• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEGUMINOSA DAN PEMANFAATAN

Kajian 1. Kajian Fermentatif dan Kecernaan Pakan Sumber Protein In Vitro

Kajian pertama mengevaluasi sifat fermentatif dan kecernaan bahan pakan sumber protein oleh isolat bakteri pencerna serat asal rumen kerbau. Bahan pakan yang digunakan adalah Calliandra calothyrsus, Leucaena leucocephala, Indigofera sp., dan Gliricidia sepium.

Persiapan Sampel Pakan. Sampel leguminosa diperoleh dari laboratorium lapang Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sampel leguminosa yang sudah diambil di lapangan segera ditimbang untuk mengetahui bobot segarnya, kemudian dilakukan penjemuran dengan sinar matahari dan ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam oven 60ºC hingga bobotnya stabil. Sampel hasil pengeringan ditimbang dan digiling. Sampel yang sudah digiling dinalisis kandungan nutriennya menggunakan metoda proksimat.

Gambar 1. Sampel Hijauan Leguminosa

Sumber: Dokumentasi Penelitian (2011)

Pembuatan Media Brain Heart Infusion (BHI) dan Peremajaan Bakteri. Sebanyak 3,7 g BHI powder, 0,05 g pati, 0,05 g glukosa dan 0,05 g cellebiosa dilarutkan dengan 100 ml aquades dan dihomogenkan. Setelah itu, dipanaskan hingga larut kemudian ditambahkan 0,05 g cystein-HCl, 1 ml resazurin dan 0,5 ml hemin dan dialiri dengan CO2 selama kurang lebih 20 menit, lalu dimasukkan ke

17 dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml dan disterilisasi dalam autoclave selama 15-20 menit (Schlegel, 1994).

Media basal BHI sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dialiri CO2, tabung ditutup dengan prote karet dan dilapisi panfix. Isolat

bakteri disuntikkan sebanyak 0,25 ml, kemudian dikocok agar bakteri tercampur dan dapat tumbuh pada media yang digunakan. Tabung kemudian disimpan di shaker water bath selama 6 jam dengan suhu 39ºC.

Gambar 2. Media BHI

Sumber: Dokumentasi Penelitian (2011)

Pengukuran Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik In Vitro. Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik dilakukan menurut metode Tilley dan Terry (1963). Sampel cairan rumen diambil dari sapi yang baru dipotong di rumah potong hewan (RPH) PT Elders yang terletak dalam kampus Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Isi rumen diperas dan filtratnya dimasukkan ke dalam termos. Sampel cairan rumen dipertahankan pada suhu 39oC dalam termos hingga digunakan.

Tabung fermentor yang telah diisi dengan 0,5 g sampel, ditambah 40 ml larutan McDougall. Tabung dimasukkan ke dalam shaker water bath dengan suhu 39ºC, kemudian diisi 10 ml cairan rumen. Perlakuan isolat bakteri rumen, cairan rumen segar diganti dengan 5 ml cairan rumen steril dan 5 ml campuran isolat bakteri (50% inokulum). Selanjutnya tabung dialiri CO2 selama 30 detik, pH dicek

(6,5-6,9) kemudian ditutup dengan tutup karet berventilasi dan difermentasi selama 48 jam.

18 Gambar 3. Fermentasi dalam Shaker Water Bath

Sumber: Dokumentasi Penelitian (2011)

Setelah fermentasi 48 jam tutup karet tabung fermentor dibuka dan di cek keasamannya (pH), kemudian ditambahkan 2-3 tetes HgCl2 untuk membunuh

mikroba. Tabung fermentor dimasukkan ke dalam sentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Endapan hasil sentrifuge ditambah 50 ml larutan pepsin-HCl 0,2%. Campuran ini diinkubasi kembali selama 48 jam tanpa tutup karet. Hasil pencernaan hidrolisis (residu) disaring dengan kertas saring Whatman no 41 (yang sudah diketahui bobotnya) dengan bantuan pompa vacum. Endapan yang ada pada kertas saring dimasukkan ke dalam cawan porselen, setelah itu dimasukkan ke dalam oven 105ºC selama 24 jam. Setelah 24 jam, cawan porselen dikeluarkan, dimasukkan dalam eksikator dan ditimbang untuk mengetahui kadar bahan keringnya. Selanjutnya bahan dalam cawan diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam, pada suhu 450-600ºC, kemudian ditimbang untuk mengetahui kadar bahan organiknya. Sebagai blanko dipakai residu asal fermentasi tanpa sampel. Rumus perhitungan koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO):

% KCBK = BK sampel (g) – (BK residu (g) – BK blanko (g)) x 100% BK sampel

% KCBO = BO sampel (g) – (BO residu (g) – BO blanko (g)) x 100% BO sampel

Uji Kemampuan Fermentatif Isolat Bakteri In Vitro. Uji kemampuan fermentasi isolat bakteri in vitro dilakukan sesuai dengan prosedur Tilley dan Terry (1963) tahap pertama atau tahap fermentasi. Sampel yang sudah kering ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan dalam tabung fermentor. Tabung dimasukkan dalam shaker water bath dan ditambahkan larutan McDougall 40 ml dan 10 ml cairan rumen.

19 Perlakuan isolat bakteri rumen, cairan rumen diganti dengan 5 ml cairan rumen steril dan 5 ml campuran isolat bakteri (50% inokulum). Tabung fermentor dialiri dengan gas CO2 selama 30 detik dan ditutup hingga rapat. Setelah diinkubasi selama 4 jam,

sampel dikeluarkan dari shaker water bath dan diberi 2-3 tetes larutan HgCl2 dan pH

media diukur. Kadar NH3 dan VFA supernatan dari sentrifugasi pada 3500 rpm

selama 15 menit diukur. Supernatan dimasukkan ke dalam tabung film dan dapat disimpan di freezer.

Gambar 4. Supernatan untuk Analisis NH3 dan VFA Sumber: Dokumentasi Penelitian (2011)

Pengukuran Konsentrasi NH3. Konsentrasi NH3 diukur menggunakan teknik

Mikrodifusi Conway (Conway, 1958). Bibir cawan conway dan tutupnya diolesi dengan vaselin, kemudian supernatan yang dihasilkan dari pencernaan fermentatif diambil sebanyak 1 ml dan ditempatkan pada salah satu ruang sekat cawan dan larutan Na2CO3 jenuh ditempatkan pada ruang sekat yang lain. Larutan asam borat

sebanyak 1 ml berindikator ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan conway. Selanjutnya cawan conway ditutup rapat agar udara tidak dapat masuk. Supernatan dan larutan Na2CO3 jenuh dicampur hingga merata dengan

menggoyang-goyangkan cawan dan memiringkannya. Setelah itu cawan dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar, dan setelah 24 jam cawan dibuka. Pada bagian asam borat selanjutnya dititrasi dengan larutan H2SO4 0,005 N sampai terjadi perubahan

warna biru ke warna asam borat (merah jambu). Konsentrasi NH3 diukur dengan

rumus:

N NH3 (mM) = ml H2SO4 x N H2SO4 x 1000

Sampel (g) x BK sampel

20 Gambar 5. Pengukuran Konsentrasi NH3

Sumber: Dokumentasi Penelitian (2011)

Pengukuran Vollatile Fatty Acid (VFA). Konsentrasi VFA diukur dengan menggunakan teknik destilasi uap (Steam destilation) (General Laboratory Procedure, 1966). Sebanyak 5 ml supernatan (berasal dari tabung yang sama dengan supernatan untuk analisa NH3) dimasukkan kedalam tabung destilasi, lalu

ditambahkan 1 ml H2SO4 15%. Dinding tabung dibilas dengan aquadest dan

secepatnya ditutup dengan sumbat karet yang telah dihubungkan dengan pipa destilasi berdiameter ± 0,5 cm. Kemudian ujung pipa yang lain dihubungkan dengan alat pendingin Leibig. Tabung destilasi dimasukkan kedalam labu didih yang telah berisi air mendidih tanpa menyentuh permukaan air tersebut. Uap air panas akan mendesak VFA dan akan terkondensasi di dalam pendingin. Hasil destilasi ditampung dengan labu erlenmeyer 500 ml yang telah diisi 5 ml NaOH 0,5 N. Proses destilasi selesai pada saat jumlah destilat yang tertampung mencapai 300 ml. Destilat yang tertampung ditambah indikator fenolftalein (pp) sebanyak 2-3 tetes, lalu dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai terjadi perubahan dari warna merah jambu menjadi tidak berwarna (bening). Perhitungan produksi VFA total adalah sebagai berikut:

VFA total = (volume titran blanko – volume titran sampel) x N HCl x 1000/5 mM Sampel (g) x BK sampel

Kajian 2. Kemampuan Isolat Bakteri Rumen Kerbau dalam Memanfaatkan Urea

Bahan pakan yang digunakan adalah jagung sebagai sumber pati dan onggok sebagai sumber serat. Bahan pakan dipersiapkan dengan menimbang bahan pakan masing-masing sebanyak 100 g. Bahan pakan sumber pati atau sumber serat dicampur dengan urea pada taraf 3%, 4,5% dan 6% BK.

21 Gambar 6. Sampel Bahan Pakan Sumber Pati

Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

Isolat bakteri rumen segar diremajakan seperti pada kajian pertama. Setelah itu dilanjutkan dengan fermentasi bahan yang diuji. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung fermentor dan ditambahkan 40 ml McDougall, 5 ml cairan rumen steril dan 5 ml isolat bakteri rumen kerbau, dan dialiri gas CO2

selama 30 detik. Setelah 2 jam dan beberapa jam inkubasi selanjutnya tabung diangkat dan diukur pH, kemudian ditetesi HgCl2. Sampel hasil inkubasi disentrifuse

dan diambil supernatannya untuk analisis NH3. Analisis NH3 dilakukan dengan

metode difusi cawan Conway (Conway, 1958).

Rancangan dan Analisis Data

Pada kajian pertama digunakan empat sampel leguminosa sebagai individu percobaan yang difermentasi dengan dua sumber inokulum berbeda. Perlakuan berupa dua jenis sumber inokulum yaitu cairan rumen segar dan isolat bakteri rumen pencerna serat. Analisis data menggunakan uji-t berpasangan (Steel dan Torrie, 1997). Peubah yang diukur adalah pH fermentasi, fermentabilitas in vitro (konsentrasi NH3 dan VFA), dan kecernaan bahan kering dan bahan organik (KCBK

dan KCBO).

Pada kajian kedua digunakan sampel pakan berupa jagung dan onggok dengan taraf pemberian urea 3%, 4,5%, dan 6% yang difermentasi dengan isolat bakteri pencerna serat dan dilakukan pengukuran peubah pada jam ke 2, 4, 6 dan 8. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Peubah yang diukur pada kajian kedua adalah konsentrasi NH3 dan pH.

22 HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi nutrien masing-masing hijauan sumber protein dan sumber pati yang digunakan dalam penelitian dicantumkan di dalam Tabel 1. Hijauan sumber protein yang digunakan pada penelitian ini merupakan hijauan leguminosa karena memiliki kandungan protein kasar yang tinggi (20-28%) (Salawu et al., 1999). Leguminosa merupakan hijauan pakan yang produksinya berkesinambungan dan memiliki nilai lebih dalam kandungan protein, mineral dan vitamin (Witariadi, 2009). Hasil analisis proksimat menunjukkan leguminosa Leucaena leucocephala, Calliandra calothyrsus, Indigofera sp. dan Gliricidia sepium mengandung protein yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 21,16%-28,36%. Kandungan protein yang tinggi dalam suatu bahan pakan ternak dapat didegradasi oleh mikroba rumen. Pemberian pakan yang tinggi kandungan protein seharusnya dilakukan proteksi sehingga lolos dari degradasi rumen. Hijauan leguminosa selain mengandung protein kasar yang cukup tinggi juga memiliki kandungan serat kasar yang tinggi, namun lebih rendah dibanding rumput. Kandungan serat kasar leguminosa yang digunakan dalam penelitian berkisar antara 20,52%-29,81%. Serat kasar ini akan difermentasi didalam rumen menjadi VFA yang berfungsi sebagai sumber energi bagi ruminansia dan sebagai kerangka karbon untuk pertumbuhan mikroba di dalam rumen.

Tabel 1. Komposisi Nutrien Berbagai Jenis Bahan Pakan (100% BK)

Sampel BK Abu Protein kasar Serat kasar Lemak kasar BETN % Hijauan sumber protein :

Leucaena leucocephala 27,05 8,43 26,63 29,81 3,64 31,49 Calliandra calothyrsus 28,42 5,94 21,16 29,78 1,65 41,46 Indigofera sp. 25,56 11,79 28,36 20,52 4,15 35,16 Gliricidia sepium 18,26 12,89 24,91 24,81 2,53 34,84 Sumber pati : Jagung 85,70 2,15 1,18 2,36 1,45 92,87 Onggok 84,46 4,94 0,69 1,49 1,14 91,73

23 Selain memiliki kandungan protein kasar dan serat kasar tinggi, hijauan leguminosa juga memiliki kandungan abu yang tinggi (5,94%-12,89%). Abu merupakan senyawa anorganik atau mineral, hal ini menunjukkan bahwa leguminosa mengandung mineral yang tinggi. Kandungan mineral yang tinggi dapat dipengaruhi oleh tingginya kandungan lignin pada tanaman tersebut, karena mineral seperti kalsium dapat berikatan dengan lignin. Gliricidia sepium memiliki kandungan mineral yang tinggi yaituu 12,89% berbeda dengan hasil laporan FAO (2004) yang menyatakan kandungan abu Gliricidia sepium adalah 9,81%.

Kandungan serat kasar dan protein yang tinggi pada leguminosa menyebabkan leguminosa ini dapat dijadikan sebagai pakan untuk ternak ruminansia, namun penggunaannya masih dibatasi karena beberapa leguminosa memiliki anti nutrisi yang dapat mengganggu proses fermentasi dalam rumen. Penggunaan leguminosa sebagai pakan tunggal tidak efektif karena degradasi protein yang tinggi tidak diimbangi dengan pemberian sumber energi.

Kecernaan dan Fermentabilitas in vitro

Nilai pH Media Fermentasi Cairan Rumen dan Isolat Bakteri

Nilai pH leguminosa yang difermentasi dengan cairan rumen segar dan isolat ditunjukkan dalam Tabel 2. Nilai pH filtrat cairan rumen segar hasil fermentasi 4 jam berbeda dengan pH isolat bakteri pencerna serat (P<0,05). Rataan pH leguminosa yang difermentasi dengan cairan rumen segar adalah 6,84 sedangkan rataan pH leguminosa yang difermentasi dengan isolat bakteri adalah 6,73. Nilai pH pada fermentasi 4 jam dan 48 jam masih berkisar normal (6,3-7) (Orskov, 1998). Pada ternak, nilai pH rumen sangat dipengaruhi oleh kandungan serat pakan yang diberikan dan jumlah pengeluaran saliva (Rychlik dan Russel, 2001). Saliva yang dikeluarkan akan memelihara nilai pH agar tetap sesuai dengan nilai pH untuk fermentasi pakan oleh mikroba rumen. Pada percobaan in vitro larutan buffer yang digunakan adalah larutan saliva buatan atau McDougall. Larutan ini dapat mempertahankan pH selama fermentasi di dalam tabung fermentor.

Nilai pH rumen sangat mempengaruhi aktivitas fermentasi mikroba rumen. Nilai pH dapat menunjukkan keadaan dan fungsi normal dari rumen. Hal ini mengindikasikan bahwa fermentasi leguminosa dengan cairan rumen segar dan isolat

24 tidak mengganggu aktivitas fermentasi di dalam rumen. Namun perbedaan nilai pH media fermentasi diperkirakan akibat adanya perbedaan aktivitas mikroba. Aktivitas mikroba dari cairan rumen segar diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan isolat bakteri rumen. Aktivitas yang lebih tinggi dapat menghasilkan VFA atau asam laktat yang lebih tinggi sehingga media menjadi lebih asam (Santoso et al., 2011). Tabel 2. Nilai pH Filtrat pada Fermentasi 4 jam dan 48 jam

Leguminosa pH (fermentasi 4 jam) pH (fermentasi 48 jam)

Rumen Isolat Rumen Isolat

Leucaena leucocephala 6,79 6,76 6,73 6,87

Calliandra calothyrsus 6,91 6,73 6,16 6,69

Indigofera sp. 6,77 6,63 6,69 6,82

Gliricidia sepium 6,91 6,8 6,66 6,49

Rataan 6,84±0,07a 6,73±0,07b 6,67±0,05 6,72±0,17

Keterangan : Huruf kecil berbeda pada baris sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Menurunnya pH dipengaruhi oleh degradasi pakan dengan kandungan pati yang tinggi sehingga komponen tersebut dengan cepat difermentasi oleh bakteri di dalam rumen. Nilai pH yang mendekati nilai 6 hasil fermentasinya mengarah pada propionat yang tinggi sedangkan pH yang mendekati nilai 7 hasil fermentasinya mengarah pada asetat yang tinggi (Owen dan Zinn, 1988).

Pada fermentasi setelah 48 jam atau akhir fermentasi pH di dalam rumen menurun pada fermentasi menggunakan bakteri cairan rumen segar, sedangkan pH media yang menggunakan isolat bakteri rumen tidak mengalami perubahan (Tabel 2). Hal ini menggambarkan bahwa fermentasi oleh bakteri cairan rumen segar diperkirakan tetap berlangsung lebih aktif sehingga menghasilkan VFA dan asam lainnya yang lebih tinggi.

Nilai pH yang tetap pada perlakuan isolat bakteri rumen diperkirakan terkait dengan kandungan NH3 atau amonia yang tinggi di dalam media fermentasi.

Walaupun VFA tetap diproduksi dan semakin tinggi dalam media, tidak menyebabkan perubahan nilai pH. NH3 memiliki pH basa oleh karena itu dapat

meningkatkan pH atau paling tidak mampu mempertahankan pH media fermentasi. Buffer yang berupa saliva telah mampu mempertahan pH media walaupun terjadi

25 peningkatan kadar VFA atau NH3 sehingga nilai pH dapat berada dalam kisaran

normal.

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Hijauan Leguminosa

Hasil pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik (KCBK dan KCBO) in vitro dengan substrat berupa hijauan leguminosa dengan sumber inokulum berbeda, cairan rumen segar dan isolat bakteri pencerna serat, ditunjukkan di dalam Tabel 3. Nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik oleh bakteri rumen segar dengan isolat tidak menunjukkan perbedaan. Rataan koefisien cerna bahan kering (KCBK) leguminosa dengan cairan rumen segar dan isolat berturut- turut sebesar 53,72% dan 50,25%. Rataan koefisien cerna bahan organik (KCBO) leguminosa dengan cairan rumen segar dan isolat berturut turut sebesar 50,48% dan 45,84%.

Kecernaan leguminosa yang difermentasi dengan cairan rumen segar dan isolat bakteri rumen memiliki nilai yang rendah. Sutardi (1980) menyatakan bahwa nilai kecernaan bahan pakan yang kurang dari 60% dinyatakan memiliki nilai kecernaan yang rendah. Nilai KCBK dan KCBO Indigofera sp. paling tinggi dibanding dengan leguminosa lain. Kecernaan Indigofera sp. dapat dikatakan tinggi, karena lebih tinggi dari 60%. Tingginya nilai kecernaan ini dapat dapat dipengaruhi karena kandungan protein kasar dan serat kasar tinggi dan mudah difermentasi. Berbeda dengan Calliandra calothyrsus yang memiliki nilai KCBK dan KCBO paling rendah. Nilai kecernaan yang rendah ini dapat dipengaruhi karena kandungan anti nutrisi pada Calliandra calothyrsus berupa tanin yang dapat mengganggu aktivitas fermentasi dalam rumen.

Nilai KCBK dan KCBO isolat cenderung lebih rendah dibandingkan dengan cairan rumen segar. Hal ini diduga karena di dalam cairan rumen konsorsium mikroba yang lebih banyak dibanding isolat bakteri pencerna serat yang diisolasi dari rumen kerbau. Mikroba yang terdapat dalam cairan rumen segar terdiri dari protozoa, bakteri dan fungi yang memfermentasi pakan. Selain itu di dalam cairan rumen terkandung enzim-enzim hasil sintesa mikroba. Church (1979), menyatakan bahwa cairan rumen mengandung enzim alfa amylase, galaktosidase, hemiselulosa dan selulosa. Berbeda dengan isolat bakteri yang hanya terdiri dari enam konsorsium bakteri pencerna serat sehingga kemampuan fermentasinya lebih rendah dibanding

26 mikroba di dalam cairan rumen segar. Isolat bakteri yang digunakan merupakan isolat bakteri pencerna serat sehingga kemungkinan yang didegradasi adalah jenis karbohidrat struktural di dalam dan komponen pakan yang lain tidak mampu didegradasi oleh isolat bakteri ini. Perbedaan kecernaan bahan kering dan bahan organik oleh bakteri cairan rumen segar dan isolat bakteri rumen kerbau tidak sangat kecil. Hal ini menggambarkan bahwa isolat bakteri rumen mempunyai kemampuan yang sama dalam mencerna komponen pakan hijauan leguminosa.

Tabel 3. Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KCBO) in vitro

Leguminosa %KCBK %KCBO

Rumen Isolat Rumen Isolat

Leucaena leucocephala 54,28±9,50 53,13±0,34 50,58±9,97 49,23±0,06

Calliandra calothyrsus 37,24±21,92 33,87±0,48 35,12±20,57 30,36±0,67

Indigofera sp. 67,18±10,41 67,47±0,19 65,05±9,60 63,55±0,21

Gliricidia sepium 56,19±2,48 46,54±3,16 51,16±2,09 40,23±3,41

Rataan 53,72±15,14 50,25±13,00 50,48±14,72 45,84±13,12

Kecernaan komponen pakan leguminosa dapat dipengaruhi oleh kadar tanin (Van Soest, 1982), serat kasar dan lignin (Selly, 1994). Kandungan serat kasar yang tinggi akan menghambat gerak laju digesta di dalam alat pencernaan. Kandungan serat kasar tersebut menyebabkan daya cerna karbohidrat maupun nutrien lainnya turun (Parakkasi, 1999). Leguminosa yang digunakan dalam penelitian ini mengandung protein tinggi yang berkisar antara 21,16%-28,36%. Setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan yang berbeda. Pada leguminosa protein terikat dengan tanin, sehingga mikroba sulit mendegradasi protein tersebut. Tanin menurunkan beberapa aktivitas enzim rumen seperti urease, carboxymethyl cellulose, protease, glutamine dehydrogenase dan alanine transferase (Makkar et al., 1988). Pada pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik in vitro dalam penelitian ini, VFA yang dihasilkan lebih banyak berasal dari fermentasi komponen karbohidrat. VFA yang dihasikan diperkirakan digunakan sebagai sumber rantai karbon oleh bakteri dan sebagai sumber energi bagi ruminansia.

Isolat bakteri rumen mampu mencerna komponen hijauan leguminosa seefektif bakteri asal cairan rumen segar. Hungate (1996) menyatakan bahwa

27 aktivitas fermentasi mikroba rumen sangat ditentukan oleh komposisi jenis mikroba yang mempunyai peranan spesifik dalam mendegradasi pakan. Hal ini berarti bahwa jenis isolat bakteri yang digunakan dalam fermentasi diperkirakan memiliki peranan yang berbeda dalam mendegradasi komponen pakan namun sama kemampuannya dalam merespon anti nutrisi seperti tanin. Hal ini menunjukkan bahwa isolat bakteri rumen kerbau dapat digunakan sebagai pengganti cairan rumen segar pada pengukuran kecernaan in vitro meskipun memiliki nilai koefisien cerna yang sedikit lebih rendah dengan penyimpangan nilai 6,46% dan 9,19%, untuk koefisien cerna bahan kering dan organik. Data tersebut menunjukkan bahwa isolat bakteri rumen dapt digunakan untuk mengkaji koefisien cerna bahan pakan namun perlu dilakukan koreksi terhadap nilai koefisien cerna yang diperoleh.

Konsentrasi NH3 dan VFA Isolat Bakteri Pencerna Serat Asal Rumen Kerbau

dengan Substrat Leguminosa

Konsentrasi NH3 dan VFA dalam media fermentasi in vitro hijauan

leguminosa yang difermentasi dengan cairan rumen dan isolat bakteri pencerna serat ditunjukkan dalam Tabel 4. Konsentrasi NH3 merupakan indikator kunci yang

menunjukkan degradasi dan sintesis protein mikroba. Molekul NH3 digunakan oleh

mikroba rumen sebagai sumber nitrogen untuk proses sintesis selnya. Konsentrasi NH3 normal yang dapat mendukung pertumbuhan mikroba rumen berkisar antar 6-21

mM (McDonald et al., 2002).

Tabel 4. Konsentrasi NH3 dan VFA in vitro

Leguminosa N-NH3(mM) VFA (mM)

Rumen Isolat Rumen Isolat

Leucaena leucocephala 6,63±0,47 11,6±0,27 167±21,18 177±13,04

Calliandra calothyrsus 4,56±1,62 9,92±0,48 199±9,21 152±51,38

Indigofera sp. 9,84±0,12 13,29±0,02 190±93,41 174±16,71

Gliricidia sepium 8,82±0,31 12,38±0,23 216±37,72 201±156,19

Rataan 7,46±2,27b 11,79±1,34a 193±81,31 175±73,45

Keterangan : Huruf kecil berbeda pada baris sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01)

Rataan konsentrasi NH3 hijauan leguminosa yang difermentasi dengan cairan

rumen segar adalah 7,46 mM, lebih rendah (P<0,01) dibandingkan leguminosa yang difermentasi dengan isolat bakteri rumen pencerna serat yaitu 11,79 mM. Hal ini

28 menunjukkan bahwa isolat bakteri pencerna serat mampu mendegradasi protein leguminose lebih cepat dari mikroba dalam cairan rumen segar. Sebagian besar bakteri selulolitik mempunyai aktivitas exopeptidase (Arora, 1995). Bakteri penghasil selulolitik yang dapat diidentifikasi di dalam rumen adalah Bacteroides amylophilus, Butirivibrio sp., Selenomonas ruminantium, Lachnospiro multipharus, dan Peptostreptococcus elsdenii. Hasil pengukuran konsentrasi NH3 menunjukkan

bahwa isolat bakteri yang digunakan dalam penelitian ini memiliki aktivitas exopeptidase sehingga proses pemecahan protein hijauan leguminosa berlangsung dengan cepat. Peptida akan diubah menjadi asam amino dan dengan cepat dideaminasi oleh bakteri di dalam rumen menghasilkan NH3.

Konsentrasi NH3 yang berlebihan menyebabkan akumulasi NH3 di dalam

rumen. Penggunaan tanaman leguminosa sebagai pakan tunggal atau bahan pakan lain yang mengandung protein tinggi, menyebabkan penggunaan nitrogen pakannya tidak efisien. Protein bahan pakan leguminosa akan dihidrolisis menjadi asam amino dan dengan cepat akan dideaminasi menjadi amonia namun penggunaannya oleh mikroba tidak efisien karena tidak diimbangi dengan penambahan energi dalam bentuk VFA. Peningkatan karbohidrat yang mudah difermentasi dapat mengurangi produksi NH3 karena terjadi kenaikan penggunaan amonia untuk pertumbuhan

protein mikroba (Ranjhan, 1977). Adanya karbohidrat yang mudah difermentasi memungkinkan bakteri mendapatkan energi yang lebih baik untuk membentuk protein tubuhnya (Sowardi, 1974).

Vollatile fatty acid (VFA) merupakan hasil utama fermentasi karbohidrat di dalam rumen. VFA total terdiri dari asetat, propionat, butirat, dan valerat yang menunjukkan jumlah komponen karbohidrat yang mengalami fermentasi. Konsentrasi VFA yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal mikroba rumen yaitu 80-160 mM (Sutardi, 1980). Hasil pengukuran produksi VFA menunjukkan tidak ada perbedaan antara produksi VFA dalam fermentasi media leguminosa oleh bakteri asal rumen segar dengan isolat bakteri pencerna serat (P>0,05). Konsentrasi VFA media fermentasi leguminosa dengan cairan rumen segar dan isolat bakteri pencerna serat sangat tinggi. Tinggi rendahnya konsentrasi VFA dapat dipengaruhi oleh kandungan serat kasar pakan, dan unsur karbon yang terdapat dalam protein (Salawu et al., 1997). Kandungan protein kasar leguminosa yang digunakan dalam penelitian

Dokumen terkait