikus kelompok kontrol positif mengalami penurunan. Hal ini mungkin disebabkan karena kerusakan sel β

pankreas yang terjadi pada tikus terinduksi streptozotosin tidak rusak secara permanen sehingga sel-sel β pankreas dewasa yang mengandung sel β perkusor

mengalami regenerasi. Penelitian Guz, Irem and Gladys (2001) menyatakan bahwa sel-sel β pankreas dewasa mengandung prekursor yang diidentifikasikan

sebagai sel GLUT-2+ dan sel coexpressing PDX-1/SOM. Kedua sel ini memperlihatkan ciri-ciri mengandung insulin matang dan dapat mengatur sirkulasi kadar glukosa darah dalam kisaran fisiologis normal. Setelah dilakukan pengecetan antibodi anti insulin untuk melihat lebih spesifik kandungan insulin dalam sel-sel β pankreas, diperoleh hasil bahwa sel-sel β pankreas dewasa yang

mengandung prekursor ini dapat kembali ke morfologi normal sel Islet kurang dari 1 minggu setelah diinduksi streptozotosin.

Dapat disimpulkan bahwa induksi STZ 40 mg/kgBB menyebabkan sel-sel β pankreas mengalami luka sehingga produksi insulin terganggu. Hal ini dapat dilihat pada hari ke-4 terjadi kenaikan kadar glukosa darah tikus. Akan tetapi dengan adanya prekursor berupa sel GLUT-2+ dan sel coexpressing PDX-1/SOM memicu terjadinya regenerasi sel-sel β pankreas sehingga insulin dapat diproduksi

kembali dan terjadi penurunan kadar glukosa darah tikus pada hari ke-7 dan 14. d. Kelompok perlakuan STZ + glibenklamid (diinduksi STZ 40 mg/kgBB pada

hari-1 dan glibenklamid 0,45 mg/kgBB pada hari ke-5 sampai hari ke-13) Kelompok perlakuan STZ + glibenklamid digunakan untuk membandingan efek dari glibenklamid yang sudah pasti secara klinis dapat

menurunkankan kadar glukosa darah dengan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg yang belum memiliki data klinis tentang efek penurunan kadar glukosa darah. Sebelum diberi glibenklamid, tikus diinduksi streptozotosin 40 mg/kgBB pada hari ke-1 dan pada hari ke-4 apabila kadar glukosa darah tikus lebih dari 200 mg/dl yang berarti tikus telah dinyatakan mengalami gejala diabetes, yaitu hiperglikemia maka dilanjutkan dengan pemberian glibenklamid.

Glibenklamid digunakan sebagai agen dalam terapi tikus yang sudah dinyatakan diabetes setelah induksi streptozotosin. Dosis glibenklamid yang digunakan sebesar 0,45 mg/kgBB yang merupakan dosis hasil konversi dari dosis penggunaan glibenklamid umumnya pada manusia dengan dosis 5 mg. Glibenklamid secara umum digunakan untuk pasien penderita diabetes tipe 2 (Anonim a, 2010). Adapun mekanisme kerja glibenklamid, yaitu dengan merangsang sekresi hormon insulin dari granul sel-sel β Langerhans pankreas (Suherman, 2007). Penelitian ini merupakan penelitian dengan model diabetes tipe 1 berdasarkan dosis STZ yang diinduksikan, tetapi dalam perlakuannya digunakan glibenklamid yang merupakan obat yang digunakan oleh penderita diabetes melitus tipe 2. Hal ini dikarenakan, berdasarkan penelitian Rajasekaran, Karuran, and Sorimuthu (2005) menyatakan bahwa glibenklamid biasanya digunakan sebagai obat standar dalam membandingkan sifat antidiabetes dari berbagai senyawa pada tikus yang merupakan model diabetes terinduksi streptozotosin. Dalam penelitian tersebut, digunakan dosis tunggal STZ sebesar 55 mg/kgBB yang merupakan dosis untuk menginduksi DM tipe 1 pada tikus. Hasilnya kontrol glibenklamid 600 µg/kgBB dapat menurunkan kadar glukosa

darah pada tikus terinduksi STZ. Berdasarkan penelitian tersebut, maka digunakan glibenklamid sebagai senyawa pembanding yang memiliki sifat antidiabetes.

Pada kelompok perlakuan STZ + glibenklamid sama halnya dengan kelompok kontrol positif terjadi peningkatan kadar glukosa darah pada hari ke-4 setelah induksi streptozotosin dan pada hari ke-7 dan 14 setelah diberi perlakuan glibenklamid mengalami penurunan. Berdasarkan hasil uji statistik ANOVA yang telah dilakukan kelompok perlakuan STZ + glibenklamid berbeda tidak bermakna dengan kelompok kontrol positif. Hal ini berarti pemberian glibenklamid tidak mempengaruhi perubahan kadar glukosa darah tikus, dan secara klinis kadar glukosa darah tikus kelompok perlakuan perlakuan STZ + glibenklamid pada hari ke-7 dan 14 masih diatas 200 mg/dl sehingga disimpulkan glibenklamid tidak memiliki efek antihiperglikemik.

e. Kelompok perlakuan STZ + EEAA (diinduksi STZ 40 mg/kgBB pada hari ke-1 dan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg 50 mg/kgBB pada hari ke-5 sampai hari ke-13)

Kelompok perlakuan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg (EEAA) merupakan kelompok yang digunakan untuk membuktikan efek antihiperglikemia dari daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. Dosis EEAA yang digunakan sebesar 50 mg/kgBB. Menurut penelitian Chandrika, et al., (2006) menyatakan dengan dosis 50 mg/kgBB pada tikus mampu memberikan efek antihiperglikemik dengan pemberian ekstrak air panas daun Artocarpus heterophyllus yang mempunyai famili yang sama Artocarpus altilis (Park.) Fosberg (famili Moraceae). Adanya kesamaan famili bahkan genus pada kedua

tanaman diharapkan dengan dosis 50 mg/kgBB dapat memberikan efek antihiperglikemik yang sama. Akan tetapi, menurut penelitian Nublah (2011) menyatakan bahwa fraksi air dan fraksi etil asetat daun sukun dengan dosis 150 mg/kgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus yang sebelumnya dibebankan glukosa monohidrat. Berdasarkan penelitian tersebut maka, perlu dilakukan variansi dosis sehingga diperoleh dosis yang mampu memberikan efek antihiperglikemik dan disarankan untuk membuat variansi dosis diatas 50 mg/kgBB.

Dalam penelitian ini, diamati perubahan kadar glukosa darah tikus setelah diberi perlakuan. Setelah didapat kadar glukosa darah tikus yang diukur menggunakan metode enzimatik GOD-PAP. Adapun rata-rata kadar glukosa darah tikus pada hari ke-0, 4, 7, dan 14 dapat dilihat pada tabel IX dibawah ini.

Tabel IX. Rata-rata kadar glukosa darah tikus (mg/dl) pada hari ke-0, 4, 7, dan 14

Kelompok Waktu (hari)

0 4 7 14 Basal 90,75 ± 19,52 106 ± 12,94 79,25 ± 8,66 100,75 ± 1,71 Kontrol negatif 101,25 ± 11,41 123,25 ± 14,59 79,5 ± 3,70 98,25 ± 9,88 Kontrol positif 110 ± 16,35 246,75 ± 21,88 165 ± 6,00 154,5 ± 16,58 Perlakuan STZ + glibenklamid 92 ± 10,98 286,25 ± 32,43 248 ± 14,28 230,5 ± 17,90 Perlakuan STZ + EEAA 118,25 ± 13,60 390,5 ± 147,08 278 ± 77,82 259,5 ± 88,52

Data rata-rata kadar glukosa darah tikus diatas, kemudian dibuat kurva hubungan antara waktu dengan rata-rata kadar glukosa darah tikus untuk setiap kelompok yang dapat dilihat pada gambar 11. Data kadar glukosa darah pada

kurva di atas (Gambar 11) menunjukkan kadar glukosa darah yang sangat tinggi pada kelompok perlakuan EEAA dibandingkan kelompok lainnya. Menurut American Cancer Society (2012) menyatakan bahwa streptozotosin dapat berinteraksi dengan vitamin, suplplemen dan produk herbal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan tingginya kadar glukosa darah pada tikus perlakuan EEAA yang diinduksi streptozotosin dan diberi ekstrak etanol daun Artocarpus altilis

(Park.) Fosberg dimungkinkan karena adanya interaksi antara ekstrak etanol daun

Artocarpus altilis (Park.) Fosberg dengan streptozotosin.

Gambar 11. Kurva hubungan antara waktu (hari) dengan rata-rata kadar glukosa darah tikus (KGD) (mg/dl)

Setelah dibuat kurva waktu vs rata-rata kadar glukosa darah tikus kemudian dilanjutkan dengan menghitung nilai luas daerah di bawah kurva (LDDK) pada hari ke 0, 4, 7 dan 14. Selanjutnya dianalisis dengan uji

Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi normalitas data. Dari uji

secara statistik dinyatakan data terdistribusi normal karena nilai Asymp. Sig. (2-tailed) di atas 0,05. Uji statistik dilajutkan dengan One Way Anova dan diperoleh nilai signifikansi 0,000 (< 0,05). Selanjutnya, untuk mengetahui perbedaan bermakna antara kelompok (signifikansi < 0,05) maka dilanjutkan dengan uji post hoc Bonferroni dengan tingkat kepercayaan 95% yang dapat dilihat pada tabel X.

Tabel X. Hasil uji post hoc Bonferroni LDDK0-14 kadar glukosa darah pada tikus kelompok basal, kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan STZ + glibenklamid dan perlakuan STZ + EEAA Kelompok Basal Kontrol

negatif Kontrol positif Perlakuan STZ + glibenklamid Perlakuan STZ + EEAA Basal BTB BTB BB BB Kontrol negatif BTB BTB BB BB Kontrol positif BTB BTB BTB BB Perlakuan STZ + glibenklamid BB BB BTB BTB Perlakuan STZ + EEAA BB BB BB BTB Keterangan: BB : berbeda bermakna (p , 0,05) BTB : berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Gambar 12. Histogram perbandingan rata-rata LDDK0-14 kadar glukosa darah pada tikus kelompok basal, kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan STZ + glibenklamid dan perlakuan STZ + EEAA

Hasil ini menunjukkan terdapat perbedaan diantara kelima kelompok. Dari tabel X hasil uji post hoc Bonferroni dan grafik pada gambar 12 di atas, dapat dilihat pada data kelompok basal, kontrol negatif dan kontrol positif berbeda bermakna dengan kelompok perlakuan STZ + EEAA sehingga dapat disimpulkan kelompok basal, kelompok kontrol negatif dan kontrol positif tidak mempengaruhi perubahan kadar glukosa darah tikus dan pemeberian EEAA pada kelompok perlakuan STZ + EEAA dapat mempengaruhi perubahan kadar glukosa darah tikus. Perubahan kadar glukosa darah tikus dimungkinkan karena adanya interaksi antara ekstrak etanol daun Artocarpus altilis (Park.) Fosberg dengan streptozotosin. Untuk perlakuan STZ + glibenklamid jika dibandingkan dengan kelompok basal dan negatif terlihat adanya perbedaan yang bermakna. Hal ini dapat disimpulkan adanya pengaruh induksi streptozotosin dan pemberian glibenklamid tidak mempengaruhi perubahan kadar glukosa darah tikus. Secara klinis, kadar glukosa darah tikus kelompok perlakuan pada hari ke-7 dan 14 masih diatas 200 mg/dl sehingga disimpulkan ekstrak etanol daun sukun dan glibenklamid tidak memiliki efek antihiperglikemik.

Dokumen terkait