• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kaitan Umum

Dalam dokumen BAB 5: DIALEKTIKA (Halaman 32-43)

Stalin berkata: “Dialektika, berbeda dengan metafisika, tidak menganggap alam sebagai akumulasi aksidental hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang sebagian terpisah, terisolasi atau lepas dari sebagian yang lain. Tapi, ia menganggap alam sebagai satu keseluruhan yang kukuh yang di dalamnya hal-hal dan peristiwa-peristiwa saling berhubungan secara organik, dan saling bergantung satu sama lain. Sebagian merupakan kondisi (syarat) bagi sebagian

yang lain secara timbal balik.”[204]

Jadi, alam, dengan bagian-bagiannya yang bermacam-macam, tidak mungkin dipelajari menurut metode dialektik ketika bagian-bagian ini saling terpisah satu sama lain dan terpisah dari kondisi-kondisi dan keadaan-keadaannya, dan juga dari apa pun yang lalu dan kini yang berhubungan dengan realitasnya, tidak seperti metafisika yang tidak melihat alam sebagai jaringan hubungan (net of lingkage and conjuction) tetapi melihat secara abstraktif murni. Karena itu, menurut paham dialektik, setiap peristiwa tidak dapat dimengerti jika terpisah dari peristiwa-peris- tiwa lain di sekitamya, dan jika dipelajari secara metafisik murni. Memang, kalau untuk menumbangkan filsafat itu cukup melontarkan tuduhan-tuduhan yang tidak benar terhadapnya, tentu tuduhan-tuduhan yang dilontarkan Marxisme dalam hal baru ini terhadap metafisika akan cukup untuk menghancurkan metafisika dan menolak pandangan

isolasionisnya tentang alam yang berlawanan dengan jiwa hubungan yang kuat di antara bagian-bagian alam. Namun, biarlah Marxisme berkata kepada kita yang meragukan hubungan itu, dan yang metafisika tidak menerimanya, jika dilepaskan dari titik-titik lemah yang merepresentasikannya sebagai memiliki watak dialektik, dan jika ia bertumpu di atas asas filsafat yang kukuh dari prinsip kausalitas dan hukum-hukumnya (Bab VI kami khususkan untuk menelaahnya). Peristiwa-peristiwa, dalam pandangan umum terhadap alam, tidak lain adalah: (1) merupakan himpunan akumulasi kebetulan, dalam arti setiap peristiwa terjadi secara kebetulan semata-mata, tanpa ada keniscayaan yang menuntut adanya. Ini adalah pandangan pertama; (2) bagian-bagian alam itu pada esensinya adalah keniscayaan-keniscayaan. Setiap bagian itu maujud karena keniscayaan esensialnya sendiri tanpa membutuhkan atau terpengaruh oleh, faktor eksternal. Ini adalah pandangan kedua. Kedua pandangan ini tidak sesuai dengan prinsip kausalitas yang menyatakan: setiap peristiwa, dalam wujudnya, berhubungan dcngan sebab-sebab dan kondisi-kondisinya yang khusus. Prinsip ini menolak kebetulannya peristiwa-peristiwa, dan juga menolak keniscayaan esensial peristiwa-peristiwa. Karena itu, menurut prinsip ini, ada pandangan lain tentang alam. Yaitu ini: (3) alam dianggap sebagai saling berhubungan secara sempurna, sesuai dengan prinsip dan hukum-hukum kausalitas. Masing-masing bagian alam itu menempati tempat khusus dalam alam yang dituntut oleh syarat-syarat keberadaannya dan himpunan sebab-sebabnya. Ini adalah pandangan ketiga yang menegakkan metafisika di atas dasar pemahamannya terhadap alam. Karena itu timbul perlanyaan: “Mengapa alam ada?” Ini salah satu dari empat pertanyaan[205] yang me- nuntut jawaban yang tepat dan sepatutnya, menurut logika

metafisika, untuk mengetahui secara ilmiah sesuatu.

Ini jelas berarti bahwa metafisika sama sekali tidak menerima kcmungkinan memisahkan peristiwa dari lingkungan dan kondisi-kondisinya, dan tidak mempertanyakan hubungannya

dengan peristiwa-peristiwa lain.

Jadi, keyakinan akan hubungan umum tidak bergantung pada dialektika. Tetapi, ia termasuk di antara hal-hal yang ke sana asas-asas filsafat, yang dibangun metafisika dalam menelaah

kausalitas dan hukum-hukumnya, niscaya memandu.

Adapun rancangan-rancangan hubungan di antara bagian-bagian alam, dan pengungkapan rincian-rincian dan misteri-misterinya, itu diserahkan metafisika kepada berbagai ilmu pengetahuan. Logika filsafat umum tentang alam hanya mcmaparkan masalah utamanya saja. Ia membuat teori hubungannya berdasarkan kausalitas dan hukum-hukum filosofisnya. Selanjutnya, tinggallah tugas ilmu pengetahuan untuk menjelaskan rincian-rincian bidang-bidang yang dapat dijangkau metode-metode ilmiah dan menjelaskan corak corak hubungan aktual dan misteri-misteri corak-corak ini, sehingga dengan deniikian memberikan kepada

setiap hal apa yang menjadi haknya.

Kalau kita mau berbuat adil terhadap metafisika dan dialektika, kita harus menunjukkan bahwa hal baru yang dibawa dialektika Marx bukanlah hukum umum hubungan itu sendiri, yang tentangnya metafisika sudah berbicara dengan caranya sendiri dan yang sekaligus jelas bagi semua, dan bukanlah lagi menjadi ajang diskusi. Tetapi Marxisme adalah yang pcrtama menganjurkan tujuan-tujuan politik atau aplikasi-aplikasi politik hukum tersebut yang memberikan kemungkinan baginya untuk mengoperasikan rencana-rencana dan program-programnya. Jadi, masalah inovasi berkaitan dengan penerapan, bukan dengan hukum itu,

berkenaan dengan aspek logis dan filosofisnya.

Dalam kesempatan ini, baiklah akan kami paparkan apa yang dicatat penulis Marxis, Emile

Burns,[206] tentang hubungan tersebut dalam konsep Marxis. Ia menulis:

Alam, termasuk di dalamnya masyarakat manusia, tidak terbentuk dari hal-hal yang berdiri sendiri satu sama lain. Setiap ilmuwan tahu itu, dan merasa benar-benar sulit untuk menentukan sebab-sebab, bahkan, dari faktor-faktor utama yang mempengaruhi hal-hal tertentu yang dipelajarinya. Air adalah air. Tetapi, jika temperaturnya naik sampai derajat

tertentu, ia berubah menjadi uap, dan jika temperaturnya menurun (sampai derajat tertentu), ia berubah menjadi es. Ada juga faktor- faktor lain yang mempengaruhi air. Setiap orang awam, kalau mengalami hal-hal, menyadari bahwa tidak ada sesuatu pun yang sepenuhnya berdiri sendiri, dan bahwa segala sesuatu dipengaruhi oleh segala sesuatu yang lain.

Selanjutnya ia berkata:

Hubungan di antara segala sesuatu itu tampak intuitif sedemikian, sehingga setiap sebab yang memalingkan perhatian kepadanya itu jelas. Tetapi sebenarnya begini. Orang tidak selalu tahu (mencerap) hubungan di antara segala sesuatu, dan tidak juga tahu bahwa apa yang hakiki Pada kondisi-kondisi tertentu itu bisa tidak hakiki Pada kondisi-kondisi lain. Mereka selamanya menerapkan paham-paham yang telah mereka bentuk di bawah situasi-situasi tertentu atas situasi-situasi lain yang sama sekali berbeda dengan situasi-situasi yang pertama. Contoh terbaik yang bisa diberikan dalam hal ini adalah sudut pandang sekitar kebebasan berbicara. Kebebasan berbicara secara umum melayani tujuan demokrasi dan membantu orang untuk mengungkapkan kehendaknya. Katena itu, ia berguna bagi perkembangan masyarakat. Tetapi, kebebasan berbicara fascisme (prinsip pertama yang mencoba mengekang demokrasi) adalah hal yang sama sekali berbeda, karma ia menghentikan gerak maju masyarakat. Tak soal dengan seruan berulang-ulang untuk kebebasan berbicara, apa yang berlaku padanya dalam kondisi-kondisi normal berkenaan dengan kelompok-kelompok yang mengupayakan demokrasi itu, tidak berlaku pada kelompok-kelompok fasis. [207]

Teks Marxis ini mengakui bahwa hubungan umum itu dipahami oleh setiap ilmuwan, bahkan setiap orang awam yang telah mengalami hal-hal, sebagaimana dinyatakan Emile Burns, dan bukan sesuatu yang baru dalam pemahaman umum manusia. Tetapi, yang baru adalah apa yang diupayakan Marxisme dari (hubungan) itu, berdasarkan rentang hubungan solid antara permasalahan kebebasan berbicara dan permasalahan-permasalahan lain yang masuk dalam lingkungannya. Seperti itu pula yang berlaku pada penerapan-penerapan lain yang serupa yang dapat kita jumpai dalam teks-teks Marxisme yang lain. Nah, mana penyingkapan logis lagi tajam dialektika itu?

Dua Hal mengenai Kaitan Umum

Adalah perlu menunjukkan, dalam konteks pembicaraan tentang teori hubungan umum dalam metafisika, dua hal penting: Yang pertama adalah bahwa dalam konsep metafisika, hubungan masing-masing bagian dari alam dengan sebab-sebab, kondisi-kondisi dan situasi-situasi yang relevan dengannya tidak berarti tidak adanya kemungkinan melihatnya secara mandiri, atau membuat definisi khusus tentangnya. Karena itu, definisi adalah salah satu topik yang dibahas logika metafisik. Sangat mungkin bahwa hal itulah yang mendorong Marxisme menuduh bahwa metafisika tidak mempercayai adanya hubungan umum, dan tidak mempelajari alam berdasarkan hubungan tersebut. Alasannya ialah Marxisme mendapati bahwa metafisika mengambil satu hal, lantas mencoba mengidentifikasikan dan mendefinisikannya secara tersendiri terlepas dari hal-hal yang lain. Disebabkan oleh hal itu, Marxisme beranggapan bahwa ahli metafisika tidak mengakui hubungan di antara hal-hal dan tidak mempelajari hal-hal kecuali apabila sebagiannya terpisah dari sebagian yang lain. Dengan demikian, ketika ahli metafisika mendefinisikan manusia sebagai kehidupan dan pikiran; dan mendefinisikan hewan sebagai kehidupan dan kehendak, ia telah memisahkan kemanusiaan dan kehewanan dari kondisi-kondisi dan ikatan-ikatan keduanya, dan melihat

keduanya sebagai berdiri sendiri.

Tetapi, faktanya adalah bahwa defmisi-defmisi yang logika metafisik biasa berikan kepada hal khusus apa pun sama sekali tidak bertentangan dengan prinsip yang mengatakan adanya hubungan umum di antara segala sesuatu, juga tidak dimaksidkan untuk menunjukan kebebasan hal-hal atau cukupnya mempelajari hal-hal ini. dengan memberikan kepada hal-hal

ini definisi-defmisi khusus. Ketika kita mendefinisikan manusia sebagai “hidup dan berpikir”, kita tidak mengupayakan hal ini dengan pengingkaran terhadap hubungan manusia dengan faktor-faktor dan sebab-sebab luar. Tapi, lewat definisi itu, kita bermaksud memberikan gagasan tentang sesuatu yang berhubungan dengan faktor-faktor dan sebab-sebab itu, agar kita dapat menelaah faktor-faktor dan sebab-sebab yang berkaitan dengan hal itu. Bahkan Marxisme sendiri menganggap definisi sebagai metode untuk merealisasikan tujuan yang sama. Maka ia mendefinisikan dialektika, materi dan seterusnya. Lenin, misalnya, telah

mendefinisikan dialektika sebagai “ilmu tentang hukuni- hukum umum gerak”.[208] Ia juga

mendefinisikan materi sebagai realitas objektif yang diberikan kepada kita oleh indera. [209]

Dapatkah dari definisi-definisi itu dipahami bahwa Lenin memisahkan dialektika dari bagian-bagian lain pengetahuan ilmiah manusia, dan tidak meyakini adanya hubungan dialektika dengan bagian-bagian itu? Dapatkah dipahami bahwa ia memandang materi sebagai mandiri dan menelaahnya tanpa memperhatikan hubungan-hubungan dan interaksi-interaksinya? Sama sekali tidak! Suatu definisi tidak berarti, baik sebagai suatu keseluruhan maupun bagian, tidak menghiraukan dan mengabaikan hubungan di antara segala sesuatu. Tetapi, ia menetapkan bagi kita paham yang berbagai hubungannya kita coba ungkapkan, agar memudahkan kita membicarakan dan mempelajari hubungan-hubungan itu. Yang kedua adalah bahwa hubungan antara bagian-bagian alam tidak mungkin melingkar. Maksudnya adalah bahwa dua peristiwa yang saling berhubungan, seperti mendidih dan panas, tidak mungkin masing- masingnya menjadi syarat bagi keberadaan yang lainnya. Nah, karena panas merupakan syarat bagi adanya mendidih, maka tidak mungkin mendidih

menjadi syarat bagi adanya panas juga.[210]

Jadi, setiap bagian dari alam – dalam catatan tentang hubungan umum – memiliki derajatnya sendiri yang menetapkan baginya keadaan-keadaan yang mempengaruhi keberadaannya dan fenomena-fenomena yang keberadaannya dipengaruhinya. Adapun bila masing-masing dari dua bagian atau dua peristiwa itu adalah penyebab adanya yang lainnya dan sekaligus keberadaannya adalah berkat yang lain, ini akan membuat hubungan kausal itu melingkar, berputar-putar, kembali ke titik mulanya. Ini tidak mungkin. Akhirnya, mari kita telaah sebentar pernyataan Engels tentang hubungan umum dan

banyaknya bukti-bukti ilmiah tentangnya. Ia berkata:

“Terutama ada tiga penemuan yang membantu memajukan langkah para pemikir besar berkenaan dengan pengetahuan kita tentang hubungan-proses-proses alami yang progresif. Pertama adalah ditemukannya sel sebagai kesatuan yang darinya tetumbuhan organik dan elemen hewan semuanya berkembang melalui pembiakan dan pengelompokan. Kita tak tahu bahwa perkembangan semua elemen organik primer dan yang menyerupainya mengikuti satu sama lain sesuai dengan satu hukum umum saja. Tetapi, kemampuan sel untuk berubah menunjukkan jalan yang menurutnya elemen-elemen organik dapat mengubah jenis-jenis mereka. Dengan begitu, mereka mencapai perkembangan yang lebih besar daripada yang dapat dicapai masing-masing secara individual. Dan kedua adalah ditemukannya perubahan energi yang menjelaskan bahwa semua potensi yang memiliki pengaruh primer atas alam, bukanlah elemen-elemen organik. Ini menunjukkan bahwa kekuatan-kekuatan tersebut adalah manifestasi-manifestasi yang berbeda-beda dari suatu gerak umum, yang masing-masing manifestasi ini berlalu ke yang lain dengan proporsi-proporsi kuantitatif tertentu. Yang ketiga

adalah hujah yang komprehensif, di mana Darwin [211] adalah orang pertama yang

membicara-kannya dan yang menyatakan babwa semua produk alam, termasuk manusia, yang ada di

sekitar kita kini, tidak lain adalab produk-produk suatu proses panjang perkembangan.” [212]

Penemuan yang pertama adalah termasuk penemuan ilmiah yang di dalamnya metafisika mencatat suatu kemenangan, karena penemuan ini membuktikan bahwa sumber kehidupan adalab sel hidup (protoplasma). Maka dengan itu, ia menghilangkan ilusi yang mengatakan adanya kemungkinan berlangsungnya kehidupan di dalam elemen organik apa pun, yang di

dalamnya ada faktor-faktor materi tertentu. Dan ia juga membuat pembedaan antara makhluk-makhluk hidup dan mati, berdasarkan fakta bahwa germ tertentu kenidupan sajalab

yang bertanggung jawab membawa misterinya sendiri yang besar. [213] Karena itu, penemuan

sel hidup, yang menunjukkan adanya satu asal bagi makhluk-makhluk hidup, juga sekaligus menunjukkan sejauh mana perbedaan antara makhluk hidup dan lainnya. Sedangkan penemuan kedua dianggap juga penemuan besar lain bagi metafisika, karena ia membuktikan secara ilmiah babwa semua bentuk yang diambil energi termasuk kualitas material adalah-kualitas kualitas dan karakteristik-karakteristik aksidental. Karena itu, ia membutuhkan sebab dari luar, sebagaimana akan kami jelaskan pada Bab VII. Penemuan tersebut berlawanan dengan hukum-hukum dialektika. Karena ia berasumsi babwa energi memiliki kuantitas terbatas dan tetap yang tidak dapat terkena gerak dialektik yang oleh argumen Marxis diklaim sebagai berlaku pada semua segi dan fenomena alam. Nah, kalau ilmu pengetahuan membuktikan babwa segi tertentu alam merupakan kekecualian bagi hukum-hukum dialektika, maka hilanglah keniscayaan dan sifat pastinya. Adapun teori Darwin tentang perkembangan spesies dan evolusi sebagiannya dari sebagian yang lain, juga tidak sesuai dengan hukum- hukum dialektika. Ia tak mungkin dijadikan sandaran ilmiah bagi metode dialektik di dalam menerangkan peristiwa-peristiwa. Charles Darwin dan lain-lainnya yang ikut membangun dan memperbaiki teori ini menerangkan perkembangan spesies menjadi spesies lain berdasarkan bahwa sebagian spesies pertama memperoleh atribut-atribut dan karakteristik-karakteristik secara mekanik (mechanical coincidence) atau melalui faktor luar tertentu, seperti lingkungan dan komunitas. Segala atribut yang diperoleh individu akan tetap pada dirinya dan dialihkan ke keturunannya secara pewarisan. Dengan itu, lahirlah generasi yang kuat [214] berkat atribut-atribut yang didapatkannya. Dalam sengitnya upaya mendapatkan makanan dan bertahan hidup antara

yang kuat dari generasi tersebut dan individu-individu yang lemah[215] dari spesies yang tidak

men- dapatkan atribut-atribut semacam itu, hukum upaya bertahan hidup memenuhi fungsinya. Maka musnahlah yang lemah, dan kekallah individu-individu yang kuat. Karakteristik-karakteristik itu terhimpun melalui penurunan dari satu generasi ke generasi berikutnya karakteristik- karakteristik yang dicapai generasi sebelumnya berkat komunitas dan lingkungan hidupnya. Demikianlah seterusnya, sampai lahir spesies baru yang menikmati seluruh karakteristik yang telah didapat generasi pendahulunya melalui perjalanan waktu. Kita dapat mengetahui dengan jelas sejauh mana kontradiksi antara teori Darwin ini dan

metode dialektik umum.

Watak mekanik teori itu terjelaskan dalam penafsiran Darwin tentang perkembangan hewan yang disebabkan oleh faktor-faktor luar. Karakteristik-karakteristik dan perbedaan-perbedaan individual yang diperoleh generasi yang kuat dari suatu spesies bukanlah hasil proses perkembangan, bukan pula hasil kontradiksi internal, tetapi itu adalah hasil kejadian mekanik atau faktor-faktor luar, seperti komunitas dan lingkungan. Jadi, kondisi-kondisi objektif, yang di dalamnya individu-individu yang kuat hidup, itulah yang memberi mereka elemen-elemen kekuatan mereka dan karakteristik-karakteristik yang membedakan mereka dari yang lain, bukan upaya (struggle) internal dalam wujud mereka yang paling dalam, seperti yang

diasumsikan oleh dialektika.

Karakteristik-karakteristik yang diperoleh dari individu secara mekanik – yakni melalui faktor-faktor luar dari lingkungan-lingkungan yang di dalamnya ia hidup – tidak berkembang melalui gerak dinamik dan tidak tumbuh melalui kontradiksi internal, sehingga ia mengubah hewan menjadi jenis baru. Tapi, ia itu tetap, dan berpindah secara terus-menerus dan tanpa berkembang, dan terus begitu melalui perubahan sederhana dan tetap. Kemudian, karakteristik lain tertambahkan pada yang sebelumnya yang, pada gilirannya, dilahirkan sccara mekanik melalui kondisi-kondisi obyektif. Maka, terjadilah perubahan sederhana yang lain. Demikian seterusnya, dan beginilah karakteristik-karakteristik lahir secara mekanik, dan

meneruskan keberadaan mereka pada keturunan mereka secara turun-temurun. Mereka itu stabil dan tetap. Ketika berhimpun, mereka akhirnya membentuk jenis baru yang lebih tinggi. Ada juga perbedaan besar antara hukum upaya bertahan hidup dalam teori Darwin dan gagasan tentang upaya lawan dalam dialektika. Gagasan tentang upaya lawan, menurut penganut dialektika, mengungkapkan konflik antara dua sosok yang berlawanan yang, pada analisis akhirnya, memandu ke penyatuan keduanya dalam susunan yang lebih tinggi yang sesuai dengan tiga scrangkai: tesis, antitesis dan sintesis. Jadi, di dalam konflik kelas, misalnya, peperangan antara dua sosok yang berlawanan itu berkobar dalam struktur internal masyarakat. Kedua kelas itu adalah kelas kapitalis dan kelas pekerja. Konflik akan berakhir dengan diserapnya kelas kapitalis oleh kelas pekerja. Dan menyatulah kedua kelas itu bersama-sama dalam masyarakat tak berkelas, yang masing-masing individunya adalah pemilik sekaligus pekerja. Di lain pihak, upaya bertahan hidup antara yang kuat dan yang lemah, dalam teori Darwin, tidak dialektik, sebab ia tidak memandu ke penyatuan sosok-sosok yang berlawanan dalam komposisi yang lebih tinggi. Sebagai gantinya ia mendatangkan kehancuran salah satu dari dua sosok yang berlawanan dan mengekalkan yang lain. Ia sepenuhnya melenyapkan individu-individu yang lemah dari spesies itu dan mengekalkan yang kuat dan tidak menghasilkan suatu komposisi baru yang di dalamnya yang lemah dan yang kuat (dua sosok yang berlawanan yang berkonflik) menyatu, sebagaimana diasumsikan dialektika dalam tiga serangkai tesis, antitesis dan sintesis. Kalau kita membuang gagasan tentang upaya bertahan hidup atau hukum seleksi alami sebagai penjelas perkembangan spesies-spesies, dan kita gantikan dengan gagasan konflik antara hewan dan lingkungannya, suatu struggle yang membantu membentuk sistem organik yang sesuai dengan kondisi-kondisi komunitas, dan jika kita katakan bahwa struggle yang terakhir (sebagai ganti konflik antara yang kuat dan yang lemah adalah sumber

perkembangan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Roger Garaudy, [216] “Saya katakan jika

kita kembangkan teori ini dan kita terangkan progresivitas spesies berdasarkan konflik antara binatang [217] dan lingkungannya, maka kita tidak akan pernah sampai pada kesimpulan dialektik juga. Ini karena struggle antara komunitas dan sistem organik tidak menyebabkan bertemu dan bersatunya keduanya dalam suatu komposisi yang lebih tinggi. Tetapi, tetap saja tesis dan antitesis terpisah. Dalam hal ini, meski dua hal yang berlawanan di sini – hewan [218]

dan lingkungan – tetap ada pada akhir struggle, yang di antara keduanya tidak ada yang hancur, tetap saja keduanya tidak menyatu dalam komposisi baru, seperti menyatunya kelas kapitalis dan kelas pekeIja dalam susunan masyarakat yang baru.” Akhirnya, mana kesegeraan dan mana penyempurnaan biologis menurut Darwin itu? Dialektika menyatakan bahwa transformasi-transformasi kualitatif terjadi segera, yang berbeda dengan perubahan kuantitatif yang terjadi perlahan-lahan. Ia juga menyatakan bahwa gerak itu terus-menerus mengarah kepada kesempurnaan dan menaik. Teori Darwin atau ide perkembangan biologis menunjukkan kemungkinan terbalik sama sekali. Para ahli biologi menjelaskan bahwa dalam alam hidup ada keadaan-keadaan gerak berangsur-angsur, sebagaimana di dalamnya ada pula keadaan keadaan gerak dengan lompatan-lompatan yang

tiba-tiba. [219] Lagi pula interaksi yang dipaparkan Darwin antara makhluk hidup dan alam

tidak memerlukan adanya penyempurnaan makhluk hidup yang berkembang. Tapi, justru oleh sebab itu, makhluk hidup dapat kehilangan sebagian kesempurnaan yang didapatnya, sesuai dengan hukum-hukum Darwin dalam teorinya tentang interaksi antara kehidupan dan alam. Ini tercontohkan pada hewan-hewan yang terpaksa sejak masa-masa dahulu hidup di gua-gua dan meninggalkan kehidupan cahaya. Maka hewan-hewan itu, menurut Darwin, kehilangan penglihatan karena berinteraksi dengan lingkungan tertentu, dan karena mereka tidak menggunakan indera mata mereka dalam kehidupan. Dengan begitu, perkembangan komposisi organik mereka mengalami kemunduran. Ini berbeda dengan pandangan Marxis

yang menyatakan bahwa proses-proses perkembangan yang berkait-kaitan di dalam alam dan yang timbul dari kontradiksi-kontradiksi dalam, selalu bertujuan menyempurna, karena itu adalah proses-proses maju lagi linier.

137. Al-Madiyyah wa Al-Mitsaliyyah fi Al-Falsafah, h. 83.

138. Ibid.

139. Sebagai tambahan, apa yang diduga sebagai kontradiksi dalam tiga serangkai eksistensi bertumpu pada kekacauan lain antara ide tentang sesuatu dan realitas objektif sesuatu itu.

Dalam dokumen BAB 5: DIALEKTIKA (Halaman 32-43)

Dokumen terkait