• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEGUMINOSA DAN PEMANFAATAN

LILIS RIYANTI D2408

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

vi

Judul : Efektivitas Isolat Bakteri Rumen Kerbau Pencerna Serat dalam Fermentasi Hijauan Leguminosa dan Pemanfaatan Urea in vitro

Nama : Lilis Riyanti Nim : D24080086

Menyetujui, Pembimbing Utama,

(Prof.Dr.Ir. Toto Toharmat, M.AgrSc) NIP: 19590902 198303 1 003 Pembimbing Anggota, (Dr.Ir.Dwierra Evvyernie A, MS.,MSc) NIP: 19610602 198603 2 001 Mengetahui: Ketua Departemen

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc,Agr) NIP 19670506 1991031 001

vii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brebes, Jawa Tengah, pada tanggal 23 April 1990. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, terlahir dari pasangan Bapak Jauri dan Ibu Taswi.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengah atas di Brebes, Jawa tengah. Penulis memulai pendidikan di SDN Losari Kidul 02 dan lulus tahun 2002, dan melanjutkan sekolah di SMPN 1 Losari-Brebes lulus tahun 2005. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMAN 1 Tanjung-Brebes pada tahun 2008.

Pada tahun 2008 penulis diterima di program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB) tahun 2008. Tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswi di Mayor Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB. Tahun 2009-2012 penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa ETF (Eka Tjipta Foundation). Penulis tergabung dalam Dewan Perwakilan Mahasiswa, Fakultas Peternakan tahun 2010. Penulis juga tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Tae Kwon Do tahun 2011. Selain itu penulis aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Brebes (KPMDB) wilayah Bogor tahun 2008-2010.

Penulis pernah menjadi asisten praktikum Metodologi Penelitian dan Perancangan Percobaan tahun 2011 dan asisten praktikum Mikrobiologi Nutrisi tahun 2012. Tahun 2010 penulis pernah mengikuti magang di bagian Quality Control PT. Charoen Pokphand Balaraja-Tangerang selama 2 minggu. Penulis mendapatkan proposal didanai DIKTI pada kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan lolos sebanyak 4 proposal (tiga PKM penelitian dan satu PKM pengabdian masyarakat). Penulis juga pernah menjadi finalis dan juara 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah Peternakan (LKTIP) dalam acara Fapet Golden Week (FGW) 2011 dengan judul karya tulis “Mitigasi Gas Metan Enteric Fermentation Melalui Suplemen Pakan Aplikatif Biskuit Gamal (Gliricidia sepium)”.

Bogor, Juli 2012 Lilis Riyanti D24080086

viii KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmannirrohim,

Alhamdulillahi rabbil „alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Efektivitas Isolat Bakteri Rumen Kerbau Pencerna Serat dalam Fermentasi Hijauan Leguminosa dan Pemanfaatan Urea in vitro” dan merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini disusun dengan harapan memberikan informasi dan adanya kajian lebih lanjut tentang pemanfaatan isolat bakteri rumen kerbau. Salah satu potensi pemanfaatan isolat bakteri pencerna serat adalah untuk dijadikan sebagai probiotik untuk meningkatkan manfaat hijauan leguminosa dan nitrogen bukan protein pada ternak ruminansia. Ternak ruminansia di Indonesia umumnya kurang mendapatkan protein pakan yang mencukupi kebutuhan, karena harga pakan sumber protein yang mahal. Pemanfaatan lain isolat tersebut adalah sebagai probiotik pada pedet. Mengingat masa sapih pedet yang lama disebabkan oleh lamanya transfer mikroba melalui induk sapi dan masa adaptasi pedet yang lama terhadap pakan bertekstur keras seperti rumput.

Isolat bakteri pencerna serat asal rumen kerbau mempunyai kemampuan dalam mendegradasi pakan sumber serat. Oleh karena itu, isolat bakteri ini diharapkan dapat digunakan sebagai probiotik untuk pedet untuk mempercepat masa adaptasi pedet terhadap pakan sumber serat dan mempercepat perkembangan mikroba didalam rumen sehingga mampu memanfaatkan sumber protein non susu lebih cepat.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan diterima oleh penulis untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama untuk perkembangan dunia peternakan.

Bogor, Juli 2012 Lilis Riyanti D24080086

ix DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... i ABSTRACT ... iii LEMBAR PERNYATAAN ... iv LEMBAR PENGESAHAN ... v RIWAYAT HIDUP ... vi KATA PENGANTAR ... vii DAFTAR ISI ... viii DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... xi DAFTAR LAMPIRAN ... xii PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Isolat Bakteri Pencerna Serat Asal Rumen Kerbau ... 3 Bakteri Cairan Rumen ... 4 Peranan Mikroba Rumen dalam Nutrisi Ruminansia ... 5 Pemanfaatan Protein Mikroba Rumen oleh Ternak Ruminansia ... 5 Evaluasi Nilai Nutrisi Pakan In Vitro ... 6 Indikator Nilai Nutrisi Pakan ... 7 Vollatile fatty acid (VFA) ... 7 Amonia (NH3) dalam Rumen ... 8

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik ... 9 Hijauan Leguminosa ... 10 Leucaena leucocephala ... 10 Indigofera sp. ... 11 Calliandra calothyrsus ... 12 Gliricidia sepium ... 13 Urea sebagai Sumber Nitrogen ... 13 MATERI DAN METODE ... 15 Waktu dan Tempat Penelitian ... 15 Materi ... 15 Alat ... 15 Bahan ... 15 Prosedur ... 16

x Kajian 1. Kajian Fermentatif dan Kecernaan Pakan Sumber

Protein In Vitro ... 16 Kajian 2. Kemampuan Isolat Bakteri Rumen Kerbau dalam

Memanfaatkan Urea ... 20 Rancangan dan Analisis Data ... 21 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22 Kecernaan dan Fermentabilitas in vitro ... 23 Nilai pH Media Fermentasi Cairan Rumen dan Isolat Bakteri 23 Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Hijauan

Leguminosa ... 25 Konsentrasi NH3 dan VFA Isolat Bakteri Pencerna Serat

Asal Rumen Kerbau dengan Substrat leguminosa ... 27 Pola Fermentasi Hijauan Leguminosa dengan Isolat Bakteri

Pencerna Serat ... 29 Konsentrasi NH3 (mM) Media Fermentasi Sumber Pati pada Tingkat

Urea Berbeda ... 32 KESIMPULAN DAN SARAN ... 35 Kesimpulan ... 35 Saran ... 35 UCAPAN TERIMA KASIH ... 36 DAFTAR PUSTAKA ... 37 LAMPIRAN ... 43

xi DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Nutrien Berbagai Jenis Bahan Pakan ... 22 2. Nilai pH Filtrat pada Fermentasi 4 jam dan 48 jam ... 24 3. Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Kecernaan

Bahan Organik (KCBO) In Vitro ... 26 4. Konsentrasi NH3 dan VFA In Vitro ... 27

5. Nilai pH Media Fermentasi Leguminosa dengan

Isolat Bakteri Pencerna Serat ... 30 6. Konsentrasi NH3 Media Fermentasi Leguminosa dengan Isolat

Bakteri Pencerna Serat ... 31 7. Nilai pH Media Fermentasi Pakan Sumber Pati

dengan Penambahan Urea Berbeda ... 32 8. Konsentrasi NH3 Media Fermentasi Sumber Pati pada Tingkat

xii DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Sampel Hijauan Leguminosa ... 16 2. Media BHI ... 17 3. Fermentasi dalam Shaker Water Bath ... 18 4. Supernatan untuk Analisis NH3 dan VFA ... 19

5. Pengukuran Konsentrasi NH3 ... 20

xiii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Hasil t-test Koefisien Cerna Bahan Kering ... 44 2. Hasil t-test Koefisien Cerna Bahan Organik ... 44 3. Hasil t-test NH3 ... 44

4. Hasil t-test VFA ... 45 5. Hasil t-test pH ... 45

xiv PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ruminansia merupakan ternak yang memiliki kemampuan dalam memanfaatkan bahan pakan tinggi serat. Kemampuan tersebut didukung oleh keberadaan bakteri selulolitik di dalam rumen yang menghasilkan selulase untuk mencerna bahan sumber serat (selulosa). Bakteri yang lain di dalam rumen adalah bakteri proteolitik yang memiliki kemampuan dalam mendegradasi pakan sumber protein dan mengkonversi nitrogen bukan protein (NBP) menjadi protein mikroba. Sumber protein pada ternak ruminansia berasal dari protein pakan (by pass) dan protein mikroba rumen dengan kisaran 33-117 g/kg bahan organik tercerna (McMeniman et al., 1986; Poppi et al., 1997; Prior et al., 1998; Bowen, 2003; Mullik, 2006).

Bakteri rumen mampu memanfaatkan NBP dengan cara mengkonversi komponen nitrogen tersebut menjadi asam amino dan protein komponen bakteri tersebut. Asam amino dan protein yang dihasilkan selanjutnya dapat disintesis menjadi komponen tubuh bakteri dan dihasilkan berbagai enzim. Bakteri rumen mampu merombak protein pakan menjadi amonia yang jika tidak dibarengi dengan sumber volatile fatty acids (VFA) mudah tersedia, menyebabkan ketidakefisienan penggunaan sumber protein ransum. Efisiensi penggunaan protein ransum oleh bakteri rumen sangat tergantung pada jenis pakan dan komponen nutriennya serta perkembangan mikroba yang terjadi dalam rumen. Populasi dan jenis bakteri serta komponen pakan di dalam rumen sangat menentukan kemampuan ruminansia dalam memfermentasi protein dan sumber NBP lainnya (Hungate, 1966).

Hijauan leguminosa merupakan sumber protein bagi ruminansia namun rentan terhadap degradasi rumen. Leguminosa memiliki kandungan protein tinggi (lebih dari 20%) dan dapat dimanfaatkan oleh ruminansia sebagai sumber protein. Pemanfaatan protein leguminosa sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk karakteristik protein, karbohidrat dan nutrien lainnya serta kandungan anti nutrisi bahan tersebut. Terdapat leguminosa dengan protein mudah terdegradasi, beberapa leguminosa mempunyai kadar tanin yang tinggi (Makkar dan Becker, 1998).

2 Evaluasi kualitas nutrisi suatu pakan atau ransum baik sebagai sumber serat, protein atau NBP, diperlukan pengujian yang komprehensif. Pengujian yang ideal dilakukan dengan menggunakan ternak langsung (in vivo), namun cara ini membutuhkan waktu yang lebih lama dan dana yang besar. Pengujian cara lain dapat dilakukan dengan uji kanton nilon (nylon bag atau in situ technique), namun cara ini pun cukup rumit karena memerlukan ternak yang berfistula rumen dan kantong nilon dengan ukuran pori standar. Alternatif lain untuk pengujian kualitas nutrisi pakan dapat dilakukan dengan in vitro. Metode ini dapat dilakukan di dalam laboratorium dengan menggunakan sumber inokulum berupa cairan rumen segar asal ternak yang baru dipotong atau mengambil langsung melalui ternak berfistula rumen, namun cara ini memiliki kendala dalam penyediaan inokulum yang cepat, kontinyu dan seragam. Sumber inokulum lain diperlukan untuk mengatasi kendala tersebut, sehingga dapat berperan sebagai pengganti cairan rumen segar.

Kajian penggunaan isolat perlu dilakukan agar mendapatkan alternatif sumber inokulum yang lebih seragam dan mudah tersedia. Penelitian ini menggunakan campuran beberapa spesies bakteri selulolitik yang berhasil diisolasi dari cairan rumen kerbau, dan telah mengalami pengujian dengan menggunakan berbagai substrat bahan serat dan hijauan pakan (Astuti, 2010; Gayatri, 2010; Rifai, 2010). Pada penelitian ini dilakukan pengujian kemampuan kumpulan bakteri tersebut dalam mendegradasi hijauan pakan sumber protein (leguminosa) dan sumber NBP asal pati.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fermentabilitas dan kecernaan in vitro Calliandra callotyrsus, Leucaena leucocephala, Indigofera sp. dan Gliricidia sepium oleh isolat bakteri pencerna serat asal rumen kerbau dan bakteri cairan rumen segar serta fermentabilitas urea dalam bahan pakan sumber pati oleh isolat bakteri pencerna serat asal rumen kerbau.

3 TINJAUAN PUSTAKA

Isolat Bakteri Pencerna Serat asal Rumen Kerbau

Kerbau memiliki kemampuan istimewa untuk tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang buruk serta cukup efisien dalam memanfaatkan pakan berkualitas rendah untuk menjadi daging. Kerbau mampu memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah karena didukung oleh volume rumen kerbau yang besar, sekresi saliva tinggi, laju pakan meninggalkan rumen lambat serta aktivitas selulolitik dan populasi mikroba yang lebih tinggi. Menurut Suryahadi et al, (1996) jenis bakteri selulolitik yang dapat diisolasi dari cairan rumen sapi dan kerbau antara lain Ruminococcus flavefacien, R. albus, Bacteroides ruminicola. Dinyatakan pula bahwa aktivitas selulolitik dari ternak kerbau lebih tinggi dibanding ternak sapi (43,2%/hari vs 16,3%/hari).

Isolasi adalah proses pemurnian bakteri dari sekelompok bakteri dalam habitat yang sama. Isolat bakteri hasil isolasi Astuti (2010) dari tiga cairan rumen kerbau yang berbeda didapatkan 48 isolat. Sebanyak 17 isolat bakteri mempunyai kemampuan tumbuh dan berkembang pada substrat jerami padi, serat sawit, dan alang-alang. Hasil penelitian Gayatri (2010) menyatakan bahwa aktivitas enzim selulase dari setiap isolat mempunyai nilai yang berbeda walaupun populasi bakterinya sama. Semua isolat bakteri dari tiga sumber cairan rumen kerbau mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai inokulum yang dapat mencerna pakan berkadar serat tinggi. Sebagian isolat bakteri rumen kerbau bersifat fakultatif dan dapat tumbuh dengan baik pada media yang mengandung cairan rumen steril Rifai (2010).

Isolat bakteri pencerna serat hasil penelitian Gayatri (2010), Astuti (2010) dan Rifai (2010), belum diuji kemampuannya dalam mencerna pakan sumber protein. Bakteri penghasil enzim selulolitik yang dapat diidentifikasi di dalam rumen adalah Bacteroides amylophilus, Butirivibrio sp., Selenomonas ruminantium, Lachnospiro multipharus, dan Peptostreptococcus elsdenii. Sebagian besar bakteri tersebut mempunyai aktivitas exopeptidase (Arora, 1995). Exopeptidase merupakan enzim yang dihasilkan oleh bakteri yang dapat menghidrolisis protein dari ujung rantai polipeptida. Isolat bakteri hasil isolasi Astuti (2010) dan Gayatri (2010) berhasil dijadikan sebagai probiotik untuk pedet dalam upaya memeprcepat

4 penyapihan. Pemberian isolat bakteri pencerna serat ini diharapkan mampu mempercepat terjadinya fermentasi di dalam rumen.

Hasil penelitian Hadziq (2011) menyatakan bahwa inokulan bakteri pencerna serat yang berasal dari rumen kerbau berpotensi memperbaiki kondisi fisiologis dan mendorong peningkatan konsumsi nutrien, pertambahan bobot badan, ukuran tubuh, dan peningkatan kemampuan pedet beradaptasi dengan lingkungan. Jumlah inokulan yang diberikan sebanyak 20 ml/ hari dengan konsentrasi bakteri 4,56 x 109 CFU/ml. Inokulasi isolat bakteri dapat memacu peningkatan konsumsi bahan kering, sehingga meningkatkan konsumsi nutrien khususnya mineral (Sihombing, 2010). Inokulasi bakteri pencerna serat dapat meningkatkan fermentasi serat secara berkelanjutan. Kebutuhan TDN meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan bobot badan (Yunitasari, 2011).

Bakteri Cairan rumen

Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Volume rumen pada ternak sapi dapat mencapai 100 liter atau lebih dan untuk domba berkisar 10 liter (Putnam, 1991). Bagian cair dari isi rumen sekitar 8- 10% dari berat sapi yang dipuasakan sebelum dipotong (Gohl, 1981). Bagian cair dari isi rumen kaya akan protein, vitamin B kompleks serta mengandung enzim- enzim hasil sintesa mikroba rumen (Gohl, 1981).

Retikulo rumen didalamnya terdapat mikroba yang terdiri atas protozoa dan bakteri yang berfungsi melakukan fermentasi untuk mensintesa asam amino, vitamin B-komplek dan vitamin K sebagai sumber nutrien bagi hewan induk semang (Hungate, 1966). Mikroba-mikroba rumen terutama bakteri yang menempel pada partikel pakan tersebut aktif mendegradasi polisakarida hijauan pakan. Bakteri merupakan penghuni terbesar dalam rumen, yaitu 1010-1012/ ml cairan rumen, sedangkan populasi protozoa 105-106/ ml cairan rumen (Ogimoto dan Imai, 1981)

Church (1979) menyatakan bahwa cairan rumen mengandung enzim alfa amylase, galaktosidase, hemiselulosa dan selulosa. Rumen merupakan tabung besar untuk menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Kerja ekstensif bakteri dan mikroba lain dalam menghidrolisis dan mendegradasi nutrien pakan menghasilkan produk akhir yang dapat diasimilasi. Kondisi dalam rumen adalah anaerobik dengan temperatur 38-42ºC. Tekanan osmosis pada rumen mirip dengan

5 tekanan aliran darah, pH dipertahankan oleh adanya absorpsi asam lemak dan amonia.

Peranan Mikroba Rumen dalam Nutrisi Ruminansia

Counotte (1981) menyatakan bahwa rumen adalah tempat yang berfungsi untuk fermentasi pakan yang masuk dan menyediakan energi dan protein mikroba untuk kebutuhan proses metabolisme dalam tubuh ternak. Spesies-spesies bakteri dan protozoa yang berbeda saling berinteraksi dalam hubungan simbiosis dalam mencerna selulosa, hemiselulosa, pati, lemak dan protein. Bakteri-bakteri tertentu bertanggung jawab dalam proses fermentasi karbohidrat dan menghasilkan asam asetat, propionat, butirat yang merupakan sumber energi utama bagi ruminansia. Disamping itu juga dihasilkan asam isobutirat dan isovalerat. Selain sebagai sumber energi, VFA juga digunakan sebagai kerangka karbon dalam pembentukan protein mikroba (McDonald, 2002).

Sutardi (1980) menyatakan bahwa kemampuan ternak ruminansia mencerna selulosa adalah karena kerja enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroba rumennya. Ada dua macam enzim selulase yang memecah ikatan hidrogen antarmolekul glukosa dalam selulosa dan yang bersifat hidrolitik yang berfungsi memecah ikatan β-1,4.

Selain merombak karbohidrat, mikroba rumen juga merombak protein dan menghasilkan asam amino, NH3, CO2, dan VFA. Beberapa mikroorganisme

mengeluarkan urease yang merubah urea menjadi ammonia dan CO2. Degradasi

protein di dalam rumen seperti dijelaskan oleh Huber dan Kung (1981) dipengaruhi oleh sumber protein, bentuk fisik dan kimia makanan, jumlah konsumsi energi, pertumbuhan mikroba dan ukuran partikel pakan, dan dinyatakan pula oleh Orskov (1982) bahwa rata-rata 60% true protein dan 100% NBP didegradasi di dalam rumen.

Pemanfaatan Protein Mikroba Rumen oleh Ternak Ruminansia

Selain protein by pass, ternak ruminansia mendapatkan asam amino yang dibutuhkannya dari protein mikroba yang masuk ke dalam usus halus. Asam amino yang tersedia bagi produksi ternak sebagian besar berasal dari protein mikroba rumen. Diperkirakan kontribusi protein mikroba ini mencapai 60%-70% dari total asam amino atau protein yang diserap ternak (Russel et al., 1992; Sauvant et al.,

6 1995). Sekitar 40-80% protein yang masuk ke dalam usus halus adalah protein mikroba yang terbentuk di dalam rumen (Sniffen dan Robinson, 1987). Goedeken et al, (1990) menyatakan bahwa populasi mikroba rumen mampu membentuk semua asam amino yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia. Hal ini berarti bahwa keberhasilan memacu laju pembentukan protein mikroba akan sangat berpengaruh dalam pemenuhan kebutuhan asam amino ternaknya.

Amonia adalah senyawa yang paling banyak digunakan dalam pembentukan protein mikroba dan diperoleh dari degradasi protein pakan, NBP, maupun urea darah yang masuk kembali ke dalam rumen melalui saliva maupun dinding rumen. Pembentukan protein mikroba rumen sangat tergantung pada ketersediaan energi yang mudah dicerna, prekursor asam amino, amonia, dan faktor lainnya (Huber dan Kung, 1981).

ARC (1984) menyatakan untuk mencukupi pertumbuhan mikroba dan pembentukan protein mikroba yang maksimum, diperlukan konsentrasi amonia minimal 5 mg N-NH3/100 ml cairan rumen. Kekurangan N yang dibutuhkan oleh

mikroba rumen akan menimbulkan efek negatif pada perombakan komponen pakan lainnya, khususnya dinding sel yang kaya akan selulosa. Aktivitas fermentasi mikroba yang optimum diperlukan konsentrasi amonia lebih banyak dari yang dibutuhkan untuk produksi maksimum protein mikroba (Oosting et al., 1989).

Evaluasi Nilai Nutrisi Pakan in vitro

Metode evaluasi nilai nutrisi pakan in vitro merupakan metode pengukuran kecernaan dan evaluasi pakan dengan menggunakan mikroorganisme rumen seperti yang dilakukan Tilley dan Terry (1963) atau menggunakan metode gas test oleh Menke (1979), inkubasi in sacco dengan menggunakan kantong nilon di dalam rumen oleh Mehrez dan Orskov (1977) dan cell-free fungal cellulose oleh De Boever pada tahun 1986. Evaluasi nilai nutrisi metode Tilley dan Terry (1963) yang dimodifikasi Makkar (2004) merupakan metode in vitro yang mengevaluasi proses metabolisme yang terjadi di luar tubuh ternak yaitu dalam rumen dan abomasum. Metode ini sering digunakan untuk mengetahui kecernaan bahan pakan dari hasil proses pencernaan dalam saluran pencernaan ternak. Teknik in vitro memberikan hasil analisa yang cepat dan proses yang murah, serta dapat digunakan untuk

7 mengevaluasi bahan pakan dalam jumlah besar. Metode ini sulit diterapkan pada material seperti sampel jaringan atau fraksi dinding sel (Makkar, 2004).

Dasar metode ini adalah menirukan proses yang terjadi di dalam rumen dan cara yang paling sering digunakan adalah teknik in vitro yang dikembangkan oleh Tilley dan Terry (1963). Inkubasi yang terlalu pendek, hasil yang diperoleh cenderung besar keragamannya. Inkubasi 24 jam bermaksud untuk mengetahui konsentrasi produk akhir fermentasi sebelum terjadi pencernaan hidrolitik oleh enzim pepsin. Kamaruddin dan Sutardi (1977) menggunakan waktu inkubasi 24 jam dengan pertimbangan selain praktis dan juga memperkecil keragaman hasil fermentasi.

Metode in vitro harus menyerupai sistem in vivo agar dapat menghasilkan pola yang sama sehingga nilai yang didapat juga mendekati nilai in vivo sehingga memudahkan untuk mengintepretasikan hasil dan memperkecil perbedaan dari standar. Kecernaan pakan pada ruminansia dapat diukur secara akurat di laboratorium dengan menggunakan metode two stage in vitro (Omed et al., 2000). Tahapan metode ini adalah dengan cara menginkubasi sampel selama 48 jam dengan larutan buffer cairan rumen dalam tabung dengan kondisi anaerob. Pada periode kedua, bakteri dimatikan dengan penambahan HCl pada pH 2, lalu diberi larutan pepsin-HCl dan diinkubasi selama 48 jam. Periode kedua ini merupakan model pencernaan yang terjadi di dalam organ pasca rumen (abomasum). Residu bahan yang tidak larut disaring, kemudian dikeringkan dengan oven 105ºC dan terakhir dilakukan pengabuan dengan tanur 600ºC hingga didapatkan bahan anorganik, bahan anorganik tersebut dapat dipergunakan untuk menentukan jumlah bahan organik yang kemudian dapat menentukan kecernaan bahan organik (McDonald et al., 2002).

Indikator Nilai Nutrisi Pakan

Vollatile Fatty Acid (VFA)

Vollatil fatty acid (VFA) yang biasa disebut dengan asam lemak terbang merupakan salah satu produk fermentasi karbohidrat di dalam rumen yang menjadi sumber energi utama bagi ternak ruminansia dan dapat menyumbang 55-60% dari kebutuhan energi. Konsentrasi VFA pada cairan rumen dapat digunakan sebagai salah satu tolok ukur fermentabilitas pakan dan sangat erat kaitannya dengan aktivitas mikroba rumen (Parakkasi, 1999).

8 Karbohidrat pakan di dalam rumen mengalami dua tahap pencernaan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen. Tahap pertama, karbohidrat mengalami hidrolisis menjadi monosakarida, seperti glukosa, fruktosa, dan pentosa. Selanjutnya gula sederhana tersebut dipecah menjadi asam asetat, asam propionat, asam butirat, CO2, dan CH4 (McDonald et al., 2002). Proses pencernaan karbohidrat

di dalam rumen ternak ruminansia akan menghasilkan energi berupa VFA antara lain asetat, propionat dan butirat dengan perbandingan di dalam rumen berkisar 65% asetat, 20% propionat, dan 5% valerat.

VFA diserap melalui dinding rumen lewat penonjolan yang menyerupai jari yang disebut vili. Sekitar 75% dari total VFA yang diproduksi akan diserap langsung dalam retikulorumen masuk ke darah, sekitar 20% diserap di abomasum dan omasum, dan sisanya sekitar 5% diserap di usus halus (McDonald et al., 2002).

VFA dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme rumen yang membantu mencerna serat kasar dalam rumen serta sebagai sumber kerangka karbon bagi pembentukan protein mikroba (Sakinah, 2005). VFA total menunjukkan jumlah pakan, terutama karbohidrat yang merupakan prekursor VFA total, yang difermentasikan oleh mikroba rumen. Produksi VFA total yang dihasilkan dalam rumen sangat bervariasi tergantung pada ransum yang dikonsumsi dan lama waktu setelah makan yaitu antara 70-150 mM (McDonald et al., 2002). Kadar VFA yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan optimal rumen adalah 80-160 mM (Sutardi, 1980).

Menurut penelitian yang dilakukan Sakinah (2005), semakin sedikit produksi VFA yang dihasilkan maka semakin sedikit pula protein dan karbohidrat yang mudah larut. Penurunan VFA diduga berhubungan dengan peningkatan kecernaan nutrien.

Dokumen terkait