• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

3. Tekanan Udara mmHg 754,1 755,2 757,7 756,8

5.1. Kadar Karbon Monoksida (CO) di 4 (Empat) Lokasi Pengambilan Sampel

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel (4.1.) kadar karbon monoksida (CO) tertinggi terdapat pada jalan raya yang ditanami pohon Angsana ((Pterocarpus indicus) yaitu Jl. A.H Nasution dan pada jalan raya yang tidak ditanami pohon Angsana (Pterocarpus indicus) yaitu Jl. Asia sebesar 16.033 µg/Nm³, sedangkan kadar terendah terdapat pada jalan raya yang ditanami pohon Angsana (Pterocarpus indicus) yaitu Jl. Brigjend Katamso sebesar 4.581 µg/Nm³. Berdasarkan Peraturan Pemerintah no 41 tahun 1999, kadar karbon monoksida (CO) pada ke empat lokasi penelitian tersebut masih memenuhi syarat baku mutu yaitu 30.000 µg/Nm³ dalam pengukuran selama 1 jam.

Pada Jl. A. H Nasution kadar karbon monoksida (CO) yang di dapat 16.033 µg/Nm³. Kadar karbon monoksida (CO) yang di dapat di jalan A. H. Nasution disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan yang melintasi jalan tersebut serta titik pengambilan sampel yang dekat dengan persimpangan lampu merah karena pada saat lampu merah banyak kendaraan yang berhenti, sehingga kadar karbon monoksida (CO) yang diemisikan ke udara lebih banyak. Gas karbon monoksida (CO) yang dihasilkan oleh kendaraan bermesin bensin (premium) adalah sekitar 1 % pada waktu berjalan dan sekitar 7 % pada waktu tidak berjalan, sementara mesin disel menghasilkan gas karbon monoksida (CO) sebesar 0,2 % pada saat berjalan dan sekitar 4 % pada waktu berhenti (Siswanto dalam Sarudji, 2010).

Semakin banyak jumlah kendaraan yang melintasi jalan tersebut maka kadar karbon monoksida (CO) yang di buang ke udara juga akan semakin meningkat. Sumber pencemar utama karbon monoksida berasal dari pembakaran bahan bakar fosil di udara berupa gas buangan. Gas buangan tersebut berasal dari kendaraan bermotor dan aktivitas industri. Konstribusi dari gas buangan kendaraan bermotor tersebut mencapai 60-70% (Wardhana, 2001).

Tingginya kadar karbon monoksida (CO) yang didapat di Jl. A. H Nasution diasumsikan karena pengukuran dilakukan pada siang hari. Berdasarkan Indeks Pencemaran Udara (ISPU) kadar bahan polutan seperti karbon monoksida (CO) di udara pada pagi hari masih menunjukkan keadaan yang normal, tetapi pada siang hari Indeks Pencemaran Udara (ISPU) menunjukkan adanya peningkatan kadar polutan di udara artinya pada siang hari kadar polutan meningkat di udara.

Keberadaan pohon Angsana (Pterocarpus indicus) di jalan A. H. Nasution diasumsikan dapat menyerap dan menjerap polutan udara yang berasal dari gas buangan kendaraan bermotor yang melintasi jalan tersebut, karena pepohonan dapat menurunkan konsentrasi karbon monoksida (CO) yang melayang di udara. Pohon yang rindang dan sejuk belum tentu dapat menurunkan konsentrasi polutan yang melayang di udara karena kemampuan pepohonan dalam menyerap dan menjerap polutan yang terdapat di jalan raya tergantung dari jenis dan morfologi daun pohon tersebut, seperti ukuran dan bentuk daun, adanya rambut pada permukaan daun dan juga tekstur daun (Hidayati, 2009).

Pada pohon peneduh jalan jumlah kerapatan stomata di bawah permukaan daun lebih tinggi dibandingkan di atas daun, sehingga semakin tinggi jumlah

kerapatan stomata semakin tinggi pula potensi pohon tersebut menyerap logam berat atau partikel yang melayang di udara (Hidayati, 2009).

Pada Jl. Brigjend Katamso kadar karbon monoksida (CO) di dapat 4.581 µg/Nm³, pada jalan ini kadar karbon monoksida (CO) yang di dapat lebih rendah di bandingkan dengan Jl. A. H Nasution. Kadar karbon monoksida (CO) yang rendah di jalan ini disebabkan pada saat pengukuran jumlah kendaraan yang lewat lebih sedikit dibandingkan pada jalan A. H Nasution karena kepadatan lalu lintas akan berpengaruh besar terhadap kadar polutan yang terdapat di udara.

Karbon monoksida (CO) diproduksi dari pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon seperti hasil buang kendaraaan bermotor, pembakaran di perindustrian, pembangkit listrik, pembakaran sampah dan sebagainya (Sastrawijaya, 2009). Sektor transportasi mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap energi, penggunaan energi tersebut berasal dari bahan bakar minyak (BBM) yang mengeluarkan senyawa karbon monoksida (CO). Semakin banyak hasil buang pembakaran dari aktivitas manusia berupa karbon monoksida (CO) di udara maka kualitas udara akan semakin menurun.

Menurunnya kualitas udara disebabkan karena emisi yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor mengggunakan bahan bakar seperti bensin dan solar yang mengandung gas beracun dan berperan sebagai penyumbang besar terhadap polutan yang terdapat di udara. Kendaraan bermotor sebagai alat transportasi dalam konteks pencemaran udara dikelompokkan sebagai sumber yang bergerak, oleh karena itu penyebaran pencemar yang diemisikan dari sumber-sumber kendaraan bermotor tersebut akan mempunyai pola penyebaran spasial yang meluas (Luffy, 2012).

Keberadaan pohon Angsana (Pterocarpus indicus) di Jl. Brigjend Katamso diasumsikan dapat mengurangi kadar karbon monoksida (CO) yang diemisikan ke udara. Pohon Angsana (Pterocarpus indicus) mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam menyerap polutan Timbal (Pb) dibandingkan dengan pohon lain seperti Glodongan (Polyalthia longifolia) (Agnesia, 2010).

Keberadaan pohon peneduh jalan seperti Angsana (Pterocarpus indicus) yang terdapat di jalan raya mempunyai fungsi ekologi yaitu sebagai paru-paru kota, dimana tumbuhan itu menghasilkan gas oksigen yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup dan dapat berfungsi sebagai penyerap gas/partikel beracun di udara (Hidayati, 2009).

Pada Jl. S. Parman kadar karbon monoksida (CO) di dapat yaitu 12,597 µg/Nm³. Banyaknya kendaraan yang lewat di jalan ini menyebabkan kadar karbon monoksida (CO) yang di dapat cukup tinggi, keberadaan bangunan yang tinggi di jalan ini dapat meningkatkan kadar karbon monoksida (CO) karena bangunan yang tinggi dapat menghalangi penyebaran polutan ke daerah lain yang mengakibatkan polutan tersebut tetap berada dan terperangkap di daerah tersebut. Tingginya kadar karbon monoksida (CO) di jalan ini diasumsikan karena tidak terdapatnya pohon peneduh jalan seperti Angsana (Ptrocarpus indicus) dijalan ini.

Keberadaan pohon peneduh jalan sangat banyak manfaatnya selain memberi keteduhan pohon peneduh jalan juga dapat menyerap kadar polutan di udara. Kemampuan tanaman dalam menyerap polutan yang terdapat di udara tergantung dari faktor lingkungan misalnya konsentrasi polutan yang terdapat di udara, cahaya, dan suhu lingkungan. Faktor morfologi/fisiologi daun juga memengaruhi tanaman dalam menyerap polutan yang terdapat di udara misalnya ketebalan daun, klorofil, laju

fotosintesis, laju transpirasi, konduktivitas stomata dan kerapatan stomata (Hanafri, 2011). Penelitian di Toronto tahun 2005 membuktikan bahwa vegetasi dapat mengurangi sumber-sumber pencemar CO, NO2, SO2, PM10, dan ozon. Kemampuan daya serap vegetasi pohon dalam menyerap polutan karbon monoksida (CO) sebesar 0,06-0,57 mg (Hanafri, 2011).

Pada Jl. Asia kadar karbon monoksida (CO) yang didapat yaitu 16.033 µg/Nm³, tingginya kadar karbon monoksida (CO) pada jalan ini diasumsikan karena banyaknya kendaraan yang melintasi jalan ini. Sumber utama karbon monoksida (CO) yaitu berasal dari pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor yang berada di ruas jalan raya, kemacetan lalu lintas juga akan menambah beban pencemar ke udara (Fardiaz, 2010).

Tidak terdapatnya pohon peneduh jalan seperti pohon Angsana (Pterocarpus indicus) pada jalan ini mengakibatkan tingginya kadar karbon monoksida yang di dapat. Pohon peneduh jalan mampu menurunkan konsentrasi gas pencemar yang melayang di udara, karena pohon dapat meningkatkan turbulensi aliran udara. Kemampuan tanaman dalam menyerap polutan yang terdapat di udara tergantung dari morfologi tanaman tersebut, jenis tanaman yang mempunyai stomata pada kedua sisi daun diduga relatif lebih potensial dalam menyerap gas-gas di sekitarnya termasuk bahan pencemar yang terdapat di udara (Hidayati, 2009).

Gas karbon monoksida (CO) yang bersasal dari kendaraan bermotor terutama di daerah yang padat kendaraan bermotornya akan mencemari lingkungan sekitar. Gas karbon monoksida merupakan suatu gas beracun yang bersifat metabolis, karena bereaksi secara metabolis dengan darah (Wardhana, 2001).

Gas karbon monoksida (CO) merupakan gas yang berbahaya bagi tubuh, karena daya ikat gas karbon monoksida (CO) terhadap hemoglobin 210 kali dari daya ikat oksigen (O2) terhadap hemoglobin, akibatnya fungsi hemoglobin untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu. Berkurangnya penyediaan oksigen ke seluruh tubuh akan menyebabkan pusing, rasa tidak enak pada mata, telinga berdengung, mual, muntah, detak jantung meningkat, rasa tertekan di dada, kesukaran bernafas, kelemahan otot-otot, tidak sadar dan bisa mengakibatkan kematian (Mukono, 2008).

Karbon monoksida (CO) dalam paparan yang menahun akan menyebabkan berkurangnya penyediaan oksigen ke seluruh tubuh, hal ini akan mengakibatkan terjadinya sesak nafas, gangguan syaraf, infark otak, infark jantung, bahkan dapat menyebabkan kematian bayi dalam kandungan (Mukono, 2005).

Pajanan karbon monoksida (CO) pada kadar tinggi dapat menyebabkan kurangnya pasokan oksigen pada ibu hamil yang akibatnya akan menurunkan tekanan oksigen di dalam plasenta dan juga pada janin dan darah. Hal ini dapat menyebabkan kelahiran prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) (Tugaswati, 2012).

Menurut evaluasi WHO, kelompok penduduk yang peka (penderita penyakit jantung paru-paru) tidak boleh terpajan oleh karbon monoksida (CO) dengan kadar yang dapat membentuk COHb yaitu di atas 2,5%. Kondisi ini ekivalen dengan pajanan oleh CO dengan kadar sebesar 35 mg/m³ selama 1 jam, dan 20 mg/mg selama 8 jam. Oleh karena itu, untuk menghindari tercapainya kadar COHb 2,5-3,0 %

WHO menyarankan pajanan CO tidak boleh melampaui 25 ppm (29 mg/m³) untuk waktu 1 jam dan 10 ppm (11,5 mg/m³) untuk waktu 8 jam (Tugaswati, 2012).

Melihat besarnya dampak negatif dari gas karbon monoksida (CO) tehadap manusia, maka perlu dilakukan tindakan untuk mereduksi gas karbon monoksida (CO) di udara. Cara yang dilakukan yaitu dengan melakukan penghijauan jalan yang memadai secara kualitatif maupun secara kuantitatif di sepanjang jalan kota.

5.2. Kadar Nitrogen Dioksida (NO2) di 4 (Empat) Lokasi Pengambilan Sampel

Dokumen terkait