• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI DI KAMPUNG NELAYAN BELAWAN MEDAN

V.1 Kajian Kehidupan Sosial di Permukiman Kampung Nelayan Belawan Medan

Kegiatan dan aktivitas yang dilakukan masyarakat di kawasan Kampung

Nelayan Belawan bervariasi. Umumnya kegiatan dan aktivitas yang dilakukan oleh

masyarakat di kawasan ini ditentukan oleh gender dan juga derajat masyarakat di

dalam rumah tangganya. Gender dan derajat masyarakat berada dalam suatu tradisi

yang selalu menjadi bagian kehidupan penghuni kampung. Perempuan dan lak-laki

mempunyai peranan sesuai dengan tingkatannya dalam suatu tradisi. Tradisi

mempengaruhi kehidupan sosial di masyarakat. Bahkan, sebagian masyarakat tidak

dapat lepas dari tradisi. Tradisi menjadi wadah penghuni untuk bertemu bahkan

saling mengetahui kabar penghuni kampung lainnya. Masyarakat Kampung Nelayan

pada umumnya berpartisipasi dalam tradisi (69.30%). Salah satu tradisi yang selalu

menjadi kegiatan bersama adalah tradisi mengucap syukur (Tabel 5.1). Tradisi

mengucap syukur ini ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk segala rezeki

yang mereka terima dari Tuhan. Namun, tidak ada ketentuan waktu dalam melakukan

kegiatan tersebut.

Tabel 5.1 Partisipasi Masyarakat Terhadap Sebuah Tradisi

01. Keikutsertaan masyarakat

dalam sebuah tradisi

Ya Tidak Tidak Tahu

Dalam menjalankan suatu acara tradisi, masyarakat tentu harus menentukan

lokasi yang menjadi tempat terlaksananya kegiatan tersebut. Pada umumnya,

masyarakat memilih melaksanakan acara tradisi di rumah tinggal mereka sendiri

(33.66%). Hal tersebut menjadi pemikiran warga karena dapat menghemat anggaran

biaya acara. Tradisi ini menjadi wadah terjadinya gotong royong antar penghuni.

Ketika penghuni kampung akan melaksanakan suatu acara tradisi, maka seluruh

penghuni akan bergotong royong supaya kegiatan tersebut dapat berjalan lancar.

Tabel 5.2 Lokasi Dalam Mengadakan Kegiatan Tradisi

02. Pemilihan lokasi dalam mengadakan acara tradisi Persentase

Daerah pantai atau pesisir laut 2.97%

Lapangan atau ruang terbuka 3.96%

Salah satu rumah masyarakat 33.66%

Halaman dari rumah warga 15.84%

Tidak ada lokasi tertentu 14.85%

Tidak tahu 26.73%

Namun, tidak semua rumah masyarakat dapat dijadikan sebagai lokasi untuk

mengadakan kegiatan tradisi tersebut. Adapun kriteria dalam menentukan rumah

yang layak dijadikan sebagai tempat pelaksanaan tradisi adalah lokasi yang dapat

kelayakan serta letak lokasi. Banyak masyarakat menentukan atau sepakat dalam

menggunakan salah satu rumah warga (Tabel 5.2) untuk kegiatan tradisi tersebut.

Biasanya, rumah warga yang paling banyak menampung masyarakat pendatang

menjadi pilihan lokasi kegiatan tradisi (34.65%). Selain itu, masyarakat juga sepakat

bahwa lokasi yang strategis dan juga mudah dicapai oleh seluruh masyarakat juga

dipilih sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan tradisi (Tabel 5.3)

Tabel 5.3 Penentuan Lokasi Pelaksanaan Tradisi

03. Alasan dalam menentukan lokasi pelaksanaan tradisi Persentase

Lokasi dapat menampung banyak masyarakat 34.65%

Karena acara butuh ruang terbuka 6.93%

Lokasi dipilih karena strategis 17.82%

Lokasi mudah dicapai oleh seluruh masyarakat 17.82%

Tidak tahu 22.77%

Dalam melaksanakan acara tradisi, masyarakat tentu saja membutuhkan

sebuah ruang. Acara tradisi tersebut dilakukan oleh semua lapisan masyarakat baik

kaum laki-laki maupun perempuan ikut serta terlibat dalam proses pelaksanaannya.

Menurut Matthews (2012) yang menyatakan bahwa wanita mempunyai tanggung

material yang Tuhan berikan. Situasi ini sangat menuntut kaum perempuan untuk

terlibat dalam acara syukuran (Gambar 5.1)

Peta Kunci Titik Mapping

Gambar 5.1 Ilustrasi kegiatan tradisi yang dilakukan masyarakat

Teori ini menggambarkan bahwa perempuan juga terlibat dalam suatu

kegiatan yang berhubungan dengan mata pencaharian kepala keluarga. Di Kampung

Nelayan, kaum laki-laki pada umumnya mempunyai mata pencaharian sebagai

nelayan. Jerih payah sebagai nelayan merupakan salah satu hasil panen. Proses

mengelolah hasil panen merupakan suatu kegiatan yang menuntut partisipasi

masyarakat dan juga melibatkan kaum perempuan. Fakta ini menggambarkan analogi

yang sama dengan keterlibatan semua pihak, baik kaum laki-laki dan perempuan

dalam melaksanakan kegiatan tradisi syukuran di Kampung Nelayan Belawan.

Selain adanya kegiatan tradisi, kehidupan sosial masyarakat juga terjadi saat

salah satu warga mengadakan acara pesta. Pesta yang diadakan merupakan pesta

pribadi (menggunakan anggaran dana pribadi), seperti acara pernikahan dan juga

sunatan. Pada umumnya, masyarakat yang tinggal di Kampung Nelayan Belawan ini Keterangan Gambar: Ruang Untuk

Perempuan Ruang Untuk

pernah mengadakan sebuah pesta (75.24%). Dan sebagian besar acara yang diadakan

adalah pesta pernikahan (Tabel 5.4). Selain acara tradisi, adanya pesta juga dapat

menjadi wadah masyarakat untuk bersosialisasi hingga terjadinya gotong royong

antar penghuni.

Tabel 5.4 Masyarakat yang Mengadakan Pesta

04. Masyarakat yang pernah mengadakan

pesta (sunatan/pernikahan)

YA TIDAK Tidak Tahu

75.24% 22.77% 1.98%

Serupa dengan tradisi, dalam mengadakan sebuah pesta tentu saja harus

memiliki pertimbangan terhadap penentuan lokasinya (Tabel 5.5). Hal ini

dikarenakan agar memudahkan para tamu undangan datang serta memudahkan

pengawasan baik untuk pengawasan pada acara (panggung, makanan juga tempat

duduk) maupun pengawasan pada area parkiran. Masyarakat yang tinggal di

permukiman ini memilih untuk menggunakan halaman depan rumah mereka sebagai

lokasi untuk mengadakan pesta (37.62%), sehingga harus memakai badan jalan

hingga menutup akses jalan tersebut. Rumah mempunyai kekuatan yang dapat

mengikat penghuni lainnya dalam suatu kampung. Masyarakat merasa bahagia

apabila dapat melaksanakan acara dalam rumah atau halaman rumah. Kebebasan

dalam menggunakan ruang sering menjadi motivasi untuk melaksanakan acara

Perilaku ini menjadi kebiasaan penghuni kampung. Ada rasa bangga apabila dapat

melaksanakan acara dirumah dan halamannya. Apabila halaman rumah tidak

mencukupi, perilaku masyarakat dalam melaksanakan acara meluas ke jalan yang ada

didepan rumah mereka. Kebiasaan ini tidak jarang berdampak kepada kondisi jalan

yang secara fisik akan ditutup. Hal ini dapat saja berpotensi terjadinya

ketidaknyamanan orang yang berlalu melalaui jalan tersebut.

Tabel 5.5 Penentuan Lokasi Pesta

05. Penentuan lokasi dalam mengadakan pesta Persentase

Menggunakan ruang terbuka 14.85%

Menggunakan jalan 18.81%

Menggunakan balai pertemuan atau aula 8.91%

Menggunakan pantai 2.97%

Menggunakan halaman depan rumah 37.62%

Tidak Tahu 16.83%

Adanya penentuan lokasi untuk acara pesta yang dilakukan masyarakat

menjadi salah satu pertimbangan. Hal ini dikarenakan letak lokasi pesta harus

memudahkan masyarakat bahkan tamu yang datang dapat dengan mudah

mengaksesnya serta pengawasannya. Selain dapat mempermudah pengawasan dalam

lokasi pesta menggunakan halaman rumah dan jalan ialah agar mereka dapat

menghemat anggaran acara (23.76%). Tidak hanya dapat menghemat anggaran,

masyarakat juga memilih untuk dekat dengan rumah sebagai lokasi pelaksanaan acara

pesta tersebut (Tabel 5.6). Seperti yang kita tahu bahwa untuk mengadakan sebuah

acara pesta tentu harus memiliki dana yang cukup besar. Pesta pernikahan merupakan

salah satu pesta yang harus memiliki dana yang besar. Menyewa atau memakai

sebuah gedung untuk acara tentu saja tidak murah harganya. Untuk itu, sebagian

masyarakat beralasan bahwa biaya yang digunakan untuk gedung dapat digunakan

untuk kebutuhan lainnya. Sehingga beberapa warga memilih untuk mengadakan acara

pesta di halaman rumah dan juga menutup jalan (Gambar 5.2). Aksesibilitas sendiri

merupakan faktor penting untuk penduduk Kampung Nelayan dalam mengambil

keputusan.datang ke acara kerabat. Dekat dengan rumah adalah alasan masyarakat

untuk pergi ke hajatan kerabat. Rumah tinggal sebagai tempat yang menjadi prioritas

karena mengandung makna kebanggaan dan harga diri bagi pemilik rumah.

Tabel 5.6 Alasan Memilih Lokasi Pesta

06. Alasan masyarakat dalam memilih lokasi pesta Persentase

Mudah diakses oleh tetangga yang diundang 22.77%

Dekat dengan rumah 21.78%

Agar tidak merepotkan tetangga 7.92%

06. Alasan masyarakat dalam memilih lokasi pesta Persentase

Alasan lainnya 4.95%

Tidak tahu 18.81%

Dalam melaksanakan acara pesta tersebut, masyarakat yang tinggal di

kawasan tersebut harus turut berpartisipasi pada kegiatan acara pesta bersebut.

Setioko (2011) menyatakan bahwa keluarga nelayan juga harus membantu nelayan

dalam perbaikan kapal, jaring, dan ikut bersosialisasi dengan masyarakat yang ada di

lingkungan tempat mereka tinggal.

Peta Kunci

Gambar 5.2 Suasana Pesta di Jalan Gulama, Kampung Nelayan Belawan

Masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam acara pesta ini umumnya adalah

kaum perempuan. Kaum perempuan biasanya akan membantu dalam mempersiapkan

acara baik itu memasak, mengatur desain teratak bahkan menjadi panitia acara. Hal

acara ini. Kegiatan acara ini hampir sama dengan pengadaan tradisi, dimana sebagian

besar kaum perempuan yang turut berpartisipasi dalam acara ini. Tidak hanya

perempuan saja, kaum laki-laki juga turut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Dalam

mengadakan sebuah acara pesta, masyarakat yang memasuki usia produktif (baik

laki-laki maupun perempuan) saling membantu dalam melaksanakan acara ini.

gotong royong yang masih kental di Kampung Nelayan ini cukup membantu

masyarakat lainnya.

Selain adanya pesta dan tradisi yang menjadi salah satu faktor kegiatan sosial

yang terjadi di masyarakat, terdapat pula bencana alam yang dapat mempengaruhi

kehidupan sosial. Bencana alam yang paling sering terjadi di kawasan ini ialah

pasang surut air laut (85.14%). Banyak masyarakat setuju bahwa air pasang menjadi

salah satu bencana alam yang paling sering terjadi di kawasan tempat tinggal mereka

(Tabel 5.7). Air pasang laut sendiri bukan merupakan bencana alam yang harus selalu

diwaspadai oleh masyarakat. Tetapi dampak yang ditimbulkan oleh air pasang ini

cukup membuat masyarakat kewalahan. Hal ini dikarenakan air pasang terkadang

membawa pengaruh buruk terhadap perabotan, alat rumah tangga dan juga kendaraan

yang dimiliki oleh masyarakat.

Tabel 5.7 Seringnya Terjadi Bencana Alam

07. Seringnya terjadi bencana alam di

kawasan masyarakat tinggal

YA TIDAK Tidak Tahu

Dampak yang dialami masyarakat oleh air pasang laut ini adalah banjir yang

menggenangi rumah mereka. Banjir yang terjadi di permukiman akibat terjadinya air

pasang di kawasan ini, mengingat Kampung Nelayan Belawan merupakan salah satu

area yang berada di pesisir pantai. Banjir yang diakibatkan air pasang ini biasanya

akan surut dalam waktu tiga jam, sangat berbeda dengan banjir yang disebabkan oleh

hujan yang akan surut dalam waktu hingga seminggu. Sehingga banjir akibat air

pasang tidak sampai membuat masyarakat mengungsi hingga berhari-hari lama

Namun tetap memiliki dampak yang serupa dengan banjir yang diakibatkan oleh

hujan. Selain itu, tidak ada waktu tertentu untuk naiknya air pasang ke daratan

(40.59%). Kenaikan air laut ini umumnya terjadi pada saat siang hari dan tidak ada

ketentuan waktunya (Tabel 5.8). Namun saat peneliti datang untuk melakukan survei

lokasi, beberapa masyarakat mengatakan bahwa dalam bulan Maret 2017 hingga

April 2017, sudah terjadi empat kali air pasang. Debit air akan terus bertambah

terutama saat memasuki bulan puasa (Ramadhan).

Tabel 5.8 Waktu Terjadinya Bencana Alam

08. Seringnya terjadi bencana alam Persentase

Sebulan sekali 24.75%

Beberapa kali dalam sebulan 34.65%

08. Seringnya terjadi bencana alam Persentase

Tidak tahu -

Seperti yang kita tahu bahwa Kampung Nelayan Belawan Medan terletak di

pesisir dan hampir seperempat wilayah permukiman sering terkena air pasang laut.

Walaupun demikian, banyak masyarakat yang tidak ingin pindah dari permukiman

tersebut (67.32%).

Peta Kunci

Gambar 5.3 Keadaan jalan yang terkena air pasang

Hal tersebut menjadi pemikiran mereka mengingat letak Kampung Nelayan

Belawan sendiri berada di lokasi yang strategis. Selain memiliki lokasi yang strategis,

sifat kekeluargaan yang masih kental dan juga penduduk yang ramah menjadikan

masyarakat yang tinggal di Kampung Nelayan Belawan enggan untuk pindah (Tabel

5.9). Sifat masyarakat yang ramah dan saling membantu sama lainnya menjadi salah

berpindah. Selain itu, adanya faktor ekonomi dan juga warisan berupa rumah yang

ditinggalkan oleh orang tua mereka menjadi salah satu pemikiran masyarakat untuk

tidak berencana pindah. Hal ini tentu saja menjadi pemikiran masyarakat apabila

suatu hari pihak pemerintah (PT. Pelindo) akan melakukan penggusuran di wilayah

ini. Selain itu, tidak tersedianya rumah murah dan strategis oleh pemerintah

menjadikan masyarakat memilih untuk tetap berada di lokasi permukiman tersebut

walaupun dengan keadaan dan fasilitas yang seadanya.

Tabel 5.9 Masyarakat Yang Berencana Pindah

09 Masyarakat yang berencana pindah YA TIDAK Tidak Tahu

31.68% 67.32% 0.99%

Masyarakat yang enggan berpindah dari permukiman ini, tentu saja memiliki

berbagai macam kegiatan saat terjadinya banjir akibat air pasang. Tidak adanya

ketentuan waktu terjadinya pasang air laut, menuntut masyarakat yang tinggal di

permukiman ini harus selalu waspada. Walau demikian, pada saat terjadi pasang air

laut, masyarakat tetap memilih untuk berada di rumah mereka (63.36%). Hal ini

dikarenakan mereka harus menjaga barang serta perabotan rumah mereka (Tabel

5.10). Walaupun demikian, masyarakat juga harus melihat tingginya debit air yang

naik ke permukiman. Hal ini dikarenakan apabila terjadinya air laut yang naik ke

membawa barang berharga milik mereka, seperti sepeda motor dan barang elektronik

lainnya agar tidak terendam oleh banjir. Namun, bila masyarakat tidak sempat

menyelamatkan barang elektronik di rumah mereka, biasanya mereka akan

menempatkan peralatan tersebut di bagian perabotan yang lebih tinggi seperti tempat

tidur bahkan lemari. Selain itu aktivitas mengungsi ini sudah menjadi hal yang biasa

bagi masyarakat yang tinggal di Kampung Nelayan Belawan. Biasanya masyarakat

akan bergotong royong dan saling membantu satu dengan yang lainnya untuk

kepentingan bersama. Gotong royong dalam hal ini tentu saja sangat membantu

masyarakat yang tinggal di permukiman tersebut, terutama pada orang tua yang sudah

lanjut usia. Masyarakat yang tinggal di permukiman ini mendahulukan orang yang

sudah lanjut usia dalam membantu menyelamatkan perabotannya. Namun tentu saja,

hal ini terjadi apabila debit air yang naik ke permukiman cukup tinggi sehingga

mengharuskan masyarakat untuk mengungsi.

Tabel 5.10 Kegiatan Ketika Terjadi Bencana Alam

10. Hal yang dilakukan masyarakat ketika terkena

bencana alam

Persentase

Mengungsi 19.80%

Tetap berada di rumah 63.36%

Alasan lain 2.97%

Terjadinya air pasang di Kampung Nelayan Belawan sendiri sebenarnya

bukan merupakan sebuah bencana alam. Sebuah teori tentang ilmu pengetahuan dari

Franco (1966) yang menyatakan bahwa terjadinya pasang surut air laut dikarenakan

adanya gaya tarik antara bulan dan matahari terhadap bumi. Situasi ini rutin terjadi di

kawasan pesisir. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah menetapkan untuk tidak

membangun bangunan tempat tinggal yang berlokasi di kawasan pesisir. Selain itu,

situasi ini juga menyebabkan air laut mengalami pergerakan hingga terjadinya air

pasang di permukiman ini. Air laut yang naik ke daratan menyebabkan banjir

sehingga mirip dengan bencana alam akibat hujan seperti pada umumnya. Selain

terjadinya air pasang yang menyebabkan naiknya air laut ke daratan, adanya gaya

tarik akibat bulan menyebabkan air laut surut dan dapat berdampak pada karamnya

kapal di pinggir laut bahkan ditengah laut. Akibat dari gaya tarik inilah, air laut yang

semula normal dapat membanjiri permukiman serta jalan yang digunakan masyarakat

(Gambar 5.3). Air yang naik ke daratan biasanya akan menggenangi rumah warga

bahkan akses jalan di sekitaran permukiman warga. Hal ini tentu saja membuat

terjadinya ketidaknyamanan yang dirasakan oleh masyarakat. Apabila terjadi naiknya

air laut, maka sebagian warga harus berjalan kaki untuk melintasi akses jalan guna

mencapai tempat tujuan. Namun tidak hanya berjalan kaki saja, sebagian masyarakat

menggunakan becak kayuh (kendaraan roda tiga yang menggunakan sepeda sebagai

alat penggeraknya) untuk dapat melintasi jalan tersebut, Hal ini dikarenakan apabila

masyarakat menggunakan kendaraan bermotor untuk melintasinya, maka besar

kendaraan mati mesin (mogok). Selain itu, air pasang laut umumnya terjadi pada saat

jam 13.00 WIB (jam 01.00 siang) hingga sore jam 16.00 WIB (jam 04.00 sore).

Dalam rentang waktu tiga jam tersebut, air dari laut akan membanjiri permukiman

warga hingga ke jalan. Hal ini akan berbahaya terhadap kendaraan bermotor karena

akan bila terendam air tersebut dapat menyebabkan mesin korosi dan terjadi

perkaratan bila terkena terus menerus.

Selain adanya variasi kegiatan dan aktivitas yang terjadi di Kampung Nelayan

Belawan, terdapat juga berbagai macam perilaku yang dilakukan masyarakat di

permukiman ini. Seperti masih dilakukannya membuang sampah sembarangan di

sembarang tempat (Gambar 5.4). Hal ini terjadi di salah satu ruang terbuka yang

menjadi tempat berkumpulnya sampah. Ruang terbuka yang seharusnya dapat

dijadikan area bermain dan bersosialisasi di masyarakat, justru digunakan sebagai

tempat pembuangan sampah. Perilaku ini mencerminkan kurang pedulinya

masyarakat terhadap kebersihan lingkungan. Perilaku ini tentu saja akan memberikan

Peta Kunci

Gambar 5.4 Perilaku masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan

Selain kurang pedulinya masyarakat terhadap lingkungan yang ditandai

dengan membuang sampah sembarangan, perilaku lainnya dapat dilihat saat siang

hari dimana masyarakat (umumnya kaum laki-laki) berkumpul di warung kopi.

Biasanya masyarakat yang berkumpul hanya untuk mengobrol, meminum kopi,

bahkan bermain catur maupun kartu. Perilaku ini biasanya dilakukan masyarakat

untuk sekedar mengisi waktu luang atau beristirahat setelah melaut (Gambar 5.5).

Peta Kunci

Selain sering berkumpul di warung kopi, perilaku lain yang mencerminkan

keadaan sosial yang terjadi di masyarakat adalah gotong royong. Perilaku seperti ini

memang sering terjadi di permukiman informal. Perilaku gotong royong yang sering

terjadi di permukiman Kampung Nelayan Belawan ialah gotong royong dalam

membangun rumah, menjalankan kegiatan tradisi dan memperbaiki jaring nelayan

(Gambar 5.6). Dalam memperbaiki jaring, terdapat empat hingga lima orang dalam

menjalankan aktivitas ini. Namun, tak jarang masyarakat yang tinggal di sekitar turut

ikut serta dalam gotong royong ini sehingga meringankan beban tugas nelayan.

Peta Kunci

Gambar 5.6 Perilaku gotong royong dalam memperbaiki jaring nelayan

Terdapat berbagai macam perilaku yang dilakukan masyarakat di Kampung

Nelayan Belawan ini. Salah satu perilaku negatif dilakukan masyarakat di

permukiman ini ialah kurangnya kesadaran untuk menjaga lingkungan dan tidak

membuang sampah sembarangan. Selain itu, perilaku yang dilakukan masyarakat

Belawan, perilaku seperti ini merupakan kebiasaan yang mereka lakukan agar dapat

menjalin komunikasi dan bersosialisasi. Dikatakan oleh Boelaars (1984) yang

menyatakan bahwa masyarakat pesisir memiliki orientasi yang kuat untuk merebut

kepemilikan satu dengan yang lainnya. Tetapi hal ini tidak terjadi di permukiman

Kampung Nelayan Belawan. Masyarakat yang tinggal di permukiman ini umumnya

memiliki perilaku suka menolong dan bergotong royong. Tidak ada terjadi keributkan

bahkan merebut kepemilikan orang lain. Permukiman Kampung Nelayan Belawan ini

sangat kental dengan perilaku kekeluargaan, sosialisasi dan gotong royong di

masyarakat.

V.2 Kajian Kehidupan Ekonomi di Permukiman Kampung Nelayan Belawan

Medan

Masyarakat yang tinggal di permukiman Kampung Nelayan Belawan Medan

memiliki keberagaman dalam hal pekerjaan. Seperti yang kita tahu bahwa masyarakat

yang tinggal di kawasan pesisir umumnya bekerja sebagai nelayan. Hal ini juga

terjadi di Kampung Nelayan Belawan Medan. Nelayan merupakan salah satu profesi

utama bagi sebagian masyarakat yang tinggal di permukiman ini (41.58%). Namun,

tidak semua masyarakat yang tinggal berprofesi sebagai nelayan (Tabel 5.11).

Tabel 5.11 Masyarakat Berprofesi Sebagai Nelayan

11. Profesi masyarakat sebagai nelayan YA TIDAK Tidak tahu

Dapat dikatakan bahwa masyarakat yang tinggal di Kampung Nelayan

Belawan memilih bekerja sebagai wiraswasta seperti buruh pabrik dan juga

pedagang. Profesi buruh pabrik dipilih masyarakat karena memiliki penghasilan yang

tetap setiap bulannya (stabil). Hal inilah yang menyebabkan masyarakat sebagian

masyarakat memilih untuk bekerja sebagai buruh pabrik. Selain buruh pabrik,

terdapat pula profesi sebagai pedagang di permukiman ini. Terdapat masyarakat yang

berdagang dengan berjualan di pasar, sekolah dan juga membuka warung di dekat

rumah mereka. Profesi berdagang ini cukup banyak dipilih oleh masyarakat yang

tinggal di Kampung Nelayan Belawan dikarenakan pekerjaan ini tidak begitu keras

layaknya profesi nelayan. Profesi nelayan sendiri terbilang cukup keras karena

mereka harus berhadapan langsung dengan air laut bahkan ombak.

Dalam melaksanakan aktivitasnya, nelayan menangkap ikan tidak penah

sendiri. Biasanya nelayan akan bekerja sama dengan anak buah kapal lainnya.

Ahmed, dkk., (2015) yang menyatakan bahwa profesi nelayan sendiri terbagi menjadi

tiga kategori, yaitu nelayan professional, nelayan subsisten dan nelayan musiman.

Ketiga nelayan ini memiliki tugas masing-masing dan saling membantu saat sedang

Peta Kunci

Gambar 5.7 Profesi nelayan yang sedang memperbaiki kapal di dermaga

Teori ini menggambarkan bahwa dalam menangkap ikan, nelayan juga

membutuhkan kerjasama dan gotong royong yang sangat erat. Nelayan professional

umumnya akan menggantungkan kebutuhan perekonomiannya pada profesinya

sebagai nelayan. Profesi ini menuntut mereka untuk bekerja keras guna mendapatkan

hasil tangkapan yang maksimal. Selain itu, Setioko, dkk., (2011) menyatakan bahwa

aktivitas yang rutin dilakukan oleh nelayan adalah hal-hal yang berhubungan dengan

perikanan, memperbaiki kapal serta alat pancing dan memperbaiki mesin kapal. Teori

Dokumen terkait