• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kader Pembangunan Manusia Pimpin Upaya Pengurangan Stunting

Dalam dokumen LOCAL SOLUTIONS TO POVERTY (Halaman 53-62)

Senin, 7 Mei 2018 Penulis: Intan Oktora Co-Author: Hera Diani

Salmiah telah menjadi seorang Kader Pembangunan Manusia sejak 2017. Ia berkomitmen untuk mengurangi stunting di desanya.

Prevalensi stunting pada anak di Indonesia telah menimbulkan kekhawatiran di jajaran teratas pemerintahan. Pada 2013, 37,2 persen anak balita di Indonesia (hampir 9 juta anak) mengalami stunting, 19,6 persen kekurangan berat badan, sementara 11,9 persen kelebihan berat badan atau mengalami obesitas. Stunting adalah kondisi malnutrisi kronis dan penyakit

49

berulang pada anak. Hal ini dapat diukur dengan membandingkan tinggi anak dengan Standar Grafik Pertumbuhan WHO.

Pemerintah telah meluncurkan Strategi Nasional untuk mempercepat Pencegahan Stunting pada 2017 dan sebagai bagian dari inisiatif ini, termasuk di dalamnya proyek rintisan Kader Pembangunan Manusia (KPM). KPM membantu desa dan penyedia layanan setempat untuk menyediakan layanan pengurangan stunting. Layanan ini mencakup sektor kesehatan, air bersih dan sanitasi, jaminan sosial, dan pendidikan usia dini untuk rumah-rumah tangga dengan ibu hamil dan anak di bawah usia dua tahun.

Kesadaran publik atas stunting dan penyebabnya masih rendah. Salmiah, ibu tiga anak di Lombok Tengah, terpukul mendapati putrinya yang berusia 2 tahun mengalami stunting. Ia mengingat masa kehamilan yang sulit dan ketiadaan akses terhadap makanan bergizi. “Akibat kurangnya makanan sehat selama kehamilan, anak saya lahir dengan berat badan di bawah normal dan pada usia dua tahun dia mengalami stunting,” ujar Salmiah, seorang guru madrasah Ibtidaiyah.

Meskipun Salmiah merupakan kader posyandu sejak tahun 2000, ia memutuskan untuk belajar tentang stunting setelah anaknya dinyatakan stunting. Ia menemukan bahwa di desanya, 25 anak balita, atau 225 anak, mengalami stunting. Pada 2017, ia menjadi KPM untuk Generasi Sehat dan Cerdas, program yang diinisiasi oleh Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia. “Saya paham soal stunting sekarang, dan bertekad untuk memberikan makanan yang sehat dan bergizi dan menjaga lingkungan yang sehat, agar anak saya tumbuh optimal,” ujar Salmiah. “Sebagai KPM, tugas saya adalah menjamin ibu-ibu hamil mendapat pemeriksaan kehamilan yang rutin di posyandu, mengonsumsi suplemen zat besi dan makanan sehat serta bergizi, dan memiliki akses terhadap air bersih.”

Salmiah bertemu sesama KPM di Jakarta pada sebuah pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan Bank Dunia. Pengalaman tersebut membuat tekadnya semakin kuat untuk membantu warga melawan stunting. Ia dan para KPM lain juga dilatih untuk

menggunakan Tikar Pertumbuhan, alat sederhana dan inovatif untuk mendeteksi stunting sejak dini.

“Sekembalinya dari pelatihan, saya berbagi informasi mengenai stunting dengan masyarakat, terutama mengenai dampaknya dan bagaimana mengatasinya. Saya berbicara dengan warga, tokoh agama, dan kepala desa. Saya bersyukur bahwa 30 persen dari Dana Desa sekarang dialokasikan untuk mencegah stunting,” ujarnya.

Salmiah bekerja secara erat dengan fasilitator dan perwakilan posyandu, pusat pendidikan anak usia dini, program transfer tunai bersyarat (Program Keluarga Harapan, PKH) dan program air dan sanitasi (PAMSIMAS). Dengan memperkuat koordinasi antara para penyedia layanan ini, ia ingin memastikan bahwa semua pemberi manfaat yang disasar menerima paket layanan yang utuh. Salmiah juga mengembangkan peta sosial konvergensi desa dengan membantu mengidentifikasi 11 rumah tangga dengan anak-anak stunting dan tidak memiliki toilet dan air bersih. Ia bekerja sama dengan fasilitator air dan sanitasi untuk memastikan air bersih dan toilet tersedia untuk rumah-rumah tangga ini pada 2018.

Tantangannya saat ini adalah untuk meyakinkan keluarga-keluarga yang menyangkal anak-anak mereka mengalami stunting. “Perlu upaya besar,” ujar Diah, “untuk meningkatkan kesadaran mengenai nutrisi tambahan dan praktik-praktik sanitasi yang baik.”

50 Kerja keras Salmiah sudah terbayar. Dalam 15 bulan terakhir, jumlah anak-anak di bawah dua tahun yang mengalami stunting turun dari 86 menjadi 58 anak.

“Insya Allah, tidak akan ada lagi keluarga miskin di desa ini, dan setiap anak tumbuh tinggi dan cerdas,” ujar Salmiah.

_________

Sumber data: Riset Kesehatan Dasar 2013 dan wawancara. Tautan terkait: http://www.who.int/childgrowth/standards/en/

51 C E R I T A

Tikar Pertumbuhan: Inovasi Cegah ‘Stunting’ di Indonesia

Selasa, 24 Apr 2018 Penulis: Hera Diani Co-Author: Intan Oktora, Megha Kapoor

Length Mat "Aku Tumbuh Tinggi dan Cerdas"

Suasana di posyandu Permata Bunda di Manahan, Surakarta, tampak meriah pada 12 Maret lalu, menjelang kunjungan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Posyandu merupakan salah satu komponen utama dalam program nasional pencegahan stunting (gagal tumbuh) yang langsung dipimpin oleh Presiden Joko Widodo dan Wapres Kala. Posyandu di Manahan sendiri melayani 42 anak balita dan empat perempuan hamil.

Di posyandu Permata Bunda, Wapres Kalla menyaksikan peluncuran sebuah alat inovatif, yakni Tikar Pertumbuhan (Length Mat). Diinisiasi oleh Generasi, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, tikar ini dipakai untuk mengukur tinggi anak di bawah usia dua tahun.

Antara 6-15 Februari 2018, tikar tersebut telah diuji coba di 13 desa di empat kabupaten prioritas – Cianjur, Gorontalo, Maluku Tengah, dan Ketapang. Uji coba tersebut melibatkan 232 orang, termasuk orang tua dari anak-anak berusia dua tahun, petugas kesehatan, dan pekerja pembangunan manusia. Generasi dan Kemendes akan memperluas program rintisan ini untuk menjangkau 3.105 desa di 31 kabupaten pada 2018.

52 Tinggi badan, sebuah tolok ukur penting dalam pertumbuhan anak, harus diukur setiap tiga bulan untuk anak-anak di bawah dua tahun. Tikar Pertumbuhan memberikan petunjuk visual bagi petugas kesehatan dan orang tua, untuk melihat apakah anak memiliki tinggi yang sesuai usia mereka. Pada tikar terdapat ukuran yang berbeda antara anak-anak perempuan dan laki-laki. Tikar ini dipakai oleh posyandu untuk mendeteksi stunting secara dini dan secara cepat mengidentifikasi anak-anak yang memerlukan perhatian khusus.

Tanda di masing-masing sisi tikar pertumbuhan mengindikasikan tinggi yang diharapkan dari anak-anak berusia 3-18 bulan, berdasarkan Standar Grafik Pertumbuhan WHO.

Dibuat dari plastik tahan lama, tikar pertumbuhan ini praktis karena dapat dibawa berkeliling oleh petugas kesehatan di daerah-daerah terpencil. Hal ini mempermudah

53

Tikar ini diharapkan dapat memotivasi orang tua untuk mengubah perilaku untuk mendorong pertumbuhan anak.

Pengukuran tinggi di tingkat komunitas biasanya tidak terlalu akurat. Untuk itu, pengukuran dengan tikar pertumbuhan hanya untuk menumbuhkan kesadaran akan perubahan perilaku, bukan sebagai data untuk analisis.

Tikar pertumbuhan telah diluncurkan dalam inisiatif-inisiatif pencegahan stunting di Bolivia, Guatemala, Zambia, dan Kamboja. Penggunaan grafik pertumbuhan di Zambia dilaporkan telah mengurangi stunting sampai 22 persen dalam periode lebih dari satu tahun. Kajian awal dari penggunaan tikar pertumbuhan di Kamboja dan Guatemala menunjukkan bahwa para ibu merasa visualisasi tinggi anak pada tikar membantu mereka memahami pertumbuhan anak-anak mereka.

Wapres Kalla menekankan kembali mendesaknya penanggulangan malnutrisi dan stunting di Indonesia.

"Tanpa gizi yang cukup, lingkungan yang baik maka akan sangat membahayakan generasi muda kita," ujar Wapres dalam tertulis pada 12 Maret.

Jika tidak segera diatasi tambahnya, akan memengaruhi kinerja pembangunan Indonesia baik yang menyangkut pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan.

"Indonesia ini termasuk daerah yang kritis untuk stunting, dan telah diberikan peringatan oleh WHO bahwa Indonesia potensi stuntingnya tinggi. Karena itu masyarakat harus aktif untuk menjaga anak-anak kita," terangnya.

Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 memperkirakan bahwa hampir 9 juta anak di Indonesia, atau sepertiga dari semua anak balita, mengalami gagal

tumbuh. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengurangi tingkat gagal tumbuh melalui program-program anti-stunting lintas kementerian, nasional, dan daerah.

54 C E R I T A

'Rembuk Stunting' untuk Indonesia Bebas Malnutrisi

Jumat, 6 Apr 2018 Penulis: Hera Diani Co-Author: Megha Kapoor

Direktur Bidang Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Enny Gustina, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Sigit Priohutomo dan Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Diah Indrajati memaparkan koordinasi pelaksanaan, implementasi kebijakan serta perah daerah dalam penurunan stunting (Foto: Fibria Heliani). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 memperkirakan bahwa hampir 9 juta anak di

Indonesia, atau sepertiga dari seluruh anak berusia di bawah lima tahun, mengalami gagal tumbuh (stunting). Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengurangi prevalensi gagal tumbuh melalui program-program anti-stunting antar-kementerian, pemerintah nasional, dan pemerintah daerah.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengadakan Rembuk Stunting pada 26-27 Maret, mengundang 26 pemerintah kabupaten dan kota untuk mengurangi tingkat gagal tumbuh menjadi 28 persen pada 2019. Dalam upaya total untuk membasmi gagal tumbuh, 19 kementerian dan lembaga turut berpartisipasi dalam acara tersebut, termasuk juga UNICEF, MCA-I, DFAT, dan Bank Dunia. Rembuk Stunting Maret lalu merupakan yang kedua dari delapan Rembuk yang direncanakan, untuk membawa gerakan ini menjangkau 1.000 desa di 100 kabupaten dan kota di 34 provinsi. Pemerintah berencana memperluas cakupan ke 1.600 desa di 160 kabupaten pada 2019.

Melalui acara Rembuk, pemerintah pusat bertujuan membangun kapasitas dan komitmen pemerintah-pemerintah daerah untuk merencanakan, mengimplementasikan, memantau, dan mengevaluasi intervensi-intervensi yang konvergen untuk mengurangi angka gagal tumbuh. Intervensi-intervensi tersebut akan mencakup kampanye advokasi untuk

55

meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya pengurangan gagal tumbuh dan meningkatkan komunikasi antar-personal untuk memperkuat kerja sama antar kelompok-kelompok pemangku kepentingan.

Pungkas Bahjuri Ali, Direktur Kesehatan dan Gizi di Bappenas, mengatakan bahwa pemerintah daerah diharapkan memiliki komitmen yang sama dengan pemerintah nasional untuk

mengurangi angka gagal tumbuh, dan merefleksikan komitmen mereka dengan merencanakan dan mendanai program-program melawan gagal tumbuh.

“Kami akan berbagi praktik-praktik terbaik dari pengalaman tingkat global, nasional, dan desa, memperkuat koordinasi antara pemerintah nasional dan lokal, dan meningkatkan efektivitas program tersebut,” ujarnya pada pidato pembukaan acara di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat. Ia menekankan bahwa kecukupan gizi, pencegahan penyakit, dan pola asuh yang baik merupakan inti dari gerakan untuk mengurangi angka gagal tumbuh. “Peran kementerian dan lembaga pemerintah difokuskan pada tiga hal tersebut,” katanya.

Subandi Sarjoko, Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas untuk Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, mengatakan bahwa inisiatif pemetaan pemerintah menunjukkan bahwa 5 kabupaten dan kota yang telah meluncurkan intervensi-intervensi anti-stunting gagal mengurangi angka stunting.

“Ternyata tidak setiap daerah mendapatkan semua aspek intervensi yang terintegrasi. Misalnya, Desa A menyediakan gizi baik tapi tidak memiliki pasokan air bersih yang memadai. Desa B sebaliknya. Seharusnya semua aspek intervensi terintegrasi ini diterima oleh masyarakat-masyarakat sasaran,” ujarnya.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo,

mendesak desa-desa untuk mengurangi angka gagal tumbuh dengan menggunakan Dana Desa untuk membiayai pembangunan infrastruktur seperti fasilitas air dan sanitasi, puskesmas, dan lembaga pendidikan usia dini untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat perdesaan.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo di pembukaan Rembuk Stunting (Foto: Fibria Heliani).

56 “Kita harus mengedukasi masyarakat mengenai stunting. Bahkan daerah-daerah yang kaya pun memiliki kasus-kasus stuntingkarena kurangnya pengetahuan dan adanya mitos-mitos yang meluas soal gizi,” ujarnya saat Rembuk.

“Hanya sekitar 5 kabupaten di seluruh Indonesia yang bebas buang air besar sembarangan. Hal ini memengaruhi tingkat stunting karena stunting bukan cuma soal gizi. Desa-desa bisa

membangun fasilitas air bersih menggunakan Dana Desa – itu tidak mahal.”

Gerakan akselerasi pengurangan gagal tumbuh telah mendapatkan dukungan dari Presiden Joko Widodo. Presiden berkomitmen untuk mengurangi angka gagal tumbuh sesuai dengan mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 mengenai Gerakan Masyarakat Sehat (Germas); dan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2017 mengenai Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi. Rapat Koordinasi Nasional 2018 untuk Generasi Sehat Cerdas, Kongres Desa Nasional, dan Stunting Summit, yang semuanya diadakan pada pekan yang sama dengan Rembuk Stunting, juga mencerminkan komitmen lebih jauh dari Presiden untuk mempercepat upaya-upaya untuk mengurangi gagal tumbuh.

“Pengurangan stunting akan dimasukkan dalam rencana kerja pemerintah setiap tahun, sejalan dengan komitmen untuk memenuhi SDG (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) pada 2030,” ujar Subandi. “Pada 2018, prioritas pemerintah adalah untuk meningkatkan pendidikan gizi, melakukan surveillance gizi, dan menyediakan makanan bergizi. Dua belas kementerian dan lembaga secara langsung berkontribusi pada intervensi-intervensi melawan stunting, dan upaya-upaya ini harus disinergikan.

57

KIAT GURU

C E R I T A

Program Rintisan KIAT Guru Berhasil Meningkatkan Hasil Belajar

Dalam dokumen LOCAL SOLUTIONS TO POVERTY (Halaman 53-62)