• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kondisi lingkungan yang optimum (suhu, salinitas, tingkat konsumsi oksigen, intensitas cahaya) pada pemeliharaan larva dan spat P. maxima.

Penelitian Tahap I, kajian pemeliharaan larva dan spat di laboratorium terdiri dari tiga seri percobaan yaitu :

¾ Pengaruh jenis dan densitas pakan hidup terhadap sintasan serta pertumbuhan larva dan spat (merupakan studi pendahuluan).

¾ Pengaruh suhu dan salinitas terhadap sintasan serta pertumbuhan larva dan spat.

¾ Pengaruh berbagai tingkat intensitas cahaya terhadap sintasan serta pertumbuhan larva dan spat.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan mulai dari bulan Pebruari sampai Mei 2007. Aktivitas penelitian dilakukan di laboratorium C.V. Mina Mitra Usaha, Desa Mangkit, Kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa Tenggara, Propinsi Sulawesi Utara (Lampiran 1a).

Pengaruh Jenis dan Densitas Pakan Hidup Terhadap Sintasan Serta Pertumbuhan Larva dan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson)

Abstract

Microalgae are the major food source for bivalve. The objective of this research is to obtain information of required food types and densities, to determined of feeding schedule for larva and spat. An experiment was conducted using observations method, factorial randomized block and completely design. The result showed that firstly D-shape larvae was found during 18–20 hours after fertilization and was firstly fed of fitoplankton at 22–24 hours (first critical period). Larvae and spat was consuming food all the day. The larvae was have highest food consumption in the morning at 8 am and the evening at 6 pm, while spat was have tendency consumed a lot of food at about 8–10 am in the morning and evening from 4 to 6 pm. Feeding schedule of larvae could be divided into three groups: (1) D1–D8: larvae fed I. galbana at 2,600–4,200 cells ml-1 day-1. (2) D8–D16: larvae fed I. galbana at 3,700–7,800 cells ml-1 day-1 or P. lutheri at 2,300–7,800 cells ml-1 day-1. (3) D14–D20: larvae fed mixed algae of I. galbana (50 %) and P. lutheri (50 %) at 7,700–9,300 cells ml-1 day-1. Feeding schedule of D25–D28 spat are mixtures food of I. galbana (50 %) + T. tetrathele (50 %) at density 8,900–10,700 cells ml-1 day-1. Food type for D28–D35 spat: mixtures food of I. galbana (25 %) + P. lutheri (25 %) + T. tetrathele (50 %). Food density of D28–D31 spat, 11,000–15,800 cells ml-1 day-1. D31–D33: 15,800–18,200 cells ml-1 day-1 and D33–D35: 18,200–18,900 cells ml-1 day-1 density. Highest survival rate of larvae stage I, was recorded for treatment AD (90.47 %); Stage II at treatment AE (82.28 %) and stage III at treatment CF (62.50 %). The highest survival rate of spat was showed by treatment CE (86.53 %) or combination of I. galbana (25 %) + P. lutheri (25 %) + T. tetrathele (50 %) at density 15,000 cells ml-1. The best of relative growth length of larvae stage I, was showed by treatment AD (AP x DV = 32.50 x 25.63 µm); at stage II, by treatment AE (66.95 x 55.44 µm) and at stage III, by treatment CF (60.37 x 56.71 µm).The quickest of attainment time of plantigrade stage was found on treatment CF (days 19,2) and at longest on treatment BD (days 28,28). The highest of relative growth was found at treatment CE (681.44 x 566.34 µm) and 15,000 cells ml-1 density.

Keywords: Pinctada maxima; larvae; spat; life foods; survival rate; growth.

Pendahuluan

Mikroalga merupakan sumber pakan utama bagi bivalvia (Knauer and Southgate 1999). Flagelata berukuran kurang dari 10 mikron merupakan jenis pakan hidup yang paling disukai larva tiram mutiara. Beberapa jenis mikroalga yang umum diberikan untuk pakan antara lain Isochrysis galbana, Pavlova lutheri/Monochrysis lutheri, Chromulina sp., Chaetoceros sp., Nannochloropsis sp., dan Dicrateria sp. Untuk fase pertumbuhan sampai menjelang spat dapat diberi variasi berbagai jenis alga tersebut. Namun jenis flagelata yang paling penting untuk pakan stadia awal larva adalah I. galbana (Klas: Haptophyceae) dengan ukuran sekitar 3–5 μm. (Alagarswami et al. 1987; Dharmaraj et al. 1991). Larva Pteria sterna dapat diberi pakan Nannochloris sp, Pavlova lutheri, Isochrysis galbana, Phaeodactilum tricornutum, Chaetoceros meulleri, Chaetoceros calcitran, Thalassiosira weisflogii,

Dunaliella salina, Tetraselmis tetrahele, Tetraselmis suecica. Namun mikroalga yang dapat dicerna oleh larva hanya Nannochloris sp., Pavlova lutheri dan Isochrysis galbana (Martinez-Fernandez et al. 2004).

Preferensi larva terhadap pakan sangat tergantung pada ukuran dan spesies. Masing-masing jenis tiram mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, dalam memilah dan mengambil makanan yang disukai. Pada prinsipnya, mikro alga yang digunakan sebagai pakan larva tiram atau organisme laut lainnya, hendaknya mempunyai ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva, cepat dicerna, mengandung nilai nutrisi tinggi, potensial dikultur skala masal, cepat tumbuh dengan kepadatan tinggi dan tidak menghasilkan substansi racun (Coutteau 1996; Ponis et al. 2006).

Berdasarkan pada nilai nutrisinya, berbeda spesies mikroalga mempunyai daya dukung terhadap pertumbuhan yang berbeda pula, utamanya pada tingkat atau stadia yang bervariasi. I. galbana mengandung PUFAs 20: 5

w

3 (7,2 mg) dan 22: 6

w

3 (4,3 mg), kandungan PUFAs sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan organisme laut dan ini hanya dapat diperoleh dari alga. Khususnya PUFAs, merupakan komponen esensial dari membran sel semua stadia kehidupan bivalvia moluska (Jeffrey et al. 1990). P. lutheri juga merupakan sumber asam lemak yang baik, asam lemak yang terkandung seperti SAFA 27 mg, MUFA 8,0 mg, PUFA 72,1 mg, EPA + DHA 43,9 mg (Martinez-Fernandez et al. 2006). T. tetrathele

mempunyai kandungan asam lemak penting dari seri w6, seperti linoleic, gamma -linolenic, dihomo-gamma-linolenic dan kandungan asam arachidonic (AA) yang relatif tinggi. Pada spesies lain AA merupakan komponen sangat minor, sehingga jarang dilaporkan. Kandungan asam lemak w6 seri (persen total asam lemak) yang terdiri dari 18:2w6 sebanyak 6,5 %, 18:3w6 = 0,1 %, 20:3w6 = 0,2 % dan 20:4w6 = 2,4 % (Napolitano et al. 1990).

Melalui pemberian pakan dengan jenis yang sesuai dan dalam jumlah tepat, diharapkan dapat meningkatkan sintasan dan laju pertumbuhan spat. Namun sayangnya informasi dan publikasi yang berkaitan langsung dengan jadwal pemberian pakan larva dan spat tiram mutiara P. maxima khususnya masih sangat terbatas, sehingga dilakukan percobaan ini. Percobaan terhadap pengaruh jenis dan densitas

pakan hidup merupakan studi pendahuluan dan akan menjadi dasar percobaan selanjutnya.

Tujuan

Tujuan dari studi pendahuluan ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang jenis dan jumlah pakan yang sesuai, serta menentukan jadwal pemberian pakan larva dan spat. Informasi hasil yang diperoleh akan menjadi dasar percobaan pemeliharaan larva dan spat di laboratorium.

Bahan dan Metode Kultur Pakan Hidup

Pakan hidup yang digunakan sebagai pakan adalah fitoplankton jenis

Isochrysisgalbana, Pavlova lutheri dan Tetraselmis tetrathele. Pakan disiapkan satu bulan sebelum percobaan dimulai, dengan kepadatan 8–10 juta sel/ml. Media pupuk kultur fitoplankton adalah formula Walne dan Hirata (Alagarswami et al. 1987; CMFRI 1991) (Lampiran 2)

Pemeliharaan Larva

Percobaan dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap I, melakukan pengkajian terhadap perkembangan larva, aktivitas makan dan tingkat konsumsi pakan. Tahap II, mengkaji pengaruh jenis dan densitas pakan terhadap sintasan, pertumbuhan dan waktu pencapaian stadia larva.

Lama waktu percobaan 20 hari. Padat penebaran larva disesuaikan dengan stadia perkembangannya, yaitu Stadia I: stadia bentuk-D sampai umbo awal (D6) dengan kepadatan 5 ekor/ml; Stadia II: stadia umbo awal (D7) sampai umbo akhir (D14), kepadatan 3 ekor/ml dan Stadia III: stadia umbo akhir (D15) sampai stadia plantigrade (D20), kepadatan 2 ekor/ml (BBL 2001).

Media air laut yang digunakan untuk pemeliharaan telah melalui beberapa tahapan proses penyaringan seperti sand filter, catrage (15, 10, 5 µm), cotton filter

dan sterilisasi ultra violet. Setiap 2–3 hari dilakukan penggantian air sebanyak 50– 100 % (BBL 2001).

Percobaan Tahap I

Percobaan tahap I merupakan dasar dari percobaan tahap II. Percobaan dilakukan dengan menggunakan metode observasi, dilaksanakan di dalam laboratorium dan mengkondisikan ruangan dengan pencahayaan rendah atau ruangan tertutup.

Prosedur percobaan

Percobaan dilakukan dengan menggunakan hewan uji berupa larva P. maxima

stadia bentuk-D (D1). Larva diperoleh dari hasil pemijahan Induk P. maxima dengan menggunakan kombinasi metode kejut suhu dan ekspose (CMFRI 1991; Winanto 2004). Wadah percobaan bak fiberglass ukuran 500 liter. Padat penebaran larva dan densitas pakan (N2) dihitung berdasarkan metode volumetrik, yang merupakan hasil perkalian volume air stok (ml)(V1) dan kepadaan stok (sel/ml)(N1), dibandingkan dengan volume air percobaan (ml)(V2).

2 2 1

1

N V N

V =

Pengamatan terhadap perkembangan larva dan aktivitas makan dilakukan dalam satu wadah percobaan, sedangkan pengamatan terhadap tingkat konsumsi pakan dilakukan pada wadah yang berbeda dengan volume sama. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop (perbesaran 40−60 kali), jumlah sampel 10 ml.

Untuk mengetahui tahap awal perkembangan stadia larva dilakukan pengamatan setiap jam, dimulai dari saat pembelahan sel hingga trokofor. Selanjutnya pengamatan dilakukan setiap 6 jam, mulai dari stadia awal larva (D1) sampai stadia plantigrade (D20). Aktivitas makan diketahui melalui pengamatan densitas pakan dalam media yang dilakukan setiap 2 jam selama 24 jam pada stadia D1, D6, D14 dan D20.

Pengamatan terhadap tingkat konsumsi pakan harian dilakukan dengan menempatkan hewan uji di dalam tiga wadah yang masing-masing diberi pakan berbeda yaitu I. galbana (A), P. lutheri (B) dan I. galbana (50 %) + P. lutheri (50 %) (C). Densitas pakan pada stadia D1–D3: 4000 sel/ml, D4–D6: 5000 sel/ml, D7–D9: 6000 sel/ml. D10–D11:7000 sel/ml. D12–D14: 8000 sel/ml. D15–D17:9000 sel/ml dan D18–D20: 10.000 sel/ml. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari antara 5–6 jam setelah pemberian pakan.

Percobaan Tahap II Rancangan percobaan

Disain percobaan menggunakan rancangan acak kelompok faktorial (RAK-Faktorial 3 x 3). Pengelompokan berdasarkan pada stadia perkembangan larva. Perlakuan terdiri dari 2 faktor dan masing-masing diberi ulangan 3 kali. Faktor (I) Jenis Pakan Hidup dan (II) Densitas Pakan. Faktor I terdiri dari 3 taraf faktor, yaitu

Isochrysis galbana (A), Pavlova lutheri (B) dan Kombinasi I. galbana (50 %)+ P. lutheri (50 %)(C). Faktor II terdiri dari 3 taraf faktor: 4000 sel/ml (D); 7000 sel/ml (E) dan 10.000 sel/ml (F). Model linear dari rancangan yang digunakan adalah:

Y

ijkl

= µ + τ

i

+ δ

j

+ (τδ)

ijk

+ β

k

+

ε

ijkl

Keterangan:

Yijkl = Respon pada jenis pakan ke-i, densitas pakan ke-j, kelompok stadia ke-k

dan ulangan ke-l.

µ = Rataan umum.

τi = Pengaruh jenis pakan ke-i. δj = Pengaruh densitas pakan ke-j. βk = Pengaruh kelompok stadia ke-k.

(τδ)ijk = Pengaruh interaksi jenis pakan ke-i, densitas pakan ke-j & stadia ke-k. εijkl = Pengaruh galad pada jenis pakan ke-i, densitas pakan ke-j, stadia ke-k

dan ulangan ke-l.

Prosedur percobaan

Hewan uji berupa larva P. maxima stadia bentuk-D (D1), ditempatkan di dalam ember berukuran 20 liter. Pakan hidup diberikan sesuai dengan perlakuan, jumlah plankton dihitung dengan haemocytometer.

Pengambilan sampel sebanyak 10 ml dilakukan pada hari ke 6 (D6), D14 dan D20, selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40–60 kali. Jumlah larva dihitung dengan menggunakan sadgewick rafter cell. Pengukuran panjang antero-posterior (AP) dan dorso-ventral (DV) (Gambar 4) dilakukan dengan mikrometer okuler.

Gambar 4. Pengukuran panjang antero-posterior (AP) dan dorso-ventral (DV) larva tiram mutiara P. maxima

Pemeliharaan Spat

Percobaan dilakukan selama 10 hari. Hewan uji yang digunakan adalah spat

P. maxima umur 25 hari, berukuran rata-rata 330 x 300 µm (AP x DV).

Rancangan percobaan

Disain percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL-Faktorial 3 x 3). Perlakuan yang diaplikasikan terdiri dari 2 (dua) faktor yaitu (I) Jenis Pakan Hidup dan (II) Densitas Pakan Hidup. Pada setiap perlakuan dibuat ulangan 3 kali. Faktor I terbagi menjadi 3 taraf faktor, yaitu: Isochrysis galbana (50 %) + Tetraselmis tetrathele (50 %) (A); Pavlova lutheri (50 %) + T. tetrathele (50 %) (B) dan I. galbana (25 %) + P. lutheri (25 %)+ T. tetrathele (50 %) (C). Faktor II terdiri dari 3 taraf faktor, yaitu: 10.000 sel/ml (D); 15.000 sel/ml (E) dan 20.000 sel/ml (F). Model linear dari rancangan yang digunakan adalah:

Y

ijk

= µ + τ

i

+ δ

j

+ (τδ)

ij

+

ε

ijk

Keterangan:

Yijk = Respon pada jenis pakan ke-i, densitas pakan ke-j dan ulangan ke-k.

µ = Rataan umum

τi = Pengaruh jenis pakan ke-i δj = Pengaruh densitas pakan ke-j

(τδ)ij = Pengaruh interaksi jenis pakan ke-i, densitas pakan ke-j

Prosedur percobaan

Sehari sebelum percobaan dimulai dikondisikan penempelan spat pada kolektor paranet (20 x 30 cm), dengan kepadatan 1 ekor/cm2. Wadah percobaan menggunakan ember plastik volume 20 liter.

Media air laut yang digunakan telah melalui proses penyaringan seperti sand filter dan catrage (15, 10 dan 5 mikron). Selama pemeliharaan digunakan sistim air mengalir dan diberikan pengudaraan. Pemberian pakan disesuaikan dengan perlakuan.

Pengamatan aktivitas makan dilakukan setiap 2 jam selama 1 hari pada spat D25, D28, D31 dan D35. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari sekitar 5–6 jam setelah pemberian pakan.

Untuk mengetahui sintasan dilakukan penghitungan jumlah spat secara manual, dengan bantuan alat kaca pembesar dan hand counter. Pertumbuhan spat diketahui dengan cara mengambil sampel sebanyak 20 ekor dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 5–10 kali. Pengukuran panjang antero-posterior (AP) dan dorso-ventral (DV) dilakukan dengan menggunakan mikrometer okuler.

Parameter Yang Diamati

¾ Perkembangan larva, pengamatan dilakukan secara mikroskopis.

¾ Aktivitas makan

Aktivitas makan diketahui melalui pengamatan perubahan densitas pakan dalam media percobaan. Penurunan densitas pakan dalam media menggambarkan adanya konsumsi pakan. Untuk melihat aktivitas makan larva dan spat, dilakukan pengamatan terhadap kebutuhan pakan yaitu dengan menghitung selisih antara densitas pakan awal dan densitas pakan akhir.

¾ Tingkat konsumsi pakan harian.

Diketahui dengan menghitung selisih jumlah pakan yang dikonsumsi selama satu hari dan jumlah pakan yang diberikan.

¾ Sintasan (SR), dihitung berdasarkan persentase jumlah spat pada akhir pengamatan (Nt) dibagi jumlah spat pada awal pengamatan (No).

100

x

No

Nt

SR =

¾ Laju pertumbuhan spesifik (L) (modifikasi dari Chengbo and Shuanglin 2004), yaitu persentase selisih antara ukuran rata-rata panjang individu akhir pengamatan (L1) dan awal pengamatan (Lo) dibagi waktu pengamatan (Δt).

100 ) ( 1 X t Lo In L In L Δ − =

¾ Waktu pencapaian stadia; pengamatan hanya dilakukan terhadap larva stadia plantigrade. Ketika dijumpai larva stadia plantigrade dalam sampel, selanjutnya diidentifikasi dan dibuat catatan secara diskriptif.

¾ Kualitas air, sebagai data pendukung dilakukan pengamatan terhadap parameter suhu, salinitas, nitrat, nitrit dan amonia.

Analisis Data

Data aktivitas makan, perkembangan larva dan tingkat konsumsi pakan dianalisis secara diskriptif. Data sintasan, pertumbuhan dan waktu pencapaian stadia dianalisis dengan uji F. Jika terdapat data yang penyebarannya tidak normal, maka terlebih dahulu akan dilakukan transformasi dengan logaritma natural (Ln). Apabila uji F menunjukkan adanya pengaruh nyata (P < 0,05) pada tiap perlakuan, maka dilanjutkan analisis dengan uji rerata Tukey (Neter et al. 1990). Pengolahan data sintasan, laju pertumbuhan dan waktu pencapaian stadia larva dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 15 for Windows.

Hasil dan Pembahasan

Perkembangan Larva

Pengamatan terhadap perkembangan larva P. maxima menunjukkan, bahwa akhir perkembangan embriogenesis yaitu stadia trokofore terjadi sekitar 18–20 jam setelah menetas. Pada saat itulah dimulainya perkembangan larva veliger atau bentuk-D dan ditemukan di antara telur-telur (Gambar 5). Sekitar 22 jam setelah menetas ditemukan larva yang bagian lambungnya sudah berwarna, sehingga diduga waktu itu organ pencernaan sudah ada dan larva pertama kali makan. Larva mulai makan ketika berumur 22–24 jam setelah menetas. Hasil penelitian yang agak berbeda dikemukakan Minaur (1969), stadia awal larva P. maxima (bentuk-D) dijumpai setelah 24 jam, larva mempunyai cangkang prodissocanch I dengan ukuran kira-kira 75 x 70 μm (panjang x tinggi). Cangkang larva masih transparan, mempunyai apical flagella dan velum, pada umur 48 jam telah terbentuk gigi engsel, perut dan otot retraktor.

Pada hari ke-5 umbo mulai berkembang, sehingga disebut stadia umbo awal. Perkembangan larva dari stadia bentuk-D sampai umbo akhir (pediveliger) berlangsung secara bertahap. Stadia umbo berakhir pada umur 20 hari, selanjutnya memasuki tahap stadia plantigrade. Tahapan perkembangan larva P. maxima

didiskripsikan dalam Tabel 2 dan Gambar 6ab.

Gambar 5. Larva P. maxima stadia bentuk-D diantara telur-telur, ditemukan pertama kali antara 18–20 jam setelah menetas.

bentuk-D

Tabel 2. Diskripsi tahapan perkembangan larva sampai spat P. maxima

Umur Stadia Keterangan

18–20 jam 22 jam 24 jam 28 jam 30–32 jam 5–7 hari 10 hari 12–14 hari 16–17 hari 18–20 hari 20–22 hari 25 hari Veliger (bentuk-D) Bentuk−D Bentuk−D Bentuk−D Bentuk−D Umbo awal Umbo Umbo (middle umbo) Eye spot Umbo akhir (Pediveliger) Plantigrade Spat

Awal larva berbentuk huruf D, tubuhnya tertutup oleh sepasang cangkang tipis-transparan, sehingga nampak jaringan/organ berwarna abu-abu dan banyak globul-globul kecil.Apical flagellum, velum, otot retraktor kelihatan jelas dan dapat dibedakan. Ukuran lebar 78 μm (AP); tinggi 70 μm (DV)

Warna lambung pertama kali dapat diobservasi Ukuran lebar (AP) x tinggi (DV) : 80 μm x 74 μm Terbentuk 4 gigi engsel pada bagian tengah dorsal Ukuran (AP x DV) : 84 x 78 μm

Terbentuk flagella belum permanent

Umbo mulai berkembang. Ukuran D6: 106 x 93 μm Tonjolan umbo berkembang melewati garis lurus engsel. Ukuran 117 x 105 μm

Umbo nampak menonjol sekitar 8-10 μm di bawah garis engsel, bergerak dengan menggunakan velum. Lembaran-lembaran mantel berkembang. Sepasang cangkang sama bentuknya.Ukuran D12: 135 x 130 μm Ukuran larva D14 : 165 x 155 μm

Terdapat bintik hitam (Eye spot) pada bagian bawah primordial kaki. Ukuran larva D16 : 210 x 200 μm. Kaki makin berkembang.Biasanya mulai mencari tempat untuk menempel dan menetap. Berenang dan gerakan berputar dilakukan dengan velum dan kaki. Ukuran larva D18 : 220 x 210 μm.

Fase transisi atau akhir kehidupan planktonis, ditandai dengan berkembangnya lapisan cangkang baru di sepanjang periphery dan mulai memproduksi benang-benang bisus untuk menempelkan diri pada substrat. Ukuran larva D20 : 246 x 225 μm.

Garis engsel, ujung bawah anterior dan posterior berkembang dan lubang bisus berbentuk spesifik. Bentuknya sudah menyerupai tiram mutiara dewasa, hanya garis-garis pertumbuhannya masih terlihat jelas dan cangkang masih tipis. Ukuran: 330 x 300 μm.

Gambar 6a. Tahapan perkembangan larva P. maxima. (A) bentuk-D; (B) Umbo awal; (C) Umbo tengah; (D) Eye-spot; (E)Umbo akhir (pediveliger); (F) Plantigrade A B C D E F 80 x 74 µm 106 x 93 µm 135 x 130 µm 210 x 200 µm 220 x 210 µm 246 x 225 µm Eye-spot

Gambar 6b. Sketsa tahapan perkembangan larva P. maxima. (A) bentuk-D; (B) Umbo awal; (C) Umbo tengah; (D) Eye-spot; (E)Umbo akhir (pediveliger); (F) Plantigrade

Penemuan yang hampir sama disampaikan Tanaka dan Kumeta (1981), larva P. maxima stadia bentuk-D terjadi pada umur 20 jam. Alagarswami et al. (1989) juga menemukan hal yang sama pada larva P. margaritifera yaitu setelah 20 jam larva mencapai stadia awal bentuk-D (D-shape) veliger, dengan ukuran panjang antero-posterior (AP) 75 μm dan ukuran dorso-ventral (DV) 60 µm. Velar yang belum sempurna ditemukan pada beberapa individu, velum tersembul bentuknya tunggal seperti lidah. Perkembangan stadia veliger ditandai dengan adanya formasi

A B C D F E Silia Velum Umbo Kaki Eye-spot Kaki Globula

Perut & saluran pencernaan Perut & saluran

pencernaan Umbo Garis pertumbuhan Mantel Viceral cavity Mantel Mantel Mulut

garis engsel lurus, mantel, silia-silia pada velum dan hilangnya apical flagellum, pita-pita silia pada bagian luar lubang mulut (preoral) dan setelah lubang mulut (postoral).

Perkembangan umbo terjadi melalui tiga tahap yaitu stadia umbo awal, umbo tengah (middle umbo) dan umbo akhir. Stadia umbo awal sudah dapat diamati mulai hari ke-5, selanjutnya pada hari ke-10 tonjolan umbo terus berkembang hingga melewati garis lurus engsel, bentuk larva agak membulat, ukuran 117 x 105 μm. Stadia umbo tengah dimulai pada hari ke-12 sampai hari ke-15, tonjolan umbo semakin berkembang hingga melewati garis engsel. Diantara stadia umbo tengah dan umbo akhir atau pada hari ke-16 ditemukan adanya bintik hitam (spot) pada bagian tengah larva dan biasa disebut “stadia eye-spot”, ukuran 210 x 200 μm dan organ ctenidial berkembang. Pada larva P. fucata stadia eye-spot bekembang pada hari ke-15 dengan ukuran 190 x 180 µm (Alagarswami et al. 1987). Pernyataan yang berbeda disampaikan Minaur (1969); Tanaka dan Kumeta (1981) dalam penelitiannya tidak menjumpai adanya stadia eye-spot pada larva P. maxima dan penelitian Minaur (1969) hanya sampai stadia pediveliger umur 16 hari karena semua larvanya mati. Stadia umbo akhir atau stadia pediveliger terjadi mulai hari ke 18–20, ditandai dengan berkembangnya organ kaki yang berfungsi untuk bergerak-berenang dan mulai aktif mencari tempat untuk menempel.

Plantigrade merupakan stadia akhir kehidupan planktonis larva. Stadia ini dijumpai pada hari ke 20–22, ditandai dengan pertumbuhan awal cangkang di sepanjang bagian tepi ventral, bentuknya tipis, transparan, tersusun oleh selaput tipis conchiolin, sehingga kelihatan membentuk garis-garis pertumbuhan cangkang. Pada saat yang sama kelenjar bisus akan mensekresikan benang-benang bisus untuk menempel. Organ lain yang berkembang adalah labial palp dan insang (CMFRI 1991). Larva plantigrade akan bermetamorfose menjadi spat yang hidup sebagai hewan sesil bentik (Alagarswami at al. 1987).

Aktivitas Makan

Pengamatan terhadap aktivitas makan larva P. maxima menunjukkan, bahwa aktivitas makan berlangsung sepanjang hari, dan mencapai puncak pada waktu pagi hari pukul 8.00 dan sore hari sekitar pukul 18.00(Gambar 7).

0 100 200 300 400 500 600 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2 4 J a m Ju ml ah P a k a n ( se l/ m l) Larva D1 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2 4 J a m J u m la h P a ka n ( se l/ m l) Larva D6 Larva D14 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2 4 J a m Ju m lah P a k a n ( se l/m l) Larva D20 0 500 1000 1500 2000 2500 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2 4 J a m Ju ml ah P a k a n ( se l/ m l)

Gambar 7. Jumlah pakan yang dikonsumsi (sel/ml) larva P. maxima pada berbagai tingkatan stadia.

Kecenderungan larva untuk makan lebih banyak pada waktu pagi dan sore hari, diduga berkaitan dengan aktivitas metabolisme larva. Pada waktu pagi (pukul 8.00–10.00) dan sore hari (pukul 14.00–18.00) suhu air di dalam tempat pemeliharaan relatif konstan yaitu antara 27,5–28,5 oC, tetapi pada waktu siang hari pukul 12.00–14.00 suhu lebih berfluktuasi dan dapat mencapai 29–30 oC, sebaliknya malam hari dari pukul 24.00–4.00 suhu air dalam bak turun sampai sekitar 25,5–26,5

o

C. Menurut Hisada and Komatsu (1985); Shokita et al. (1991) suhu air sangat berpengaruh dalam pengendalian proses metabolisme. Pada suhu 24–30 oC tiram mutiara P. margaritifera aktif melakukan metabolisme, tetapi pada suhu 10–20 oC tidak aktif lagi. Kisaran suhu pagi (pukul 8.00) dan sore hari (pukul 18.00) diduga secara alami merupakan suhu optimum bagi kehidupan larva P. maxima sehingga laju metabolisme menjadi meningkat, pengaruh yang terlihat yaitu larva lebih banyak mengkonsumsi pakan di pagi dan sore hari dibanding siang hari. Sebaliknya pada waktu malam hari (pukul 24.00–4.00) suhu air relatif rendah jika dikaitkan dengan aktivitas metabolisme, sehingga tingkat konsumsi pakan menurun dan persentasenya paling rendah jika dibandingkan dengan waktu makan yang lain. Ghiretti (1966) juga menyampaikan bahwa laju metabolisme moluska umumya berkaitan dengan suhu. Bahkan tiram mutiara P. martensii tidak mau makan manakala suhu air meningkat

lebih tinggi dari 13 oC (Kobayashi and Watanabe 1959) dan pada tiram Crassostrea virginica serta kerang Mytilus edulis aktivitas makan akan berhenti saat suhu air turun sampai 5 oC (Wilbur 1964). Selama pemeliharaan larva P. margaritifera, suhu air di dalam bak antara 26–28 oC (Alagarswami et al. 1989; Southgate and Ito 1998).

Hasil pengamatan terhadap aktivitas makan spat P. maxima menunjukkan bahwa spat mengkonsumsi makanan sepanjang hari, dengan puncak konsumsi pakan pada waktu pagi hari pukul 8.00–10.00 dan sore hari dari pukul 16.00–20.00 (Gambar 8; Lampiran 3).

Pola aktivitas makan spat D25–D33 relatif sama dengan larva, tetapi pada D35 menunjukkan pola makan yang berbeda. Spat D35 lebih banyak mengkonsumsi pakan pada sore hari antara pukul 16.00–20.00. Diduga, hal ini berkaitan dengan intensitas cahaya dan suhu. Spat lebih menyukai kondisi lingkungan dengan intensitas cahaya rendah dan pada sore hari suhu di dalam ruangan dapat mencapai kondisi optimum untuk aktivitas makan.

D25 0 200 400 600 800 1000 1200 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2 4 J a m J u m la h P a k a n ( se l/m l) D30 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2 4 J a m J u m la h P a k a n ( se l/m l) D35 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2 4 J a m Ju ml ah P a k a n ( se l/ m l)

Gambar. 8. Jumlah pakan yang dikonsumsi (sel/ml) spat tiram mutiara P. maxima

pada berbagai tingkat umur.

Walaupun secara umum puncak konsumsi pakan di sore hari (pukul 18.00) lebih rendah dibanding pagi hari (pukul 8.00–10.00), namun dilihat dari jumlah

pakan yang dikonsumsi masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan waktu makan sepanjang malam dan siang hari. Peningkatan suhu di sore hari terjadi akibat adanya akumulasi panas dari kondisi ruangan yang tertutup rapat sehingga sirkulasi udara relatif kecil. Dugaan ini diperkuat oleh hasil pengamatan suhu harian, dimana suhu

Dokumen terkait