• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.6. Kadar N-Amonia Ekskreta

Kadar N-amonia dalam ekskreta ayam kontrol adalah 10,035 m.Mol/liter ekskreta (Tabel 2). Rataan kadar N-amonia dalam ekskreta ayam perlakuan B, C, dan D secara berturutan adalah: 17,20%, 16,01%, dan 15,13% nyata (P<0,05) lebih rendah daripada kontrol.

4.2. Pembahasan

Penggunaan ampas tahu terfermentasi dengan 0,20% kultur Saccharomyces spp.

Isolate feses sapi pada level 5-15% dalam ransum ternyata tidak berpengaruh terhadap jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ayam. Hal disebabkan karena kandungan energi termetabolis semua ransum adalah sama, sehingga sangat wajar jumlah ransum yang dikonsumsi adalah sama. Ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan akan energi. Apabila kebutuhan energi sudah tercukupi, maka ayam akan berhenti mengkonsumsi ransum, walaupun temboloknya masih kosong (Wahju, 1989). Ada kecendrungan konsumsi ransum mengalami peningkatan dengan adanya penggunaan ampas tahu terfermentasi dalam ransum. Ampas tahu terfermentasi merupakan limbah industri pembuatan tahu yang umumnya mengandung serat kasar tinggi. Peningkatan kandungan serat kasar dalam ransum menyebabkan laju aliran ransum dalam saluran pencernaan menjadi cepat (Bidura et al., 2008), akibatnya saluran pencernaan menjadi kosong dan ayam akan mengkonsumsi ransum lagi. Disamping itu, peningkatan serat kasar dalam ransum akan mengurangi efisiensi penggunaan energi termetabolis yang disebabkan oleh terjadinya pengalihan sebagian fraksi energi netto untuk aktivitas energi muskuler yang dibutuhkan untuk aktivitas tambahan gizard dan untuk mendorong sisa makanan sepanjang saluran pencernaan ayam (Lloyd et al., 1978).

Penggunaan ampas tahu terfermentasi dalam ransum nyata dapat meningkatkan berat badan akhir dan pertambahan berat badan ayam. Hal disebabkan karena inokulan fermentasi yang digunakan dalam proses ampas tahu (Saccharomyces spp.) mampu berperan sebagai agensia probiotik dalam saluran pencernaan ayam (Bidura, 2012). Hal senada dilaporkan oleh Piao et al. (l999), bahwa suplementasi probiotik dalam ransum nyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan, pemanfaatan zat makanan, serta kecernaan nitrogen dan phosphor. Dilaporkan juga oleh Stanley et al. (l993), ayam broiler

yang diberi Saccharomyces cerevisiae 0,10% nyata meningkatkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum. Menurut Nurhayati (2008), pemberian probiotik dapat memacu perbaikan metabolisme pakan pada proses pencernaan. Suplementasi

Aspergillus xlanase dalam ransum berbahan dasar dedak gandum dapat meningkatkan performan ayam broiler (Wu et al., 2005; Huang et al., 2004).

Peningkatan penggunaan ampas tahu terfermentasi dalam ransum ternyata berdampak pada peningkatan kandungan serat kasar ransum yang diakibatkan oleh tingginya kandungan serat kasar ampas tahu. Namun demikian, kandungan serat kasar ransum yang menggunakan ampas tahu masih dalam batas yang dapat ditolerir oleh ternak ayam. Menurut Biyatmoko (2003), ayam yang diberi ransum dengan kandungan serat kasar yang meningkat (5, 7, 9, dan 11%) ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap energi termetabolis dan kecernaan serat kasar. Retensi nitrogen tertinggi diperoleh pada kandungan serat kasar ransum 5% (61,30%) dan terendah didapat pada kandungan serat kasar ransum 11% (45,42%).

Peningkatan berat badan akhir dan pertambahan berat badan ayam yang diberi ransum dengan suplementasi kultur Saccharomyces spp., disebabkan karena khamir S. cerevisiae mampu mendegradasi mannan dengan meningkatnya nilai energi termetabolis pakan (ME) dan kecernaan pakan (Bidura et al., 2012). Menurut Sabini et al. (2000), peningkatan kandungan energi termetabolis pakan terfermentasi oleh kapang T. reesei

disebabkan karena adanya degradasi polisakarida mannan oleh kapang T. reesei menjadi bentuk yang lebih sederhana (monosakarida), menghasilkan nilai energi yang cukup baik dibandingkan dalam bentuk polisakarida mannan menjadi mannotriosa, mannobiosa, dan monnosa.

Peningkatan berat badan akhir dan pertambahan berat badan ayam berdampak pada peningkatan kebutuhan zat makanan, sehingga secara tidak langsung berdampak pada

peningkatan konsumsi ransum, khususnya terlihat pada ayam perlakuan B. Hal ini disebabkan karena keberadaan khamir Saccharomyces spp. dalam saluran pencernaan ayam dapat berperan sebagai agensia probiotik, sehingga dapat membantu aktivitas enzimatis dalam saluran pencernaan ayam (Jin et al.,1997; dan Piao et al., 1999). Mikroba probiotik di dalam saluran pencernaan ayam dapat menurunkan jumlah sel goblet (Bradly

et al.,1994), berkurangnya sel goblet ini menyebabkan jumlah lendir yang dihasilkannyapun berkurang, sehingga penyerapan zat makanan oleh usus meningkat. Menurut Basyir (1999), lendir yang dihasilkan oleh sel goblet tersebut di dalam saluran pencernaan ayam dapat menghambat proses absorpsi zat makanan. Hasil penelitian ini didukung oleh Madrigal et al. (1993), bahwa efisiensi penggunaan ransum ayam broiler meningkat dengan adanya penambahan probiotik (50-200g/ton ransum). Penggunaan khamir S.cerevisiae sebagai inokulan pakan dapat meningkatkan kecernaan zat makanan pakan itu, dan bila diberikan pada ayam akan mampu bekerja sebagai mikroba probiotik dalam saluran pencernaan ayam yang akan berdampak pada peningkatan efisiensi penggunaan ransum. Seperti dilaporkan oleh Mulyono et al. (2009), penambahan 1,0%

S.cerevisiae (9 x 109 cfu) yang diperoleh dari ragi roti dalam ransum basal ayam broiler secara nyata meningkatkan kecernaan bahan kering, kecernaan protein, dan protein efisiensi ratio.

Penggunaan 5% ampas tahu terfermentasi dengan kultur Saccharomyces spp.

sebagai inokulan probiotik dalam ransum nyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum. Hal ini dimungkinkan karena probiotik dalam saluran pencernaan ayam dapat meningkatkan aktivitas enzimatis dan aktivitas pencernaan (Jin et al., l997). Piao et al. (l999) melaporkan bahwa kecernaan ransum, kecernaan protein, dan mineral fosfor meningkat dengan adanya suplementasi ragi dalam ransum. Beberapa hasil penelitian yang mendukung hasil ini, seperti yang dilaporkan oleh Mulyono et al. (2009), bahwa

penambahan 1,0% S.cerevisiae (9 x 109 CFU) yang diperoleh dari ragi roti dalam ransum basal ayam broiler nyata meningkatkan kecernaan bahan kering, kecernaan protein, dan protein efisiensi ratio. Suplementasi Aspergillus xlanase dalam ransum berbahan dasar dedak gandum dapat meningkatkan performan ayam broiler (Wu et al., 2005; Huang et al.,

2004).

Penggunaan kultur Saccharomyces spp. sebagai suplemen probiotik maupun inokulan fermentasi ampas tahu akan dapat berfungsi ganda, yaitu dapat meningkatkan nilai nutrisi ampas tahu itu sendiri, dan bila produk fermentasi itu dikonsumsi oleh ayam, maka Saccharomyces spp. tersebut akan dapat berperan sebagai agensia probiotik dalam saluran encernaan ayam. Menurut Wallace dan Newbold (1993), Saccharomyces spp.

dapat meningkatkan kecernaan serat kasar ransum pada bagian sekum menjadi produk asam lemak terbang, yaitu asam asetat, propionat, dan butirat. Asam lemak terbang tersebut, menurut Sutardi (1997) merupakan sumber energi tambahan bagi ayam maupun mikroorganisme di dalamnya. Seperti dilaporkan oleh Piao et al. (l999), bahwa penggunaan 0,10% yeast (Saccharomyces cereviseae) dalam ransum ayam nyata memperbaiki pertambahan berat badan, efisiensi penggunaan ransum, dan pemanfaatan zat makanan, serta menurunkan jumlah N dan P yang disekresikan dalam feses. Hal yang sama dilaporkan Park et al. (l994), bahwa suplementasi 0,10% yeast culture dalam ransum dapat memperbaiki feed intake, FCR, dan pertambahan berat badan ayam.

Penggunaan 5% ampas tahu terfermentasi nyata dapat meningkatkan berat potong dan karkas ayam. Hal ini disebabkan karena dalam proses pembuatan tahu, kacang kedelai terlebih dahulu mengalami proses perebusan dan perendaman. Proses perebusan dan perendaman dapat merenggangkan ikatan kompleks struktur dinding sel kulit kacang kedelai sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim pencernaan. Hal ini telah dibuktikan oleh Bakrie et al. (l990), bahwa proses perebusan dan perendaman secara signifikan dapat

meningkatkan nilai cerna kulit kacang kedelai. Kultur Saccharomyces spp. di dalam saluran pencernaan ayam dapat berperan sebagai sumber probiotik dan meningkatkan retensi mineral kalsium, fosfor, dan mangan (Nahashon et al., l994) serta mampu meningkatkan kecernaan protein (Piao et al., l999). Dilaporkan juga oleh Sibbald dan Wolynetz (l986), bahwa retensi energi sebagai protein meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi protein dalam tubuh.

Peningkatan penggunaan ampas tahu terfermentasi dalam ransum sampai level 15% ternyata belum mampu memberikan hasil yang meningkat bila dibandingkan dengan control. Hal ini tidak terlepas dari kandungan serat kasar yang tinggi pada ampas tahu. Semakin tinggi penggunaan ampas tahu dalam ransum, semakin meningkat kandungan serat kasar dalam ransum (Tabel 1). Proses biofermentasi pakan akan merombak struktur jaringan kimia dinding sel, pemutusan ikatan lignoselulosa dan lignin, sehingga ransum mudah dicerna. Pada saat berada di dalam saluran pencernaan ternak unggas, mikroba fermenter tersebut (Saccharomyces spp.) akan mampu bekerja sebagai probiotik. Probiotik dalam saluran pencernaan dapat meningkatkan kecernaan zat makanan, meningkatkan retensi protein, mineral Ca, Co, P, dan Mn (Jin et al., 1997), meningkatkan kandungan protein kasar, ADF, dan NDF (Jaelani et al., 2008). Kandungan hemiselulosa menurun, sedangkan kandungan bahan kering relatif tidak terjadi perubahan yang berarti.

Penggunaan 5% ampas tahu terfermentasi dalam ransum ayam nyata dapat meningkatkan berat karkas dan persentase karkas ayam. Hal ini disebabkan karena probiotik dapat meningkatkan kandungan protein dan kecernaan zat makanan lainnya, sehingga retensi protein dan zat makanan dalam tubuh ayam meningkat. Selain itu, khamir

S. cerevisa e dapat berperan sebagai sebagai protein tunggal yang mempunyai gizi tinggi, khususnya sebagai penyedia asam-asam amino essensial yang sangat dibutuhkan untuk proses sintesis urat daging (Nahashon et al., 1994).

Peningkatan berat karkas sebagai akibat dari peningkatan berat badan akhir. Peningkatan tersebut disebabkan karena kultur Saccharomyces spp. sebagai sumber probiotik dalam ransum dapat meningkatkan retensi protein, sehingga sintesis urat daging dalam tubuh meningkat. Protein, khususnya asam amino merupakan komponen utama untuk sintesis otot daging (Sukaryani, 1997). Dilaporkan juga oleh Yi et al. (l996), bahwa suplementasi mikroba ke dalam ransum nyata dapat meningkatkan retensi nitrogen pada broiler, proses fermentasi akan memecah protein dan karbohidrat menjadi asam amino, nitrogen, dan karbon terlarut yang diperlukan untuk sintesis protein tubuh (Rahayu et al.,

1989). Tang et al. (2007) menyatakan bahwa peningkatan konsumsi protein dan asam amino lysin pada ayam broiler menyebabkan peningkatan jumlah daging dada dibandingkan dengan konsumsi protein dan lysin yang lebih rendah. Pakan yang mengandung protein tinggi akan meningkatkan komponen daging dalam karkas dan pakan yang mengandung serat kasar tinggi akan menurunkan komponen lemak karkas. Hal senada dilaporkan oleh Al-Batshan dan Hussein (1999) bahwa meningkatnya konsumsi protein akan meningkatkan berat karkas, persentase karkas, dan persentase daging dada

(“breast meat”).

Penggunaan ampas tahu terfermentasi pada level 5-15% dalam ransum secara nyata dapat menurunkan jumlah lemak bantalan (pad-fat), lemak abdomen (abdominal-fat) dan kadar kolesterol serum darah ayam. Hal tersebut disebabkan karena adanya khamir Saccharomyces sp isolat dari feses sapi yang telah lolos uji sebagai probiotik. Seperti dilaporkan oleh Mohan et al. (1996), bahwa penggunaan Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, Bifidobacterium bifidum, Torulopsis, dan Aspergilus oryzae sebagai sumber probiotik dalam ransum nyata meningkatkan pertumbuhan dan menurunkan serum kolesterol ayam. Penurunan tersebut juga disebabkan karena adanya senyawa hasil dari produk fermentasi mikroba probiotik dalam saluran pencernaan ayam dapat menghambat

sintesis lipida di dalam hati. Seperti dilaporkan oleh Tanaka et al. (l992) bahwa penggunaan bahan pakan produk fermentasi dapat menekan aktivitas enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryl-CoA reduktase yang berfungsi untuk sintesis kolesterol atau lipida di dalam hati.

Menurut Harmayani (2004), bakteri probiotik dapat mengasimilasi atau mengikat kolesterol dari usus halus selama pertumbuhannya, sehingga kolesterol menjadi tidak dapat diserap ke dalam aliran darah. Bakteri yang mampu tumbuh dan mengasimilasi kolesterol dalam usus halus mempunyai potensi sebagai pengontrol kadar kolesterol serum darah inang, karena di dalam usus halus terjadi proses absorpsi kolesterol. Kemampuan asimilasi kolesterol oleh bakteri probiotik tersebut bervariasi diantara strain dan memerlukan kondisi yang anaerob serta adanya asam empedu.

Semakin tinggi penggunaan ampas tahu terfermentasi dalam ransum, maka semakin turun kadar kolesterol serum darah ayam. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kandungan serat kasar dan NSP pada ransum yang dikonsumsi oleh ayam sebagai akibat penggunaan ampas tahu terfermentasi dalam ransum. Peningkatan konsumsi serat dan NSP menyebabkan laju aliran ransum meningkat, dan sebagai akibatnya kolesterol di dalam ransum akan keluar melalui gerakan usus, sedangkan garam empedu akan diserap kembali ke dalam darah untuk diedarkan kembali sebagai kolesterol (Suhendra, l992). Pendapat ini didukung oleh Linder (l985) dan Menge et al. (l974) yang menyatakan bahwa fraksi serat kasar yang lain, yaitu pektin dapat mengikat asam empedu dan kolesterol pakan yang selanjutnya diekskresi ke dalam feses. Fraksi serat kasar lainnya, yaitu selulosa ternyata mampu mengikat kolesterol di dalam saluran pencernaan sebesar empat kali berat molekul dari selulosa itu sendiri (Anon., l996 dalam Bidura et al., l996).

Di samping serat kasar dan NSP ampas tahu yang tinggi, kandungan arabinoxylan -nya juga tinggi, sehingga penggunaan-nya dalam penyusunan ransum unggas menjadi

terbatas. Unggas tidak mampu mencerna arabinoxylan dan bahan tersebut dapat menyebabkan terbentuknya gel kental dalam usus halus yang menyebabkan penyerapan lemak dan energi terhambat (Adams, 2000), sehingga deposisi lemak dalam jaringan rendah. Lemak makanan yang dimakan dalam usus dicerna oleh enzim pankreas dan diemulsikan oleh garam empedu menjadi micelles atau kilomikron. Micelles inilah yang diserap oleh tubuh sebagai sumber tenaga dan bahan dasar pembentuk kolesterol, selanjutnya didepositkan pada bagian organ tubuh. Menurut Linder (l985), penurunan kolesterol plasma darah tersebut disebabkan juga karena serat kasar mengikat kolesterol secara langsung, mengikat asam empedu intraluminal dan menghambat sirkulasi

enterohepatik asam empedu.

Aksi utama yang menyebabkan penurunan penyerapan kolesterol pada ransum berserat tinggi adalah sebagai akibat meningkatnya ekskresi lemak, asam empedu, dan kolesterol dari tubuh ayam. Beberapa hasil penelitian yang mendukung penelitian ini adalah penggunaan kulit kacang kedele dalam ransum nyata menurunkan kadar LDL dan trigliserida darah (Bakhit et al., l994) dan menurunkan kadar kolesterol, trigliserida, dan LDL darah (Piliang et al., l996), serta kolesterol telur ayam (Abdulrahim et al. (l996); Bidura dan Suwidjayana, 2000). Santoso et al. (2001) melaporkan bahwa penggunaan pakan terfermentasi dalam ransum secara nyata menurunkan kandungan trigliserida dan kolesterol dalam hati.

Penggunaan kultur Saccharomyces sp isolate dari feses sapi sebagai inokulan fermentasi ampas tahu dalam ransum nyata dapat menurunkan konsentrasi gas ammonia dalam ekskreta ayam. Penggunaan mikroba probiotik pada ternak unggas dilaporkan mampu menekan aktivitas enzim urease dan dapat menurunkan jumlah asam urat dalam saluran pencernaan ayam, karena asam urat sudah dimanfaatkan menjadi protein mikrobial (Chiang dan Hsieh, l995). Gas ammonia dalam kandang dapat mengganggu kenyamanan

ternak ayam di dalam kandang, sehingga produktivitas ternak ayam dapat menurun. Kadar gas ammonia sebesar 0,003% di udara, dapat mengakibatkan pH darah naik, reabsorpsi oleh paru-paru, kemampuan oksidasi menurun, menekan pernafasan, dan sirkulasi darah, merusak alat pernafasan dan mata (Arifien, l998). Penurunan kadar N-NH3 pada ekskreta ayam tersebut, menurut Yeo dan Kim (l997) disebabkan karena probiotik dalam ransum (Lactobacillus cassei) dapat menekan aktivitas enzim urease dalam usus kecil, sehingga kadar gas organik dalam ekskreta menurun. Dilaporkan oleh Chiang dan Hsieh (l995), bahwa penurunan kandungan gas organik ekskreta tersebut karena probiotik dapat meningkatkan kecernaan protein pakan dan dapat menurunkan jumlah asam urat. Asam urat tersebut dimanfaatkan menjadi protein organik sehingga keberadaannya di dalam ekskreta menurun. Dilaporkan juga oleh Han et al. (1999), bahwa suplementasi

Aspergillus oryzae dan S.cerevisiae dalam ransum basal secara signifikan dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat (BAL) serta menurunkan jumlah bakteri E.choli

dan bakteri aerobik dalam ekskreta. Bakteri asam laktat sangat survive dalam saluran pencernaan ternak unggas, dan hal inilah yang dapat menyebabkan jumlah bakteri E.choli

dan kadar N-NH3 dalam ekskreta menurun. Suplementasi probiotik ke dalam ransum secara nyata meningkatkan pertambahan berat badan dan menurunkan kadar N-NH3 feses (Chen et al., 2005; Roni et al., 2014). Santoso et al. (2001) melaporkan bahwa penggunaan produk pakan terfermentasi (Bacillus subtili) dalam ransum ayam, secara nyata dapat menurunkan pelepasan gas ammonia, sedangkan sekresi total N, N-urat, dan N-amonia dalam feses tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Hasil penelitian ini didukung oleh Puspani et al. (2014) yang mendapatkan bahwa suplementasi ragi dalam ransum yang mengandung pollard nyata dapat meningkatkan enampilan dan menurunkan kandungan gas ammonia dalam ekskreta ayam broiler. Hal yang sama dilaporkan oleh Bidura et al. (2014), bahwa suplementasi kultur Saccharomyces spp yang diisolasi dari

feses sapi Bali sebanyak 0,20% dalam ransum nyata dapat meningkatkan penampilan dan menurunkan kadar gas ammonia ekskreta broiler.

Dokumen terkait