• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil pengujian kadar air bumbu, kecap, sambal dan bawang goreng dapat dilihat pada Tabel 2.

Table 2. Kadar Air Bumbu, Kecap, Sambal, Bawang Goreng Indomie Mie Goreng Umur 1 dan 8 Bulan Seasoning Indomie GSS Kadar Air 1 Bulan (%) Kadar Air 8 Bulan (%) Bumbu 2,09 4,37 Kecap 21,93 18,82 Sambal 62,59 41,01 Minyak 0,11 0,14 Bawang Goreng 4,28 6,41

Dari Tabel 2. dapat diketahui kadar air dari bumbu, kecap, sambal, minyak dan bawang goreng dari Indomie Mie Goreng pada umur 1 bulan dan 8 bulan. Bumbu mengalami peningkatan kadar air yaitu dari 2,09% menjadi 4,37%. Minyak mengalami peningkatan kadar air yaitu dari 0,11% menjadi 0,14. Bawang goreng juga mengalami peningkatan kadar air yaitu dari 4,28% menjadi 6,41%. Sedangkan kecap dan sambal mengalami penurunan kadar air yaitu dari 21,93% menjadi 18,82% untuk kecap dan dari 62,59% menjadi 41,01% untuk sambal.

31 BAB VII PEMBAHASAN

Organoleptik Pengemas Seasoning

Salah satu faktor penting yang dibutuhkan untuk mempertahankan mutu dari seasoning adalah bahan pengemas. Pengemas adalah sistem bertujuan untuk menyiapkan barang menjadi siap untuk ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual dan dipakai. Pengemas berfungsi untuk mencegah atau mengurangi kerusakan dan melindungi produk yang ada didalamnya. Pengemas harus bersifat non toksik dan inert sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan warna, flavour dan perubahan lainnya (Indraswati, 2017). Dengan mempertimbangkan semua faktor – faktor tersebut, PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Semarang memilih metalized plastic sebagai bahan pengemas seasoning yang berbentuk bubuk dan kemasan PET untuk pengemas seasoning berbentuk cair untuk mempertahankan mutu dari seasoning itu sendiri.

Metalized Plastic merupakan perpaduan kemasan laminasi antara plastik dan aluminium sehingga memiliki permeabilitas yang rendah terhadap oksigen, cahaya, air, dan gas serta tidak mudah sobek (Nur, 2009). Kemasan metalized plastic dapat meningkatan umur simpan dan cocok digunakan untuk pengemas seasoning sehingga penggunaan metalized plastic sebagai pengemas seasoning sudah sesuai karena seasoning berbentuk bubuk dan bersifat higroskopis sehingga dapat dengan mudah menyerap air dan menyebabkan penggumpalan. Sedangkan kemasan PET mudah dibentuk dan lemas, tahan terhadap basa, asam, dan alkohol, kedap air dan gas, mudah dikelim panas dan tidak mudah sobek (Nur, 2009). Kemasan PET cocok digunakan untuk pengemas seasoning cair agar dapat mempertahankan umur simpan dan umur simpan. Selain pemilihan kemasan, dilakukan pula pengawasan mutu secara fisik, organoleptik dan kimia pada produk seasoning untuk mengetahui evaluasi umur simpan dari seasoning.

Evaluasi Umur Simpan Seasoning Secara Organoleptik

Pengevalusian umur simpan dari seasoning dilakukan oleh seorang QC Shelf Life didalam gudang shelf life. Didalam ruang shelf life terdapat 3 jenis sampel yaitu sampel kimia, organoleptik dan reference. Apabila terdapat complaint dari pihak konsumen maka akan dilakukan pengambilan sample reference untuk dilakukan pengujian sebagai pembanding.

Untuk uji organoleptik dilakukan pengamatan terhadap bau, rasa dan tekstur untuk mie, minyak bumbu, chilli powder dan bawang goreng ; warna, tekstur, bau dan rasa untuk seasoning, solid inggredient dan kriuk serta warna, rasa dan fisik untuk sambal. Uji organoleptik ini dilakukan dengan cara mengambil sample organoleptik yang terdapat di gudang shelf life yang sudah diurutkan sesuai dengan umur simpan produk tersebut. Kemudian sample dipilih berdasarkan umur yang akan diuji secara organoleptik. Sample berada dalam 1 dus yang terdiri dari beberapa flavour. Kemudian kemasan dari sample tersebut dibuka dan dilakukan pengamatan untuk warna, bau, rasa dan tekstur dengan menggunakan alat indera manusia. Hal ini telah sesuai dengan pernyataan Susiwi (2009) bahwa uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap produk dengan menggunakan indera manusia dan indera yang digunakan adalah penglihatan, penciuman, perasa, peraba dan pendengaran. Setelah dilakukan pengamatan, barulah seorang QC shelf life memberikan penilaian yang sesuai dengan hasil yang didapatkan sewaktu uji organoleptik.

Berdasarkan Tabel 1. mengenai hasil uji organoleptik yang dilakukan pada Indomie Mie Goreng pada umur 1 bulan dan umur 8 bulan diketahui bahwa, pada bulan pertama setelah Indomie Mie Goreng dikonsumsi bumbu, minyak bumbu, sambal, kecap dan bawang goreng masih mempunyai kualitas yang baik yang ditandai dengan bumbu masih memiliki fisik yang hablur masih berbentuk serbuk, minyak bumbu masih berwarna jernih dan memiliki rasa normal, sambal masih berwarna merah segar dan rasa masih normal, bawang goreng masih renyah dan kecap masih mengalir sendiri. Sedangkan pada umur 8 bulan setelah diproduksi, bumbu dan sambal menunjukkan penurunan kualitas yang ditandai dengan bumbu sudah menjadi lengket dan menggumpal sehingga mengeras, sambal sudah berubah warna menjadi coklat dan bawang goreng menjadi kurang renyah. Penggumpalan yang terjadi pada bumbu dapat disebabkan karena kondisi penyimpanan bumbu yang kurang tepat, kondisi lingkungan tempat penyimpanan bumbu yang tepat harus dalam keadaan yang dingin sehingga dapat memperpanjang umur simpan (Budijanto, 2010). Suhu dingin ini dapat mencegah terjadinya penggumpalan pada bumbu karena bumbu yang berbentuk serbuk bersifat higroskopis sehingga dapat dengan mudah menyerap air. Kerusakan pada bumbu serbuk terjadi karena penyerapan air dari lingkungan yang menyebabkan pengumpalan produk yang ditandai dengan mulai basah dan mengalami caking, hal tersebut dapat mempengaruhi perubahan kelarutan dan penurunan mutu sensori (Hermeinasari, 2016). Selain itu, kondisi ruang penyimpanan yang

tidak sesuai juga akan mempengaruhi oksidasi dari β-karoten sehingga menyebabkan warna

33

(Kanner & Budowski, 1978). Maka dari itu, semakin lama penyimpanan seasoning dan bila penyimpanan kurang sesuai akan meningkatkan proses kerusakan dari seasoning sehingga umur simpan akan semakin berkurang.

Evaluasi Umur Simpan Seasoning Secara Kimia

Untuk mengetahui umur simpan dari seasoning perlu dilakukan uji kimia. Uji kimia yang dilakukan oleh PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Semarang adalah pengujian kadar air bumbu, minyak bumbu, cabai bubuk, bawang goreng, kecap dan sambal dan juga uji FFA untuk minyak bumbu. Pengujian ini dilakukan oleh seorang QC shelf life didalam laboratorium.

7.3.1. Uji Kadar Air Seasoning

Fennema (2007) mengatakan bahwa kadar air dalam bahan pangan merupakan salah satu parameter penting yang digunakan untuk menentukan umur simpan dari suatu produk dan juga mempengaruhi kualitas dari suatu bahan pangan. Pengukuran kadar air yang dilakukan oleh PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Semarang menggunakan metode thermogravimetri yang mengacu pada SNI 01-2891-1992. Thermogravimetri merupakan metode penentuan kadar air bahan pangan yang dilakukan dengan pemanasan pada bahan pangan yang telah diukur berat konstannya dimana kehilangan berat bahan merupakan jumlah air yang terkandung didalam bahan pangan (AOAC, 1990). Prinsip dari metode ini adalah dilakukannya pemanasan sample didalam oven dengan suhu 105 ± 2oC, berat sample yang hilang dihitung sebagai kadar air. Peralatan yang digunakan untuk uji ini adalah neraca analitik, oven listrik, desikator, cawang / botol timbang dengan diameter 5 cm dan tinggi 3 – 5 cm, penutup dan penjepit.

Pengukuran kadar air dilakukan dengan cara mengeringkan cawan beserta tutupnya dengan oven bersuhu 105 ± 2oC selama 15 menit dan kemudian didinginkan didalam desikator. Cawan yang telah kering kemudian ditimbang sebagai berat cawan kosong. Sample seasoning yang berupa bumbu, minyak bumbu, kecap, sambal dan bawang goreng ditimbang sebanyak 2 – 5 gram dan dimasukkan ke dalam cawan. Cawan beserta sample kemudian dikeringkan didalam oven dengan suhu 105 ± 2oC selama 3 jam untuk sample kering dan dioven selama 4 jam untuk sample berbentuk cair (sambal) suhutersebut merupakan suhu optimal untuk proses penguapan

air (AOAC, 1990). Suhu pengeringan yang digunakan adalah sebesar 105 ± 2oC, setelah dikeringkan, cawan + sampel didinginkan didalam desikator selama 30 – 45 menit dalam keadaan tertutup. Menurut Marlina (2006), pendinginan dalam desikator bertujuan untuk menghindari penyerapan air dari lingkungan ke sample karena desikator berfungsi sebagai penyerap air dari udara (desikan/drying agent). Cawan + sample yang telah didinginkan kemudian ditimbang dan didapatkan berat cawan + sample setelah pengeringan. Setelah itu dilakukan perhitungan kadar air kadar air seasoning dengan rumus :

% Kadar Air = (W1 – W2) / (W1 -W0) x 100% Keterangan :

W0 = Berat cawan kosong (gram)

W1 = Berat cawan + sample sebelum pengeringan (gram) W2 = Berat cawan + sample setelah pengeringan (gram)

Dari Tabel 2. dapat diketahui kadar air dari bumbu, kecap, sambal, minyak dan bawang goreng dari Indomie Mie Goreng pada umur 1 bulan dan 8 bulan. Bumbu mengalami peningkatan kadar air yaitu dari 2,09% menjadi 4,37%. Minyak mengalami peningkatan kadar air yaitu dari 0,11% menjadi 0,14. Bawang goreng juga mengalami peningkatan kadar air yaitu dari 4,28% menjadi 6,41%. Sedangkan kecap dan sambal mengalami penurunan kadar air yaitu dari 21,93% menjadi 18,82% untuk kecap dan dari 62,59% menjadi 41,01% untuk sambal.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sudah sesuai dengan teori Budijanto (2010) yang mengatakan bahwa bumbu dan bawang goreng (seasoning) bersifat higrokopis yaitu mudah menyerap air kemudian akan terjadi penggumpalan, perubahan kelarutan, kenaikan oksidasi lemak, kehilangan cita rasa dan kerenyahan, dan penurunan kualitas organoleptik sehingga setelah disimpan 8 bulan kadar air dalam seasoning akan meningkat. Menurut Budijanto (2010) umur simpan seasoning dapat mencapai tahunan jika disimpan pada suhu 25oC - 38 oC dengan kondisi RH penyimpanan 70%. Selain itu, pendinginan yang kurang maksimal sehabis pengeringan dan tidak diberikannya penutup atau terlalu lama dibiarkan didalam suhu ruang tanpa penutup juga dapat meningkatkan kadar air dari bumbu dan bawang goreng tersebut karena menurut Marlina (2006), pendinginan dalam desikator bertujuan untuk menghindari

35

penyerapan air dari lingkungan ke sample karena desikator berfungsi sebagai penyerap air dari udara (desikan/drying agent).

Peningkatan kadar air dalam bumbu dan bawang goreng ini menandakan bahwa kualitas dari bumbu dan bawang goreng pada umur 8 bulan sudah menurun. Kadar air yang tinggi dalam produk seasoning menyebabkan terjadinya penggumpalan yang juga akan menurunkan kualitas dari seasoning. Sedangkan hasil yang didapatkan untuk kecap dan sambal adalah terjadinya penurunan kadar air. Hasil ini tidak sesuai dengan pernyataan Arizka (2015) yaitu, selama penyimpanan akan terjadi peningkatan kadar air jika kelembaban udara didalam lingkungan penyimpanan cukup tinggi. Menurut Arizka (2015), selain kelembaban ada pula faktor yang mempengaruhi kadar air yaitu lama penyimpanan dan juga suhu ruang. Asgar (2014) juga mengatakan bahwa semakin rendah suhu penyimpanan, maka kadar air dari seasoning akan semakin tinggi karena selama pendinginan kecepatan dari reaksi metabolisme semakin melambat. Menurut Budijanto (2010) , ketidaksesuaian hasil penelitian disebabkan karena rendahnya RH Lingkungan, jika RH lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan RH bahan maka akan terjadi distribusi uap air dari dalam bahan ke lingkungan melalui penguapan. Selain itu kenaikan suhu cenderung meningkatkan penguapan air sehingga terjadi penurunan kadar air (Asgar, 2014).

36 BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

 Untuk memantau kualitas dari produk seasoning dan juga evaluasi umur simpan di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Semarang, dilakukan 2 uji yaitu uji organoleptik dan kimia.

 Untuk uji organoleptik dilakukan pengamatan terhadap bau, rasa dan tekstur untuk mie, minyak bumbu, chilli powder dan bawang goreng ; warna, tekstur, bau dan rasa untuk seasoning, solid inggredient dan kriuk serta warna, rasa dan fisik untuk sambal.

 Rasa, aroma, tekstur dan warna dari seasoning yang berumur 8 bulan dan diujikan secara organoleptik sudah mengalami penyimpangan.

Seasoning yang berumur 8 bulan mengalami peningkatan kadar air karena bersifat higroskopis, yaitu mudah menyerap air.

Saran

 PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Semarang mempertahankan Good Manufacturing Practices pada setiap karyawan.

 PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Semarangmempertahankanpenjaminanmututerhadapseasoning.

37 BAB IX

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. (2008). Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan Jilid 1. Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan. Jakarta.

AOAC. (1990). Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists. 15th Ed. AOC, Inc. Virginia.

Arizka, A. Ayu & J. Aryatmo. (2015). Perubahan Kelembaban dan Kadar Air Teh Selama Penyimpanan pada Suhu dan Kemasan yang Berbeda. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol 4 (4) : 124 – 129.

Asgar, Ali & ST Rahayu. (2014). Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Waktu Pengkondisian untuk Mempertahankan Kualitas Kentang Kultivar Margahayu. Jurnal Biologi. Vol 13 (3) : 283 – 293.

BSN. 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-9001-2001. Sistem Manajemen Mutu Persyaratan Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Budijanto, Slamet., Sitanggang, Azis Boing., Silalahi, Beti Elizabeth., dan Murdiati, Wita. 2010. Penentuan Umur Simpan Seasoning Menggunakan Metode Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT) dengan Pendekatan Kadar Air Kritis. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol 11 (2).

Fennema, O.R. Editor. (2007). Food Chemistry, 4 ed. Marcel Dekker. New York.

Fitasari, Eka. 2009. Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Terigu terhadap Kadar Air, Kadar Lemak, Kadar Protein, Mikrostruktur, dan Mutu Organoleptik Keju Gouda Olahan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Vol 4 (2) : 17 - 29.

Furqon, A. Achmad., Q, Iffan Maflahah., Rahman, Rahman. 2016. Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan terhadap Mutu Produk Nugget Gembus. Jurnal Agrointek. Vol 10 (2). Bangkalan.

Herlina, Netti., Ginting, M. H. S. 2002. Lemak dan Minyak. USU Digital Library. Sumatera Utara.

Hermeinasari, Astri. 2016. Pendugaan Umur Simpan Bumbu Serbuk Kuah Bakso dengan Metode Akselerasi. Sekolah Pascasarjana IPB.

Indraswati, Denok. 2017. Pengemasan Makanan. Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES) : Ponorogo.

Kanner ,J. & P. Budowski. (1978). Carotene Oxidizing Factors in Red Pepper Fruits

(Capsicum annuum,L): Effect of Ascorbid Acid and Copper in a β-Caroten-Linoleic

Acid Solid Model. J.Food Sci., Vol 43 (2) : 524 - 526

Marlina, Nina. 2006. Masa Pemakaian Silika Gel Sebagai Desikan pada Penentuan Kadar Air. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Bogor.

Nielsen, S.S. (2010). Food Analysis Laboratory Manual, 2nd ed. Springer. USA.

Nur, Muhammad. 2009. Pengaruh Cara Pengemasan, Jenis Bahan Pengemas, dan Lama Penyimpanan terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Organoleptik Sate Bandeng (Chanos chanos). Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian. Vol 14 (1).

Pasaribu, Nurhida. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. E-USU Repository. Sumatera Utara. Puspitasari, D. (2004). Perbaikan dan Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Mutu Pada

Industri Pengolahan Tahu. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Riyadi, Dony. 2015. Pengaruh Pengawasan Standar Mutu Produk Makanan Terhadap Kualitas Pelayanan Katering Bagi Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi Tahun 2014. Barista Jurnal. Vol 2 (1). Bandung.

SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Standardisasi Nasional. SNI 01-3553-1994. Air Minum Dalam Kemasan. Badan Standardisasi Nasional. SNI 3751:2009. Tepung Terigu. Badan Standardisasi Nasional.

SNI 7709-2012. Minyak Goreng Sawit. Badan Standardisasi Nasional. ICS 67.200.10. Suradi, K. (2005). Pengemasan Bahan Pangan Hasil Ternak dan Penentuan Waktu

Kadaluarsa. Seminar Fasilitas Penanganan Pengemasan Olahan Ternak. Makassar, Sulawesi Selatan.

Susiwi. (2009). Handout Penilaian Organoleptik. FPMIPA. Universitas Pendidikan Indonesia.

Dokumen terkait