• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan umum

2.1.3 Klasifikasi tanah

2.1.3.1 Sistem klasifikasi Unified Soil Classification System

Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Cassagrande (1942) sebagai sebuah metode untuk pekerjaan pembuatan lapangan terbang oleh The Army

Corps of Engineers pada Perang Dunia II. Pada saat ini sistem ini telah dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.

Pada tahun 1969 sistem ini diadopsi oleh American Society for Testing and Materials (ASTM) sebagai Metode Klasifikasi Tanah (ASTM D 2487).

Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1991), tanah dikelompokkan menjadi:

1. Tanah butir kasar (Coarse-Grained-Soil)

Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan no.200 (0,075 mm).Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

2. Tanah berbutir halus (Fine-Grained-Soil)

Merupakan tanah yang lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no.200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.

Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini:

a. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus) b. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no.40

c. Koefisien keseragaman (Uniformity Coefficient, Cu) dan Koefisien Gradasi (Gradation Coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan no.200

d. Batas cair dan indeks plastisitas bagian tanah yang lolos ayakan no.40

Tabel 2.5 Simbol klasifikasi tanah sistem USCS

Simbol Nama klasifikasi tanah

G Kerikil (gravel) S Pasir (sand) C Lempung (clay) M Lanau (silt)

O Lanau atau lempung organik (organic silt or clay)

Pt Tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly organic clay) L Plastisitas rendah (low plasticity)

H Plastisitas tinggi (high plasticity) W Bergradasi baik (well graded)

P Bergradasi buruk(poor graded)

Gambar 2.6 Klasifikasi Tanah Sistem Unified (Das, 1991)

sistem klasifikasi Unified (lanjutan)

2.1.3.2 Sistem klasifikasi AASHTO

Sistem klasifikasi tanah AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no.

200.

Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut :

1. Analisis Ukuran Butiran.

2. Batas Cair, Batas Plastis dan Indeks Plastisitas yang dihitung.

3. Batas Susut.

` Khusus untuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus diidentifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya.

Bagan pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Klasifikasi tanah sistem AASHTO (Das, 1991)

2.1.4 Sifat-sifat mekanis tanah 2.1.4.1 Pemadatan tanah (compaction)

Pemadatan tanah (compaction) adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis (digilas/ditumbuk) sehingga partikel-partikel tanah menjadi rapat. Dengan kata lain, Pemadatan Tanahadalah densifikasitanah yangjenuhdengan penurunanvolumeronggadiisi dengan udara, sedangkanvolumepadatandankadar airtetappada dasarnya sama.Hal ini merupakan cara yang paling jelas dan sederhana untuk memperbaiki stabilitas dan kekuatan dukung tanah.

Maksud pemadatan tanah menurut Hardiyatmo (1992), antara lain : 1. Mempertinggi kuat geser tanah

2. Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas) 3. Mengurangi permeabilitas

4. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lainnya.

Tanah granuler merupakan tanah yang paling mudah penanganannya untuk pekerjaan lapangan. Setelah dipadatkan tanah tersebut mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume. Hal ini dikarenakan

permeabilitas tanah granuler yang tinggi.Berbeda dengan pada tanah lanau yang permeabilitasnya rendah sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan basah.

Tanah lempung mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik dalam kondisi basah seperti halnya tanah lanau.

Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya.

Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi Compaction, yaitu:

a. Usaha pemadatan b. Jenis tanah c. Kadar air tanah

d. Berat isi kering tanah (Bowles, 1991).

Hubungan berat volume kering (𝛾𝛾𝑑𝑑) dengan berat volume basah (𝛾𝛾𝑏𝑏) dan kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan :

𝛾𝛾𝑑𝑑 =1 + 𝑀𝑀𝛾𝛾𝑏𝑏 (2.17)

Pada pengujian Compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould dengan volume 9,34 x 10βˆ’4π‘šπ‘š3, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian compactiontanah dipadatkan dalam 3 lapisan (standard proctor) dan 5 lapisan (modified proctor) dengan pukulan sebanyak 25 kali pukulan.

Pengujian-pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah basah (pada kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah lapisan tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan sejumlah tumbukan yang ditentukan dengan penumbuk dengan massa dan tinggi jatuh tertentu. Standar ASTM maupun AASHTO hendaknya digunakan sebagai acuan untuk rincian pengujian tersebut.

Perbedaan antara pengujian pemadatan standard proctor dan pengujian Pemadatan modified proctor dapat dilihat dalam Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Pengujian pemadatan proctor (Bowles, 1991)

Standar (ASTM D698) Modifikasi (ASTM D1557)

Palu 24,5 N (5,5 lb) 44,5 N (10 lb)

Tinggi jatuh palu 305 mm (12 in) 457 mm (18 in)

Jumlah lapisan 3 5

Jumlah tumbukan per

lapisan 25 25

Volume cetakan 1/30 ft3 1/30 ft3

Tanah Saringan no. 4 Saringan no. 4

Energi pemadatan 595 kJ/ m3 (12400 lb ft/ft3) 2698 kJ/ m3 (56250 lb ft/ft3)

Kadar air yang memberikan berat isi kering yang maksimum disebut kadar air optimum (optimum moisture content). Usaha pemadatan diukur dari segi energi tiap satuan volume dari tanah yang telah dipadatkan. Untuk usaha pemadatan yang lebih rendah kurva pemadatan bagi tanah yang sama akan lebih rendah dan tergeser ke kanan, yang menunjukkan suatu kadar air optimum yang lebih tinggi. Hasil dari pengujian pemadatan berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah yamg ditunjukkan Gambar 2.8.

Garis ZAV (Zero Air Void Line) adalah hubungan antara berat Isi Kering dengan Kadar Air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu menggambarkan grafik pemadatan.Grafik tersebut berada di bawah ZAV dan biasanya grafik tersebut tidak lurus tetapi agak cekung ke atas.Apabila kurva pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAV maka hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan mendekati 100% dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan pemadatan tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan Kadar Air

Optimum dan Berat Isi Kering maksimum adalah percobaan Pemadatan Standar (Standard Compaction Test)

Gambar 2.8 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah(Hardiyatmo, 1992)

2.1.4.2 Pengujian unconfined compression test (UCT) / uji kuat tekan bebas Nilai kuat geser tanah perlu diketahui untuk mengukur kemampuan tanah menahan tekanan dan gaya yang terjadi tanpa adanya keruntuhan. Seperti material lainnya, tanah mengalami penyusutan volume jika mendapat tekanan merata di sekelilingnya. Apabila menerima tegangan geser, tanah akan mengalami distorsi dan apabila distsorsi yang terjadi cukup besar, maka partikel-partikelnya akan terpeleset satu sama lain dan tanah akan dikatakan gagal dalam uji kuat geser.

Hampir semua jenis tanah daya dukungnya terhadap tegangan tarik sangat kecil atau bahkan tidak mampu sama sekali, karena pada dasarnya tanah mampu melawan gaya geser. Tanah tidak berkohesi, kekuatan gesernya hanya terletak pada gesekan antara butir tanah saja (c = 0), sedangkan pada tanah berkohesi dalam kondisi jenuh, maka βˆ… = 0 dan S = c. Parameter Kuat Geser tanah diperlukan untuk analisa-analisa daya dukung tanah (bearing capacity), tegangan tanah terhadap dinding penahan (earth preassure) dan kestabilan lereng (slope stability).

Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar seperti ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh :

1. Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan pemadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada gesernya.

2. Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan vertikal pada bidang gesernya.

Oleh karena itu kekuatan geser tanah dapat diukur dengan rumus :

Ο„ = 𝒸𝒸 + (Οƒ βˆ’ u)tan βˆ… (2.18)

Ada beberapa cara untuk menentukan kuat geser tanah, antara lain : 1. Pengujian geser langsung (direct shear test)

2. Pengujian triaksial (triaxialt test)

3. Pengujian tekan bebas (unconfined compression test) 4. Pengujian baling-baling (vane shear test)

Dalam penelitian ini yang digunakan untuk menentukan kuat geser tanah adalah pengujian tekan bebas (unconfined compression test).

Uji kuat tekan bebas (unconfined compression test) mengukur kemampuan tanah untuk menerima kuat tekan yang diberikan sampai tanah terpisah dari butir-butirannya, pengujian ini juga mengukur regangan tanah akibat tekanan tersebut.

Pada Gambar 2.9 menunjukkan skema pengujian unconfined compression test.

Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena Οƒ3 = 0, maka:

Gambar 2.9 Skema pengujian tekan bebas (Hardiyatmo, 1992)

Hubungan Konsistensi dengan Kuat Tekan Bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Hubungan kuat tekan bebas tanah lempung dengan konsistensinya (Hardiyatmo, 1992)

Konsistensi qu(kg/cm2)

Lempung keras >4,00

Lempung sangat kaku 2,00 – 4,00

Lempung kaku 1,00 – 2,00

Lempung sedang 0,50 – 1,00 Lempung lunak 0,25 – 0,50 Lempung sangat lunak < 0,25

2.1.4.3 Pengujian Caifornia Bearing Ratio (CBR)

Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada tahun 1928.

Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O. J. Porter. CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar

0,1”/0,2” dengan beban yang ditahan batu pecah standar pada penetrasi0,1”/0,2”(Sukirman,1995)

Jadi nilai CBR didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara beban percobaan (test load) dengan beban standar (standard load) dan dinyatakan dalam prosentase. Tujuan dari percobaan CBR adalah untuk mengetahui nilai daya dukung tanah dalam kepadatan maksimum. Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas.

CBR lapangan (CBR inplace) digunakan untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan, sesuai dengan tanah dasar saat itu. Umumnya digunakan untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi, selain itu jenis CBR ini digunakan untuk mengontrol kepadatan yang diperoleh apakah sudah sesuai dengan yang diinginkan. CBR lapangan direndam (undisturbed soaked CBR) digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan (swelling) yang maksimum.

Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :

1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap penetrasistandard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).

Harga CBR % = (Beban 0.1”/ (3 x 1000)) x 100

2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”)terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi)

Harga CBR % = (Beban 0.2”/ (3 x 1500)) x 100 CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

a. CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)

Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR laboratorium tanpa rendaman.

b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)

Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR laboratorium rendaman.Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR tanpa rendaman.

2.2 Bahan - bahan Penelitian 2.2.1Tanah Lempung (Clay)

Beberapa definisi tanah lempung antara lain:

1. Terzaghi (1987)

Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagai tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan permeabilitas lempung sangat rendah, sehingga bersifat plastis pada kadar air sedang. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

2. Das (1991)

Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

3. Bowles (1991)

Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah apabila lebih dari 50%.

4. Hardiyatmo (1992)

Mengatakan bahwa sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.

Secara umum dalam klasifikasi tanah, partikel tanah lempung memiliki diameter 2Β΅m atau sekitar 0,002 mm (AASHTO, USCS). Dibeberapa kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel lempung (ASTM-D-653).

Dari segi mineral tanah dapat juga disebut sebagai tanah bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari partikel-partikel yang sangat kecil (partikel-partikel quartz, feldspar, mika dapat berukuran sub mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat plastis).

Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid, merupakan gugusan kristal berukuran mikro, yaitu < 1 Β΅m (2 Β΅m merupakan batas atasnya). Tanah lempung merupakan hasil proses pelapukan mineral batuan induknya, yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau alkali, oksigen, dan karbondioksida.

2.2.1.1 Lempung dan mineral penyusun

Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks.

Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar, yaitu Silika Tetrahedra dan Aluminium Oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 1991).

Ciri tanah lempung adalah sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan bahwa pada

keadaan basah tanah memiliki kemampuan gaya tarik-menarik yang besar sehingga partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu diubah-ubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah.

Lempung merupakan mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah, dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa Hydrous Aluminiumdan Magnesium Silikatdalam jumlah yang besar.Mineral lempung sebagian besar mempunyai struktur berlapis dimana ukuran mineralnya sangat kecil yakni kurang dari 2 Β΅m (1Β΅m = 0,000001m), meskipun ada klasifikasi yang menyatakan bahwa batas atas lempung adalah 0,005 m (ASTM)dan merupakan partikel yang aktif secara elektrokimiawi yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron.

Bowles (1991) menyatakan bahwa sumber utama dari mineral lempung adalah pelapukan kimiawi dari batuan yang mengandung :

1. Felspar Ortoklas 2. Felspar Plagioklas 3. Mika (Muskovit)

Dimana semuanya itu dapat disebut Silikat Aluminium Kompleks (Complex Aluminium Silicates). Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (Kaolinite, Montmorillonitedan Illite) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (Mika Group, Serpentinite Group). Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari Silika Tetrahedron dan Aluminium Oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran.

Unit-unit Silika Tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran Silika (Silica Sheet) dan unit-unit Oktahedra berkombinasi membentuk lembaran Oktahedra (Gibbsite Sheet).Bila lembaran Silika itu ditumpuk di atas lembaran Oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 2.10StrukturAtomMineral Lempung (a)silicatetrahedra; (b)silica sheet;

(c)aluminium oktahedra; (d) lembaran oktahedra (gibbsite); (e)lembaran silika – gibbsite (Das, 2008).

a. Kaolinite

Istilah β€œKaolinite” dikembangkan dari kata β€œ Kauling” yang berasal dari nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung kaolinite putih mula-mula diperoleh beberapa abad yang lalu (Bowles, 1991). Kaolinite merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang dan umumnya berwarna putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.

Struktur unit Kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran Silika Tetrahedral yang digabung dengan lembaran Alumina Oktahedran (Gibbsite). Lembaran

Silika dan Gibbsiteini sering disebut sebagai mineral lempung 1:1 dengan tebal kira-kira 7,2 Γ… (1 Γ…=10-10 m). MineralKaoliniteberwujud seperti lempengan-lempengan tipis dengan diameter 1000 Γ… sampai 20000 Γ… dan ketebalan dari 100 Γ… sampai 1000 Γ… dengan luasan spesifik per unit massa Β± 15 m2/gr yang memiliki rumus kimia:

(OH)8Al4Si4O10

Keluarga mineral Kaolinite 1:1 yang lainnya adalah Halloysite. Halloysite memiliki tumpukan yang lebih acak dibandingkan dengan Kaolinite sehingga molekul tunggal dari air dapat masuk. Halloysite memiliki rumus kimia sebagai berikut.

(OH)8Al4Si4O10 . 4H2O

Gambar dari struktur Kaolinite dapat dilihat dalam Gambar 2.15.

Gambar 2.11(a) Diagram skematik struktur kaolinite (Lambe, 1953), (b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959)

b. Illite

Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di Illinois.

Mineral Illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena Illite mempunyai hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1991). Mineral Illite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 . Fe6)O20

Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan Montmorillonite.

Perbedaannya ada pada :

1. Kalium(K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai penyeimbang muatan.

2. Terdapat Β± 20% pergantian Silikon (Si) oleh Aluminium (Al) pada lempeng Tetrahedral.

3. Struktur mineral Illitetidak mengembang sebagaimana Montmorillonite.

Pembentukan mineral lempung yang berbeda disebabkan oleh subtitusi kation-kation yang berbeda pada lembaran Oktahedral. Bila sebuah anion dari lembaran Oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut Gibbsitedan bila magnesium disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral tersebut disebut Brucite. Struktur mineral Illite dapat dilihat dalam Gambar 2.16.

Gambar 2.12 Struktur Illite.

c. Montmorillonite

Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847 yang memiliki rumus kimia:

(OH)4Si8Al4O20 . nH2O

DimananH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral Montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng Silika Tetrahedral mengapit satu lempeng Alumina Oktahedral ditengahnya.

Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2.Inilah yang menyebabkan Montmorillonitedapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi.

Tebal satuan unit adalah 9,6 Γ… (0,96 ΞΌm). Gaya Van Der Walls mengikat satuan unit sangat lemah diantara ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (nH2O) dengan kation dapat dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Gambar dari struktur Montmorillonitedapat dilihat di dalam Gambar 2.17.

Gambar 2.13 Struktur Montmorillonite, (a) Diagram skematik struktur montmorrilonite (Lambe, 1953), (b) Struktur atom montmorrilonite (Grim, 1959)

2.2.1.2 Sifat umumtanah lempung

Bowles (1991) menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung adalah:

a. Hidrasi

Partikellempung hampir selalu mengalami hidrasi, hal ini disebabkan karena lempung biasanyabermuatannegatif, yaitu partikel dikelilingiolehlapisan-lapisan molekulairyangdisebutsebagaiairteradsorbsi (adsorbed

water).Lapisaniniumumnyamemilikitebalduamolekul,

Dimana persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 Β΅m 3untuknilaiA (Aktivitas),

A>1,25 : tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif 1,25 <A<0,75 : tanah digolongkan normal

A<0,75 : tanah digolongkan tidak aktif.

Nilai- nilaikhasdariaktivitasdapatdilihatpadaTabel2.8

Pengertian Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7.

Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi.

Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam.

Lempung yang baru saja terflokulasi dapat dengan mudah didispersikan kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, menandakan bahwa

tarikan antar partikel jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung tersebut telahdidiamkan beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu.

d . Pengaruh zat cair

Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekul air merupakan molekul yang dipolar, yaitu atom hidrogen tidak tersusun simetri di sekitar atom-atom oksigen (Gambar 2.18a). Hal ini berarti bahwa satu molekul air merupakan batang yang mempunyai muatan positif dan negatif pada ujung yang berlawanan atau dipolar (Gambar 2.18b).

Gambar2.14Sifatdipolarmolekulair(Hardiyatmo, 1992)

Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan negatif pada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung secara elektrik. Terdapat 3 mekanismenya, yaitu:

1. Tarikan antara permukaan bermuatan negatif dari partikel lempung dengan ujung positif dari dipolar.

2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif.

3. Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu dengan ikatan hidrogen antara atom oksigen dalam partikel lempung dan atom oksigen

dalam molekul-molekul air (hydrogen bonding).

Gambar2.15Molekulairdipolardalamlapisanganda(Das,1991)

Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang berbeda untuk menarik Exchangeable Cation. Exchangeable Cation adalah keadaan dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang bervalensi sama dengan kation asli. Montmorillonite memiliki defisiensi dan daya tarik Exchangeable Cation yang lebih besar daripada Kaolinite.

Kalsium dan magnesium merupakan Exchangeable Cation yang paling dominan pada tanah, sedangkan potassium dan sodium merupakan yang paling tidak dominan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Exchangeable Cation, yaitu valensi kation, besarnya ion dan besarnya ion hidrasi.

Semakin luas permukaan spesifik tanah lempung, air yang tertarik secara elektrik disekitar partikel lempung yang disebut air lapisan ganda jumlahnya akan

Semakin luas permukaan spesifik tanah lempung, air yang tertarik secara elektrik disekitar partikel lempung yang disebut air lapisan ganda jumlahnya akan