• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Landasan Teor i

2.1.1.Media Dan Publik Inter est

Menurut McQuail (2002: 145) sebagian besar media tidak dapat menetapkan untuk memenuhi interes publik tetapi mereka mengikuti tujuan yang mereka pilih sendiri. Tujuan tersebut kadang dipengaruhi oleh budaya profesional atau keadaan politik tetapi paling sering tujuan dibuat untuk tujuan profit/keuntungan bisnis. Dimana media bekerja berdasarkan tujuan komersial, media menampilkan apa yang menjadi kecenderungan publik interes.

Menurut dia kesulitan untuk menghandle publik interes berhubungan penting dengan media. Blumer membuat tiga kunci pokok, pertama kekuatan media dipengaruhi oleh legitimasi yang digunakan pemerintah, dan tidak meninggalkan tanggung jawab. Kedua, kualitas terpenting adalah menampilkan ide dari publik interes. Ketiga, ide dari publik interes harus bekerja didalam dunia tidak sempurna dan tidak murni, ini berarti dapat mengundang ketegangan, kompromi dan improvisasi tergantung keadaan. (McQuail, 2002: 146).

Maka dapat dikatakan bahwa media massa memilih informasi dari khalayak. Tidak mampunya media menghandel publik interest sehingga menjadikan media hanya mengambil hal-hal yang dapat menghasilkan profit

bagi perusahaan. Seperti salah satunya adalah konflik pro dan kontranya masalah poligami.

2.1.2.Isu- Isu Utama yang Menjadi Per hatian Media

Menurut Mc.Quail (2002: 55) ada tiga isu utama yang menjadi perhatian teori media, pertama kekuatan dan ketidaksamaan; media selalu berhubungan dengan kekuasaan politik dan ekonomi. Hal ini sangat jelas, bahwa media mempunyai biaya dan nilai ekonomis untuk bersaing dan mengontrol asses. Kedua media merupakan subjek politik, ekonomi dan peraturan peraturan legal ketiga, media massa bisa digunakan sebagai instrumen dari kekuasaan dengan kapasitas yang potensial untuk menggunakan pengaruh dalam berbagai cara. Kekuasaan (kekuatan) media massa mempunyai beberapa aspek yaitu : menarik, langsung atensi publik,

membujuk opini dari realita, memberi status dan legitimasi,

menginformasikan dengan cepat dan meluas. Dari aspek-aspek tersebut muncul pertanyaan-pertanyaan :

1. Siapa yang mengotrol media dan siapa yang tertarik ?

2. Versi dunia (realita sosial) seperti apa yang akan ditampilkan ? 3. Seberapa pengaruhtif media menghasilkan pilihan ?

4. Apakah media lebih mengembangkan atau tidak persamaan dalam

masyarakat ?

14

2.1.3.Ber ita dan Nilai Ber ita

Berita berasal dari bahasa Sansekerta, yakni Vrit yang dalam bahasa Inggris disebut Write, arti sebenarnya ialah ada atau terjadi. Sebagian ada yang menyebut dengan Vritta yang dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi Berita atau Warta. Menurut kamus bahasa Indonesia karya W.J.S Poerwadarminto, "berita" berarti kabar atau warta, sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, arti berita diperjelas menjadi "laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat". Jadi berita dapat dikaitkan dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi (Djuroto, 2002 : 46).

Prof. Mitchel V. Charnley dalam bukunya "reporting" memberikan batasan definisi berita sebagai berikut :

"News is the timely report of facts or opinion of either interest or importance, or both, to a considerable number of people "(1965 : 24)

(Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk) (Effendi, 1993 : 131).

Cara penyajian suatu berita, dapat memberikan indikator tentang pendapat dan kecenderungan pada redaksi suatu surat kabar, sedang tugas media secara umum ada dua, yaitu tugas aktif dan tugas pasif. Tugas aktifnya adalah menyebar-luaskan nilai-nila baru seperti nilai pembangunan dll, sedangkan tugas lainnya adalah mempertahankan nilai-nilai yang dihormati dan dianggap tinggi di masyarakat bangsanya (Ashadi, 1982: 34). Dengan tanda-tanda tertentu yang digunakan dalam penyampaian pesan maka berita itu akan sampai ke khalayak dan diharapkan mempunyai umpan balik yang sesuai dengan apa yang diharapkan, sedang tanda menurut Suroso merupakan

suatu keadaan dimana terdapat sesuatu yang lain. Gelegar guntur pertanda akan turun hujan. Kilat menyambar-nyambar merupakan tanda akan datangnya guntur, didalam media ini berita yang diproduksi itu berusaha menyudutkan kelompok yang margijanal dengan strategi-strategi tertentu yaitu dengan tanda-tanda tertentu itu orang yang dikenai dicitrakan negatif atau positif baik , berupa kebisaaan, tindakan atau ucapan dan tulisan, hal ini serupa dengan apa yang dikatan oleh Saussure yang mengartikan tanda sebagai apa yang dikatakan dan apa yang ditulis (Alex, 2002: 125).

Berita itu sendiri mempunyai pengertian yang beragam seperti yang di ungkapkan oleh Notclife ditekankan pada segi keanehan atau ketidak laziman sehingga mampu menarik perhatian khalayak. Sedang menurut Michel V. C. Berita merupakan laporan tentang suatu peristiwa atau

kejadian yang cepat, faktual, dan menarik perhatian sebagian

pembaca/pendengar serta kepentingan khalayak (Uchjana, 1998: 145). Jadi berita dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa berita merupakan suatu laporan peristiwa atau kejadian yang aneh dan tidak lazim dalam masyarakat, yang dilaporkan secara cepat, faktual untuk menarik perhatian. sebagian pembaca/pendengar serta kepentigan khalayak.

Djafar H. Assegaff dalam bukunya Jurnalistik Masa Kini, mendefinisikan berita dalam arti jurnalistik sebagai berikut :

“Berita sebagai laporan tentang fakta atau ide yang termasa dan dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang kemudian dapat menarik pembaca. Entah karena luar biasa; karena penting atau akibatnya; karena mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi, dan ketegangan” (Assegaff. 1982 : 24).

16

Untuk membuat berita, paling tidak harus memenuhi dua syarat, yaitu faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa sehingga kebenaran tinggal sedikit saja, yang kedua bahwa berita itu bisa menceritakan segala aspek secara lengkap. Biasanya suatu media lebih menyukai peristiwa besar atau penting terjadi dalam skala waktu yang sesuai dengan jadwal produksi normal, serta menyukai pula peristiwa yang paling mudah diliput dan dilaporkan serta mudah dikenal dan dipandang relevan (Djuroto, 2002 : 48).

Faktor yang berkaitan dengan aliran lain, adalah kedekatan media terhadap peristiwa yang sesuai dengan harapan yang dimiliki khalayak, keinginan untuk melanjutkan peristiwa yang sudah terjadi, yang dipandang layak diberitakan, keinginan adanya keseimbangan diantara berbagai jenis berita. Ditegaskan bahwa News Must Be Factual, maka ditarik kesimpulan bahwa berita atau sesuatu dikatakan berita bila ada fakta, interest, dan komunikan atau khalayak (Mc Quail, 1991 : 120)

Dalam upaya menarik perhatian pembaca perlu diperhatikan unsur-unsur penting dalam berita antara lain :

1. Faktual

Isi berita harus merupakan sesuatu yang berdasarkan fakta, bukan fakta yang dibuat-buat. Suatu berita harus sesuai dengan fakta yang sebenarnya, jujur, tanpa prasangka, dan tidak didramatisir.

Apa yang dilihat dan didengar itulah yang ditulis seorang wartawan menjadi sebuah tulisan yang berisi pemaparan dan penguraian peristiwa atau pendapat. Suatu berita objektif tidak dicampuri dengan sifat subjektifitas atau opini pribadi dari peliputi beritanya.

3. Nilai Berita

Suatu berita akan dianggap penting jika menyangkut kepentingan orang banyak. Berita yang bernilai harus terdapat keterikatan dengan kepentingan umum. Sebuah berita dianggap bernilai jika berita itu merupakan kejadian atau peristiwa yang akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat secara luas, atau dinilai perlu diketahui dan diinformasikan kepada khalayak seperti kebijakan baru pemerintah, kenaikan harga, dan sebagainya.

4. Aktual

Jarak antara terjadinya peristiwa ataupun suatu pendapat saat diucapkan dengan saat diturunkankannya berita itu, hendaknya secepatnya sebab jika terlewati beberapa hari saja terutama berita peristiwa, maka nilai aktualitasnya sudah basi.

5. Menarik

Berita yang disajikan hams berisi peristiwa atau pendapat yang memang menarik perhatian sebagian besar pembaca. Biasanya berita yang menarik adalah tentang sesuatu yang aneh, yang luar biasa, atau tentang sesuatu yang belum pernah terjadi. Suatu berita dikatakan menarik

18

apabila informasi yang disajikan membangkitkan kekaguman, rasa lucu, atau humor, atau informasi mengenai pilihan hidup.

Sehubungan dengan hal itu, seorang penulis jurnalistik kenamaan bernama Frenk Luther Mott dalam bukunya New Survey of Journalism

(Curran, Morley, Walkerdine, 1996: 15) menyatakan bahwa paling sedikit ada delapan konsep berita yang minta perhatian kita, konsep tersebut adalah:

1. Berita sebagai laporan tercepat (news as timely report)

2. Berita sebagai rekaman (news as record)

3. Berita sebagai fakta obyektif (news as objective facts)

4. Berita sebagai interpretasi (news as interpretation)

5. Berita sebagai sensasi (new as sensation)

6. Berita sebagai minat insani (news as human interest)

7. Berita sebagai ramalan (news as prediction)

8. Berita sebagai gambar (news as picture)

Nilai berita dalam penelitian Frenk Luther Mott (Curran, Morley, Walkerdine, 1996: 15) ini adalah semua informasi yang mempunyai nilai berita dan yang telah dituangkan dalam surat-surat kabar. Nilai berita itu ditentukan oleh delapan faktor sebagai berikut :

a. Ketepatan waktu

Suatu berita mempunyai nilai berita, apabila berita itu masih aktual dan disampaikan segera.

b. Kedekatan

c. Human Interest

Setiap event yang dapat menyentuh perasaan manusia atau mengundang perhatian seseorang.

d. Sex

Berita mengandung sex selalu menarik dan diminati pembacanya.

e. Kemajuan

Berita tentang penemuan baru dibidang IPTEK, mempunyai nilai berita yang tinggi

f. Nama

Berita orang - orang yang berkaitan dengan orang ternama, terkemuka, seperti pejabat pemerintah, tokoh masyarakat dan tokoh agama

g. Politik

Berita yang berkaitan dengan masalah politik, seperti hubungan antar negara, Pemerintah dalam negeri, militer, pertahanan perang, kegiatan resmi kedutaan besar dan perundingan antar bangsa.

h. Konflik

Berita yang mengandung suatu konflik atau kontroversi mengandung nilai berita.

2.1.4. Pember ita an Poligami

Di dalam suatu masyarakat kita mengenal adanya institution atau pranata yang merupakan perilaku berpola dari manusia dalam kebudayaannya. Pola perilaku manusia ini akan terus berkembang yang pada akhirnya akan banyak menghasilkan budaya-budaya baru yang mana

20

dalam masyarakat tidak selalu bisa diterima oleh seluruh anggota masyarakat. Ada yang setuju dan ada yang tidak, pro dan kontia inilah yang pada akhirnya menjadi konflik dalam masyarakat.

Pola perilaku masyarakat dalam kebudayaannya inilah yang banyak diangkat oleh media massa baik itu dalam hot news maupun fiture-fiture

yang bersifat human interest:

Sebagai contoh masih hangat dipikiran kita masalah perkawinan Aa Gym yang kedua kalinya, media massa mengangkat berita ini secara besar-besaran sehingga menjadi polemik di masyarakat.

Semua media massa baik itu cetak, televisi, maupun radio mengangkat berita sekitar Poligami. Tidak hanya sebatas berita yang disampaikan dalam media massa namun sampai pada perbincangan para pakar dan juga dialog interaktif antara yang pro dengan yang kontra pada poligami.

Tidak sedikit pula dari kalangan praktisi dan ulama memberikan komentar tentang poligami itu sendiri, Sirikit Syah sebagai salah satu masyarakat yang juga aktif sebagai pengarang memberikan opininya mengenai poligami. Beliau berkata:

Bahwa banyak kalangan masyarakat yang lebih suka mendengarkan sumber- sumber yang tidak layak bicara. Bagaimana kita bisa percaya pada Farhat Abas tentang poligami sedangkan ia sendiri suami yang gemar mempermainkan perempuan dan membohongi istrinya. Mengapa kita harus mendengarkan Sandy Harun yang tak setuju poligami atau berbagi suami? Sedangkan dia sendiri adalah "the other women", yang kemudian dinikahi. Dalam status istri Djodi, dia berhubungan dengan Tomy Soeharto dan mempunyai anak. (Jawa Pos, 13 Desember 2001).

Hal inilah yang menurut Sirikit bahwa masyarakat sudah keliru dalam memahami potret poligami itu sendiri.

Lain halnya tayangan yang diangkat oleh SCTV pada tanggal 19 Januari 2011 pukul 22.00 yang menayangkan dialog interaktif antara orang, yang pro dan yang kontra terhadap poligami. Banyak dari kalangan yang menolak poligami dengan alasan tindak kekerasan dalam rumah tangga namun hal itu mendapaf bantahan dari yang tidak menolak poligami "jika kekerasan dalam rumah tangga membuat poligami diharamkan berarti kalau kita konsisten monogamy juga harus diharamkan, karena kekerasan dalam rumah tangga juga banyak terjadi dalam rumah tangga yang menganut monogami". Kesimpulan akhir pada dialog interaktif tersebut mereka yang kontra akhirnya merubah sikapnya yang sebelumnya sangat keras menolak poligami menjadi melunak dengan tidak lagi mempermasalahkan haram dan tidaknya poligami namun mengarah pada pembatasan dan syarat yang ada pada poligami. (Media Indonesia Cyber, 2011)

Adapun Aa Gym memberikan penjelasan pendapatnya mengenai Poligami melalui telepon internasional dari Kuala Lumpur Malaysia yang disiarkan langsung oleh puluhan radio di Jakarta, Sabtu pagi tanggal 16

Desember 2006, dalam acara Manajemen Qolbu. Beliau mengatakan

bahwa:

"Poligami ini jelas hal yang dibolehkan oleh Allah, tapi tidak dianjurkan. Poligami dibolehkan dengan cara-cara tertentu sebagai

"emergency exit". Aa Gym memberikan contoh untuk beberapa agama seperti Kristen maupun Protestan, kenapa ada Pendeta yang tidak menikah. Hal itu karena berdasarkan ketentuan agamanya dan keyakinannya. Begitupun dengan agama Islam (dibolehkannya

22

poligami). Jadi kelihatannya harus ada upaya-upaya bersama antara perasaan dan keyakinan sehingga semuanya proporsional dalam mengomentari permasalahan poligami". (Media Indonesia Cyber, 2011).

Dalam berbagai kasus seperti ini, media massa juga tidak banyak membantu. Kadang karena keterbatasan ruang artikel, maka berita hanya ditulis sepotong-sepotong saja, tanpa ada penjelasan mengenai konteksnya secara utuh, atau di lain waktu malah sengaja kanteksnya memang dihilangkan, sehingga menjadi kontroversi (sehingga koran/majalahnya menjadi laku).

Permasalahan ini tidak akan menghebohkan masyarakat bahkan pemerintah jika media berhenti mengekspos masalah Poligami. Namun media memandang bahwa masalah Poligami merupakan berkah tersendiri bagi media sehingga permasalah diperluas ke masalah poligami yang diperdebatkan keberadaannya (boleh tidaknya poligami). Sehingga apa yang diagendakan oleh media menjadi agenda dalam masyarakat untuk didebatkan.

2.1.5. Media Exposur e (Ter paan Media)

Terpaan Media (Media Exposure) di operasionalisasikan sebagai frekuensi individu dalam menonton televisi, film, membaca surat kabar, atau majalah, dan mendengar radio. Media exposure merupakan terpaan media dengan melibatkan berbagai kegiatan mendengar, melihat dan membaca pesan pesan media massa. Dalam periklanan, memahanii terpaan

media adalah berkaitan dengan berapa banyak orang yang melihat iklan di tayangkan suatu media. (Rakhmat, 2002: 12).

Media exposure berusaha mencari data audient tentang penggunaan media, baik jenis media, frekuensi penggunaan, maupun durasi penggunaan. (Sari, 1993: 29).

Dari pendapat di atas, dapat di simpulkan media exposure adalah terpaan media yang melibatkan kegiatan mendengar, melihat dan

membaca pesan-pesan media massa. Terpaan media ini di

operasionalisasikan melalui frekuensi menonton televisi, membaca surat kabar, atau majalah dan mendengarkan radio.

2.1.6. Pengar uh Isi Pesan Med ia Massa

Seperti halnya yang telah dijelaskan di atas bahwa media berusaha memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak. (Effendi, 1998: 290). Dalam memenuhi kebutuhan ini media tentu saja media massa tidak terlepas dari segi komersialnya sehingga ketika berita itu direspon oleh masyarakat maka itu menjadi "nilai konsumtif bagi media massa" sehingga media terus menampilkan berita tersebut. Sadar atau tidak sadar bahwa baik secara langsung maupun tidak langsung media berpengaruh terhadap sikap, pola pikir, dan prilaku seseorang. Seperti halnya berita atau artikel yang diputuskan untuk diulang, atau bila televisi memperpanjang waktu siarnya, maka berita itu atau tema tersebut sudah pasti sedang ramai di bicarakan orang. Begitu pula sebaliknya bila media massa tidak membahas

24

tema tersebut secara panjang lebar atau waktu yang dibicarakan di televisi hanya sekilas, khalayak pasti tidak akan membicarakan tema tersebut. Itulah media massa dengan feel yang dibawanya dan dapat dipertegas lagi media massa memilih informasi, khalayak membentuk persepsinya tentang peristiwa tersebut dari informasi yang diterimanya lewat media.

Seperti halnya yang diungkapkan oleh Rakhmat (1996; 228) media massa dapat mempengaruhi orang untuk mengubah sikap, tetapi media atau dengan kata lain media massa tidak menentukan " what to think" tetapi mempengaruhi "what to think about" ini berarti media massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting, bila surat kabar mengulang terus- menerus pemberitaan tentang poligami, maka yang dijadikan bahan pembicaraan masyarakat pastilah peristiwa tentang poligami tersebut.

Menurut Efendi (1998: 318) pengaruh dari pesan yang disebarkan oleh komunikator melalui media massa timbul pada komunikan sebagai sasaran komunikasi. Oleh karena itu pengaruh melekat pada khalayak sebagai akibat dari perubahan psikologis. Mengenai pengaruh komunikasi ini telah disinggung di muka, yakni diklasifikasikan sebagai pengaruh kognitif (cognitive effect) pengaruh afektif (affective effect) atau pengaruh konatif yang sering disebut etek behavioral (behavioral effect).

Pengaruh kognitif berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas. Contoh pesan komunikasi

melalui media massa yang menimbulkan pengaruh kognitif antara. lain berita, tajuk rencana, artikel, acara pendidikan, dan sebagainya.

Pengaruh afektif atau sikap. Akibat dari membaca surat kabar atau majalah, mendengarkan radio, menonton acara televisi atau film bioskop, timbul perasaan tertentu pada khalayak. Perasaan akibat terpaan media massa itu bisa bermacam-macam, senang sehingga tertawa terbahak-bahak, sedih sehingga mencucurkan air mata, takut sampai merinding, dan lain-lain perasaan yang hanya bergejolak dalam hati, misalnya: perasaan marah, benci, kesal, kecewa, penasaran, sayang, gemas, sinis, kecut, dan sebagainya, Contoh rubrik atau acara media massa yang dapat menimbulkan pengaruh afektif, antara lain : pojok, sajak, No, cerita bergambar, cerita bersambung, sandiwara radio, drama televisi, cerita film, dan lain-lain.

Pengaruh konatif bersangkutan dengan niat, tekad, upaya, usaha, yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Karena berbentuk perilaku, maka sebagaimana disinggung di atas pengaruh konatif sering disebut juga pengaruh behavioral.

Pengaruh konatif tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh pengaruh kognitif dan/atau pengaruh afektif. Dengan lain perkataan, timbuinya pengaruh konatif setelah muncul kognitif dan atau pengaruh afektif. Seorang suami yang bertekad untuk berkeluarga dengan dua anak saja merupakan pengaruh konatif setelah ia menyaksikan fragmen TVRI, betapa bahagianya beranak dua, dan sebaliknya betapa repotnya beranak banyak. Seorang tunakarya yang

26

berupaya mendaftarkan diri sebagai transmigran juga merupakan pengaruh konatif setelah mendengar reportase RRI betapa senangnya hidup para transmigran setelah berjuang menyuburkan hutan perawan. Seorang mahasiswa yang mampir di redaksi sebuah surat kabar untuk memberikan sumbangan merupakan pengaruh konatif pula, setelah ia memperhatikan berita yang disertai foto mengenai seorang wanita tak mampu yang menderita penyakit tumor sehingga perutnya membesar tak terperikan.

2.1.7.Sikap

Sikap adalah suatu kecenderungan untuk memberikan reaksi yang menyenangkan atau netral terhadap suatu objek atau sebuah kumpulan objek. Sikap relative menetap, berbagai studi menunjukkan bahwa sikap kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami perubahan (Rakhmat, 2002:39).

Sikap terbentuk dengan adanya pengalaman dan melalui proses belajar. Dengan adanya pendapat seperti ini maka mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa berdasarkan pendapat tersebut bila disusun berbagai upaya (pendidikan, komunikasi dan lain sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang (Rakhmat, 2001:42).

Dapat dipahami setiap manusia dilingkupi dengan masalah-masalah yang mengharuskan untuk memiliki sikap. Sikap dikatakan sebagai respon yang akan timbul bila individu diharapkan pada suatu stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individu. Respon yang timbul terjadi sangat

evaluatif berarti bentuk respon yang dinyatakan sebagai sikap itu didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang member kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik, buruk, positive, negative, menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Rakhmat,2001:40).

Menurut La Pierre (1934) dalam buku sikap manusia Drs. Saifuddin Azwar, MA (2005; 5) bahwa sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi unutk menyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.

Menurut Sutisna (2003; 199), bahwa sikap adalah mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan pada suatu objek atau kelompok objek baik disenangi atau tidak disenangi secara konsisten.

Dari definisi di atas dapat terlihat bahwa manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi harus terlebih dahulu ditafsirkan sebagai tingkah laku yang masih tertutup. Selain itu pengertian sikap juga menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap kategori stimulus tertentu dan dalam penggunaan praktis, sikap seringkali diharapkan dengan rangsang sosial dan reaksi yang bersifat emosional. Jadi sikap adalah rangkuman dari evaluasi terhadap objek sikap kita. Evaluasi rangkuman rasa suka atau tidak suka terhadap objek adalah inti dari sikap.

28

Mar’at dalam Dayakisni (2003; 96) menjelaskan bahwa pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interaksi dari berbagai komponen dimana komponen- komponen tersebut ada tiga yaitu:

1. Komponen Kognitif

Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang sikap objek tertentu.

2. Komponen Afektif

Yaitu yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai- nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya

3. Komponen konatif

Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan objek sikapnya.

Efek kognitif adalah yang timbul pada komunikasi yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkat intelektualnya. Disini pesan yang disampaikan komunikator ditujukan kepada pikiran si komunikasi. Dengan perkataan lain, tujuan komunikator hanyalah berkisar pada upaya mengubah pikiran dan komunikasi. Efek afektif lebih tinggi kadarnya daripada efek kognitif. Disini tujuan komunikator

Dokumen terkait