• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kadar Kurkumin dalam Partikel

Pada penelitian ini, kurkumin yang akan diproses menjadi partikel diperoleh dari hasil soklet ekstraksi rimpang temulawak yang sudah dikeringkan dan diperkecil ukurannya. Untuk mengetahui kadar kurkumin di dalam partikel yang terbentuk, maka dilakukan analisa UV-Vis Spectrophotometer dengan metode yang telah dijelaskan pada Bab III. Berdasarkan hasil analisa menggunakan UV-Vis Spectrophotometer didapatkan bahwa kadar kurkumin di dalam ekstrak sebelum proses SAS sebesar 0,43%, sedangkan kadar kurkumin di dalam partikel hasil proses SAS berkisar antara 1,35-3,7%, seperti terlihat pada Tabel 4.1. Hal ini menunjukan bahwa selain terjadi pembentukan partikel, juga terjadi peningkatan kadar kurkumin di dalam partikel. Peningkatan ini terjadi dikarenakan pelarutan kembali

32

ekstrak yang terbentuk menggunakan aseton dan sedikit etanol, dimana kurkumin mempunyai kelarutan yang tinggi dibandingkan komponen lain seperti minyak atsiri yang terkandung di dalam ekstrak. Selain itu, pada proses SAS, karbondioksida superkritis telah melarutkan sebagian minyak atsiri dalam ekstrak sehingga terpisah dari partikel yang terbentuk (Muffidah, 2015).

Kadar kurkumin tertinggi dihasilkan pada partikel yang diproses pada temperatur 35oC, tekanan 10 MPa, rasio laju alir CO2

terhadap laju alir larutan ekstrak 15:0,25 ml/min dengan menggunakan aseton murni sebagai pelarut, seperti terlihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Analisa Kadar Kurkumin

Sampel Kadar

Kurkumin (%)

Ekstrak Sebelum Proses SAS 0,43

Partikel 1 (35oC, 10 MPa, 15:0,25, Aseton

murni) 3,7

Partikel 2 (35oC, 10 MPa, 15:0,25, Aseton + 5

% etanol) 3,36

Partikel 3 (35oC, 10 MPa, 15:0,25, Aseton +

10 % etanol) 3,27

Partikel 4 (40oC, 10 MPa, 15:0,25, Aseton

murni) 1,35

Partikel 5 (35oC, 12 MPa, 15:0,25, Aseton

murni) 3,62

Partikel 6 (35oC, 10 MPa, 15:0,30, Aseton

33

Gambar 4.1 Pengaruh Pelarut Terhadap Kadar Kurkumin dalam

Partikel yang Terbentuk

Pengaruh pelarut terhadap kadar kurkumin dalam partikel diamati pada kondisi operasi tekanan 10 MPa, temperatur 350C, laju alir larutan ekstrak 0,25 ml/min dan menggunakan tiga jenis pelarut yang berbeda yaitu aseton murni, aseton + 5% etanol (% volume) dan aseton + 10% etanol (% volume).

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa kadar kurkumin dalam partikel mengalami peningkatan setelah melalui proses

Supercritical Anti-Solvent (SAS). Kadar kurkumin tertinggi dalam

partikel yang terbentuk didapatkan pada SAS menggunakan aseton murni sebagai pelarut, yaitu sebesar 3,7%. Semakin banyak volume etanol yang ditambahkan sebagai pelarut, maka kadar kurkumin dalam partikel cenderung mengalami penurunan. Dengan penambahan etanol dalam pelarut aseton akan meningkatkan kelarutan kurkumin dalam CO2 superkritis. Dimana penambahan etanol sebagai co-solvent pada ekstraksi kurkumin dari rimpang temulawak dapat meningkatkan yield ekstraksi karena kenaikan kelarutan kurkumin dalam CO2 superkritis (Anggoro dkk, 2015). 0,43 3,70 3,36 3,27 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00

Un-processed curcumin 0,25 ml/min 10 MPa 35 C, 100% acetone 0,25 ml/min 10 MPa 35 C, acetone + 5% ethanol 0,25 ml/min 10 MPa 35 C, acetone + 10% ethanol Cur cu m in Cont en t (% )

34

Gambar 4.2 Pengaruh Tekanan Terhadap Kadar Kurkumin

dalam Partikel yang Terbentuk

Pengaruh tekanan terhadap kadar kurkumin dalam partikel diamati pada kondisi operasi tekanan 10 MPa dan 12 MPa, temperatur 350C, laju alir larutan ekstrak 0.25 ml/min dan pelarut aseton murni. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa kadar ekstrak sebelum dan setelah melalui proses Supercritical Anti-Solvent (SAS) mengalami peningkatan. Kadar kurkumin dalam partikel yang terbentuk pada tekanan 10 MPa lebih besar dibandingkan saat tekanan 12 MPa, yaitu sebesar 3,7%. Secara teoritis, peningkatan tekanan yang ada menyebabkan densitas dari CO2 superkritis meningkat. Dengan meningkatnya densitas dari CO2 superkritis membuat fraksi liquid CO2 menjadi lebih banyak. Hal ini akan membuat proses supercritical antisolvent menjadi lebih baik dan pada akhirnya akan dihasilkan kadar yang lebih besar (Sze Tu dkk., 1998). Akan tetapi, dari hasil yang ada tidak sesuai dengan literatur, dimana kadar kurkumin lebih banyak saat tekanan 10 MPa. Ketidaksesuaian ini mungkin terjadi akibat kurang lamanya proses cleaning yang harus dilakukan setelah melakukan praktikum. Kemungkinannya masih adanya sisa-sisa larutan yang tertinggal di dalam saluran supercritical antisolvent menurunkan kadar partikel kurkumin yang terbentuk pada proses selanjutnya.

0,43 3,70 3,62 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00

Un-processed curcumin 0,25 ml/min 10 MPa 35

C, 100% acetone 0,25 ml/min 12 MPa 35 C, acetone 100% C u rc u m in C o n te n t (% )

35

Gambar 4.3 Pengaruh Temperatur Terhadap Kadar Kurkumin

dalam Partikel yang Terbentuk

Pengaruh temperatur terhadap kadar kurkumin dalam partikel yang terbentuk diamati pada kondisi operasi tekanan 10 MPa, temperatur 350C dan 400C, laju alir larutan ekstrak 0,25 ml/min dan pelarut aseton murni. Gambar 4.3 menunjukkan bahwa kadar kurkumin dalam partikel paling rendah terdapat saat ekstrak sebelum mengalami proses Supercritical Anti-Solvent (SAS) dan kadar kurkumin dalam partikel pada saat temperatur 350C lebih besar dibandingkan saat temperatur 40oC, yaitu sebesar 3,7%. Hasil ini sesuai secara teoritis, dimana dengan peningkatan temperatur yang ada menyebabkan densitas dari CO2 superkritis menurun. Dengan menurunnya densitas dari CO2 superkritis membuat fraksi liquid CO2 menjadi sedikit. Hal ini akan membuat proses Supercritical Anti-Solvent menjadi kurang optimal dan pada akhirnya akan dihasilkan kadar yang lebih kecil (Sze Tu dkk., 1998). Selain itu, dari warna partikel yang dihasilkan pada temperatur 40oC cenderung berwarna gelap bila dibandingkan dengan partikel yang dihasilkan pada temperatur 35oC sehingga akhirnya pembentukan partikel kurang optimal. Selain itu CO2

kemungkinan telah mengoksidasi larutan ekstrak sehingga pada akhirnya diperoleh partikel yang berwarna gelap.

0,43 3,70 1,35 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00

Un-processed curcumin 0,25 ml/min 10 MPa 35

C, 100% acetone 0,25 ml/min 10 MPa 40 C, acetone 100% C u rc u m in C o n te n t (% )

36

Gambar 4.4 Pengaruh Laju Alir larutan Terhadap Kadar

Kurkumin dalam Partikel yang Terbentuk

Pengaruh laju alir larutan terhadap kadar kurkumin dalam partikel yang terbentuk diamati pada kondisi operasi tekanan 10 MPa, temperatur 350C, laju alir larutan ekstrak 0.25 ml/min dan 0,3 ml/min dengan menggunakan pelarut aseton murni. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa kadar kurkumin dalam partikel yang dihasilkan pada laju alir larutan 0,25 ml/min lebih besar dibandingkan saat laju alir larutan 0,3 ml/min, yaitu sebesar 3,7%. Untuk laju aliran larutan 0.25 ml/min dengan laju alir CO2

15 ml/min diperlukan 60 ml CO2 untuk anti-solvent 1 ml larutan. Sedangkan, untuk laju aliran larutan 0.3 ml/min dengan laju alir CO2 15 ml/min diperlukan 50 ml CO2 untuk anti-solvent 1 ml larutan. Hal ini dapat dilihat bahwa dengan semakin cepat laju alir larutan dengan laju CO2 yang tetap, maka jumlah CO2 yang digunakan untuk anti-solvent semakin berkurang dan berakibat semakin sedikit molekul CO2 yang berkontak dengan pelarut sehingga tidak tercapai kondisi super saturasi yang optimal, dan dengan demikian pelarut berubah fungsi sebagai co-solvent yang membantu CO2 superkritis melarutkan sebagian kurkumin dan ikut keluar sebagai ekstrak bersama dengan pelarut dan CO2, yang mengakibatkan turunnya kadar kurkumin dalam partikel yang terbentuk pada laju alir larutan 0.3 ml/min.

0,43 3,70 2,11 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00

Un-processed curcumin 0,25 ml/min 10 MPa 35 C, 100% acetone 0,3 ml/min 10 MPa 35 C, acetone 100% C u rc u m in C o n te n t (% )

37

Dokumen terkait