• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KONSEP TEORITIS PERJANJAIN KREDIT DAN HUBUNGANNYA

D. Kajian tentang kredit macet

Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Sampai saat ini pendapatan bunga sebagai hasil dari pemberian kredit, masih merupakan kontribusi terbesar pada pendapatan bank secara keseluruhan, baik bank-bank di Indonesia maupun kebanyakan bank-bank-bank-bank di dunia. Berdasarkan statistik Bank Indonesia bulan Juni 1992, 80% dari total aset perbankan Indonesia adalah berupa kredit yang disalurkan baik kepada sektor perdagangan maupun industri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan utama suatu bank. Di lain pihak, penyaluran kredit mengandung risiko bisnis terbesar dalam dunia perbankan. Oleh karena itu, pengelolaan kredit merupakan kegiatan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap bank.

Dalam paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal dua golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank, karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha bank.

Kredit macet atau problem loan/ Non-Performing Loan (NPL) adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitor.

Seperti yang telah dipaparkan di atas pemberian kredit oleh bank merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, yang juga sebagai aset utama serta sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan dalam menjalankan fungsi dan usahanya menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Disamping menjalankan fungsi pengerahan dana masyarakat, bank juga menjalankan fungsi sebagai lembaga

kredit sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6 huruf B dan Pasal 13 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Dalam kenyataannya, kredit yang diberikan oleh bank sebagaian besar tidak dapat dikembalikan secara utuh oleh nasabah (debitor). Hal ini membawa risiko usaha bagi bank yang bersangkutan, akhirnya menimbulkan kredit-kredit macet (dubieus). Kredit-kredit-kredit macet ini merupakan suatu fenomena sosial bagi dunia perbankan. Karena bankir menghadapi “monster” kredit macet, maka perhatian dan tenaga para bankir lebih banyak dicurahkan terhadap ketidakterlaksanaan suatu perjanjian kredit daripada keterlaksanaannya.96 NPL menjadi indikator dalam menilai kinerja suatu bank. Jika NPL rendah, maka bank tersebut terbilang sehat. Jika NPL tinggi maka risiko yang dipikul oleh bank tersebut tinggi. Jika NPL mereka di atas batas yang sudah diforecast sebelumnya maka bank tersebut bisa dibilang bermasalah. Jika NPL terlalu tinggi di atas batas yang diforecast, keberlangsungan bank tersebut bisa terancam. Itu sebabnya bank senantiasa menjaga agar nilai NPL-nya selalu berada pada angka yang rendah jika ingin terus beroperasi. NPL ini bukan dinilai dari kinerja bank saja, namun terutama dari para debitornya. Hal yang menjadi fokus utama kredit macet seringkali terjadi di kalangan para debitor. Hal ini dapat dihindari apabila debitor memiliki inisiatif untuk mengembalikan dana yang ada sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Kredit macet tidak menjadi masalah jika satu atau dua debitor saja yang tidak disiplin dalam membayar cicilan pinjaman kredit mereka, tapi kalau jumlah pengguna kredit yang banyak dalam waktu yang hampir bersamaan tidak membayar cicilan mereka, maka NPL dari bank tersebut akan naik.97

96

Djoni S. Ghazali, Rachamdi Usaman, Op. Cit., hal. 267 97

Rizki Abadi, Kredit Macet: Pengertian Ilustrasi dan Efek Negatifnya, https://www.cermati.com/artikel/kredit-macet-pengertian-ilustrasi-dan-efek-negatifnya, diakses pada 17.31 WIB tanggal 31 Oktober 2015

BAB IV

KAJIAN HUKUM PELAKSANAAN LELANG TERHADAP HAK

TANGGUNGAN DALAM KREDIT MACET : STUDI PADA PT. BANK SUMUT MEDAN

D. Kriteria Kredit Macet Penyebab Terjadinya Lelang Hak Tanggungan pada PT. Bank Sumut Medan

Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Sampai saat ini pendapatan bunga sebagai hasil dari pemberian kredit, masih merupakan kontribusi terbesar pada pendapatan bank secara keseluruhan, baik bank-bank di Indonesia maupun kebanyakan bank-bank-bank-bank di dunia. Berdasarkan statistik Bank Indonesia bulan Juni 1992, 80% dari total aset perbankan Indonesia adalah berupa kredit yang disalurkan baik kepada sektor perdagangan maupun industri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan utama suatu bank. Di lain pihak, penyaluran kredit mengandung risiko bisnis terbesar dalam dunia perbankan. Oleh karena itu, pengelolaan kredit merupakan kegiatan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap bank.

Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet apabila:

1. Tidak dapat memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan;

2. Dapat memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21 bulan semenjak masa penggolongan kredit diragukan, belum terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan kredit;

3. Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.

Munculnya kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada dasarnya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Terjadinya kredit macet dapat disebabkan baik oleh pihak kreditor (bank) maupun debitor.

Faktor-faktor penyebab yang merupakan kesalahan pihak kreditor adalah:98

a. Keteledoran bank mencermati peraturan pemberian kredit yang telah ditetapkan oleh perusahaan, dalam hal ini pihak analisis kredit kurang teliti dalam beberapa hal seperti memperhatikan keaslian dokumen-dokumen tertentu maupun perhitungan-perhitungan tertentu.

b. Adanya penilaian yang lemah terhadap obyek hak tanggungan yang dijaminkan oleh debitor kepada pihak bank ini dapat diartikan terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan;

c. Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitor atau sektor usaha yang berisiko tinggi;

d. Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman; e. Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf

khususnya pada bagian kredit;

f. Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank, disini maksudnya adalah, pemberian kredit kepada debitor sudah melebihi dari kemampuan bank tersebut seharusnya memberikan kepada si debitor. Misalnya

98

Hasil wawancara dengan Pegawai Divisi Kredit PT. Bank Sumut Medan Bapak Aria Putra, Tanggal 11 September 2015

debitor dalam hal ini hanya memiliki tiga aset dengan harga 200 namun bank memberikan pinjaman dengan harga yang sama dengan aset yang dijaminkan.

g. Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash flow) debitor lama;

h. Tidak mampu bersaing, sehingga terpaksa menerima debitor yang kurang bermutu; Sedang faktor-faktor penyebab kredit macet yang disebabkan oleh kesalahan pihak debitor antara lain:99

1) Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi. Hal ini jelas akan mempengaruhi keterlambatan pembayaran kredit debitor kepada pihak bank.

2) Adanya kesalahan dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani. Pengelolaan suatu usaha haruslah melalui managemen usaha yang baik, sehingga apabila terjadi kesalahan sediki dalam suatu usaha yang tidak segera ditangani dengan baik, akan dapat berdampak pada kondisi keuangan dari perusahaan. Sama halnya dengan pengalaman dalam menjalankan usaha dan mengatasi permasalahan usaha yang timbu, apabila tidak ditangani dengan managemen usaha yang baik dan pengalaman atau pengalaman yang mumpuni dibidangnya,tentu saja akibat buruknya adalah pada kondisi keuangan debitor, sehingga kredit debitor kepada kreditor juga akan terkena dampak negatifnya.

3) Masalah keluarga seperti perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitor.

99

4) Kegagalan debitor pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain (debitor bangkrut). Setiap debitor yang menjalankan bisnis tentu saja memiliki risiko mulai dari risiko kerugian sampai risiko gulung tikar atau bangkrut. Kebangkrutan debitor jelas akan sangat berdampak pada kredit debitor kepada pihak bank.

5) Kesulitan penjualan barang dagang/bisnis debitor atau penjualannya membutuhkan waktu yang lama, misalnya debitor adalah seorang pengusaha property di daerah pedalaman, penjualan property milik debitor tersebut tentu akan menemui kesulitan penjualan yang dapat mempengaruhi macet atau tidaknya kredit debitor kepada pihak bank.

6) Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitor yakni berupa musibah, misalnya perang, kecelakaan dan bencana alam

7) Keburukan sifat debitor atau perubahan prilaku debitor. Dalam hal ini adanya penyalahgunaan pemberian kredit yang diberikan oleh pihak bank pada debitor. Misalnya dalam perjanjian, debitor telah mencantumkan bahwa kredit yang debitor dapatkan adalah untuk usaha property, tapi kenyataannya adalah untuk dipakai secara pribadi (konsumsi pribadi).

Bank Indonesia (BI) sendiri dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia 7/2/PBI/2005 masing-masing pasal 12 ayat (3) tentang penilaian kualitas aktiva produktif, sudah membagi peringkat kredit, yakni :

(a) Lancar, yaitu kredit yang pembayarannya lancar/tepat waktu, artinya segala kewajiban (bunga dan angsuran utang pokok) diselesaikan oleh nasabah secara baik. (b) Dalam perhatian khusus, yaitu terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga

kurang dari 90 hari.

(c) Kurang lancar, yaitu terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah 90 hari sampai 180 hari.

(d) Diragukan, yaitu terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah kurang 180 hari sampai dengan 270 hari.

(e) Macet, yaitu terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 sampai 270 hari.

Sehingga, kritera ideal untuk menentukan apakah suatu kredit sudah dalam keadaan macet adalah kredit yang tunggakan pembayarannya sudah melampaui 180 hari hingga menuju 270 hari tunggakan

PT. Bank Sumut Medan sebelum memberikan kredit kepada debitor tentu akan menyiapkan berbagai dokumen yang diperlukan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko terjadinya kredit macet dan akibat hukum lainnya yang timbul akibat adanya kredit macet tersebut. Dokumen-dokumen tersebut adalah :100

1.1Perjanjian kredit;

1.2Dokumen bukti kepemilikan agunan; 1.3Buku rekening Bank Sumut;

1.4Dokumen legalitas usaha dan perizinan sesuai dengan usaha yang dijalankan (jika pinjaman untuk menjalankan usaha);

1.5Study kelayakan proyek untuk kredit di atas 5 milyar (laporan keuangan audit dari konsultan indipenden);

1.6Dokumen pendukung untuk pembuatan kredit debitor, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Akta Kawin (jika ada), Akta Cerai (jika ada), Perjanjian kawin pisah harta (jika ada), Penetapan pengadilan bagi yang masih dibawah umur (jika ada).

100

E. Prosedur Pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan oleh PT. Bank Sumut Medan

Pada prakteknya, prosedur pelelangan yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut adalah dengan bekerjasama KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang). Adapun beberapa alasan mengapa PT. Bank Sumut lebih memilih menggunakan lelang melaui KPKNL adalah karena dianggap lebih aman dan dapat melaksanakan semua jenis lelang sesuai yang disebutkan di dalam Pasal 8 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010.101

Pasal 30 Keputusan Menteri Keuangan No.102/PMK.02/2008 tentang organisasi dan tata kerja instansi vertikal dilingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, menyatakan bahwasanya tugas pokok KPKNL adalah melaksanakan pelayanan di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara dan lelang. Adapun teknis pelaksanaan lelang yang dilakukan KPKNL diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 /PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010 menegaskan bahwasanya lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan. Artinya lelang yang dilakukan KPKNL memilki kekuatan hukum yang tetap terkecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Dalam Pasal 4 ditegaskan pula, bahwasanya lelang tetap dilaksanakan walaupun hanya diikuti oleh 1 (satu) orang peserta lelang dan jika dalam hal tidak ada peserta lelang, lelang tetap dilaksanakan dan dibuatkan Risalah Lelang Tidak Ada Penawaran. Artinya dari segi kepraktisan waktu, lelang yang dilakukan KPKNL lebih praktis dan cepat dibandingkan lelang yang dilakukan Balai Lelang Swasta.

Adapun proses/tahapan lelang yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Medan adalah :102 101 Ibid., 102 Ibid.,

1. Pihak bank sumut memberikan somasi/ surat peringatan.

Pemberian somasi ini dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali. Dalam melakukan proses somasi ini, pihak bank juga bisa melakukan kunjungan atau penagihan secara langsung kepada debitor. Bila debitor koperatif, maka pihak bank dapat melakukan upaya-upaya musyawarah atau damai. Apabila debitor tidak koperatif dan terkesan lari dari tanggung jawabnya sebagai debitor, maka pihak bank dapat melakukan upaya hukum (legal action).

2. Apabila somasi tidak ditanggapi hingga somasi ke-3 (tiga) maka pihak bank akan mulai melakukan proses pengecekan dokumen perjanjian kredit hingga dokumen objek hak tanggungan yang dijaminkan.

3. Pihak bank akan mengirimkan surat permohonan lelang kepada KPKNL secara tertulis;

4. KPKNL akan menirimkan surat balasan kepada pihak bank yang berisi : a. Jadwal lelang;

b. Tempat pelaksanaan lelang;

c. Hal-hal yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan lelang;

5. Pihak bank, sebagai pihak penjual melakukan pengumuman lelang dan bukti pengumuman lelang tersebut harus diserahkan pada KPKNL atau Pejabat Lelang. Pengumuman lelang melalui surat kabar harian yang terbit di kabupaten atau kota. PT. Bank Sumut sendiri, selain menggunakan sarana konvensional (melalui media cetak), juga sudah menggunakan media elektronik sebagai media pengumuman pelaksanaan lelang melalui website resmi PT. Bank Sumut. Dalam pengumuman tersebut, pihak bank (penjual) harus mencantumkan dengan jelas identitas penjual, waktu dan tempat pelaksanaan lelang, jenis dan jumlah, lokasi

objek hak tanggungan. Selain melakukan pengumuman, pihak bank sumut juga diwajibkan untuk :

a. Memberikan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) kepada pejabat lelang;

b. Penetapan harga limit lelang;

c. Dan berbagai lampiran yang telah ditetapkan;

6. Memberitahukan kepada debitor untuk mengosongkan objek lelang hak tanggungan.

7. Setelah seluruh proses terpenuhi, barulah lelang terhadap hak tanggungan dapat dilakukan oleh KPKNL.

8. Setelah proses lelang selesai, pihak bank membuat surat pernyataan bahwa objek lelang hak tanggungan bebas dari sengketa serta menyatakan pemenang lelang dan KPKNL bebas dari segala tuntutan yang timbul akibat pelelangan atas objek hak tanggungan.

9. Setelah itu, pihak bank akan membuat surat permohon transfer hasil lelang kepada KPKNL;

F. Perlindungan Hukum bagi Pemenang Lelang pada PT. Bank Sumut Medan

Perlindungan hukum terhadap pembeli lelang berarti adanya kepastian hukum bagi pembeli lelang atas barang yang dibelinya melalui lelang, memperoleh barang dan hak kebendaan atas barang (terutama yang berkaitan dengan penjualan barang jaminan hasil sita eksekusi) yang dibelinya dan apabila terjadi gugatan, seharusnya pembeli lelang tidak ikut dihukum. Dalam hal terjadinya gugatan terhadap penjualan atau pengalihan kepemilikan dari pihak manapun juga, penjual seharusnya bertanggung jawab sepenuhnya atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari terjualnya barang dan tidak mengakibatkan batalnya jual beli melalui lelang. Hal ini adalah wajar mengingat

pembeli itu membeli lelang dari pemerintah atau yang disaksikan oleh pemerintah. Jika berbicara perlindungan hukum bagi pemenang lelang, maka dalam hal ini PT. Bank Sumut telah menyiapkan surat pernyataan yang menyataan bahwa pemenang lelang dan KPKNL bebas dari tuntutan apapun mulai dari saat barang terjual maupun tuntutan yang akan timbul dikemudian hari, disini pihak bank sumut akan bertanggung jawab atas segala tuntutan baik perdata maupun pidana yang timbul akibat pelelangan objek hak tanggungan, selain itu perlindungan terhadap pemenang lelang juga dapat dikaitkan dengan risalah lelang. 103

Seperti yang diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Akta Risalah Lelang menjadi akta authentik yaitu apabila:

1. Dibuat oleh pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah. 2. Bentuk aktanya telah ditentukan dalam undang-undang. 3. Setiap pejabat lelang mempunyai wilayah kerja tertentu.

Melihat pengertian dan ciri-ciri akta authentik serta wewenang pejabat umum dalam membuat sebuah akta authentik serat proses lelang secara berurutan, dalam penerapannya juga dilakukan dalam Akta Risalah Lelang, maka dari itu dalam hal ini terdapat ciri-ciri tersendiri dalam sebuah Akta Risalah Lelang yaitu:104

a. Setiap Risalah Lelang harus ditandatangani Pejabat Lelang dan para pihak. b. Isi Risalah Lelang merupakan suatu perikatan atau peristiwa penjualan di muka

umum.

c. Risalah lelang dibuat sebagai alat bukti. Pasal 165 HIR/ Pasal 285 RBG. Dalam pembuatan Akta Risalah Lelang pasti juga melibatkan seorang pejabat

103

Ibid., 104

Vara Gusty Yon Surya, Iswi Hariyani, Firman Floranta Adonara, “Kajian Hukum Kekuatan Akta Rialah Lelang Dalam Perkara Perdata”. Jurnal Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa Universitas Jember (UNEJ), (2014), hal. 5

umum yang berwenang, dalam hal ini yaitu pejabat lelang yang membuat akta risalah lelang. Mengenai pejabat lelang tersebut harus berwenang:

1. Sepanjang akta yang dibuat adalah akta risalah lelang;

2. Sepanjang akta risalah lelang dibuat dalam wilayah kerjanya; 3. Sepanjang pejabat lelang menjabat sebagai pejabat lelang;

4. Pejabat lelang hanya berwenang membuat akta risalah lelang bagi pengguna jasa lelang.

Oleh karena pembuatan akta authentik termasuk pembuatan risalah lelang, kemudian dibacakan dan diberikan kesempatan kepada para pihak untuk menanyakan apa-apa yang belum jelas sebelum akta tersebut ditandatangani. Dalam hal ini akta risalah lelang pada dasarnya dikatakan sebagai akta authentik apabila dalam penjualan lelang terjadi transaksi jual beli karena barang laku terjual. Apabila tidak laku, maka akta risalah lelang merupakan berita acara lelang sesuai dengan Pasal 35 Vendu Reglement yaitu berita acara tanpa ada penawaran.105

Berdasarkan Pasal 164 HIR yang disebut bukti adalah surat, keterangan saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah.Selain itu yang termasuk alat bukti berdasarkan Pasal 5 UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Akan tetapi bukti yang terutama adalah bukti tertulis, yaitu akta sebagai bukti tertulis diatur dalam Pasal 1867 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang bunyinya sebagai berikut:

“Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan authentik maupun dengan tulisan di bawah tangan”.

105

Unsur-unsur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata apabila diterapkan dalam risalah lelang maka terdapat pembuktian bahwa risalah lelang merupakan akta authentik, yaitu:

(a) Risalah lelang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang (Pasal 37, 38, 39, Vendu Reglement/Peraturan Lelang);

(b) Pembuatan risalah Lelang dilakukan dihadapan atau oleh pejabat lelang; (c) Pejabat lelang yang membuat akta risalah lelang memiliki wewenang.

Tentang ketentuan dari akta authentik sebagai alat pembuktian terdapat pada hukum pembuktian (bewijsrecht) yang diatur dalam buku IV Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa alat bukti tertulis khususnya akta authentik dan apa syarat-syaratnya melihat pada Pasal 1869 dan 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1869 Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyatakan:

“Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai dimaksud di atas atau karena suatu cacat dalam bentuknya tidak dapat diperlakukan sebagai akta authentik akan tetapi mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan jika akta itu ditandatangani para pihak”.

Berdasarkan Pasal 1869 Kitab Undang Undang Hukum Perdata di atas, ketika suatu akta authentik yang dibuat oleh pejabat umum yang tidak berwenang untuk itu maka akta tersebut tidak lagi mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta authentik yaitu kekuatan pembuktian sempurna melainkan hanya mempunyai kekuatan pembuktian di bawah tangan.

Dalam hal ini pejabat umum yang berwenang adalah termasuk yang disebutkan dalam Peraturan Menteri 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 158/PMK.06/2013

tantang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 174/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas I, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 159/PMK.06/2013 tentangnPerubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Mengacu pada hasil pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diuraikan beberapa kesimpulan dari berbagai pemaparan materi yang telah dilakukan. Adapun kesimpulan tersebut adalah :

1. Kriteria suatu kredit macet yakni memenuhi kriteria dimana pembayaran telah mencapai tunggakan selama lebih dari 180 hari mendekati 270 hari, sehingga dapatlah dikatakan kredit tersebut telah dalam keadaan macet. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan suatu kredit tergolong macet yakni adalah dapat disebabkan dari faktor debitor maupun kreditor itu sendiri. Oleh karena itu, untuk menghindari berbagai macam kemungkinan terjadinya kredit macet, maka pihak PT. Bank Sumut Medan akan melakukan beberapa hal diantaranya memeriksa berbagai dokumen milik debitor termasuk surat kepemilikan atas tanah yang menjadi jaminan hak tanggungan.

Dokumen terkait