• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa hasil penelitian yang mendukung pada penelitian ini di antaranya yaitu penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Afeq Ariyono dengan judul “Penerapan Model Kooperatif Tipe Bamboo Dancing untuk Meningkatkan Pemahaman Materi Sistem Pemerintahan Pusat” pada tahun 2011 di Klaten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pratindakan, rata-rata nilai kelas hanya 58 dengan ketuntasan klasikal sebanyak 8 siswa atau sebesar 50%. Kemudian, pada siklus I rata-rata nilai kelas meningkat menjadi 67 dengan ketuntasan klasikal sebanyak 12 siswa atau sebesar 75%. Pada siklus II, rata-rata nilai kelas meningkat lagi menjadi 77 dengan ketuntasan klasikal sebanyak 15 siswa atau sebesar 93,75%.

Selain itu, penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Suheni Dara Yusnita Rambe dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Bamboo Dancing pada Mata Pelajaran IPA di Kelas IV SD Negeri 118431 Binanga Tolang Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran bamboo dancing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi perubahan lingkungan di kelas IV SD Negeri 118431 Binanga Tolang Tahun Ajaran 2011/2012. Rata-rata nilai tes awal siswa tentang materi perubahan lingkungan sebesar 23,5 dan persentase ketuntasan secara klasikal 0%. Setelah dilakukan siklus I selama 2 kali pertemuan dengan menggunakan model pembelajaran

menjadi sebesar 66,8 dengan persentase ketuntasan secara klasikal 73,3% (belum mencapai ketuntasan optimal secara klasikal). Selanjutnya setelah dilakukan perbaikan pada siklus II selama 2 kali pertemuan, dari hasil tes akhir siklus II rata- rata hasil belajar siswa pada materi perubahan lingkungan meningkat menjadi sebesar 81,2 dengan persentase ketuntasan secara klasikal 96,7% (secara klasikal telah mencapai ketuntasan dalam belajar).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa belum pernah dilakukan penelitian dengan variabel aktivitas belajar dan performansi guru. Selain itu juga belum adanya penelitian tentang penerapan model tari bambu pada materi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul ”Peningkatan Pembelajaran Proklamasi Kemerdekaan Indonesia melalui Model Tari Bambu pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Randugunting 5 Kota Tegal”

2.3

Kerangka Berpikir

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu- ilmu sosial, seperti geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik, dan psikologi sosial. Salah satu cabang ilmu sosial yaitu sejarah. Sejarah adalah ilmu sosial yang erat kaitannya dengan manusia, tempat, dan waktu. Hal ini karena dalam sejarah, materi yang dipelajari yaitu kejadian yang berlangsung pada masa lampau. Dengan demikian, mempelajari IPS merupakan hal yang penting bagi siswa SD, karena pengetahuan yang diperoleh di SD dapat berguna dalam pelaksanaan pendidikan di jenjang berikutnya.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah dasar perlu mengoptimalkan kemampuan kognitif dan afektif siswa. Selain peningkatan pada hasil belajar, guru harus mampu menanamkan nilai-nilai dibalik kejadian sejarah kepada siswa. Namun, selama ini pembelajaran IPS di sekolah masih bersifat konvensional, sehingga siswa belum dapat mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Ranah kognitif pun masih lebih diutamakan daripada ranah afektif.

Permasalahan tersebut juga terjadi pada pembelajaran IPS di kelas V Sekolah Dasar Negeri Randugunting 5 Kota Tegal pada materi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pembelajaran masih berpusat pada guru dan penggunaan model pembelajaran yang sederhana menyebabkan aktivitas belajar yang dilakukan siswa belum dapat memaksimalkan potensinya dalam memahami materi dan mengasah keterampilan sosialnya. Akibatnya, masih ada beberapa siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada materi tersebut.

Peneliti memilih model tari bambu untuk digunakan dalam pembelajaran IPS materi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Model pembelajaran ini menuntut siswa bekerjasama dalam sebuah kelompok untuk memecahkan persoalan yang mereka hadapi. Interaksi yang terjadi antarsiswa di dalam kelompok dan antarkelompok dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Siswa dapat meningkatkan keberanian dan belajar menghargai pendapat orang lain. Penggunaan model tari bambu dalam pembelajaran IPS akan sangat menarik, sehingga siswa termotivasi untuk lebih giat belajar IPS di rumah dan di sekolah.

Dengan menggunakan model pembelajaran tari bambu, diharapkan performansi guru, aktivitas, dan hasil belajar siswa pada materi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada kelas V Sekolah Dasar Negeri Randugunting 5 Kota Tegal dapat meningkat. Uraian kerangka berpikir tersebut digambarkan dalam bagan berikut ini:

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: “Penerapan model tari bambu pada materi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat meningkatkan performansi guru, aktivitas, dan hasil belajar siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Randugunting 5 Kota Tegal.”

- pembelajaran berpusat pada guru

- guru menggunakan model pembelajaran

konvensional - guru belum pernah

menggunakan model pembelajaran Tari Bambu

- siswa kurang terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran - hasil belajar rendah Kondisi Awal Melakukan PTK menggunakan Model Tari Bambu

Tindakan

- pembelajaran berpusat pada siswa

- guru menggunakan model Tari Bambu dalam kegiatan pembelajaran

- performansi guru meningkat - aktivitas belajar meningkat - hasil belajar siswa meningkat Kondisi

54

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai rancangan penelitian, perencanaan tahap penelitian, subjek penelitian, tempat penelitian, data dan teknik pengumpulan data, alat pengumpulan data, teknik analisis data, dan indikator keberhasilan.

3.1

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti berkolaborasi dengan guru kelas V. Peneliti berperan sebagai pelaksana, sedangkan guru kelas V berperan sebagai pengamat performansi peneliti selama mengajar. Menurut Arikunto, Suhardjono, dan Supardi (2009: 3), PTK merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang dilakukan di dalam sebuah kelas. Dalam PTK, mengajar, meneliti, mengevaluasi hasil, dan memperbaiki proses pembelajaran merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dalam satu siklus. Penelitian tindakan kelas dilakukan dalam beberapa siklus. Menurut Supardi dan Suhardjono (2012: 89), materi pelajaran dari siklus satu ke siklus berikutnya harus sesuai kurikulum yang berlaku, sedangkan metode/model pembelajaran sama, namun pelaksanaan model pada siklus berikutnya harus lebih baik daripada siklus sebelumnya. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi.

3.1.1 Perencanaan

Supardi dan Suhardjono (2012: 90-1) mengungkapkan bahwa perencanaan penelitian tindakan harus disusun dengan lengkap agar pelaksanaan tindakan dapat berjalan dengan lancar dan pengaruh tindakan dapat diamati dengan baik. Kegiatan perencanaan meliputi:

(1) Mengidentifikasi dan menganalisis masalah. Masalah tersebut harus bersifat faktual yang terjadi di lapangan dan bersifat umum di dalam kelas. Masalah tersebut juga harus penting dan berkaitan dengan peningkatan mutu pembelajaran. Selain itu, masalah tersebut harus dalam jangkauan kemampuan peneliti.

(2) Menetapkan alasan pelaksanaan penelitian dan penyebab utama yang melatarbelakangi PTK.

(3) Merumuskan masalah secara jelas.

(4) Menetapkan cara penyelesaian masalah dengan menentukan tindakan atau metode pembelajaran baru, sehingga dapat merumuskan hipotesis tindakan. (5) Menentukan cara untuk menguji hipotesis tindakan, menjabarkan indikator

keberhasilan, serta instrumen pengumpul data yang digunakan untuk menganalisis indikator keberhasilan tersebut.

(6) Membuat rancangan tindakan. 3.1.2 Pelaksanaan Tindakan

Supardi dan Suhardjono (2012: 92-3) menjelaskan bahwa pada tahap tindakan, peneliti menerapkan rancangan penelitian di kelas. Pelaksanaan tindakan harus dilakukan secara wajar dan sesuai dengan perencanaan. Jika

peneliti tidak mampu melaksanakan pengumpulan data secara mandiri, maka ia dapat meminta bantuan teman sejawat sebagai kolaborator dan atau menggunakan alat atau media perekam agar peneliti dapat memperoleh data yang lengkap dan objektif.

3.1.3 Pengamatan

Menurut Supardi dan Suharjono (2012: 104), pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pengamatan dan pelaksanaan tindakan berlangsung pada waktu yang sama. Pada tahap ini, peneliti melakukan pengamatan menggunakan pedoman pengamatan yang telah disusun.

3.1.4 Refleksi

Pada tahap ini, dilakukan pengkajian terhadap keseluruhan tindakan yang telah dilakukan. Refleksi dalam PTK mencakup analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Kegiatan refleksi meliputi merenungkan kembali kekuatan dan kelemahan yang dilakukan, menemukan penyebab kekurangan yang dilakukan, mencari solusi untuk mengatasi kekurangan, dan memperkirakan kendala yang mungkin akan ditemukan pada tindakan berikutnya. Hasil refleksi digunakan sebagai dasar untuk merencanakan pelaksanaan siklus berikutnya (Supardi dan Suhardjono, 2012: 107-8).

Setelah siklus I selesai, dilanjutkan siklus II. Tahapan kerja pada siklus II mengikuti tahapan kerja pada siklus I. Siklus II diharapkan mampu memperbaiki kesalahan dan atau kekurangan yang terjadi pada siklus I. Refleksi pada tiap pertemuan dirangkum kembali secara keseluruhan agar diperoleh gambaran secara

umum dalam setiap siklusnya. Evaluasi dilakukan untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang diperoleh.

Dokumen terkait