• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Hukum Pelaksanaan Lelang Terhadap Hak Tanggungan Dalam Kredit Macet : Studi Pada PT. Bank Sumut Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Hukum Pelaksanaan Lelang Terhadap Hak Tanggungan Dalam Kredit Macet : Studi Pada PT. Bank Sumut Medan"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU :

Aman, Edy Putra Tje. 1989. Kredit Perbankan: Suatu tinjauan Yuridis. Liberty. Yogyakarta

Badrulzaman, Mariam Darus. 1991. Perjanjian Kredit Bank. Alumni. Bandung

Bahsan, M. 2007. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Raja Grafindo Persada. Jakarata

Black, Campbell Henry. 1990. Black’s Laws Dictionary with Pronunciations. Six Edition. West Publising Co

Djumhana, Muhammad. 2012. Hukum Perbankan di Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung

Fuady, Munir. 2012. Pengantar Hukum Bisnis. Citra Aditya Bakti. Bandung

_____,______. 1996. Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek Buku I. Citra Aditya Bakti. Bandung

Gandaprawira. D, 1992. Perkembangan Hukum Perkreditan Nasional dan Internasional. Badan Pembinaan Hukum Nasional. Jakarta

Gazali, Djoni S dan Rachamadi Usman. 2010. Hukum Perbankan. Sinar Grafika. Jakarta

Harahap, M. Yahya. 1995. Ruang lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata Edisi Kesatu. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

, . 1986. Segi-segi Hukum Perjanjian. Alumni. Bandung

Hartanto, J. Andi. 2015. Hukum Jaminan dan Kepailitan. LaksBang Justisia. Surabaya HS, Salim. 2014. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Raja Grafindo Persada.

Jakarta

Ibrahim, Johannes. 2004. Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positip. Utomo. Bandung

Kasmir. 2012. Dasar-dasar Perbankan. Raja Grafindo Persada. Jakarta

______. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Edisi Baru). Raja Grafindo Persada. Jakarta

(2)

Mantayborbir, S. dan Iman Jauhari. Hukum Lelang di Negara Indonesia. Pustaka Bangsa Press. Jakarta

Marzuki, Peter Mahmud. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta. Kencana Prenada Media Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. 2005. Hak Tanggungan. Prenanda Media.

Jakarta

_______,_________________________. 2002. Perikatan Pada Umumnya. RajaGrafindo Persada. Jakarta

Panggabean, P. Henry. Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden) Sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan Perjanjian (Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda), Edisi Kedua. Liberty. Yogyakarta

Patrik, Purwahid. 2008. dan Kashadi. Hukum Jaminan Edisi Revisi dengan UUHT. Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro

Poesoko, Herowati. 2003. Hukum Parate Executie Obyek Hak Tanggungan. Aswaja Pressindo. Yogyakarta

________,________. 2012. Dinamika Hukum Parete executie Objek Hak Tanggungan. Aswaja Pressindo. Yogyakarta

________,________. 2007. Parete Eksekusi Objek Hak Tanggungan. Laksbang Pressindo. Jogjakarta

Rasjidi, Lili dan Ira Tania Rasjidi. 2002. Pengantar Filsafat Hukum. Penerbit CV. Mandar Maju. Bandung

Satrio, J. 1998. Hukum Jaminan Hak Kebendaan. Hak Tanggungan. Citra Aditya Bhakti. Bandung

Sianturi, Purnama Tionia. 2013. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang. Mandar Maju. Bandung

Sjahdeni, Sutan Remy. 1999. Hak Tanggungan. Azaz-azaz. Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan. Alumni. Bandung

Soekonto, Soejono. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press

Soekonto, Soejono dan Mamudji. 2009. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta. RajaGrafindo Persada

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. 2007. Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan. Liberty offset Yogyakarta. Yogyakatra

(3)

Subekti, R. 2001. Pokok-pokok Hukum Perdata. Intermasa. Jakarta _______,__. 1997. Hukum Perjanjian. Intermassa. Jakarta

Sutedi, Adrian. 2012. Hukum Hak Tanggungan. Sinar Grafika. Jakarta

Sunggono, Bambang. 2013. Metodologi Penelitian Hukum. Rajawali pers. Jakarta Sutarno. 2005. Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank Cetakan ke-3.Alfabeta.

Bandung

Usman, Rachmadi. 2011. Hukum Kebendaan. Sinar Grafika. Jakarta

B. PERUNDANG-UDANGAN :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 93/PMK.06/2010 tentang

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 158/PMK.06/2013 tantang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 174/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas I

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 159/PMK.06/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II

(4)

Ferdianto, Marinda Prahadi. Perbuatan Melanggar Hukum atau Wanprestasi. Hukumonline.com;

Harsono, Budi. 1996. Konpensasi Pemikiran tentang Undang-Undang Hak Tanggungan. Hasil Seminar. Bandung

Rahmah, Miftahul. 2014. Aspek Hukum Pelaksanaan Pelelangan Barang Tidak Bergerak Terhadap Jaminan Kredit (Studi pada PT. Bank Central Asia, TBK Cabang

Lhokseumawe). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan

Sianturi, Purnama.T.2002. Tanggung Jawab Kantor Lelang Negara, Penjual, Pembeli dan Balai Lelang Dalam Penjualan Aset Bada Penyehatan Perbankan Nasional (Studi Kasus di Kantor Lelang Negara Medan Kurun Waktu 1999-2000)., Tesis, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan

Sutarjo, Sutarjo. 1995. Pelelangan Dalam Rangka Eksekusi Oleh Pengadilan Negeri Dan PUPN, Serta Aspek-Aspek Hukum Yang Timbul Dalam Praktek. Makalah Penyuluhan Lelang, Medan

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Lelang, Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, Biro Hukum-Sekretariat Jenderal, Jakarta, 18 Februari 2005

(5)

BAB III

KONSEP TEORITIS PERJANJAIN KREDIT DAN HUBUNGANNYA DENGAN

KREDIT MACET

A. Pengertian Perjanjian Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa Latin creditus yang merupakan bentuk past participle dari kata credere, credo atau creditum, yang berarti to trust atau faith. Kata trust itu sendiri berarti “kepercayaan”.72 Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditor dalam hubungan perkreditan dengan debitor mempunyai kepercayaan, bahwa debitor dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit yang bersangkutan.73

Ditengah-tengah masyarakat umum istilah kredit sudah tidak asing lagi dan bahkan dapat dikatakan populer (merakyat), sehingga dalam bahasa sehari-hari sudah dicampurbaurkan begitu saja dengan istilah utang. Bahkan dalam dunia pendidikan dengan sistem kredit semester yang baru, istilah kredit sudah memiliki konotasi khusus tersendiri dibandingkan asalnya.74 Dalam bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang dengan membayar cicilan atau angsuran dikemudian hari atau memperoleh pinjaman uang yang pembayarannya dilakukan dikemudian hari dengan cicilan atau angsuran sesuai dengan perjanjian. Artinya kredit dapat berbentuk barang atau berbentuk uang. Baik kredit berbentuk barang maupun kredit berbentuk uang dalam hal pembayaran dengan metode angsuran atau cicilan tertentu.75

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kredit antara lain diartikan : 1. Pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur;

72

Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek Buku I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 5

73

D. Gandaprawira, Perkembangan Hukum Perkreditan Nasional dan Internasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1992, hal. 1

74 Ibid., 75

(6)

2. Pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain; Secara yuridis Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menggunakan dua istilah berbeda, namun mengandung makna yang sama untuk pengertian kredit. Kedua istilah itu, yaitu pertama kata “kredit”, istilah yang digunakan dalam bank konvensional dalam menjalankan kegiatan usahanya, dan kedua kata “pembiayaan” berdasarkan prinsip syariah, istilah yang digunakan pada bank syariah. Penggunaan kedua istilah tersebut tergantung kepada kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Istilah kredit banyak dipakai dalam sistem perbankan konvensional berbasis pasar bunga (interest based), sedangkan dalam hukum perbankan syariah lebih dikenal dengan istilah pembiayaan (financing) yang berbasis pada keuntungan riil yang diinginkan (margin) ataupun bagi hasil (profit sharing)

Pengertian kredit disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yaitu :

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Setelah membahas mengenai pengertian kredit, perlu juga dibahas mengenai apa itu pengertian perjanjian agar dapat dipahami secara jelas apakah sebenarnya yang dimaksud dengan “perjanjian kredit”. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah :

(7)

Perjanjian sendiri berbeda pengertiannya dengan perikatan. Perikatan sebagai terjemahan dari “verbintenis”, ysng merupakan pengambilalihan dari kata “obligation” dalam Code Civil Prancis.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan, definisi maupun arti istilah “perikatan”. Diawali dengan ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata yang menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang”, ditegaskan bahwa setiap kewajiban perdata dapat terjadi karena dikhendaki oleh pihak-pihak yang terkait dalam perikatan yang secara sengaja dibuat oleh mereka, ataupun karena ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian berarti perikatan adalah hubungan hukum antara dua atau lebih orang (pihak) dalam bidang/lapangan harta kekayaan, yang melahirkan kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum tersebut.76

Dari rumusan yang diberikan di atas dapat diketahui bahwa suatu perikatan, sekurangnya membawa serta di dalamnya empat unsur, yaitu77

a. Bahwa perikatan itu adalah suatu hubungan hukum; :

b. Hubungan hukum tersebut melibatkan dua atau lebih dua orang (pihak);

c. Hubungan hukum tersebut adalah hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan;

d. Hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban pada salah satu pihak dalam perikatan;

Dari pengertian perikatan di atas, dapatlah diketahui bahwa perikatan adalah bagian dari perjanjian. Perikatan dapat lahir dan tercipta dengan adanya perjanjian dan juga karena undang-undang itu sendiri.

76

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 17

(8)

Menurut M. Yahya Harahap, “perjanjian mengandung pengertian, suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak yang lain untuk menunaikan prestasi”.78

Menurut Pasal 1320 KUHPerdata untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, antara lain :

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2) Cakap untuk membuat perjanjian;

3) Mengenai sesuatu hal tertentu; 4) Suatu sebab yang halal;

Syarat sepakat dan cakap bagi sahnya perjanjian, disebut sebagai syarat subyektif karena menyangkut orang atau pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian. Sedangkan mengenai suatu hal tertentu dan sebab yang halal disebut sebagai syarat obyektif karena menyangkut obyek yang diperjanjikan oleh subyek-subyek yang membuat perjanjian.

Suatu syarat subyektif apabila tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dimintakan pembatalan (canceling)oleh salah satu pihak. Apabila syarat obyektif tidak terpenuhi perjanjian batal demi hukum (null and avoid).79

Terkait dengan masalah perjanjian maka tidak terlepas dari prestasi, prestasi adalah sesuatu yang dapat dituntut, jadi dalam suatu perjanjian salah satu pihak (kreditor/berpiutang) menuntut prestasi pada pihak lainnya (debitor/berhutang). Menurut Pasal 1234 KUHPerdata prestasi terbagi dalam tiga macam80

(a) Prestasi untuk menyerahkan sesuatu (prestasi ini terdapat dalam Pasal 1237 KUHPerdata);

:

78

M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 6 79

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermassa, Jakarta, 1979, hal. 21 80

(9)

(b) Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu (prestasi ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPerdata);

(c) Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat sesuatu (prestasi ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPerdata)

Apabila seseorang telah ditetapkan prestasinya sesuai dengan perjanjian yang dibuat, maka kewajiban pihak tersebut untuk melaksanakan atau melaksanakannya. Dan apabila seseorang yang telah ditetapkan prestasinya sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat tapi tidak melaksanakan atau memenuhi prestasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka orang itu dapat disebut telah melakukan wanprestasi, atau apabila debitor tidak melaksanakan kewajibannya maka ia telah dikatakan wanprestasi. Kata wanprestasi dalam bahasa Indonesia berarti lalai, alpa atau ingkar janji. Wanprestasi dapat berupa :

1.1Tidak melaksanakan apa yang dijanjikan;

1.2Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana mestinya; 1.3Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat;

1.4Melakukan sesuatu hal yang menurut perjanjian itu dilarang;

Dari pengertian perjanjian di atas, dapatlah dinyatakan bahwa perjanjian kredit adalah hubungan antara kreditor dengan debitor yang obyeknya adalah penyediaan uang untuk kemudian dilakukan penagihan dengan syarat-syarat tertentu dan jaminan-jaminan tertentu, dengan kata lain perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam (uang) yang dilakukan oleh kreditor kepada debitor.

(10)

oleh dua undang-undang di atas tetap tunduk pada peraturan yang ada di dalam KUHPerdata, contohnya adalah syarat-syarat sahnya suatu perjanjian kredit, harus tetap mengacu pada Pasal 1320 KUHPerdata. Selain itu, perjanjian kredit bank juga berdasarkan pada asas konsensualisme, artinya mengikat setelah ada kesepakatan dari pihak yang melakukan perjanjian. Dengan demikian perjanjian kredit ini tetap tunduk pada KUHPerdata khusunya pada Buku III KUHPerdata.

Volmar mengemukakan bahwa undang-undang membedakan perjanjian menjadi dua, yaitu perjanjian bernama tertentu dan perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang ditentukan undang-undang secara khusus, terdapat antara lain dalam Bab V sampai Bab XVIII Buku III KUHPerdata. Menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjiajn kredit bank di Indonesia termasuk perjanjian bernama.

Meskipun peraturan perbankan di Indonesia tidak mengharuskan bentuk perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis namun dalam prakteknya tiap perjanjian kredit dibuat dalam bentuk tertulis yang berupa suatu surat akta. Bentuk akta ini dimaksudkan untuk membuktikan adanya perjanjian kredit dan juga kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban antara bank dengan debitornya.

Peraturan perbankan di Indonesia juga tidak ada ketentuan yang mengharuskan perjanjian dibuat dengan akta otentik atau dengan akta di bawah tangan. Dalam prakteknya di Bank Sumut Medan untuk perjanjian yang jumlah piutangnya besar perjanjian kreditnya dibuat dengan akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris (yang sering disebut juga akta notaris).

(11)

kepada pemohon. Kepada pemohon hanya dimintakan pendapatnya apakah dapat menerima syarat-syarat yang tersebut di dalam formulir itu atau tidak. Hal-hal yang kosong (belum diisi) dalam blanko itu adalah hal-hal yang tidak mungkin diisi sebelumnya yaitu antara lain jumlah pinjaman, bunga, tujuan dan jangka waktu kredit.81 Hal di atas menunjukkan bahwa perjanjian kredit di dalam praktek tumbuh sebagai perjanjian standard (standard contract).82

Dari pengertian yuridis kredit sebagaimana disebutkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, diketahui bahwa pemberian kredit oleh bank didasarkan kesepakatan atau perjanjian pinjam-meminjam yang dilakukan antara bank dengan pihak lain nasabah peminjam dana. Perjanjian pinjam-meminjam itu dibuat atas dasar kepercayaan bahwa nasabah peminjam dana dalam tenggang waktu yang telah ditentukan, akan melunasi atau mengembalikan pinjaman uang atau tagihan itu kepada bank disertai pembayaran sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan sebagai imbalan jasanya.83

Apabila ditelusuri pengertian kredit itu lebih lanjut, maka dapat ditemukan unsur-unsur yang terkandung dalam makna perjanjian krredit, yakni84

1. Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan diperjanjikan pada waktu tertentu.

:

2. Waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian dan pelunassan kreditnya, jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati bersama antara para pihak bank dan nasabah peminjam dana.

81

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1991, hal 24 82

Ibid., 83

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 267

(12)

3. Prestassi dan kontraprestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontraprestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan pemberian kredit yang dituangkan dalam perjanjian kredit antara bank dan nasabah peminjam dana, yaitu berupa uang atau tagihan yang diukur dengan uang dan bunga atau imbalan, atau bahkan tanpa imbalan bagi bank syariah.

4. Risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunsan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanpestasi dari nasabah peminjam dana, diadakanlah pengikatan jaminan (agunan).

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian fasilitas kredit menurut Martono adalah sebagai berikut85

a. Kepercayaan

:

Kepercayaan merupakan suatu keyakinan pemberi kredit (bank) bahwa kredit yang diberikan berupa uang atau jasa akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu di masa mendatang.

b. Kesepakatan

Kesepakatan dituangkan dalam suatu perjanjian di mana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masing-masing.

c. Jangka waktu

Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu yang mencakup masa pengembalian kredit yang disepakati.

d. Risiko

Faktor risiko dapat disebabkan oleh dua hal :

85

(13)

1) Faktor kerugian yang diakibatkan adanya unsur kesengajaan nasabah untuk tidak membayar kreditnya padahal mampu.

2) Faktor kerugian yang ditimbulkan oleh unsur ketidaksengajaa nasabah sehingga mereka tidak mampu membayar kreditnya, misalnya akibat terjadi musibah bencana alam.

B. Eksistensi Perjanjian Kredit

1. Prinsip dalam Pemberian Kredit

Bank sudah pasti menginginkan agar kredit yang diberikannya tidak menjadi kredit yang bermasalah dikemudian hari. Oleh karena itu, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap beberapa hal. Penilaian-penilaian ini lazim disebut dengan the five C of credit analysis atau prinsip 5C’s.

Dalam hal ini yang menjadi prinsip 5C tersebut adalah : a. Penilaian watak/kepribadian (character)

Penilaian watak atau kepribadian calon debitor dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitor untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank dikemudian hari. Hal ini dapat diperoleh terutama didasarkan hubungan yang telah terjalin antara bank dan (calon) debitornya atau informasi yang diperoleh dari pihak lain yang mengetahui moral, kepribadian dan perilaku calon debitor dalam kehidupan kesehariannya.

b. Penilaian kemampuan (capacity)

(14)

pinjamannya. Kalau kemampuan bisnisnya kecil, tentu tidak layak diberikan kredit dalam skala besar. Demikian juga trend bisnisnya atau kinerja bisnisnya menurun, maka kredit juga semestinya tidak diberikan.

c. Penilaian terhadap modal (capital)

Bank harus melakukan anlisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akan datang dari debitor sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon debitor dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon debitor yang bersangkutan. Dalam praktik selama ini bank jarang sekali memberikan kredit untuk membiayai seluruh dana yang diperlukan nasabah. Nasabah wajib menyediakan modal sendiri, sedangkan kekurangannya dapat dibiayai oleh kredit bank.

d. Penilaian terhadap agunan (collateral)

Untuk menanggung pembayaran kredit macet dikarenakan debitor wanprestasi, maka calon debitor umumnya wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diberikan kepadanya. Untuk itu sudah seharusnya bank wajib meminta agunan tambahan dengan maksud jika calon debitor tidak dapat melunasi kreditnya, maka agunan tambahan tersebut dapat dicairkan guna menutupi pelunasan atau pengembangan kredit atau pembiayaan yang tersisa. e. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah/debitor (condition of economy)

(15)

penggunaan kredit dan renacana pengembangan kreditnya serta urgensi dari kredir yang diminta calon debitornya.86

Bank dalam memberikan kredit, selain menerapkan prinsip 5C juga menerapkan prinsip lainnya yang dinamakan dengan prinsip 5P, yang terdiri dari :

1) Party (para pihak)

Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap pemberian kredit. Untuk itu pihak pemberi kredit harus memperoleh suatu “kepercayaan” terhadap para pihak, dlam hal ini debitor. Bagaimana karakter, kemampuannya dan sebagainya.

2) Purpose (tujuan)

Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui oleh pihak kreditor. Harus dilihat apakah kredit akan digunakan untuk hal-hal yang positif dan yang benar-benar dapat menaikkan income perusahaan dan harus pula diawasi agar kreditt tersebut benar-benar diperuntukkan untuk tujuan seperti diperjanjikan dalam suatu perjanjian kredit.

3) Payment (Pembayaran)

Harus pula diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari calon debitor cukup tersedia dan cukup aman, sehingga dengan demikian diharapkan bahwa kredit yang akan diluncurkan tersebut dapat dibayar kembali oleh debitor yang bersangkutan. Dalam hal ini harus dilihat dan dianalisis apakah pendapatan tersebut mencukupi untuk membayar kembali kreditnya..

4) Profitability (perolehan laba)

Unsur perolehan laba oleh debitor tidak kurang pula pentingnya dalam suatu pemberian kredit. Untuk itu, kreditor harus berantisipasi apakah laba yang akan

86

(16)

diperoleh oleh perusahaan lebih besar daripada bunga pinjaman dan apakah pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran kembali kredit, cash flow dan sebagainya.

5) Protection (Perlindungan)

Diperlukan suatu perlindungan terhaadap kredit oleh perusahaan debitor. Untuk itu, perlindungan dari kelompok perusahaan atau jaminan dari holding atau jaminan pribadi pemilik perusahaan penting diperhatikan. Terutama untuk berjaga-jaga sekiranya terjadi hal-hal di luar skenario atau di luar prediksi semula.

Selain sejumlah prinsip yang telah disebutkan di atas, bank dalam memberikan kredit juga menggunakan prinsip 3R, yaitu :

(1) Returns (hasil yang diperoleh)

Dalam hal ini ketika kredit telah dimanfaatkan dan dapat diantisipasi olehcalon kreditor. Artinya perolehan tersebut mencukupi untuk membayar kembali kredit beserta bunga, ongkos-ongkos disamping membayar keperluan perusahaan yang lain seperti untuk cash flow, kredit lain jika ada dan sebagainya.

(2) Repayment (pembayaran kembali)

Kemampuan bayar dari pihak debitor tentu saja juga mesti dipertimbangkan, yaitu apakah kemampuan bayar tersebut match dengan schedule pembayaran kembali dari kredit yang akan diberikan bank. Ini juga merupakan hal yang tidak boleh diabaikan.

(3) Risk Bearing Ability (kemampuan menanggung risiko)

(17)

kredit macet. Untuk itu, harus diperhitungkan apakah misalnya jaminan dan/atau asuransi barang atau kredit sudah cukup aman untuk menutupi risiko tersebut. Dalam hal memberikan kredit pada nasabah (debitornya) selain prinsip diatas, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan bank dimana prinsip ini berkaitan dengan debitornya, yakni :

1.1Prinsip macthing

Dalam hal ini harus match antara pinjaman dengan aset perseroan, jangan sekali-sekali memberikan suatu pinjaman berjangka waktu pendek untuk kepentingan pembiayaan/investasi yang berjangka panjang. Karena hal tersebut akan mengakibatkan terjadi mismatch.

1.2Prinsip kesamaan valuta

Maksudnya penggunaan dana yang didapatkan dari suatu kredit sedapat-dapatnya haruslah digunakan untuk membiayai atau investasi dalam mata uang yang sama, sehingga risiko nilai valuta dapat dihindari. Meskipun untuk itu tersedia apa yang diesebut dengan currency hedging.

1.3Prinsip perbandingan antara pinjaman dan modal

(18)

1.4Prinsip perbandingan anatara pinjaman dan aset

Alternatif lain untuk menekan risiko dari suatu pinjaman adalah dengan memperbandingkan antara besarnya pinjaman dengan aset, yang juga dikenal dengan gearing ratio. Biaasanya klasifikasi dari gearing ratio terdiri atas rasio rendah (6-20%), sedang (20-40%) dan tinggi (di atas 40%).87

2 Jenis-Jenis Kredit

Beragamnya jenis usaha, menyebabkan beragam pula kebutuhan akan dana. Kebutuhan dana yang beragam menyebabkan jenis kredit juga menjadi beragam. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dana yang diinginkan nasabah.

Kredit khusunya kredit perbankan terdiri atas beberpa jenis apabila dilihat dari beberapa segi kriteria tertentu. Dalam hal ini macam atau jenis kredit yang ada sekarang juga tidak bisa dipisahkan dari kebijakan perkreditan yang digariskan sesuai dengan tujuan pembangunan.88

Pada dasarnya, kredit yaitu uang bank yang dipinjamkan kepada nasabah dan akan dikembalikan pada waktu tertentu di masa mendatang, dengan disertai kontra prestasi berupa bunga. Tetapi berdasarkan berbagai keperluan usaha serta berbagai unsur ekonomi yang mempengaruhi bidang usaha para nasabah, maka jenis kredit menjadi beragam. Jenis-jenis kredit tersebut adalah :

a. Jenis kredit dilihat dari segi tujuan penggunaan89 1) Kredit konsumtif

Kredit ini digunakan oleh peminjam untuk keperluan konsumsi, artinya uang kredit akan habis dipergunakan atau semua akan terpakai untuk memenuhi kebutuhannya.

87

Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek Buku I , Op. Cit., hal. 27-28 88

Miftahul Rahmah, Op. Cit., hal. 22 89

(19)

2) Kredit produktif

Kredit ini ditujukan untuk keperluan produksi dalam arti luas. Kredit produktif digunakan untuk peningkatan usaha baik usaha-usaha produksi, perdagangan maupun investasi.

b. Jenis Kredit menurut kelembagaannya90 1) Kredit perbankan

Kredit yang diberikan oleh bank milik negara atau swasta kepada masyarakat untuk kegiatan usaha atau konsumsi. Kredit ini diberikan kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan dan atau kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup, baik yang berupa barang atau jasa.

2) Kredit likuiditas

Kredit yang diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank yang ada dan beroperasi di Indonesia, yng selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya. Dasar hukumnya yaitu pasal 10 dan 11 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

3) Kredit pinjaman antar bank

Kredit yang diberikan oleh bank yang kelebihan dana kepada bank yang kekurangan dana

c. Jenis kredit menurut jangka waktu91

1) Kredit jangka pendek (short term loan)

merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.

90

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hal. 424

91

(20)

contohnya untuk peternakan, misalnya kredit peternakan ayam atau jika untuk pertanian misalnya tanaman padi atau palawija.

2) Kredit jangka menengah (medium term loan)

jangka waktu kreditnya berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga tahun dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi. sebagai contoh kredit untuk pertanian seperti jeruk, atau peternakan kambing.

3) Kredit jangka panjang

merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka panjang waktu pengembaliannya di atas 3 tahun atau 5 tahun. biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit atau manufaktur dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.

d. Jenis Kredit menurut jaminannya92

1) Kredit tanpa jaminan atau kredit blanko (unsecured loan)

Pemberian kredit tanpa jaminan materil (agunan fisik), sehingga pemberiannya sangat selektif dan ditujukan kepada nasabah besar yang telah teruji bonafiditas, kejujuran dan ketaatannya baik dalam transaksi perbankan maupun kegiatan usaha yang dijalaninya.

2) Kredit dengan jaminan (secured loan)

Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan yang berupa fisik sebagai jaminan tambahan, misalnya tanah, bangunan, alat-alat produksi dan sebagainya. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Apabila debitor wanprestasi, bank segera dapat menerima pelunasan utangnya melalui cara pelelangan atas agunan.

e. Jenis kredit menurut pemakaiannya93

92

(21)

1) Kredit rekening koran bebas

Yaitu kredit dalam bentuk rekening koran (kredit berdasarkan perhitungan debet dan kredit, dimana bank selalu membukukan pengambilan dan setoran oleh debitor) yang diberikan secara berangsur-angsur dimana rekening korannya telah diisi menurut besarnya kredit (maksimum jumlah kredit) dan debitor bebas melakukan penarikan rekening koran selama kredit berjalan

2) Kredit rekening koran terbatas

Yaitu kredit rekening koran dengan pembatasan tertentu dalam penarikan uang dari rekening korannya secara berangsur-angsur. Disini debitor dilarang menarik uang sekaligus tetapi secara teratur dan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan laporan perkembangan usaha debitor.

3) Kredit rekening koran oflopend

Dalam kredit ini, debitor dapat menarik seluruh maksimum jumlah kredit. Dalam kredit ini yang diatur adalah saldo debet pada waktu-waktu tertentu yang harus ditaati debitor. Kredit ini biasanya digunakan dalam kredit investasi (kredit untuk membiayai pembelian barang-barang modal yang tetap dan tahan lama seperti mesin fotocopy, mesin pabrik dan sebagainya)

4) Revolving credit

Disini penarikan kredit sama dengan pada jenis kredit rekening koran bebas dan masa penggunaannya satu tahun tetapi dengan syarat penarikannya harus pada akhir triwulan kesatu saldo peminjam harus nol dan pada triwulan kedua debitor dapat menarik lagi secara bebas dan seterusnya sampai akhir satu tahun. Bila bank beranggapan bahwa kredit masih dapat dilanjutkan maka dpat diadakan pembaharuan kredit.

93

(22)

5) Term loan

Jenis kredit ini mirip degan kredit rekening koran bebas tapi penggunaanya sangat fleksibel, artinya debitor dapat menggunakan kreditnya untuk keperluan apa saja dan bank tidak mengetahui tentang penggunaanny. Jenis kredit ini dapat digunakan untuk kredit perdagangan dan investasi.

3 Fungsi Kredit

Manusia memerlukan kredit karena manusia adalah homo economicus dan setiap manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia beraneka ragam sesuai dengan harkatnya yang selalu meningkat, sedangkan kemampuannya untuk mencapai sesuatu yang diinginkan terbatas. Hal ini menyebabkan manusia memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat dan cita-citanya, dalam hal ini ia berusaha. Maka untuk meningkatkan usahanya atau untuk meningkatkan daya guna suatu barang, manusia sangat memerlukan bantuan dalam bentuk permodalan. Bantuan pada lembaga keuangan bank maupun non perbankan disebut kredit.

Kredit mempunya fungsi sebagai berikut : a. Untuk meningkatkan daya guna uang

Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya jika uang hanya disimpan saja maka tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit, maka uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit.

b. Untuk meningkatkan peredaran dan lalulintas uang.

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.

(23)

Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitor untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat. Misalkan seorang petani yang hanya memiliki sebidang tanah tanpa mempunyai modal untuk mengolah sawah itu baik itu untuk membeli bibit, pupuk dan pestisida, maka sawah tersebut tidak akan berguna. Jadi, dengan memperoleh kredit, maka petani tersebut akan memiliki modal untuk mengo lah sawah tersebut dan dapat berproduksi.

d. Meningkatkan peredaran barang

Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar. e. Sebagai alat stabilitas ekonomi

Dapat menjadi alat stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang di berikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. Dan kredit tersebut juga dapat membantu dalam mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri sehingga meningkatkan devisa negara.

f. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha

Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan.

g. Untuk meningkatan pemerataan pendapatan

Semakin banyak kredit yang disalurkan, maka akan semakin baik, terutama dalam hal pemerataan pendapatan. Jika kredit diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut membutuhkan tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran.

(24)

Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan rasa saling membutuhkan antara si penerima dan si pemberi kredit. Sehingga dapat pula tercipta perdamaian dunia.

4 Tujuan Kredit

Kredit mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Secara garis besa tujuan kredit adalah :94

a. Mencari keuntungan

Hasil keuntungan ini diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.

b. Membantu usaha nasabah

Tujuan selanjutnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja.

c. Membantu pemerintah

Tujuan lainnya adalah membantu pemerintah dalam berbagai bidang. Menurut Johannes Ibrahim95

1) Mencari Keuntungan

tujuan mengapa banyak masyarakat, maupun pemerintah setuju akan kredit yaitu :

Tujuan utama dari pemberian kredit hasilnya berupa keuntungan. Hasil tersebut dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa, biaya administrasi, provisi dan biaya-biaya lainnya yang dibebankan kepada nasabah. Kemudian hasil lainnya bahwa nasabah yang memperoleh fasilitas kredit akan bertambah maju dalam usahanya. Keuntungan ini diperlukan untuk kelangsungan hidup bank.

94

Kasmir, Manajemen Perbankan,Op. Cit., hal. 105 95

(25)

2) Membantu usaha nasabah

Tujuan kredit berikutnya adalah membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana tersebut digunakan untuk investasi ataupun modal kerja. Dengan dana tersebut, nasabah (debitor) dapat mengembangkan usahanya. 3) Membantu Pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak bank, maka akan semakin baik mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan diberbagai sektor.

Keuntungan pemerintah dengan penyebaran pemberian kredit adalah : (a) Penerimaan pajak dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan bank;

(b) Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit pembangunan usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan tenaga kerja baru sehingga dapat menarik tenaga kerja yang masih menganggur.

(c) Meningkatkan jumlah barang dan jasa. Jelas bahwa sebagian besar kredit yang disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah barang dan jasa yang beredar di masyarakat.

(d) Menghemat devisa negara, terutama untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit yang ada, hal ini jelas akan menghemat devisa negara.

(e) Meningkatkan devisa negara, apabila produk dari kredit dibiayai digunakan untuk keprluan ekspor.

C. Subjek dan Objek Perjanjian Kredit

Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, subjek hukum dalam perjanjian kredit bank yaitu :

(26)

b. Pihak peminjam, yang umumnya disebut sebagai debitor/penerima pinajaman. Terdapat juga kadang kala dimana kreditor kurang yakin dengan kemampuan si debitor dalam melunasi utangnya maka pihak kreditor meminta pihak ketiga untuk dijadikan pihak penjamin utang debitor, oleh karena itu subjek hukum dalam perjanjian kredit adapula pihak ketiga yang berfungsi sebagai penjaminm (borgtocht).

Objek dalam perjanjian kredit adalah prestasi. Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, maka objek hukum dalam perjanjian kredit dapat berupa :

a. Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu. b. Pelunasan utang atau pinjaman.

c. Pemberian sejumlah bunga.

Menurut R Subekti, mendefinisikan bahwa subjek hukum itu adalah pembawa hak atau kewajiban. Begitu juga menurut Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum.

Subjek dalam perjanjian kredit bank adalah pihak-pihak yang terkait/ikut dalam perjanjian kredit tersebut sehingga dapat dikatakan pihak bank sebagai kreditor (pemberi kredit) dan pihak peminjam/nasabah sebagai debitor (penerima kredit).

Objek dari perjanjian kredit adalah prestasi. Prestasi tersebut berdasarkan apa yang diperjanjikan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian kredit. Jadi objek dari perjanjian kredit adalah kredit itu sendiri.

D. Kajian Tentang Kredit Macet

(27)

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Sampai saat ini pendapatan bunga sebagai hasil dari pemberian kredit, masih merupakan kontribusi terbesar pada pendapatan bank secara keseluruhan, baik bank-bank di Indonesia maupun kebanyakan bank-bank-bank-bank di dunia. Berdasarkan statistik Bank Indonesia bulan Juni 1992, 80% dari total aset perbankan Indonesia adalah berupa kredit yang disalurkan baik kepada sektor perdagangan maupun industri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan utama suatu bank. Di lain pihak, penyaluran kredit mengandung risiko bisnis terbesar dalam dunia perbankan. Oleh karena itu, pengelolaan kredit merupakan kegiatan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap bank.

Dalam paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal dua golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank, karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha bank.

Kredit macet atau problem loan/ Non-Performing Loan (NPL) adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitor.

(28)

kredit sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6 huruf B dan Pasal 13 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Dalam kenyataannya, kredit yang diberikan oleh bank sebagaian besar tidak dapat dikembalikan secara utuh oleh nasabah (debitor). Hal ini membawa risiko usaha bagi bank yang bersangkutan, akhirnya menimbulkan kredit-kredit macet (dubieus). Kredit-kredit-kredit macet ini merupakan suatu fenomena sosial bagi dunia perbankan. Karena bankir menghadapi “monster” kredit macet, maka perhatian dan tenaga para bankir lebih banyak dicurahkan terhadap ketidakterlaksanaan suatu perjanjian kredit daripada keterlaksanaannya.96 NPL menjadi indikator dalam menilai kinerja suatu bank. Jika NPL rendah, maka bank tersebut terbilang sehat. Jika NPL tinggi maka risiko yang dipikul oleh bank tersebut tinggi. Jika NPL mereka di atas batas yang sudah diforecast sebelumnya maka bank tersebut bisa dibilang bermasalah. Jika NPL terlalu tinggi di atas batas yang diforecast, keberlangsungan bank tersebut bisa terancam. Itu sebabnya bank senantiasa menjaga agar nilai NPL-nya selalu berada pada angka yang rendah jika ingin terus beroperasi. NPL ini bukan dinilai dari kinerja bank saja, namun terutama dari para debitornya. Hal yang menjadi fokus utama kredit macet seringkali terjadi di kalangan para debitor. Hal ini dapat dihindari apabila debitor memiliki inisiatif untuk mengembalikan dana yang ada sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Kredit macet tidak menjadi masalah jika satu atau dua debitor saja yang tidak disiplin dalam membayar cicilan pinjaman kredit mereka, tapi kalau jumlah pengguna kredit yang banyak dalam waktu yang hampir bersamaan tidak membayar cicilan mereka, maka NPL dari bank tersebut akan naik.97

96

Djoni S. Ghazali, Rachamdi Usaman, Op. Cit., hal. 267 97

(29)

BAB IV

KAJIAN HUKUM PELAKSANAAN LELANG TERHADAP HAK

TANGGUNGAN DALAM KREDIT MACET : STUDI PADA PT. BANK SUMUT MEDAN

D. Kriteria Kredit Macet Penyebab Terjadinya Lelang Hak Tanggungan pada PT. Bank Sumut Medan

Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Sampai saat ini pendapatan bunga sebagai hasil dari pemberian kredit, masih merupakan kontribusi terbesar pada pendapatan bank secara keseluruhan, baik bank-bank di Indonesia maupun kebanyakan bank-bank-bank-bank di dunia. Berdasarkan statistik Bank Indonesia bulan Juni 1992, 80% dari total aset perbankan Indonesia adalah berupa kredit yang disalurkan baik kepada sektor perdagangan maupun industri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan utama suatu bank. Di lain pihak, penyaluran kredit mengandung risiko bisnis terbesar dalam dunia perbankan. Oleh karena itu, pengelolaan kredit merupakan kegiatan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap bank.

Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet apabila:

1. Tidak dapat memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan;

(30)

3. Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.

Munculnya kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada dasarnya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Terjadinya kredit macet dapat disebabkan baik oleh pihak kreditor (bank) maupun debitor.

Faktor-faktor penyebab yang merupakan kesalahan pihak kreditor adalah:98

a. Keteledoran bank mencermati peraturan pemberian kredit yang telah ditetapkan oleh perusahaan, dalam hal ini pihak analisis kredit kurang teliti dalam beberapa hal seperti memperhatikan keaslian dokumen-dokumen tertentu maupun perhitungan-perhitungan tertentu.

b. Adanya penilaian yang lemah terhadap obyek hak tanggungan yang dijaminkan oleh debitor kepada pihak bank ini dapat diartikan terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan;

c. Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitor atau sektor usaha yang berisiko tinggi;

d. Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman; e. Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf

khususnya pada bagian kredit;

f. Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank, disini maksudnya adalah, pemberian kredit kepada debitor sudah melebihi dari kemampuan bank tersebut seharusnya memberikan kepada si debitor. Misalnya

98

(31)

debitor dalam hal ini hanya memiliki tiga aset dengan harga 200 namun bank memberikan pinjaman dengan harga yang sama dengan aset yang dijaminkan.

g. Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash flow) debitor lama;

h. Tidak mampu bersaing, sehingga terpaksa menerima debitor yang kurang bermutu; Sedang faktor-faktor penyebab kredit macet yang disebabkan oleh kesalahan pihak debitor antara lain:99

1) Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi. Hal ini jelas akan mempengaruhi keterlambatan pembayaran kredit debitor kepada pihak bank.

2) Adanya kesalahan dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani. Pengelolaan suatu usaha haruslah melalui managemen usaha yang baik, sehingga apabila terjadi kesalahan sediki dalam suatu usaha yang tidak segera ditangani dengan baik, akan dapat berdampak pada kondisi keuangan dari perusahaan. Sama halnya dengan pengalaman dalam menjalankan usaha dan mengatasi permasalahan usaha yang timbu, apabila tidak ditangani dengan managemen usaha yang baik dan pengalaman atau pengalaman yang mumpuni dibidangnya,tentu saja akibat buruknya adalah pada kondisi keuangan debitor, sehingga kredit debitor kepada kreditor juga akan terkena dampak negatifnya.

3) Masalah keluarga seperti perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitor.

99

(32)

4) Kegagalan debitor pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain (debitor bangkrut). Setiap debitor yang menjalankan bisnis tentu saja memiliki risiko mulai dari risiko kerugian sampai risiko gulung tikar atau bangkrut. Kebangkrutan debitor jelas akan sangat berdampak pada kredit debitor kepada pihak bank.

5) Kesulitan penjualan barang dagang/bisnis debitor atau penjualannya membutuhkan waktu yang lama, misalnya debitor adalah seorang pengusaha property di daerah pedalaman, penjualan property milik debitor tersebut tentu akan menemui kesulitan penjualan yang dapat mempengaruhi macet atau tidaknya kredit debitor kepada pihak bank.

6) Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitor yakni berupa musibah, misalnya perang, kecelakaan dan bencana alam

7) Keburukan sifat debitor atau perubahan prilaku debitor. Dalam hal ini adanya penyalahgunaan pemberian kredit yang diberikan oleh pihak bank pada debitor. Misalnya dalam perjanjian, debitor telah mencantumkan bahwa kredit yang debitor dapatkan adalah untuk usaha property, tapi kenyataannya adalah untuk dipakai secara pribadi (konsumsi pribadi).

Bank Indonesia (BI) sendiri dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia 7/2/PBI/2005 masing-masing pasal 12 ayat (3) tentang penilaian kualitas aktiva produktif, sudah membagi peringkat kredit, yakni :

(a) Lancar, yaitu kredit yang pembayarannya lancar/tepat waktu, artinya segala kewajiban (bunga dan angsuran utang pokok) diselesaikan oleh nasabah secara baik. (b) Dalam perhatian khusus, yaitu terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga

kurang dari 90 hari.

(33)

(d) Diragukan, yaitu terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah kurang 180 hari sampai dengan 270 hari.

(e) Macet, yaitu terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 sampai 270 hari.

Sehingga, kritera ideal untuk menentukan apakah suatu kredit sudah dalam keadaan macet adalah kredit yang tunggakan pembayarannya sudah melampaui 180 hari hingga menuju 270 hari tunggakan

PT. Bank Sumut Medan sebelum memberikan kredit kepada debitor tentu akan menyiapkan berbagai dokumen yang diperlukan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko terjadinya kredit macet dan akibat hukum lainnya yang timbul akibat adanya kredit macet tersebut. Dokumen-dokumen tersebut adalah :100

1.1Perjanjian kredit;

1.2Dokumen bukti kepemilikan agunan; 1.3Buku rekening Bank Sumut;

1.4Dokumen legalitas usaha dan perizinan sesuai dengan usaha yang dijalankan (jika pinjaman untuk menjalankan usaha);

1.5Study kelayakan proyek untuk kredit di atas 5 milyar (laporan keuangan audit dari konsultan indipenden);

1.6Dokumen pendukung untuk pembuatan kredit debitor, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Akta Kawin (jika ada), Akta Cerai (jika ada), Perjanjian kawin pisah harta (jika ada), Penetapan pengadilan bagi yang masih dibawah umur (jika ada).

100

(34)

E. Prosedur Pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan oleh PT. Bank Sumut Medan

Pada prakteknya, prosedur pelelangan yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut adalah dengan bekerjasama KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang). Adapun beberapa alasan mengapa PT. Bank Sumut lebih memilih menggunakan lelang melaui KPKNL adalah karena dianggap lebih aman dan dapat melaksanakan semua jenis lelang sesuai yang disebutkan di dalam Pasal 8 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010.101

Pasal 30 Keputusan Menteri Keuangan No.102/PMK.02/2008 tentang organisasi dan tata kerja instansi vertikal dilingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, menyatakan bahwasanya tugas pokok KPKNL adalah melaksanakan pelayanan di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara dan lelang. Adapun teknis pelaksanaan lelang yang dilakukan KPKNL diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 /PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010 menegaskan bahwasanya lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan. Artinya lelang yang dilakukan KPKNL memilki kekuatan hukum yang tetap terkecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Dalam Pasal 4 ditegaskan pula, bahwasanya lelang tetap dilaksanakan walaupun hanya diikuti oleh 1 (satu) orang peserta lelang dan jika dalam hal tidak ada peserta lelang, lelang tetap dilaksanakan dan dibuatkan Risalah Lelang Tidak Ada Penawaran. Artinya dari segi kepraktisan waktu, lelang yang dilakukan KPKNL lebih praktis dan cepat dibandingkan lelang yang dilakukan Balai Lelang Swasta.

Adapun proses/tahapan lelang yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Medan adalah :102

101

Ibid., 102

(35)

1. Pihak bank sumut memberikan somasi/ surat peringatan.

Pemberian somasi ini dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali. Dalam melakukan proses somasi ini, pihak bank juga bisa melakukan kunjungan atau penagihan secara langsung kepada debitor. Bila debitor koperatif, maka pihak bank dapat melakukan upaya-upaya musyawarah atau damai. Apabila debitor tidak koperatif dan terkesan lari dari tanggung jawabnya sebagai debitor, maka pihak bank dapat melakukan upaya hukum (legal action).

2. Apabila somasi tidak ditanggapi hingga somasi ke-3 (tiga) maka pihak bank akan mulai melakukan proses pengecekan dokumen perjanjian kredit hingga dokumen objek hak tanggungan yang dijaminkan.

3. Pihak bank akan mengirimkan surat permohonan lelang kepada KPKNL secara tertulis;

4. KPKNL akan menirimkan surat balasan kepada pihak bank yang berisi : a. Jadwal lelang;

b. Tempat pelaksanaan lelang;

c. Hal-hal yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan lelang;

(36)

objek hak tanggungan. Selain melakukan pengumuman, pihak bank sumut juga diwajibkan untuk :

a. Memberikan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) kepada pejabat lelang;

b. Penetapan harga limit lelang;

c. Dan berbagai lampiran yang telah ditetapkan;

6. Memberitahukan kepada debitor untuk mengosongkan objek lelang hak tanggungan.

7. Setelah seluruh proses terpenuhi, barulah lelang terhadap hak tanggungan dapat dilakukan oleh KPKNL.

8. Setelah proses lelang selesai, pihak bank membuat surat pernyataan bahwa objek lelang hak tanggungan bebas dari sengketa serta menyatakan pemenang lelang dan KPKNL bebas dari segala tuntutan yang timbul akibat pelelangan atas objek hak tanggungan.

9. Setelah itu, pihak bank akan membuat surat permohon transfer hasil lelang kepada KPKNL;

F. Perlindungan Hukum bagi Pemenang Lelang pada PT. Bank Sumut Medan

(37)

pembeli itu membeli lelang dari pemerintah atau yang disaksikan oleh pemerintah. Jika berbicara perlindungan hukum bagi pemenang lelang, maka dalam hal ini PT. Bank Sumut telah menyiapkan surat pernyataan yang menyataan bahwa pemenang lelang dan KPKNL bebas dari tuntutan apapun mulai dari saat barang terjual maupun tuntutan yang akan timbul dikemudian hari, disini pihak bank sumut akan bertanggung jawab atas segala tuntutan baik perdata maupun pidana yang timbul akibat pelelangan objek hak tanggungan, selain itu perlindungan terhadap pemenang lelang juga dapat dikaitkan dengan risalah lelang. 103

Seperti yang diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Akta Risalah Lelang menjadi akta authentik yaitu apabila:

1. Dibuat oleh pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah. 2. Bentuk aktanya telah ditentukan dalam undang-undang. 3. Setiap pejabat lelang mempunyai wilayah kerja tertentu.

Melihat pengertian dan ciri-ciri akta authentik serta wewenang pejabat umum dalam membuat sebuah akta authentik serat proses lelang secara berurutan, dalam penerapannya juga dilakukan dalam Akta Risalah Lelang, maka dari itu dalam hal ini terdapat ciri-ciri tersendiri dalam sebuah Akta Risalah Lelang yaitu:104

a. Setiap Risalah Lelang harus ditandatangani Pejabat Lelang dan para pihak. b. Isi Risalah Lelang merupakan suatu perikatan atau peristiwa penjualan di muka

umum.

c. Risalah lelang dibuat sebagai alat bukti. Pasal 165 HIR/ Pasal 285 RBG. Dalam pembuatan Akta Risalah Lelang pasti juga melibatkan seorang pejabat

103

Ibid., 104

(38)

umum yang berwenang, dalam hal ini yaitu pejabat lelang yang membuat akta risalah lelang. Mengenai pejabat lelang tersebut harus berwenang:

1. Sepanjang akta yang dibuat adalah akta risalah lelang;

2. Sepanjang akta risalah lelang dibuat dalam wilayah kerjanya; 3. Sepanjang pejabat lelang menjabat sebagai pejabat lelang;

4. Pejabat lelang hanya berwenang membuat akta risalah lelang bagi pengguna jasa lelang.

Oleh karena pembuatan akta authentik termasuk pembuatan risalah lelang, kemudian dibacakan dan diberikan kesempatan kepada para pihak untuk menanyakan apa-apa yang belum jelas sebelum akta tersebut ditandatangani. Dalam hal ini akta risalah lelang pada dasarnya dikatakan sebagai akta authentik apabila dalam penjualan lelang terjadi transaksi jual beli karena barang laku terjual. Apabila tidak laku, maka akta risalah lelang merupakan berita acara lelang sesuai dengan Pasal 35 Vendu Reglement yaitu berita acara tanpa ada penawaran.105

Berdasarkan Pasal 164 HIR yang disebut bukti adalah surat, keterangan saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah.Selain itu yang termasuk alat bukti berdasarkan Pasal 5 UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Akan tetapi bukti yang terutama adalah bukti tertulis, yaitu akta sebagai bukti tertulis diatur dalam Pasal 1867 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang bunyinya sebagai berikut:

“Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan authentik maupun dengan tulisan di bawah tangan”.

105

(39)

Unsur-unsur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata apabila diterapkan dalam risalah lelang maka terdapat pembuktian bahwa risalah lelang merupakan akta authentik, yaitu:

(a) Risalah lelang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang (Pasal 37, 38, 39, Vendu Reglement/Peraturan Lelang);

(b) Pembuatan risalah Lelang dilakukan dihadapan atau oleh pejabat lelang; (c) Pejabat lelang yang membuat akta risalah lelang memiliki wewenang.

Tentang ketentuan dari akta authentik sebagai alat pembuktian terdapat pada hukum pembuktian (bewijsrecht) yang diatur dalam buku IV Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa alat bukti tertulis khususnya akta authentik dan apa syarat-syaratnya melihat pada Pasal 1869 dan 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1869 Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyatakan:

“Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai dimaksud di atas atau karena suatu cacat dalam bentuknya tidak dapat diperlakukan sebagai akta authentik akan tetapi mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan jika akta itu ditandatangani para pihak”.

Berdasarkan Pasal 1869 Kitab Undang Undang Hukum Perdata di atas, ketika suatu akta authentik yang dibuat oleh pejabat umum yang tidak berwenang untuk itu maka akta tersebut tidak lagi mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta authentik yaitu kekuatan pembuktian sempurna melainkan hanya mempunyai kekuatan pembuktian di bawah tangan.

(40)
(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Mengacu pada hasil pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diuraikan beberapa kesimpulan dari berbagai pemaparan materi yang telah dilakukan. Adapun kesimpulan tersebut adalah :

1. Kriteria suatu kredit macet yakni memenuhi kriteria dimana pembayaran telah mencapai tunggakan selama lebih dari 180 hari mendekati 270 hari, sehingga dapatlah dikatakan kredit tersebut telah dalam keadaan macet. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan suatu kredit tergolong macet yakni adalah dapat disebabkan dari faktor debitor maupun kreditor itu sendiri. Oleh karena itu, untuk menghindari berbagai macam kemungkinan terjadinya kredit macet, maka pihak PT. Bank Sumut Medan akan melakukan beberapa hal diantaranya memeriksa berbagai dokumen milik debitor termasuk surat kepemilikan atas tanah yang menjadi jaminan hak tanggungan.

(42)

melakukan pengosongan terhadap obek hak tanggungan. Setelah semua proses terlaksana, barulah proses lelang dilakukan. Setelah lelang dilakukan pihak Bank Sumut Medan akan membuat surat pernyataan obyek lelang hak tanggungan bebas dari sengketa dan membebaskan pemenang lelang dan KPKNL dari segala tuntutan akibat pelelangan. Setelah itu pihak Bank Sumut Medan akan membuat surat permohonan transfer hasil lelang kepada KPKNL.

3. Perlindungan hukum bagi pemenang lelang sendiri telah disebutkan dalam surat pernyataan yang dibuat oleh PT. Bank Sumut Medan bahwa pemenang lelang dan KPKNL bebas dari tuntutan apapun baik pada saat sekarang maupun yang akan datang dan pihak Bank Sumut juga telah menyatakan akan bertanggungjawab atas segala tuntutan baik perdata maupun pidana yang timbul akibat pelelangan tersebut. Selain itu, seandainyapun ada tuntutan, maka risalah lelang dapat menjadi bukti bahwa objek hak tanggungan tersebut telah dilelang dan telah dijual kepada pemenang lelang, dan risalah lelang tersebut dapat dikatakan sebagai akta otentik.

B. Saran

Berdasarkan beberapa kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka untuk tujuan perbaikan dan pelaksanaan lelang yang lebih baik, ada beberapa saran yang dapat diajukan, diantaranya :

(43)
(44)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG LELANG DAN HAK TANGGUNGAN

A. Tinjauan Umum Lelang

1. Pengertian Lelang

Dalam sejarah perlelangan di Belanda, lelang dahulu sekali dilakukan dengan menggunakan lilin dengan panjang tertentu, jam pasir atau jam dinding32

Lelang kuno lainnya adalah lelang Inggris (English Auction). Dalam sistem pelelangan ini, petugas lelang akan membuka dimulai dengan harga terendah yang kemudian ditawar naik-naik ke harga tertinggi, dimana para peserta lelang menggunakan kartu yang telah ditandai sebagai lambang penawaran yang mereka berikan kepada barang lelang tersebut.

. Dahulu penawaran terhadap barang yang akan dilelang akan dimulai sejak lilin dihidupkan dan terus berlanjut dengan harga yang terus-menerus naik hingga lilin tersebut habis. Mereka yang menawar dengan harga tertinggi disaat lilin habis, maka si penawar tertinggi itulah yang berhak atas barang lelang tersebut. Lelang semacam inilah yang kemudian dianggap sebagai lelang yang paling kuno, yakni lelang Belanda (Dutch Auction). Sistem ini menghasilkan harga yang lebih baik bagi penjual berdasar keputusan yang bergantung pada keadaan pasar.

Herodotus menulis bahwa lelang sudah ada sejak 500 SM di Babylon, ketika diadakan penjualan wanita dengan usia siap kawin yang diadakan sekali setahun. Selanjutnya di Roma ditemukan lelang yang menyerupai cara lelang yang terkenal pada saat ini33

32

Balai Lelang Harmoni, Sejarah Lelang Dunia, http://www.balailelang.co.id/index.php/sejarah-lelang/sejarah-lelang-di-dunia, diakses pada tanggal 9 November 2015 pukul 21.32 WIB

. Lelang tersebut dilakukan dengan dengan diumumkan terlebih dahulu kepada publik. Penjualan di atrium pelelangan (gedung lelang) menawarkan bidang-bidang

(45)

tanah untuk dijual dan mengisyaratkan harga yang dipesan. Akhirnya sebidang tanah itu akan dijual kepada penawar yang berhasil. Lelang dilakukan dengan sistem penawaran dengan harga tinggi, sebagaimana kata “lelang” dikaitkan dengan kata latin “augere” dan “auctum”, yang berarti “naik/tinggi”.

Penjualan lelang di Roma meliputi empat bagian34

a. The dominus, atau orang-orang yang berkepentingan atas properti yang dijual; :

b. The argentarius, yaitu orang yang mengatur penjualan dan dalam beberapa kasus orang tersebut membiayainya;

c. The Praceo, yaitu orang yang bertugas mengiklankan penjualan dan melelang bidang-bidang tanah;

d. The empetor, yaitu pembeli yang penawarannya berhasil;

Di Inggris ditemukan pula catatan lelang oleh seorang pejabat lelang bernama

Chattle. Beliau menemukan penjualan gambar (lukisan) dan alat-alat perabot yang dilakukan oleh pengusahan di restoran (coffee house), rumah umum sebagaimana terungkap dari sebuah katalog bulan Februari 1689/90 yang berkenaan dengan penjualan lukisan melalui lelang di “Barbados Coffee House”. Terungkap dalam katalog tersebut adanya syarat-syarat penjualan “Condition of Sale”, yaitu bahwa tidak ada orang-orang yang diakui penawarannya atas lukisan mereka sendiri dan sampai sekarang prinsip ini masih berlaku dalam lelang pada sistem Common Law, bahwa penawaran dari penjual barang atau pemilik barang adalah tidak sah.35

Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl. 1940 Nomor 56) yang masih berlaku saat ini sebagai dasar hukum lelang, menyebutkan :

Maka dari pemaparan sekilas mengenai sejarah lelang di atas, maka dapat kita ketahui secara kasat mata mengenai pengertian lelang.

34

Purnama Tioria Sianturi, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang, Mandar Maju, Bandung, 2013, hal. 44

35

(46)

“openbare verkoopingen verstaan veilingen en verkoopingen van zaken, welke in het openbaar bij opbod, afslag of inschrijving worden gehouden, of waarbij aan daartoe genoodigden of tevoren met de veiling of verkooping in kennis gestelde, dan wel tot die veilingen of verkoopingen toegelaten personen gelegenheid wordt gegeven om te bieden, temijnen of in te schrijven.”36

Terjemahan dalam himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia menyebutkan :

“ Penjualan umum adalah pelelangan atau penjualan benda-benda yang dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang mengikat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup”37

Pengertian openbare verkopingen adalah pelelangan dan penjualan benda yang dijual dimuka umum. Namun demikian penjualan barang Dengan demikian, pada dasarnya peraturan ini melihat bahwa lelang juga berlaku baik pada penjualan barang-barang maupun pada lelang pembangunan proyek-proyek tertentu. Sehingga dapat disimpulkan menurut Vendu Reglement, lelang juga termasuk pemborongan pekerjaan (tender)38

Peraturan teknis yang utama mengenai lelang yang saat ini berlaku adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, disebutkan: Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin

.

36

PERATURAN LELANG PERATURAN PENJUALAN DI MUKA UMUM DI INDONESIA (Ordonansi 28 Pebruari 1908, S. 1908-189, berlaku sejak 1 April 1908) (Dg. S. 1940-56 jo. S. 1941-3, pasal 1 Peraturan ini telah diganti dengan Pasal 1 ayat (1) huruf a dan b)

37

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta, 1992, hal. 931

38

(47)

meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.

Berdasarkan pengertian tersebut, kantor lelang membatasi pengertian lelang hanya pada penjualan di muka umum saja tidak termasuk lelang tender atau lelang pemborongan pekerjaan. Terdapat kerancuan pengertian antara lelang dalam arti penjualan barang dan lelang dalam rangka pengadaan barang. Lelang dalam arti pembelian, khususnya dalam rangka pengadaan barang dan jasa dalam kaitan APBN dikenal juga dengan istilah “lelang tender” diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2004. Lelang dalam arti penjualan dikenal dengan istilah “lelang” dengan pengertian sebagimana diatur Vendu Reglement Pasal 1.

Pengertian lelang menurut Polderman (yang dikutip oleh Rochmat Soemitro) dalam bukunya “Het Openbare aanbod” menyebutkan :

“Penjualan umum adalah alat untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling menguntungkan untuk si penjual dengan cara menghimpun para peminat”.39

Polderman juga mengatakan bahwa syarat utama lelang adalah menghimpun para peminat untuk mengadakan perjanjian jual beli yang paling menguntungkan si penjual. Dengan demikian syaratnya ada tiga, yaitu :

1. Penjualan umum harus selengkap mungkin. 2. Ada kehendak untuk mengikatkan diri.

3. Bahwa pihak lainnya yang akan mengadakan perjanjian tidak dapat ditunjuk sebelumnya.

Rochmat Soemitro selanjutnya mengutip pendapat Roell yang mengatakan bahwa penjualan umum adalah suatu rangkaian kejadian yang terjadi antara saat mana

39

(48)

seseorang hendak menjual sesuatu atau lebih dari satu barang, baik secara pribadi maupun dengan perantaraan kuasanya, memberikan kesempatan kepada orang-orang yang hadir melakukan penawaran untuk membeli barang-barang yang ditawarkan sampai kepada saat dimana kesempatan lenyap.40

Menurut Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara Biro Hukum Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan, Lelang adalah :

Titik berat definisi yang diberikan oleh Roell ini adalah pada kesempatan penawaran barang.

“Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran secara kompetisi yang didahului dengan pengumuman lelang dan upaya mengumpulkan peminat”.41

Dari definisi di atas, maka dapat dikemukakan beberapa unsur lelang menurut Rancangan Undang-Undang ini, yakni :

a. Cara penjualan barang; b. Terbuka untuk umum;

c. Penawaran dilakukan secara kompetisi;

d. Pengumuman lelang dan atau adanya upaya mengumpulkan peminat;

e. Cara penjualan barang yang memenuhi unsur-unsur tersebut di atas harus dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat lelang;

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa lelang adalah penjualan barang di muka umum yang didahului dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman yang dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat lelang dengan

40

Ibid, hal. 107 41

(49)

pencapaian harga yang optimal melalui cara penawaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau tertulis. Pengertian lelang harus memenuhi unsur-unsur berikut :

1) Penjualan barang di muka umum;

2) Didahului dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman; 3) Dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat lelang;

4) Harga terbentuk dengan cara penwaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau tertulis;

Henry Campbell Black mengatakan bahwa lelang adalah :

“Auction is a public sale of property to the highest bidder by one licensed and authorized for the purpose. The auctioneer is employed by the seller and is primarily his agent of the buyer to the extent of binding the parties by his memorandum of sale, this satisfying the statute of fracids.”42

Pengertian di atas menyebutkan bahwa lelang adalah penjualan dimuka umum atas suatu properti kepada penawar tertinggi oleh seorang yang mempunyai lisensi atau kewenangan untuk itu. Pejabat lelang diperintahkan oleh penjual dan berfungsi sebagai agen jika properti tadi sudah laku, dia juga agen si pembeli dalam pengertian yang mengikat kedua belah pihak yang diatur dalam perjanjiannya. Pengertian tersebut di atas menekankan pejabat lelang berfungsi sebagai agen penjual sekaligus menjadi agen pembeli setelah penujukan pembeli lelang.

Dzislaw Brodecki menyatakan lelang sebagai bentuk kontrak, yang hanya sah jika diumumkan dengan memberikan secara detil mengenai waktu, tempat, para pihak dan persyaratan dari lelang dan suatu penawaran yang dibuat mengikat ketika seorang penawar penawaran tertinggi.

42

Referensi

Dokumen terkait

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-4/W2, 2017 FOSS4G-Europe 2017 – Academic Track, 18–22 July 2017, Marne

Rangkaian Lampu Penujuk Arah ini Adalah Sebuah Rangkaian Lampu Kedap-kedip Sederhana yang Menggunakan 2 (dua) buah IC, Dimana Outputnya diperlihathan Pada Lampu Pijar yang

Kelompok Uu Lonto memecahkan masalah yang terkait latar belakang perlawanan rakyat Aceh,.Kelompok Patmura memecahkan masalah siasat Belanda dalam perang Aceha,Kelompok Imam

Penyusunan sejarah nasional tentu saja menjadi sebuah keharusan dan merupakan kebutuhan setiap negara yang merdeka sebagai bentuk dari legitimasi politik, sosial,

Di bidang Belanja Pemerintah Pusat, kebijakan tahun 2007 akan diarahkan pada langkah-langkah strategis untuk mempertajam prioritas alokasi anggaran, yaitu an tara

Berdasarkan data di atas maka penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun sirih merah yang dikombinasikan dengan antibiotik amoksisilin

279 lahan terbangun adalah perguruan tinggi yang berada di sisi timur sedangkan kepadatan pola keruangan lahan terbangun di sisi barat dipengaruhi oleh Universitas Gadjah Mada

faktor yang mempengaruhi sikap makan pada remaja secara langsung adalah faktor individu dan faktor lingkungan. Asupan gizi seimbang dapat diperoleh dari makanan yang