• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2. Syarat Mutu Tepung Terigu

2.2.3. Kadar Protein

Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein merupakan komponen utama sel hewan atau manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah sebagai berikut: Karbon 50%, Hidrogen 7%, Oksigen 23%, Nitrogen 16%, Belerang 0-3%, dan Fosfor 0-3% (Poedjiadi, 1994).

Keistimewaan lain dari protein adalah struktur yang mengandung N, di samping C, H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak), S, dan kadang-kadang P, Fe, dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein). Dengan demikian maka salah satu cara terpenting yang cukup spesifik untuk menentukan jumlah protein secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang ada dalam bahan makanan atau bahan lain. Apabila unsur N dilepaskan dengan cara destruksi (perusakan bahan sampai terurai unsur-unsurnya) dan N yang terlepas ditentukan jumlahnya secara kuantitatif (dengan titrasi atau cara lain) maka jumlah protein dapat diperhitungkan atas dasar kandungan rata-rata unsur N yang ada dalam protein. Senyawa-senyawa bukan protein yang mengandung N misalnya Ammonia, asam amino bebas dan asam nukleat. Oleh karena itu cara penentuan jumlah protein melalui penentuan jumlah N total hasilnya disebut jumlah protein kasar atau crude protein.

Penerapan jumlah protein yang umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan. Cara penentuan ini dikembang oleh Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883 (Sudarmadji, 1989).

Prinsip metode Kjeldahl adalah mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis Selenium oksiklorida atau butiran Zn. Ammonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Metode Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimikro. Cara makro-Kjeldahl digunakan untuk sampel yang sukar dihomogenisasi dan besarnya 1-3 g, sedangkan semimikro-Kjeldahl dirancang untuk sampel yang

protein dengan metode mikro- Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.

a. Proses Destruksi

Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalm asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraian sampel menjadi unsur-unsurnya, yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P. Unsur N dalam protein ini dipakai untuk menentukan kandungan protein dalam suatu bahan. Sebanyak 100 mg sampel (kedelai, tepung terigu, atau bahan lain) ditambahkan dengan katalisator N sebanyak 0,5 - 1 g.

Katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan titik didih asam sulfat saat penambahan H2SO4 pekat, serta mempercepat kenaikkan suhu asam sulfat, sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Katalisator N terdiri dari campuran K2SO4 dan HgO dengan perbandingan 20 : 1.

Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih. Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel bahan padat telah terdestruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu ruang, sehingga penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan, karena reaksi yang sebelumnya telah usai.

b. Proses Destilasi

Larutan sampel jernih yang telah dingin kemudian ditambahkan dengan aquadest untuk melarutkan sampel hasil destruksi agar hasil destruksi dapat didestilasi

dengan sempurna, serta untuk lebih memudahkan proses analisis karena hasil destruksi melekat pada tabung reaksi besar. Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih.

Pada tahap destilasi, Ammonium sulfat dipecah menjadi Ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkali dan dipanaskan dengan pemanas. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dipakai dalam percobaan ini adalah asam borat 4% dalam jumlah yang berlebih. Indikator BCG-MR digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih.

Asam borat (H3BO3) berfungsi sebagai penangkap destilat NH3 yang berupa gas yang bersifat basa. Supaya Ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya ujung alat destilasi ini tercelup semua ke dalam larutan asam standar, sehingga dapat ditentukan jumlah protein yang sesuai dengan kadar protein yang terkandung dalam bahan. Selama proses destilasi, lama-kelamaan larutan asam borat akan berubah warna menjadi biru. Hal ini disebabkan karena larutan menangkap adanya Ammonia dalam bahan yang bersifat basa, sehingga mengubah warna merah muda menjadi biru.

Reaksi destilasi akan berakhir bila Ammonia yang telah terdestilasi tidak bereaksi lagi. Setelah destilasi selesai, larutan sampel berwarna keruh dan terdapat endapan di dasar tabung (endapan HgO), sedangkan larutan asam dalam Erlenmeyer akan berwarna biru karena berada dalam suasana basa akibat menangkap Ammonia.

c. Tahap Titrasi

Titrasi merupakan tahap akhir dari seluruh metode Kjeldahl pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan yang dianalisis. Dengan melakukan titrasi, dapat diketahui banyaknya asam borat yang bereaksi dengan Ammonia. Untuk tahap titrasi, destilat dititrsi dengan HCl yang telah distandarisasi (telah disiapkan sebelumnya). Selain destilat sampel, destilat blanko juga dititrasi, karena selisih titrasi sampel dengan titrasi blanko merupakan ekuivalen jumlah nitrogen. Jadi, banyaknya HCl yang diperlukan untuk menetralkan akan ekuivalen dengan banyaknya N. Titrasi HCl dilakukan sampai titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya warna larutan dari biru menjadi merah muda karena adanya HCl berlebih yang menyebabkan suasana asam (indikator BCG-MR berwarna merah muda pada suasana asam). Melalui titrasi ini, dapat diketahui kandungan N dalam bentuk NH4, sehingga kandungan N dalam protein sampel dapat diketahui.

Kadar Nitrogen (%N) dapat ditentukan dengan rumus berikut ini:

%N = (ts−tb)

mg sampel × N HCl × 14,008 × 100% ts : Volume titrasi sampel

tb : Volume titrasi blanko

Dengan demikian, %protein adalah sebagai berikut: %protein = %N �k

Apabila pada bahan yang telah diketahui komposisinya dengan lebih tepat, maka faktor konversi yang digunakan dalah faktor konversi yang lebih tepat yang telah diketahui per bahan seperti yang tercantum di bawah ini.

Faktor Perkalian Beberapa Bahan

Jenis Bahan Faktor Perkalian

Susu 6,38

Bir, sirup, biji-bijian, yeast 6,25

Makanan ternak 6,25

Beras 5,95

Roti, gandum, makaroni, mie 5,70

Kacang tanah 5,46

Kedelai 5,75

Kenari 5,18

Gelatin 5,55

Dasar perhitungan penentuan protein menurut metode ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni). Karena pada bahan belum diketahui komposisi unsur-unsur penyusunnya secara pasti, maka faktor konversi yang digunakan adalah 100/16 atau 6,25 (Bintang, 2010).

Dokumen terkait