• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN

5.2 SARAN

Dalam perancangan sebuah kawasan yang memiliki identitas dan karakter yang kuat, perlu diperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi nilai dan identitas kawasan tersebut. Salah satunya adalah fasad bangunan, yang mampu menggambarkan atau mencerminkan citra dari sebuah kawasan. Kawasan Kesawan merupakan salah satu kawasan dengan ciri dan karakter yang kuat di Kota Medan sebagai sebuah kawasan bersejarah. Untuk itu perlu diperhatikan dan pengawasan terhadap pembangunan gedung-gedung baru maupun perubahan atau renovasi gedung-gedung lama agar identitas kawasan dapat tetap terjaga.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ARSITEKTUR KONTEKSTUAL 2.1.1 Definisi Arsitektur Kontekstual

Brent C. Brolin (1980) dalam Firgus (2010) melalui bukunya “Architecture in Context” memberikan pengertian suatu perencanaan dan perancangan arsitektur yang memperhatikan permasalahan kontinuitas visual antar bangunan baru dengan nuansa lingkungan yang ada disekitarnya dan melakukan studi terhadap kesulitan yang timbul dalam menciptakan keserasian antara bangunan dengan perbedaan jaman dan gaya dalam suatu lokasi yang berdekatan.

Pendapat lain Graham Shane yang dikutip oleh Charles Jencks dalam Firgus (2010) mengatakan kontekstualisme merupakan suatu perencanaan dan perancangan yang harus sesuai, tanggap dan menjembatani lingkungan disekitarnya bahkan melengkapi pola yang terkandung dalam tatanan ruang lingkungan. Menurutnya (Jenks, 1981) kontekstual merupakan sebuah konsep atau prinsip merancang bangunan dengan memperhatikan dan tetap menjaga keterkaitan atau keterikatan dengan lingkungan sekitar, terutama secara visual. Perancangan sebuah bangunan baru pada satu lingkungan atau kawasan dengan memperhatikan kondisi lingkungan sekitar, akan memebrikan keserasian dan kesatuan secara visual dengan lingkungan sekitarnya.

Dalam bukunya, Brolin (1980) juga menegaskan bahwa persoalan dalam kontekstualisme adalah bagaimana menyelaraskan sebuah bangunan baru (melalui

eksplorasi kesamaan gaya dan teknologi) yang bersebelahan dengan bangunan lama atau lingkungan lama yang memiliki gaya arsitektur tertentu dapat menjaga kontinuitas visual terjaga (fitting new buildings with the old).

Brolin (1980) dalam Kwanda (2004) mengatakan konsep desain dalam kotekstual terbagi atas dua, yaitu contras dan harmony.

1. Contras (kontras/Berbeda)

Kontras merupakan konsep perancangan desain yang bersifat mencolok, berbeda dari yang lain. Brolin (1980) mengungkapkan bahwasannya kontras bangunan modern dan kuno bisa merupakan sebuah harmosi, namun bila terlalau banyak akan mengakibatkan ”shock effect” yang timbul sebagai akibat kontras maka efektifitas yang dikehendaki akan menurun.

Dalam konteks perancangan, kontras merupakan tektnik yang paling populer dengan teknik ini perancang dapat menciptakan sesuatu yang “kreatif”, paling tidak karya desainnya berbeda dengan bangunan lain yang ada disekitarnya. Tetapi ada juga pendapat yang mengatakan bahwa teknik kontras diambil karena relatif sulitnya “menghubungkan” arsitektur baru dengan yang lama. Dan menurut Brolin (1980), bangunan lama dan baru dapat dihubungkan secara kontras dengan berhasil yaitu dengan cara menggunakan suatu “penghubung” atau link. Terdapat dua cara “penghubung” yaitu memundurkan bangunan baru atau mengolah fasade bangunan baru dengan tampilan lama, baik menggunakan bahan bangunan lama atau baru.

2. Harmony (Harmoni/Selaras)

Harmoni atau selaras merupakan konsep dalam perancangan arsitektur kontekstual yang menunjukkan keserasian atau keselarasan bangunan baru dengan kondisi lingkungan sekitar. Bangunan baru harus lebih menghargai dan memperhatikan konteks/lingkungan dimana bangunan itu berada, kemudian bersama-sama dengan bangunan yang sudah ada atau lingkungan yang ada menjaga dan melestarikan “tradisi” yang telah berlaku sejak dulu. Sehingga kehadiran satu atau sekelompok bangunan baru lebih menunjang daripada menyaingi karakter bangunan yang sudah ada walaupun terlihat dominan (secara kuantitas).

Menurut Brolin (1980) hubungan antara bangunan baru dan lingkungan arsitektur di sekitarnya dapat dicapai dengan mengaplikasikan aspek general

attributes (elemen-elemen yang mudah dikenali pengamat) dan historical attributes (ornamen tradisional dan ornamen modern) bangunan eksisting ke

dalam bangunan baru.

2.1.2 Ciri-Ciri Desain Kontekstual

Adapun ciri-ciri kontekstual (Brolin, 1980) adalah : a. Adanya pengulangan motif pola desain bangunan sekitar

b. Pendekatan baik dari bentuk, pola atau irama dan riasan atau ornamen terhadap bangunan dilingkungan sekitar ( continuity & connectivity)

2.2 FASAD

Berdasarkan teori Komposisi Arsitektur (Krier, 2001), fasad merupakan elemen fisik terluar dari sebuah bangunan yang membentuk wajah bangunan dan memamerkan keberadaaan sebuah bangunan kepada publik.

Elemen-elemen pendukung fasad menurut Krier (2001) adalah : 1. Atap

Atap berperan sebagai mahkota yang disandang oleh tubuh bangunan, sehingga secara visual, atap merupakan akhiran dari fasad dan titik akhir dari bangunan.

2. Jalan masuk dan pintu masuk

Jalan masuk atau entrance merupakan komponen yang memeiliki peran penting, sebagai akses dan tanda transisi dari area publik (eksterior) ke bagian privat (interior).

3. Jendela

Jendela adalah bukaan yang terletak didinding sebuah bangunan yang berfungsi sebagai sirkulasi udara dan cahaya dalah sebuah ruangan atau bangunan. Sebagai salah satu komponen fasad, figur jendela memberikan artikulasi tersendiri sebagai karakter atau citra dari sebuah bangunan.

4. Dinding

Dinding adalah salah satu elemen fasad bangunan yang memperkuat ciri dan karakter suatu bangunan. Permukaan suatu dinding dapat memperkuat karakter suatu bangunan melalui material, tekstur dan warna.

5. Arkade

Arkade atau gang beratap merupakan sebuah jalur pejalan kaki yang beratap dengan dinding pembatas disalah satu sisinya (Khairunissa, 2014). Arkade biasanya terdapat pada bangunan komersil seperti ruko-ruko. Selain berfungsi sebagai ruang atau jalur pejalan kaki, arkade juga menjadi pembatas antara bangunan dengan jalan.

6. Riasan atau Ornamen

Ornamen berasal dari kata “ornare” (bahasa Latin) yang berarti menghias juga berarti dekorasi atau hiasan. Ornamen sering juga disebut sebagai desain dekoratif atau desain ragam hias. Ornament berfungsi untuk menambah nilai estetis dari suatu bangunan yang akhirnya akan menambah nilai finansial dari bangunan tersebut. Ornamen juga menunjukkan gaya arsitektur yang terdapat dalam desain suatu bangunan.

Untuk merancang bangunan yang memiliki elemen fasad yang kontekstual, maka sebelumnya perlu diketahui apa saja elemen yang perlu diperhatikan dari sebuah bangunan. Dari beberapa metode perancangan kontekstual yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka dapat diketahui elemen fasad bangunan yang digunakan untuk mendesain bangunan yang kontekstual dengan lingkungannya.

Dalam Antariksa (2012), Krier mengatakan bahwa karakter muka bangunan dibentuk oleh dimensi, komposisi, serta ragam hias. Komposisi muka bangunan mempertimbangkan persyaratan fungsional pada dasarnya berkaitan dengan kesatuan proporsi yang baik, harmonis, dan selaras, penyusunan elemen

horizontal dan vertikal yang terstruktur, bahan, warna, dan elemen dekoratif lainnya. Hal lainnya tidak kalah penting untuk mendapatkan perhatian lebih adalah proporsi bukaan, ketinggian bangunan, prinsip perulangan, keseimbangan komposisi yang baik, serta tema yang tercakup ke dalam variasi.

Krier (2001) menegaskan bahwa wajah bangunan juga menceritakan dan mencerminkan kepribadian penghuni bangunannya, memberikan semacam identits kolektif sebagai suatu komunitas bagi mereka, dan pada puncaknya merupakan representasi komunitas tersebut dalam publik.

2.2.1 Karakter Visual Fasad

Fasad merupakan salah satu elemen visual bangunan yang dapat memperkenalkan identitas sebuah bangunan (Krier, 2001). Karakter yang mempengaruhi elemen visual bangunan menurut Ching (2008) yaitu :

a. Wujud

Wujud yang merupakan ciri-ciri pokok yang menunjukkan bentuk. Wujud adalah hasil konfigurasi tertentu dari permukan-permukaan dan sisi-sisi suatu bentuk.

b. Proporsi dan Skala

Proporsi dan skala mengacu pada ukuran sesuatu dibandingkan dengan suatu standar referensi atau dengan ukuran sesuatu yang dapat dijadikan patokan. Proporsi dan skala dapat memberikan kesan keseimbangan pada bentuk bangunan, baik dari segi estetika juga dari segi arsitektural. Secara umum skala terbagi menjadi 2 (Ching, 2008), yaitu : skala mekanis dan skala generik (visual). Skala

mekanis adalah proporsi sesuatu yang relatif terhadap suatu standar pengukuran yang terlah ditentukan. Skala visual merupakan proporsi suatu elemen yang tampak memiliki kaitan terhadap elemen lain yang ukurannya diketahui atau diasumsikan.

c. Irama

Irama diartikan sebagai pergerakan yang bercirikan pada unsur-unsur atau motif berulang yang terpola dengan interval yang beratur maupun tidak teratur. Pergerakan tadi dapat terjadi karena mata mengikuti unsur-unsur yang berulang. Hampir semua jenis bangunan memasukan unsur-unsur yang bersifat berulang.

d. Posisi dan Orientasi

Lokasi relatif sebuah bentuk terhadap lingkungannya atau area visual didalamnya tempat di mana ia dilihat. Orientasi adalah arah relatif suatu bentuk terhadap bidang dasar, titik batas area, bentuk- bentuk lain, atau terhadap orang yang melihat bentuk tersebut.

e. Warna

Warna adalah atribut yang membedakan suatu bentuk terhadap lingkungannya. Warna juga mempengaruhi bobot visual suatu bentuk.Warna dapat berperan untuk memperkuat bentuk dan mampu memberikan ekspresi kepada pikiran atau jiwa manusia yang melihatnya.

f. Material

Material atau bahan adalah zat atau benda yang dimana sesuatu dapat dibuat darinya, atau barang yang dibutuhkan untuk membuat sesuatu. Material

merupakan faktor yang mempengaruhi tekstur permukaan sebuah benda atu bidang.

g. Tekstur

Tekstur adalah pola struktur 3 (tiga) dimensi permukaan. Tekstur mempengaruhi baik perasaan seseorang waktu menyentuh maupun kualitas pemantulan cahaya menimpa permukaan bentuk tersebut. Kehalusan permukaan mengandung kesan menyenangkan dan meyakinkan. Kekasaran permukaan mengandung sedikit peringatan yang mungkin akan cukup kuat untuk menarik perhatian atau bahkan cukup kuat untuk memberikan kesan ancaman.

2.3 ARSITEKTUR KOLONIAL

Handinoto (1996) dalam Novi, dkk (2012) arsitektur kolonial merupakan arsitektur yang memadukan antara budaya barat dan timur, yang memiliki ciri-ciri spesifik sebagai hasil kompromi dari arsitektur modern yang berkembang di Belanda dengan arsitektur Indonesia karena budaya dan kondisi iklim yang berbeda jauh dari kedua negara tersebut. Pada masa kolonial para arsitek Belanda banyak membawa serta pengaruh-pengaruh langgam arsitektur yang saat itu sedang berkembang di benua Eropa, dan meninggalkan jejak aneka konsep dengan keistimewaan tersendiri baik dari wujud maupun nilai sejarahnya.

2.3.1 Perkembangan Arsitektur Kolonial di Indonesia

Dalam situs (http://iketsa.wordpress.com/, Helen Jessup dalam Handinoto (1996: 129-130) membagi periodisasi perkembangan arsitektur

kolonial Belanda di Indonesia dari abad ke 16 sampai tahun 1940-an menjadi empat bagian, yaitu:

1. Abad 16 sampai tahun 1800-an

Pada waktu ini Indonesia masih disebut sebagai Nederland Indische (Hindia Belanda) di bawah kekuasaan perusahaan dagang Belanda yang bernama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Selama periode ini arsitektur kolonial Belanda kehilangan orientasinya pada bangunan tradisional di Belanda serta tidak mempunyai suatu orientasi bentuk yang jelas.

2. Tahun 1800-an sampai tahun 1902

Indonesia waktu itu diperintah dengan tujuan untuk memperkuat kedudukan ekonomi negeri Belanda. Oleh sebab itu, Belanda pada abad ke-19 harus memperkuat statusnya sebagai kaum kolonialis dengan membangun gedung-gedung yang berkesan grandeur (megah). Bangunan gedung dengan gaya megah ini mengadopsi gaya arsitektur neo-klasik yang sebenarnya berlainan dengan gaya arsitektur nasional Belanda waktu itu.

3. Tahun 1902-1920-an

Secara umum, ciri dan karakter arsitektur kolonial di Indonesia pada tahun 1920 sampai tahun 1920-an : 1. Menggunakan Gevel (gable) pada tampak bangunan 2. Bentuk Gable sangat bervariasi. 3. Penggunaan tower pada bangunan 4. Tower pada mulanya dinggunakan pada bangguna Gereja kemudia diambil alih oleh banguna umum dan menjadi mode pada arsitektur kolinial Belanda pada abad ke 20. 5. Bentuknya bermacam-macam, ada yang bulat, segiempat ramping dang

ada yang dikombinasikan dengan gevel depan. 6. Penggunaa dormer pada bangunan. 7. Penyesuaian pada bangunan terhadap iklim tropis basah :

a. Vetilasi yang lebar dan tinggi

b. Membuat Galeri atau serambi sepanjang bangunan sebagai antisipasi dari hujan dan sinar matahari.

4. Tahun 1920 sampai tahun 1940-an

Pada tahun ini muncul gerakan pembaruan dalam arsitektur, baik nasional maupun internasional di Belanda yang kemudian memengaruhi arsitektur kolonial di Indonesia. Hanya saja arsitektur baru tersebut kadang-kadang diikuti secara langsung, tetapi kadang-kadang juga muncul gaya yang disebut sebagai

ekletisisme (gaya campuran).

2.3.2 Karakter Elemen Fasad Bangunan Kolonial

Handinoto (1996) dalam Novi, dkk. (2012) menjelaskan bahwa pada bangunan kolonial Belanda terdapat karakter yang mempengaruhi tampilan fasad. Karakter tersebut dapat dilihat dari beberapa elemen-elemen yang biasa digunakan sebagai pendukung fasad, antara lain :

1. Gabel/Gavel (Ornamen Pada Atap)

Gavel adalah bagian berbentuk segitiga dari bagian akhir dinding atap dengan penutup atap yang melereng. Gavel terletak pada bagian depan atau tampak bangunan, memiliki bentuk segitiga atau yang mengikuti bentuk dari atap bangunan itu sendiri (dalam Hadinoto, 1996).

Gambar 2.1 Gavel Pada Bangunan Lonsum Medan Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015

Gambar 2.2. Variasi Bentuk Gevel Sumber : http://iketsa.wordpress.com/

2. Tower/Menara

Tower adalah bangunana berstruktur tinggi, dapat berdiri sendiri maupun menjadi bagian dari bangunan dengan penerangan dan peralatan internal seperti tangga, dan atap yang jelas (dalam Hadinoto, 1996). Di Indonesia biasanya membuat tower yang ujungnya diberi atap menjadi mode pada arsitektur kolonial Belanda pada awal abad ke-20. Hadinoto (1996) menjelaskan tower/menara

memiliki bentuk yang sangat beragam, mulai dari bentuk kotak segi empat, segi enam, bulat, hingga bentuk-bentuk geometris lainnya, dan beberapa di antara memadukanya dengan gevel/depan. Tower/menara biasanya berfungsi sebagai penanda pintu masuk bagian depan bangunan.

Gambar 2.3 Tower/Menara Pada Bangunan Kolonial Di Medan (Kantor Pengadilan Negeri Medan)

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015

3. Nok Acroteire/Hiasan Puncak Atap

Hiasan puncak atap biasanya digunakan pada rumah-rumah para petani di Belanda. Pada awalnya di Negara Belanda hiasan puncak atap menggunakan alang-alang, namun didaerah Hindia Belanda hiasan ini dibuat menggunakan semen.

4. Dormer/Cerobong Asap Semu

Dormer adalah jendela atau bukaan lain yang terletak pada atap yang melereng dan memiliki atap tersendiri. Bingkai dormer biasanya diletakkan vertikal diatas gording pada atap utama. Memiliki fungsi untuk penghawaan dan pencahayaan pada bangunan. Memiliki bnetuk yang menjulang tinggi keatas, dormer di Negara aslinya, Belanda, biasanya digunakan sebagai ruang atau cerobong asap perapian.

Gambar 2.4 Dormer Bangunan Kolonial Di Medan ( Kantor Pengadilan Negeri Medan )

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015

Gambar 2.5. Bentuk Dormer Sumber : http://iketsa.wordpress.com/

5. Windwijer/Penunjuk Angin

Berfungsi sebagai penunjuk arah angin, biasanya diletakan di atas nok dan dapat berputar mengikuti arah angin.

6. Ballustrade

Memiliki fungsi sebagai pagar pembatas balkon, ataupun dek bangunan. Biasanya terbuatdari beton cor ataupun dari bahan metal.

Gambar 2.6 Ballustrade Pada Bangunan Kolonial Di Kesawan Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kemunculan bangunan-bangunan baru dengan tampilan visual yang cenderung tampil beda dipengaruhi oleh tingginya hasrat untuk memunculkan desain yang modern, yang mampu membuat orang-orang berdecak kagum karena estetika visualnya. Krier (2001 : 122) dalam Antariksa, mengemukakan bahwa fasad dari sebuah bangunan merupakan elemen arsitektur terpenting yang mampu menunjukkan karakter dan fungsi bangunan.

Maraknya pembangunan bangunan-bangunan baru dengan konsep modern dapat mempengaruhi ciri dan karakter dari sebuah kawasan terutama karakter visual fasad yang mencerminkan sejarah dan kebudayaan suatu daerah atau kawasan yang sudah memiliki image atau citra tertentu. Keberadaan bangunan-bangunan baru ini dapat mempertahankan atau bahkan memperkuat karakter kawasan dan mungkin juga dapat merusak atau bahkan menghilangkan karakter kawasan tersebut. Desain yang bersifat harmoni dapat memperkuat karakter kawasan dan bangunan dengan desain yang kontras dapat merusak citra kawasan tersebut.

Gedung Kantor Harian Analisa dan Hotel Kesawan merupakan contoh bangunan baru dengan desain modern yang berada di kawasan Kesawan Medan. Kedua bangunan ini berada di salah satu kawasan bersejarah di Kota Medan, yang memiliki karakter tersendiri sebagai peninggalan masa kolonial Belanda. Secara

visual, kawasan yang khas dengan gaya arsitektur kolonial ini memberikan suasana tersendiri yang tidak ditemukan ditempat lain. Karakter visual bangunan-bangunan dikawasan ini memiliki keterkaitan (lingkage) yang menceritakan kebudayaan, sejarah dan aktifitas disekitar kawasan.

Kontekstual dari elemen fasad bangunan dapat menjaga ciri dan karakter sebuah bangunan dan mampu memperkuat karakter kawasan. Oleh karena itu, perlu pemahaman lebih dalam tentang kontekstual desain arsitektur sebagai suatu intervensi pada lingkungan fisik yang melengkapi dan menjadikan lingkungan sekitar sebagai pedoman dalam perancangannya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan tinjauan tersebut diatas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

a. Apakah desain elemen fasad Gedung Harian Analisa dan Hotel Kesawan memiliki konteks terhadap bangunan eksisting dikawasan

b. Bagaimana kontekstual elemen fasad pada desain kedua bangunan tersebut terhadap bangunan eksisting dikawasan?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tipologi elemen visual bangunan dikawasan Kesawan dan mengkaji bagaiamana penerapan kontekstual elemen fasad bangunan Gedung Harian Analisa dan Hotel Kesawan terhadap bangunan-bangunan lama disekitar kawasan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

a. Bagi penulis, penelitian ini memberikan pemahaman tentang arsitektur kontekstual dalam perancangan dan dapat diterapkan dalam proses desain b. Bagai akademis, penelitian ini dapat menjadi referensi dan bahan literatur

mengenai kontekstual elemen fasad dalam proses perancangan arsitektur terutama untuk bangunan-bangunan baru yang berada dikawasan yang memiliki karakter yang kuat seperti kawasan bersejarah atau kawasan cagar budaya

c. Bagi pemerintah, data dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah rekomendasi dan pertimbangan dalam perencanaan dan perancangan kota, terutama untuk kawasan-kawasan yang memiliki karkater dan nilai sejarah.

1.5 KERANGKA BERFIKIR

Latar Belakang

Kemunculan bangunan-bangunan baru dengan desain yang lebih modern pada kawasan yang memiliki karakteristik yang kuat seperti Gedung Kantor Harian Analisa dan Hotel Kesawan yang berada dikawasan Kesawan yang memiliki nilai sejarah, memberikan pengaruh terhadap citra dan karakter kawasan.

Judul Penelitian

“Kajian Kontekstual Elemen Fasad Pada Desain Bangunan” Gedung Kantor Harian Analisa Dan Hotel Kesawan Medan

Manfaat Penelitian Memberikan pemahaman

dan kesadaran

pentingnya kontekstual elemen fasad bangunan

terhadap lingkungan

sekitar dalam proses

perancangan untuk menjaga dan memperkuat karakter kawasan. Rumusan Masalah Bagaimana penerapan kontekstual elemen fasad pada desain

bangunan Kantor

Harian Analisa dan Hotel Kesawan Tujuan Penelitian Mengkaji dan memahami bagaimana proses penerapan kontekstual dalam pada elemen fasad

sebuah desain

arsitektur

KESIMPULAN

Analisis Data Menganalisa data hasil

survey lapangan dan literatur terkait Pengambilan Data

Observasi langsung : Survey lapangan Studi literatur : Buku & jurnal penelitian sejenis

Teori/ Tinjauan Pustaka Arsitektur Kontekstual Elemen Fasad Bangunan

ABSTRAK

Kontekstual dalam sebuah perancangan arsitektur merupakan sebuah prinsip untuk menjaga keterkaitan, kesinambungan dan hubungan suatu karya arsitektur dengan lingkungan. Kontekstual dalam desain arsitektur juga menjadi sebuah jembatan yang menghubungkan sejarah dan perkembangan arsitektur disuatu tempat atau kawasan. Sebagai tujuan dari penerapan prinsip kontekstual dalam sebuah perancangan arsitektur adalah untuk menjaga ciri dan karakter yang menggambarkan identitas suatu kawasan. Dalam penelitian ini, dilakukan sebuah kajian terhadap fasad bangunan-bangunan baru yang terdapat di suatu kawasan yang memiliki nilai sejarah di Kota Medan yaitu kawasan Kesawan. Fasad merupakan elemen terluar sebuah bangunan yang menjadi wajah bangunan dan memberikan sebuah citra terhadap sebuah kawasan. Kontekstual dalam desain fasad bangunan perlu diperhatikan untuk menjaga citra dari suatukawasan. Kata Kunci : kontekstual, fasad bangunan, Kesawan

ABSTRACT

Contextual an architectural design is a principle to maintain relevance, sustainability and the relationship of a work of architecture with the environment. Contextual architectural design has also become a bridge linking the historical and architectural development in one place or region. For purposes of the application of the principle of contextual in an architectural design is to keep the traits and characteristics that describe the identity of a district. In this research, carried out a study on the facades of new buildings located in an area that has historical value in the Medan city which is Kesawan district. Facade is the outer element of a building that became the face of the building and provide an image for a region. Contextual design of the facade of the building need to be considered to maintain the image of a district.

KAJIAN KONTEKSTUAL ELEMEN FASAD PADA DESAIN

BANGUNAN KANTOR HARIAN ANALISA DAN HOTEL

KESAWAN MEDAN

SKRIPSI OLEH BENFRI Y. MATONDANG 100406085

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016

KAJIAN KONTEKSTUAL ELEMEN FASAD PADA DESAIN

BANGUNAN KANTOR HARIAN ANALISA DAN HOTEL

KESAWAN MEDAN

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

BENFRI Y. MATONDANG 100406085

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016

PERNYATAAN

KAJIAN KONTEKSTUAL ELEMEN FASAD PADA DESAIN BANGUNAN KANTOR HARIAN ANALISA DAN HOTEL KESAWAN MEDAN

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2016

Judul Skripsi : Kajian Kontekstual Elemen Fasad Pada Desain Bangunan Kantor Harian Analisa Dan Hotel Kesawan Medan

Nama Mahasiswa : Benfri Y. Matondang Nomor Pokok : 100406085

Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

Ir. Samsul Bahri, M.T (NIP. 1965 0318 1995 011001)

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,

Dr. Wahyu Utami, S.T., M.T (NIP. 1975 0608 2000 122002)

Ir. N. Vinky Rahman, M.T (NIP. 1966 0622 1997 021001)

Telah diuji pada

Tanggal : 08 Januari 2016

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Dr. Wahyu Utami, S.T., M.T Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Samsul Bahri, M.T

Dokumen terkait