• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

3.6. Kaitan Ergonomi dengan Postur Kerja

Ilmu yang mempelajari interaksi antara lingkungan kerja dan manusia atau sebaliknya disebut dengan ergonomi. Dengan menerapkan ergonomi yang baik, diharapkan seorang pekerja dapat bekerja secara efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien, sehingga produktivitas kerjanya dapat meningkat. Dari pengertian ergonomi tersebut dapat dilihat bahwa ergonomi mempelajari manusia dan apabila ada kesalahan tentang gerakan ataupun fasilitas yang digunakan manusia maka akan dapat diperbaiki dengan menggunakan ilmu ergonomi, misalnya : apabila postur kerja seorang pekerja salah atau tidak benar maka dapat dievaluasi dan diperbaiki dengan menggunakan metode OWAS, REBA, RULA maupun QEC yang dipelajari dalam ilmu ergonomi. Pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja dapat membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja baik itu postur kerja yang berdiri, duduk maupun postur kerja lainnya sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan menjamin kesehatan fisik pekerja.

3.6.1. Postur Kerja

Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisis keefektifan dari suatu pekerjaan yang dilakukan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh pekerja sudah baik dan ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang akan diperoleh oleh pekerja tersebut adalah hasil yang baik. Akan tetapi sebaliknya bila postur kerja pekerja salah atau tidak ergonomis maka pekerja tersebut akan mudah mengalami kelelahan dan dalam jangka panjang akan menimbulkan keluhan–keluhan pada bagian tubuh tertentu. Apabila pekerja mengalami kelelahan jelaslah hasil yang dilakukan pekerja tersebut juga akan mengalami penurunan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Performance kerja merupakan fungsi dari postur kerja dan produktifitas kerja. Dengan postur kerja yang ergonomis, maka seorang pekerja akan dapat bekerja dengan EASNE (Efektif, Aman, Sehat, Nyaman dan Efisien), sebaliknya apabila postur kerjanya tidak benar, maka kinerja orang tersebut akan menurun sehingga tidak dapat bekerja dengan efektif dan efisien. Hal ini disebabkan karena postur kerja dapat menimbulkan rasa sakit dan cepat lelah yang lebih cepat dibandingkan dengan postur kerja yang ergonomis. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja dan performance kerja adalah posisi dari postur kerja seseorang, oleh karena itu diperlukan kajian yang lebih mendalam tentang gerakan, kerja seseorang yang berinteraksi terhadap lingkungan kerjanya atau sebaliknya.

Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja sebaiknya postur dilakukan secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi

timbulnya cidera dalam bekerja. Kenyamanan tercipta apabila pekerja telah melakukan postur kerja yang baik dan aman. Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja.

Untuk itu, perlu adanya suatu penilaian terhadap suatu postur kerja pekerja untuk mengetahui sejauh mana postur ataupun sikap kerja pekerja mampu mempengaruhi produktivitas dan kesehatan fisik pekerja. Penilaian terhadap keefektifan postur kerja pekerja ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu :

1. Ovako Working Postures Analysis System (OWAS)

2. Rapid Upper Limb Assesment (RULA)

3. Rapid Entire Body Assesment (REBA)

4. The Quick Exposure Check (QEC)

3.6.2. Rapid Upper Limb Assesment (RULA)

Rapid Upper Limb Assesment adalah suatu metode penelitian yang dipakai

untuk menginvestigasi gangguan pada anggota badan bagian atas. Pada umumnya metode ini diaplikasikan sebagai tindak lanjut dari metode yang telah dipakai untuk identifikasi awal. Adapun anggota-anggota badan yang dinilai dengan metode ini adalah:

1. Leher 2. Punggung 3. Lengan atas

Sementara resiko yang telah diinvestigasi yang disebut sebagai faktor beban eksternal, yaitu:

1. Jumlah pergerakan 2. Kerja otot statik 3. Tenaga/kekuatan

4. Penentuan postur kerja oleh peralatan 5. Waktu kerja tanpa istirahat

3.6.3. Keluhan Musculoskeletal

Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat rentan mengalami gangguan musculoskeletal. Keluhan musculoskeletal adalah

keluhan pada bagian–bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilakan dengan keluhan Musculoskeletal Disorsders atau

cedera pada sistem muskuloskeletal. Apabila pekerjaan berulang tersebut

dilakukan dengan cara yang nyaman, sehat dan sesuai dengan standar yang ergonomis, maka tidak akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal dan semua

pekerjaan akan berlangsung dengan efektif dan efisien.

Secara garis besar keluhan otot yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat

menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.

Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Studi tentang Musculoskeletal Disorsders pada berbagai jenis industri

telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi leher, bahu, lengan,

tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian

pinggang (low back pain).

terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadi keluhan

musculoskeletal sebagai berikut.

1. Peregangan otot yang berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, menarik, mendorong dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan otot yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya otot skeletal.

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tenpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal.

4. Faktor penyebab sekunder

Faktor penyebab sekunder ini adalah berupa tekanan langsung dari jaringan otot yang lunak atau getaran dengan frekuensi tinggi yang menyebabkan kontraksi otot bertambah.

Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Alat ukur yang digunakan dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai metode yang sederhana sampai menggunakan sistem komputer. Salah satu dari metode tersebut adalah melalui Standard Nordic Body Map Questionnaire.

Dokumen terkait