• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.4. Karakteristik Logam Berat

2.4.2. Kadmium (Cd)

Kadmium disingkat dengan Cd (cadmium) memiliki nomor atom 49, dengan berat atom 112,41 g/mol, memiliki titik didih dan titik leleh masing-masing 765oC dan 320,9

o

C (Cotton dan Wilkinson 1989). Kadmium hampir selalu ditemukan dalam jumlah yang kecil dalam bijih-bijih seng, seperti sphalerite (ZnS). Greenokcite (CdS) merupakan mineral satu-satunya yang mengandung kadmium. Hampir semua kadmium diambil sebagai hasil produksi dalam persiapan bijih-bijih seng, tembaga dan timbal. Sumber utama polutan kadmium berasal dari aktivitas industri dan sisa-sisa penambangan. Produksi kadmium setiap tahunnya adalah 15.000–20.000 ton, dan kadmium tersebut diproduksi dari hasil penambangan (Paasivirta 2000). Sebagian besar makanan mengandung sejumlah kecil kadmium. Padi-padian dan produk biji-bijian biasanya merupakan sumber utama kadmium. Asap rokok juga menyebabkan meningkatnya kadmium di lingkungan (Baird 1995; Lu 2006). Kadmium mempunyai sifat tahan panas, sehingga baik untuk campuran-campuran bahan-bahan keramik dan plastik, kadmium juga sangat tahan terhadap korosi sehingga cocok untuk melapisi plat besi dan baja (Darmono 1995). Kadmium juga digunakan sebagai pigmen pada keramik, pada penyepuhan listrik, serta dalam pembuatan aloy dan baterai alkali (Baird, 1995; Lu 2006). Baird (1995) mengemukakan bahwa kadmium juga sering di pakai sebagai elektroda pada beterai kalkulator yang dikenal sebagaiNi-Cd(nikel kadmium).

Kadmium tergolong logam berat dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap grup sulfhidril daripada enzim dan meningkat kelarutannya dalam lemak. Pada perairan alami yang bersifat basa, kadmium mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik. Di perairan, kadmium akan melakukan ikatan koordinasi dengan ligan organik dan anorganik seperti CdSO4, Cd-Organik, CdCl+, Cd(OH), dan Cd2+. Kadmium akan menghasilkan produk

Cd2++ H2O Cd(OH)++ H+……….(3)

Ikatan kompleks tersebut memiliki tingkat kelarutan yang berbeda, yakni: Cd2+>CdSO4>CdCl+>CdCO3>Cd(OH)+ (Sanusi 2006). Afinitas Cd terhadap anion

klorida dibandingkan dengan logam berat lainnya sesuai urutan adalah Hg > Cd > Pb > Zn, dalam hal ini Cd menempati urutan kedua setelah Hg (Hahne dan Kroontje 1973 dalam Moore dan Ramamoorthy 1984). Bahan organik terlarut dalam perairan (gugus asam amino, sistein, polisakarida dan asam karbosiklik) memiliki kapasitas membentuk ikatan kompleks dengan Cd dan logam berat lainnya. Demikian pula keberadaan asam humus (humic substances) dalam perairan seperti asam fulvik dan asam humik akan membentuk ikatan kompleks (kelasi) dengan Cd. Pada umumnya stabilitas ikatan kompleks logam berat-asam humus mengikuti deret Irving–Williams (Irving–Williams Order) sebagai berikut:

Mg<Ca<Cd~Mn<Co<Zn~Ni<Cu<Hg ……….(4)

Di perairan tawar kemampuan pembentukan kompleks Cd oleh asam humus kurang lebih 2,7% daripada total Cd terlarut, sementara di perairan estuari lebih rendah dari 1% daripada total Cd terlarut. Berdasarkan hal tersebut maka, selain ditentukan oleh kadar asam humus dan Cd terlarut, parameter pH dan salinitas berperan dalam membentuk ikatan kompleks logam berat-asam humus. Logam berat Cd terlarut dalam air akan mengalami proses adsorpsi oleh partikel tersuspensi dan mengendap di sedimen. Proses adsorpsi akan diikuti oleh proses desorpsi yang mengembalikan Cd dalam bentuk terlarut dalam badan air (Sanusi 2006). Kadmium dalam air laut berbentuk senyawa klorida (CdCl2), sedangkan pada perairan tawar kadmium berbentuk

karbonat (CdCO3). Pada perairan payau kedua senyawa tersebut berimbang (Darmono

1995).

Kadar Cd di perairan alami berkisar antara 0,29–0,55 ppb dengan rata-rata 0,42 ppb. Konsentrasi kadmium di kolom permukaan air laut terbuka antara 1-100 ng/L. Pada perairan pantai konsentrasinya kurang lebih 200 ng/L, namun konsentrasinya akan meningkat menjadi 5000 ng/L di daerah estuaria yang berada di dekat daerah pertambangan. Tabel 5 menunjukan konsentrasi kadmium terlarut di beberapa perairan. Konsentrasi kadmium di daerah sungai umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan daerah laut. Pada laut terbuka, konsentrasi kadmium terlarut akan semakin meningkat dengan meningkatnya kedalaman, namun sebaliknya konsentrasi partikulat kadmium

akan tinggi di permukaan dan menjadi semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Sebanyak 0,1-0,6 μg/g kadmium terkandung pada sedimen perairan yang belum mengalami pencemaran. Di daerah Perairan Atlantik dan Teluk Florida mengandung 0,01-0,3 μg/g kadmium dan konsentrasi kadmium ini berkorelasi positif dengan kandungan aluminium. Di daerah Pelabuhan New Bedfor yang sudah tercemar, konsentrasi kadmium dalam sedimen sekitar 52 μg/g dan 460 μg/g di Teluk Spencer Australia Selatan. Kadmium juga ditemukan pada air interstitial dengan konsentrasi 0,002-108 μg/L. Konsentrasi kadmium di Teluk Villefrance, Prancis menurun seiring dengan meningkatnya kedalaman dan meningkat lagi pada kedalaman lebih dari 27 cm (Neff, 2002).

Tabel 5. Konsentrasi kadmium terlarut (μg/l) di beberapa perairan

Lokasi Rentang Konsentrasi Cd

Northwestern Gulf of Mexico 0.001-0.02 San Andres Lagoon, Mexico 0.33 Savannah River Estuary, GA 0.002-0.016 Medway Estuary, Nova Scotia 0.008-0.214

British estuaries 0.007-0.22

British coastal waters 0.004-0.081 British coastal waters 0.02-1.38

North Sea 0.01-0.051

North Sea 0.006-0.025

Dogger Bank, North Sea 0.015-0.025

German Bight 0.016-0.046

English Channel 0.011-0.022

English Channel 0.011-0.063

Irish Sea 0.013-0.081

Eastern Atlantic Ocean 0.001-0.018 South Atlantic Ocean 0.028-0.084

Greenland Sea 0.007-0.028 E. Mediterranean Sea 0.0002- 11 S. China Sea <0.003-0.118 Philippine Sea <0.003-0.119 Pacific Ocean 0.067 Indian Ocean 0.083-0.113

Scotia/Weddell Sea, Antarctica 0.019-0.107 Sumber: Neff (2002)

Tabel 6. Konsentrasi kadmium (μg/g) pada jaringan otot beberapa organisme Taksa Jumlah Analisis Rentang Konsentrasi Cd

Total 710 0,001-277 Phytoplankton 9 0,04–4,6 Macroalgae 69 0,1–29,8 Seagrasses 2 1,0–4,9 Coelenterates 2 0,37–4,56 Ctenophores 4 0,10–13,1 Nemertines 9 0,04–9,6 Polychaetes 24 0,12–45,0 Zooplankton 11 0,10–7,0 Shrimp 50 0,001–13,3 Lobsters 9 0,05–13,4 Crabs 15 0,03–1,06 Crustaceans 23 0,14–117 Insects 2 16,8–61,6 Clams 44 0,05–26,1 Scallops 7 0,58–36,3 Mussels 108 0,02–65,5 Oysters 99 0,03–144 Snails 32 0,15–277 Squid 4 0,05–3,4 Chaetognaths 2 0,15–1,29 Echinoderms 5 0,14–4,65 Fish 128 0,001–5,80 Sea Turtles 8 0,30–2,85 Marine Birds 20 0,08–3,34 Marine Mammals 22 0,03–2,4 Sumber: Neff (2002)

Kadmium termasuk logam berat yang sangat sulit didegradasi oleh organisme, sehingga kalau terabsopsi oleh tubuh organisme laut, maka konsentrasinya akan menjadi semakin meningkat seiring dengan waktu. Biokonsentrasi kadmium dalam tubuh fitoplankton sangat tergantung dari jumlah kadmium yang terlarut dalam kolom perairan. Kebanyakan dari kadmium ini akan terakumulasi pada bagian insang organisme dan beberapa organisme memiliki kemampuan untuk mentransfer kadmium ini ke dalam ephitelliumnya. Setelah masuk ke dalam tubuh, kadmium yang masuk ke dalam tubuh invertebrata, ikan, burung dan mamalia akan membentuk ikatan dengan protein sebagai metallothionin. Pada kima Crasostrea gigas, kadmium kebanyakan

diakumulasi pada bagian ginjal. Pada lobster, kadmium dengan jumlah yang paling banyak ditemukan pada organ hepatopankreas (Paasivirta, 2000). Tabel 6 menunjukkan konsentrasi kadmium pada jaringan otot beberapa organisme.

Keracunan kadmium dapat bersifat akut dan kronis. Efek keracunan yang dapat ditimbulkannya berupa penyakit paru-paru, hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada sistem ginjal dan kelenjer pencernaan serta mengakibatkan kerapuhan pada tulang (Effendi 2003; Lu 2006). Manahan (2001) menambahkan keracunan akut Cd ke manusia akan menimbulkan efek yang sangat fatal, diantaranya meningkatkan tekanan darah, kerusakan ginjal, perusakan jaringan testis dan merusak sel darah merah. Efek ini hampir mirip apabila manusia mengalami keracunan Cd. Secara spesifik, Cd akan menggantikan Zn yang ada dalam enzim. Toksisitas Cd lebih rendah bila dibandingkan dengan toksisitas Hg dan Cu. Namun demikian, Cd dapat mereduksi klorofil, ATP, dan mengurangi konsumsi O2 fitoplankton dengan konsentarsi 0,01-0,1 mg/l ketika

membentuk ikatan komplek CdCl2. Efeknya akan menjadi lebih toksik lagi ketika

konsentrasinya menjadi meningkat, misalnya dapat menyebabkan toksistas akut pada ikan estuari pada konsentrasi Cd terlarut sebesar 8–85 mg/l (Mance 1990).

Dokumen terkait