• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.1. Kadar Timbal (Pb) pada Makanan Jajanan Jenis Gorengan Bakwan

Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar timbal (Pb) yang ditunjukkan pada tabel 4.1 ternyata dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar timbal (Pb) pada semua gorengan bakwan pada waktu sesaat setelah diangkat dari kuali penggorengan, tiga jam terpajan setelah diangkat dari kuali penggorengan dan enam jam terpajan setelah diangkat dari kuali penggorengan. Kadar timbal (Pb) terendah terdapat pada sampel D yaitu sebesar 0.0875 ppm, sedangkan kadar timbal (Pb) tertinggi terdapat pada sampel E yaitu enam jam terpajan setelah diangkat dari kuali penggorengan sebesar 1.3997 ppm.

Terjadi peningkatan kadar timbal (Pb) berdasarkan perbedaan waktu sesaat setelah diangkat dari kuali penggorengan, tiga jam terpajan setelah diangkat dari kuali penggorengan dan enam jam terpajan setelah diangkat dari kuali penggorengan. Kadar timbal (Pb) pada sesaat setelah diangkat dari kuali penggorengan terendah pada sampel D yaitu sebesar 0.0875 ppm, sedangkan tertinggi terdapat pada sampel A yaitu sebesar 0.8748 ppm. Kadar timbal (Pb) tiga jam terpajan setelah diangkat dari kuali penggorengan terendah pada sampel D yaitu sebesar 0.2624 ppm, sedangkan tertinggi terdapat pada sampel A yaitu sebesar 1.0935 ppm. Kadar timbal (Pb) enam jam terpajan setelah diangkat dari kuali penggorengan terendah pada sampel D yaitu sebesar 0.4374 ppm, sedangkan tertinggi terdapat pada E yaitu sebesar 1.3997 ppm.

Pemeriksaan logam berat timbal (Pb) pada gorengan menunjukkan bahwa seluruh sampel gorengan bakwan positif mengandung timbal (Pb). Hal ini dapat

terjadi karena kontaminasi logam berat timbal (Pb) dapat disebabkan pada saat proses penggorengan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar timbal (Pb) pada gorengan tersebut yaitu, bahan baku yang digunakan, peralatan yang dipakai serta proses penggorengan. Apabila bahan baku yang digunakan sudah mengandung timbal (Pb) maka kemungkinan besar hasil olahan akan mengandung timbal (Pb). Proses penggorengan yang tidak memenuhi syarat higiene dan sanitasi juga akan mempengaruhi kadar timbal (Pb) pada gorengan tersebut.

Kadar logam timbal (Pb) yang diperiksa pada seluruh sampel masih memenuhi syarat atau masih di bawah nilai ambang batas yang telah ditetapkan oleh SK Dirjen POM Depkes RI No: 03725/B/SK/VII/89 tentang batas maksimum cemaran logam di dalam jenis makanan jajanan yaitu 2 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa makanan jajanan masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi oleh masyarakat karena besar kadarnya tidak melebihi batas maksimum yang diperbolehkan.

Timbal atau yang kita kenal sehari-hari dengan timah hitam dan dalam bahasa ilmiahnya dikenal dengan kata Plumbum dan logam ini disimpulkan dengan timbal (Pb). Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV–A pada tabel periodik unsur kimia. Sumber pencemaran timbal (Pb) terbesar berasal dari pembakaran bensin, dimana dihasilkan berbagai komponen timbal (Pb), terutama PbBrCl dan PbBrCl2 (Fardiaz, 1995). Timbal (Pb) dicampurkan ke dalam bensin sebagai anti letup atau anti knock aditif dengan kadar sekitar 2,4 gram/gallon. Timbal (Pb) yang digunakan untuk anti knock adalah tetraethyl timbal (C2H5)4. Fungsi penambahan timbal (Pb) adalah dimaksudkan untuk meningkatkan bilangan oktana.

Penambahan timbal (Pb) pada bahan bakar kendaraan bermotor menyebabkan terjadi pembakaran bahan tambahan (aditive) timbal (Pb) pada bahan bakar kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi timbal (Pb) in organik. Logam berat timbal (Pb) yang bercampur dengan bahan bakar tersebut akan bercampur dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka logam berat timbal (Pb) akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya (Sudarmaji, dkk, 2006).

Logam timbal (Pb) yang keluar dari knalpot akan keluar ke lingkungan dan mencemari lingkungan. Lingkungan yang dapat tercemari dapat berupa udara, air, tanah, makanan dan lain-lain. Logam timbal (Pb) yang berada di lingkungan bisa saja membahayakan manusia. Akan tetapi logam tersebut harus memiliki setidaknya satu jalur pemaparan. Jika kita tidak kontak dengan logam timbal (Pb) maka sifat toksik dari logam tersebut tidak akan membahayakan kita. Ada tiga jalur pokok pemaparan yaitu melalui penetrasi kulit/dermal, absorbi melalui paru-paru (inhalasi) dan absorpsi melalui saluran pencernaan (ingesti). Bentuk pemaparan yang paling lazim adalah melalui inhalasi dan dermal, sementara keracunan yang disengaja maupun tidak, paling sering terjadi melalui oral (pencernaan) (Widyastuti, 2005).

Keberadaan pepohonan penyerap timbal (Pb) yang ditanam di pinggir jalan akan mengurangi pencemaran lingkungan akibat timbal (Pb) karena timbal (Pb) tersebut terserap/ terjerap oleh pepohonan. Dengan berkurangnya polutan timbal (Pb) di lingkungan maka pencemaran timbal (Pb) pada makanan jajanan yang dijual di pinggir jalan akan berkurang.

Terdapatnya kadar timbal (Pb) pada gorengan bakwan yang diperiksa yaitu sesaat setelah diangkat dari kuali penggorengan, tiga jam terpajan setelah diangkat

dari kuali penggorengan dan enam jam terpajan setelah diangkat dari kuali penggorengan menunjukkan bahwa gorengan yang dijual di Pasar I tersebut sudah tercemar oleh logam yang berbahaya bagi kesehatan.

Banyak faktor yang mempengaruhi kadar timbal (Pb) di udara. Menurut Siregar (2005), jumlah timbal (Pb) di udara dipengaruhi oleh volume atau kepadatan lalu lintas, jarak dari jalan raya dan daerah industri, percepatan mesin dan arah angin. Lokasi berjualan para pedagang yang sangat dekat dengan jalan raya yang padat lalu lintas dan hampir tidak ada jarak antara lokasi berjualan dengan tempat parkir kendaraan bermotor dapat menyebabkan makanan jajanan jenis gorengan bakwan tersebut dapat terkontaminasi oleh logam berat timbal (Pb) yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor.

Kondisi barang dagangan yang terbuka dengan menggunakan tampah tanpa memakai penutup lebih memberi kesempatan gorengan tersebut terkontaminasi oleh logam berat timbal (Pb) yang berasal dari kendaraan bermotor. Maka kondisi tersebut berpengaruh terhadap peningkatan kadar timbal (Pb) pada makanan jajanan seiring dengan bertambahnya waktu pajanan

Peningkatan kadar timbal (Pb) terjadi pada seluruh sampel gorengan bakwan dengan jumlah yang hampir sama. Akan tetapi kadar timbal (Pb) terendah pada sampel D apabila dibandingkan dengan sampel lainnya. Hal ini dapat terjadi karena lokasi pengambilan sampel D banyak ditanam pepohonan yang cukup tinggi yang menyebabkan logam tersebut akan tertahan pada tanaman di sekitar lokasi berjualan. Tanaman tersebut dapat berfungsi sebagai penjerap ataupun penyerap timbal (Pb).

keadaan terbuka/ tanpa penutup akan mudah terkontaminasi oleh logam berat timbal (Pb) yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor. Hal ini karena logam timbal (Pb) tersebut dapat menempel pada gorengan bakwan. Penelitian mengenai kadar timbal (Pb) pada makanan jajanan yang dijual dibeberapa pasar di Kota Medan oleh Betty 2008 memperoleh hasil bahwa sebagian besar makanan jajanan tersebut mengandung timbal (Pb). Namun penelitian ini tidak membedakan lama waktu pajanan.

Lokasi berjualan yang terlalu dekat dengan jalan raya dan parkir kendaraan bermotor juga sangat mempengaruhi kadar timbal (Pb) pada makanan jajanan jenis gorengan tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Karmila yaitu untuk mengetahui kandungan timbal pada beras yang ditanam di pinggir jalan. Hasilnya menunjukkan bahwa seluruhnya positif mengandung timbal dan semakin jauh jarak padi dari jalan raya semakin sedikit kandungan timbal (Pb) nya. Menurut Mukono, lama paparan suatu agen akan mempengaruhi kemampuan agen tersebut dalam memberikan efek yang potensial terhadap satu atau beberapa penyakit.

Semakin lama makanan tersebut terpapar oleh asap kendaraan bermotor maka akan semakin banyak timbal (Pb) yang dikandung makanan tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Yulianti tahun 2005 diperoleh hasil bahwa ada pengaruh lama waktu pajanan terhadap timbal (Pb) pada makanan jajanan yang dijual di depan Java Supermall Peterongan Semarang.

Apabila terjadi penurunan kadar timbal (Pb) dalam bensin maka kadar timbal (Pb) di udara pun menurun. Bersamaan dengan itu kadar timbal (Pb) dalam darah juga menurun, serta pencemaran lingkungan akibat logam berat timbal (Pb) pun akan

menurun (Thomas dan Spiro 1997 dalam

Banyak gangguan kesehatan yang dapat diakibatkan oleh timbal (Pb). Timbal merupakan racun yang bersifat kumulatif. Sekitar 90% dari timbal (Pb) yang terkumpul dalam tubuh masuk ke dalam tulang, dari tulang timbal (Pb) dapaat diremobilisasi lagi dan masuk ke dalam peredaran darah. Timbal (Pb) terikat dengan

Setiono 1998). Maka pengurangan kadar timbal (Pb) merupakan salah satu cara mengurangi emisi timbal (Pb) di lingkungan. Akan lebih baik jika ada alternatif yang dapat menggantikan fungsi timbal (Pb) sehingga timbal (Pb) yang berada di udara dapat diminimalkan.

Sesuai dengan ketetapan Dirjen POM Depkes RI No: 03725/B/SK/VII/89 tentang batas maksimum cemaran logam menunjukkan bahwa makanan jajanan gorengan bakwan tersebut masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi oleh masyarakat karena besar kadarnya tidak melebihi batas maksimum yang diperbolehkan. Walaupun kandungan timbal (Pb) pada gorengan tersebut masih di bawah nilai ambang batas namun harus diwaspadai karena efek toksiknya tidak langsung terlihat seketika, tetapi akan terlihat setelah beberapa tahun karena sifatnya yang cenderung terakumulasi pada makhluk hidup. Sifat akumulasi inilah yang menyebabkan efeknya menjadi lebih berbahaya untuk manusia dan dapat menyebabkan kematian.

Timbal (Pb) yang tertinggal di dalam tubuh, baik dari udara maupun melalui makanan/minuman, akan mengumpul terutama di dalam skeleton (90-95%). Tulang berfungsi sebagai tempat pengumpulan timbal (Pb) karena sifat-sifat ion Pb2+ yang hampir sama dengan Ca2+. Timbal (Pb) yang mengumpul di dalam skeleton kemungkinan dapat diremobilisasi ke bagian-bagian tubuh lainnya lama setelah absorbsi awal (Fardiaz, 1992).

kuat pada banyak jenis senywa, seperti asam amino, haemoglobin, banyak jenis enzim, RNA dan DNA sehingga dapat mengganggu banyak alur metabolisme (Setiono, 1998). Pada wanita hamil yang terpapar, timbal (Pb) yang melewati plasenta wanita hamil tersebut dapat menyebabkan kelahiran prematur, berat bayi lahir rendah (BBLR), toksisitas dan bahkan kematian (Palar, 1994).

Dengan tercemarnya makanan oleh logam berbahaya timbal (Pb) berarti para konsumen yang suka jajan di pinggir jalan harus berhati-hati karena makanan yang tercemar akan merusak kesehatan seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa pengkonsumsian bahan makanan yang tercemar logam berat oleh konsumen terus-menerus akan terakumulasi dalam jaringan tubuh sehingga lambat laun akan membahayakan kesehatan konsumen itu sendiri.

Bagian masyarakat yang sering mengkonsumsi makanan jajanan gorengan adalah anak-anak sekolah dan mahasiswa yang membutuhkan asupan energi yang lebih dan cepat saji dikarenakan aktivitas mereka yang padat. Kondisi saat ini adalah banyak pedagang makanan jajanan yang berjualan di pinggir jalan raya dekat sekolah-sekolah dan kampus-kampus. Apabila hal ini dibiarkan secara terus menerus maka anak-anak akan keracunan timbal (Pb) khususnya anak Sekolah Dasar yang merupakan aset bangsa ini.

Bayi dan anak-anak biasanya lebih peka terhadap toksisitas timbal (Pb) dari pada orang dewasa. Menurut Bolger dkk 1996 dalam Darmono 2001 hal ini karena mereka mengonsumsi makanan lebih banyak untuk setiap unit berat badannya, absorpsi timbal (Pb) lebih intensif dalam saluran pencernaan dan organ seperti otak, ginjal dan hati masih relatif muda dan masih terus berkembang.

Salah satu dampak kesehatan yang akan dialami anak-anak yang terpapar timbal (Pb) adalah penurunan IQ, gangguan pertumbuhan, pendengaran, susunan syaraf dan gangguan pembentukan sel darah merah. Menurut studi Bank Dunia pada tahun 1990 biaya kesehatan akibat pencemaran udara oleh timbal (Pb) mencapai US $ 62.400.000. Kerugian IQ pada anak-anak sebanyak 300.000 point/tahun bernilai kerusakan 36,1 juta US $ pertahun (Kusnoputranto, 2008).

Keracunan timbal (Pb) pada orang dewasa kebanyakan terjadi di tempat mereka bekerja. Prevalensi kejadiannya bervariasi untuk setiap jenis pekerjaannya. Gejala yang terlihat adalah penderita terlihat pucat, sakit perut, konstipasi, muntah, anemia dan sering terlihat adanya garis biru tepat di daerah gusi diatas gigi. Pada pemeriksaan psikologi dan neuro psikologi ditemukan adanya gejala sulit mengingat-ingat (sistem memori sangat berkurang), konsentrasi menurun, kurang lancar berbicara, dan gejala syaraf lainnya. Risiko terjadinya toksisitas pada orang dewasa

BAB VI

Dokumen terkait