• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan umum

2.1.2 Sifat – sifat fisik tanah

2.1.2.4 Kadar air (moisture water content)

Kadar air atau water content (w) adalah persentase perbandingan berat air (𝑊𝑊𝑤𝑤) dengan berat butiran (𝑊𝑊𝑠𝑠) dalam tanah, atau :

2.1.2.5 Berat volume (unit weight)

Berat volume (γ) adalah berat tanah per satuan volume.

γ = 𝑊𝑊𝑉𝑉 (2.10)

Para ahli tanah kadang-kadang menyebut berat volume (unit weight) sebagai berat volume vasah (moist unit weight).

Dimana:

𝛾𝛾 : berat volume basah (gr/cm3) 𝑊𝑊 : berat butiran tanah (gr) 𝑉𝑉 : volume total tanah(cm3)

2.1.2.6 Berat volume kering (dry unitweight)

Berat volume kering (𝛾𝛾𝑑𝑑) adalah perbandingan antara berat butiran tanah (𝑊𝑊𝑠𝑠) dengan volume total tanah (𝑉𝑉). Berat volume kering (𝛾𝛾𝑑𝑑)dapat dinyatakan dalam persamaan :

𝛾𝛾𝑑𝑑 = 𝑊𝑊𝑉𝑉𝑠𝑠 (2.11)

Dimana:

𝛾𝛾𝑑𝑑 : berat volume kering (gr/cm3) 𝑊𝑊𝑠𝑠 : berat butiran tanah (gr) 𝑉𝑉 : volume total tanah (cm3)

2.1.2.7 Berat volume butiran padat (soil volume weight)

Berat volume butiran padat (𝛾𝛾𝑠𝑠) adalah perbandingan antara berat butiran tanah (𝑊𝑊𝑠𝑠) dengan volume butiran tanah padat (𝑉𝑉𝑠𝑠). Berat volume butiran padat (𝛾𝛾𝑠𝑠) dapat dinyatakan dalam persamaan : 2.1.2.8 Berat jenis (specific gravity)

Berat jenis atau specific gravity (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran tanah (𝛾𝛾𝑠𝑠) dengan berat volume air (𝛾𝛾𝑤𝑤) dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat jenis (𝐺𝐺𝑠𝑠) dapat dinyatakan dalam persamaan:

Batas-batas besaran berat jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.Hasil-hasil penentuan berat jenis dari sebagian besar tanah menunjukan bahwa nilai-nilai dari 2,6 sampai 2,75 merupakan nilai yang paling banyak terdapat.

Nilai-nilai porositas, angka pori dan berat volume pada keadaan asli di alam dari berbagai jenis tanah diberikan oleh Terzaghi seperti terlihat pada Tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.2 Berat jenis tanah (Hardiyatmo, 1992) Macam Tanah Berat Jenis

Kerikil 2,65 - 2,68 Pasir seragam, tidak padat

Pasir seragam, padat

Pasir berbutir campuran, tidak padat Pasir berbutir campuran, padat Lempung lunak sedikit organis Lempung lunak sangat organis

46

2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg limit)

Atterberg adalah seorang peneliti tanah berkebangsaan Swedia yang telah menemukan batas-batas Atterberg pada tahun 1911.Atterberg mengusulkan ada lima keadaan konsistensi tanah. Batas-batas konsistensi tanah ini didasarkan pada kadar air, yaitu batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), batas susut

(shrinkage limit), batas lengket (sticky limit) dan batas kohesi (cohesion limit).

Tetapi pada umumnya batas lengket dan batas kohesi tidak digunakan (Bowles, 1991). Batas-batas konsistensi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg (Soedarmo, 1997)

1. Batas cair (liquid limit)

Batas cair (liquid limit) adalah kadar air tanah ketika tanah berada diantara keadaan cairdan keadaan plastis, yaitu pada batas atas dari daerah plastis. Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan meletakkan tanah ke cawan dan dibentuk sedemikian rupa,kemudian tanah tersebut dibelah oleh Grooving Tool dan dilakukan pemukulan dengan cara engkol dinaikkan dan sampai mangkuk menyentuh dasar,dilakukan juga perhitungan ketukan sampai tanah yang dibelah tadi berhimpit. Untuk lebih jelasnya, alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan Grooving Tool dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Cawan Cassagrande dan Grooving Tool (Hardiyatmo, 1992)

Gambar 2.4 Kurva pada penentuan batas cair tanah lempung (Soedarmo, 1997)

2. Batas plastis (plastic limit)

Batas plastis (plastic limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah dimana pada batas bawah daerah plastis atau kadar air minimum. Untuk mengetahui batas plastis suatu tanah dilakukan dengan percobaan menggulung tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm (1/8 inchi) dengan menggunakan telapak tangan di atas kaca datar.Apabila tanah mulai mengalami

retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah batas plastis.

3. Batas susut (shrinkage limit)

Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Dapat dikatakan bahwa tanah tersebut tidak akan mengalami penyusutan lagi meskipun dikeringkan secara terus menerus.

Percobaan batas susut dilakukan dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Pada bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan :

𝑆𝑆𝑆𝑆 = �(𝑚𝑚1𝑚𝑚−𝑚𝑚2)

2(𝑣𝑣1−𝑣𝑣𝑚𝑚2)𝛾𝛾𝑤𝑤

2 � 𝑥𝑥 100 % (2.14) dengan :

𝑚𝑚1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) 𝑚𝑚2 = berat tanah kering oven (gr)

𝑣𝑣1 = volume tanah basah dalam cawan (𝑐𝑐𝑚𝑚3) 𝑣𝑣2 = volume tanah kering oven (𝑐𝑐𝑚𝑚3)

𝛾𝛾𝑤𝑤 = verat Jenis air

4. Indeks plastisitas (plasticity index)

Indeks plastisitas adalah selisih antara batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis.

Indeks plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Jika tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Persamaan 2.15 dapat digunakan untuk menghitung besarnya nilai Indeks Plastisitas dari suatu tanah. Tabel 2.4 menunjukkan batasan nilai Indeks Plastisitas dari jenis-jenis tanah.

𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝑆𝑆𝑆𝑆 − 𝐼𝐼𝑆𝑆 (2.15)

Dimana :

IP = indeks plastisitas (%) LL = batas cair (%)

PL = batas plastis (%)

Tabel 2.4 Indeks plastisitas tanah (Hardiyatmo, 1992)

PI Sifat Macam tanah Kohesi

0 Non-plastis Pasir Non – kohesif

<7 Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian 7-17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif

>17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif

5. Indeks kecairan (liquidity index)

Kadar air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat didefinisikan oleh indeks kecairan (liquidity index). Indeks kecairan merupakan perbandingan antara selisih kadar air asli dengan batas plastis terhadap indeks plastisitasnya. Berikut persamaannya:

𝑆𝑆𝐼𝐼 = 𝐼𝐼𝑆𝑆 =𝑊𝑊𝑆𝑆𝑆𝑆−𝐼𝐼𝑆𝑆𝑁𝑁−𝐼𝐼𝑆𝑆 =𝑊𝑊𝑁𝑁𝐼𝐼𝐼𝐼−𝐼𝐼𝑆𝑆 (2.16) Dimana :

LI:liquidity index (%) WN:kadar air asli (%)

Gambar 2.5 Hubungan antara WP, WL dan WNdalam menghitung LI atau IL

(Bowles, 1991)

Dapat dilihat bahwa jika WN= LL, maka indeks kecairanakan sama dengan 1. Sedangkan, jika WN = PL, indeks kecairanakan sama dengan nol. Jadi, untuk lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL>WN >PL. Nilai Indeks Kecairanakan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN>LL akan mempunyai LI> 1.

2.1.3 Klasifikasi tanah

Sistem klasisfikasi tanah adalah suatu sistem yang mengatur beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan subkelompok-kelompok-subkelompok-kelompok berdasarkan penggunaannya (Das,1991). Sistem klasisfikasi tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisa saringan dan plastisitasnya. Tujuan dari pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah.Kebanyakan Klasifikasi Tanah menggunakan indeks pengujian yang sangat sederhana untuk memperoleh karakteristik tanahnya.

Beberapa sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Klasifikasi tanah sistem USCS 2. Klasifikasi tanah sistem AASHTO

2.1.3. 1Sistem klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)

Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Cassagrande (1942) sebagai sebuah metode untuk pekerjaan pembuatan lapangan terbang oleh The Army

Corps of Engineers pada Perang Dunia II. Pada saat ini sistem ini telah dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.

Pada tahun 1969 sistem ini diadopsi oleh American Society for Testing and Materials (ASTM) sebagai Metode Klasifikasi Tanah (ASTM D 2487).

Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1991), tanah dikelompokkan menjadi:

1. Tanah butir kasar (Coarse-Grained-Soil)

Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan no.200 (0,075 mm).Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

2. Tanah berbutir halus (Fine-Grained-Soil)

Merupakan tanah yang lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no.200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.

Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini:

a. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus) b. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no.40

c. Koefisien keseragaman (Uniformity Coefficient, Cu) dan Koefisien Gradasi (Gradation Coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan no.200

d. Batas cair dan indeks plastisitas bagian tanah yang lolos ayakan no.40

Tabel 2.5 Simbol klasifikasi tanah sistem USCS

Simbol Nama klasifikasi tanah

G Kerikil (gravel) S Pasir (sand) C Lempung (clay) M Lanau (silt)

O Lanau atau lempung organik (organic silt or clay)

Pt Tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly organic clay) L Plastisitas rendah (low plasticity)

H Plastisitas tinggi (high plasticity) W Bergradasi baik (well graded)

P Bergradasi buruk(poor graded)

Gambar 2.6 Klasifikasi Tanah Sistem Unified (Das, 1991)

sistem klasifikasi Unified (lanjutan)

2.1.3.2 Sistem klasifikasi AASHTO

Sistem klasifikasi tanah AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no.

200.

Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut :

1. Analisis Ukuran Butiran.

2. Batas Cair, Batas Plastis dan Indeks Plastisitas yang dihitung.

3. Batas Susut.

` Khusus untuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus diidentifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya.

Bagan pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Klasifikasi tanah sistem AASHTO (Das, 1991)

2.1.4 Sifat-sifat mekanis tanah 2.1.4.1 Pemadatan tanah (compaction)

Pemadatan tanah (compaction) adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis (digilas/ditumbuk) sehingga partikel-partikel tanah menjadi rapat. Dengan kata lain, Pemadatan Tanahadalah densifikasitanah yangjenuhdengan penurunanvolumeronggadiisi dengan udara, sedangkanvolumepadatandankadar airtetappada dasarnya sama.Hal ini merupakan cara yang paling jelas dan sederhana untuk memperbaiki stabilitas dan kekuatan dukung tanah.

Maksud pemadatan tanah menurut Hardiyatmo (1992), antara lain : 1. Mempertinggi kuat geser tanah

2. Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas) 3. Mengurangi permeabilitas

4. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lainnya.

Tanah granuler merupakan tanah yang paling mudah penanganannya untuk pekerjaan lapangan. Setelah dipadatkan tanah tersebut mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume. Hal ini dikarenakan

permeabilitas tanah granuler yang tinggi.Berbeda dengan pada tanah lanau yang permeabilitasnya rendah sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan basah.

Tanah lempung mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik dalam kondisi basah seperti halnya tanah lanau.

Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya.

Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi Compaction, yaitu:

a. Usaha pemadatan b. Jenis tanah c. Kadar air tanah

d. Berat isi kering tanah (Bowles, 1991).

Hubungan berat volume kering (𝛾𝛾𝑑𝑑) dengan berat volume basah (𝛾𝛾𝑏𝑏) dan kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan :

𝛾𝛾𝑑𝑑 =1 + 𝑤𝑤𝛾𝛾𝑏𝑏 (2.17)

Pada pengujian Compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould dengan volume 9,34 x 10−4𝑚𝑚3, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian compactiontanah dipadatkan dalam 3 lapisan (standard proctor) dan 5 lapisan (modified proctor) dengan pukulan sebanyak 25 kali pukulan.

Pengujian-pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah basah (pada kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah lapisan tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan sejumlah tumbukan yang ditentukan dengan penumbuk dengan massa dan tinggi jatuh tertentu. Standar ASTM maupun AASHTO hendaknya digunakan sebagai acuan untuk rincian pengujian tersebut.

Perbedaan antara pengujian pemadatan standard proctor dan pengujian Pemadatan modified proctor dapat dilihat dalam Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Pengujian pemadatan proctor (Bowles, 1991)

Standar (ASTM D698) Modifikasi (ASTM D1557)

Palu 24,5 N (5,5 lb) 44,5 N (10 lb)

Tinggi jatuh palu 305 mm (12 in) 457 mm (18 in)

Jumlah lapisan 3 5

Jumlah tumbukan per

lapisan 25 25

Volume cetakan 1/30 ft3 1/30 ft3

Tanah Saringan no. 4 Saringan no. 4

Energi pemadatan 595 kJ/ m3 (12400 lb ft/ft3) 2698 kJ/ m3 (56250 lb ft/ft3)

Kadar air yang memberikan berat isi kering yang maksimum disebut kadar air optimum (optimum moisture content). Usaha pemadatan diukur dari segi energi tiap satuan volume dari tanah yang telah dipadatkan. Untuk usaha pemadatan yang lebih rendah kurva pemadatan bagi tanah yang sama akan lebih rendah dan tergeser ke kanan, yang menunjukkan suatu kadar air optimum yang lebih tinggi. Hasil dari pengujian pemadatan berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah yamg ditunjukkan Gambar 2.8.

Garis ZAV (Zero Air Void Line) adalah hubungan antara berat Isi Kering dengan Kadar Air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu menggambarkan grafik pemadatan.Grafik tersebut berada di bawah ZAV dan biasanya grafik tersebut tidak lurus tetapi agak cekung ke atas.Apabila kurva pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAV maka hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan mendekati 100% dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan pemadatan tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan Kadar Air

Optimum dan Berat Isi Kering maksimum adalah percobaan Pemadatan Standar (Standard Compaction Test)

Gambar 2.8 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah(Hardiyatmo, 1992)

2.1.4.2 Pengujian unconfined compression test (UCT) / uji kuat tekan bebas Nilai kuat geser tanah perlu diketahui untuk mengukur kemampuan tanah menahan tekanan dan gaya yang terjadi tanpa adanya keruntuhan. Seperti material lainnya, tanah mengalami penyusutan volume jika mendapat tekanan merata di sekelilingnya. Apabila menerima tegangan geser, tanah akan mengalami distorsi dan apabila distsorsi yang terjadi cukup besar, maka partikel-partikelnya akan terpeleset satu sama lain dan tanah akan dikatakan gagal dalam uji kuat geser.

Hampir semua jenis tanah daya dukungnya terhadap tegangan tarik sangat kecil atau bahkan tidak mampu sama sekali, karena pada dasarnya tanah mampu melawan gaya geser. Tanah tidak berkohesi, kekuatan gesernya hanya terletak pada gesekan antara butir tanah saja (c = 0), sedangkan pada tanah berkohesi dalam kondisi jenuh, maka ∅ = 0 dan S = c. Parameter Kuat Geser tanah diperlukan untuk analisa-analisa daya dukung tanah (bearing capacity), tegangan tanah terhadap dinding penahan (earth preassure) dan kestabilan lereng (slope stability).

Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar seperti ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh :

1. Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan pemadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada gesernya.

2. Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan vertikal pada bidang gesernya.

Oleh karena itu kekuatan geser tanah dapat diukur dengan rumus :

τ = 𝒸𝒸 + (σ − u)tan ∅ (2.18)

Ada beberapa cara untuk menentukan kuat geser tanah, antara lain : 1. Pengujian geser langsung (direct shear test)

2. Pengujian triaksial (triaxialt test)

3. Pengujian tekan bebas (unconfined compression test) 4. Pengujian baling-baling (vane shear test)

Dalam penelitian ini yang digunakan untuk menentukan kuat geser tanah adalah pengujian tekan bebas (unconfined compression test).

Uji kuat tekan bebas (unconfined compression test) mengukur kemampuan tanah untuk menerima kuat tekan yang diberikan sampai tanah terpisah dari butir-butirannya, pengujian ini juga mengukur regangan tanah akibat tekanan tersebut.

Pada Gambar 2.9 menunjukkan skema pengujian unconfined compression test.

Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0, maka:

Gambar 2.9 Skema pengujian tekan bebas (Hardiyatmo, 1992)

Hubungan Konsistensi dengan Kuat Tekan Bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Hubungan kuat tekan bebas tanah lempung dengan konsistensinya (Hardiyatmo, 1992)

Konsistensi qu(kg/cm2)

Lempung keras >4,00

Lempung sangat kaku 2,00 – 4,00

Lempung kaku 1,00 – 2,00

Lempung sedang 0,50 – 1,00 Lempung lunak 0,25 – 0,50 Lempung sangat lunak < 0,25

2.1.4.3 Pengujian Caifornia Bearing Ratio (CBR)

Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada tahun 1928.

Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O. J. Porter. CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar

0,1”/0,2” dengan beban yang ditahan batu pecah standar pada penetrasi0,1”/0,2”(Sukirman,1995)

Jadi nilai CBR didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara beban percobaan (test load) dengan beban standar (standard load) dan dinyatakan dalam prosentase. Tujuan dari percobaan CBR adalah untuk mengetahui nilai daya dukung tanah dalam kepadatan maksimum. Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas.

CBR lapangan (CBR inplace) digunakan untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan, sesuai dengan tanah dasar saat itu. Umumnya digunakan untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi, selain itu jenis CBR ini digunakan untuk mengontrol kepadatan yang diperoleh apakah sudah sesuai dengan yang diinginkan. CBR lapangan direndam (undisturbed soaked CBR) digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan (swelling) yang maksimum.

Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :

1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap penetrasistandard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).

Harga CBR % = (Beban 0.1”/ (3 x 1000)) x 100

2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”)terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi)

Harga CBR % = (Beban 0.2”/ (3 x 1500)) x 100 CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

a. CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)

Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR laboratorium tanpa rendaman.

b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)

Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR laboratorium rendaman.Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR tanpa rendaman.

2.2 Bahan - bahan Penelitian 2.2.1Tanah Lempung (Clay)

Beberapa definisi tanah lempung antara lain:

1. Terzaghi (1987)

Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagai tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan permeabilitas lempung sangat rendah, sehingga bersifat plastis pada kadar air sedang. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

2. Das (1991)

Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

3. Bowles (1991)

Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah apabila lebih dari 50%.

4. Hardiyatmo (1992)

Mengatakan bahwa sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.

Secara umum dalam klasifikasi tanah, partikel tanah lempung memiliki diameter 2µm atau sekitar 0,002 mm (AASHTO, USCS). Dibeberapa kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel lempung (ASTM-D-653).

Dari segi mineral tanah dapat juga disebut sebagai tanah bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari partikel-partikel yang sangat kecil (partikel-partikel quartz, feldspar, mika dapat berukuran sub mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat plastis).

Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid, merupakan gugusan kristal berukuran mikro, yaitu < 1 µm (2 µm merupakan batas atasnya). Tanah lempung merupakan hasil proses pelapukan mineral batuan induknya, yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau alkali, oksigen, dan karbondioksida.

2.2.1.1 Lempung dan mineral penyusun

Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks.

Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar, yaitu Silika Tetrahedra dan Aluminium Oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 1991).

Ciri tanah lempung adalah sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan bahwa pada

keadaan basah tanah memiliki kemampuan gaya tarik-menarik yang besar sehingga partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu diubah-ubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah.

Lempung merupakan mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah, dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa Hydrous Aluminiumdan Magnesium Silikatdalam jumlah yang besar.Mineral lempung sebagian besar mempunyai struktur berlapis dimana ukuran mineralnya sangat kecil yakni kurang dari 2 µm (1µm = 0,000001m), meskipun ada klasifikasi yang menyatakan bahwa batas atas lempung adalah 0,005 m (ASTM)dan merupakan partikel yang aktif secara elektrokimiawi yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron.

Bowles (1991) menyatakan bahwa sumber utama dari mineral lempung adalah pelapukan kimiawi dari batuan yang mengandung :

1. Felspar Ortoklas 2. Felspar Plagioklas 3. Mika (Muskovit)

Dimana semuanya itu dapat disebut Silikat Aluminium Kompleks (Complex Aluminium Silicates). Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (Kaolinite, Montmorillonitedan Illite) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (Mika Group, Serpentinite Group). Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari Silika

Dimana semuanya itu dapat disebut Silikat Aluminium Kompleks (Complex Aluminium Silicates). Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (Kaolinite, Montmorillonitedan Illite) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (Mika Group, Serpentinite Group). Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari Silika