• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Kajian Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan mengenai resiliensi di antaranya sebagai berikut.

1. Hasil penelitian tentang “Resiliensi Remaja Putri terhadap Problematika Pasca Orang Tua Bercerai” oleh Ayu Dewanti P dan Veronika Suprapti (2014) dikemukakan hasil bahwa ketiga partisipan dapat resilien walaupun setelah perceraian orangtua terjadi, partisipan masih menghadapi permasalahan-permasalahan baru. Partisipan dapat resilien dengan menunjukkan gambaran kemampuan resiliensi yang berbeda-beda. Kemampuan resiliensi yang menonjol pada partisipan pertama adalah empathy dan impulse control. Partisipan mampu membaca tanda-tanda dari kondisi psikologi dan emosional orang lain serta partisipan dapat mengendalikan keinginan, dorongan kesukaan dan tekanan yang muncul dari dalam dirinya dengan baik. Kemampuan yang tumbuh pada partisipan kedua adalah self efficacy. Partisipan menggunakan kemampuannya dan memilki keyakinan bahwa ia mampu menyelesaikan masalah. Partisipan ketiga memiliki kemampuan emotion regulation dan empathy yang

menonjol. Partisipan memiliki kemampuan untuk mengontrol emosi sehingga partisipan dapat tenang saat menghadapi masalah dan bisa menjaga fokus pikirannya. Partisipan juga menjaga fokus pikirannya. Partisipan juga memiliki kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara tepat baik emosi positif atau emosi negatif. Berdasarkan hasil penelitian, ketiga partisipan sama-sama memunculkan kemampuan pada impulse control, optimism, empathy dan self efficacy meski ketiga partisipan mempunyai kemampuan yang tidak sama persis. Kemampuan resiliensi yang dimiliki membuat ketiga partisipan dapat mengartikan sebuah peristiwa sulit (perceraian orang tua) secara positif. Partisipan dapat mengubah peristiwa yang sulit menjadi keuntungan yang dapat mendorong ketiga partisipan dalam segi perkembangan kemampuan dan kemandiriannya.

2. Penelitian tentang “Resiliensi Penyandang Tunanetra Pada SLB A Ruhui Rahayu di Samarinda” oleh Masna (2013) ditemukan hasil dari penelitian bahwa secara umum ketiga subjek memiliki resiliensi, baik aspek I Have, I Am, dan I Can. Kemampuan resiliensi yang mereka miliki belum sempurna. Akan tetapi, dengan dukungan yang didapat dari keluarga, guru, teman, serta orang lain disekitarnya, harapan yang dimiliki, hubungan yang baik dengan orang lain, pola pikir yang positif, dan keyakinan akan masa depan yang lebih baik, resiliensi yang mereka miliki dapat semakin baik. Seseorang yang memiliki dukungan sosial akan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan dalam hidupnya. Dukungan dari orang-orang

sekitarnya menguatkan dan menjadikan seseorang lebih resilien. Secara umum ketiga subjek mampu mengembangkan potensi yang dimiliki, percaya diri, menerima kondisi fisiknya, bertanggung jawab, dapat mencari bantuan, mampu bersosialisasi, menyadari dukungan orang lain dan memiliki hubungan baik.

3. Penelitian tentang “Resiliensi pada Wanita Dewasa Awal Pasca Kematian Pasangan” oleh Alrisa Naufaliasari dan Fitri Andriani (2013) ditemukan hasil dari penelitian bahwa subjek mengalami masa-masa sulit setelah kematian suami. Subjek merupakan individu yang resilien, karena faktor- faktor protektif (internal dan eksternal) yang dimiliki dapat dimanfaatkan dengan baik sehingga ketiga subjek tidak terpuruk dalam kesedihan.

4. Penelitian tentang “Dinamika Resiliensi Orang Tua Anak Autis” oleh Siti Mumun Muniroh (2010) ditemukan hasil dari penelitian bahwa pembentukan resiliensi orang tua anak autis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dari dalam diri dan dari luar. Faktor dari dalam diri sendiri di antaranya adalah adanya kompetensi pribadi, toleransi pada pengaruh negatif, penerimaan diri yang positif, kontrol diri dan pengaruh spiritual. Sedangkan pengaruh dari luar adalah adanya dukungan dari keluarga, saudara, tetangga serta orang-orang yang ada di sekitar orang tua anak autis. Dinamika resiliensi orang tua anak autis sejak awal mendapat diagnosa autis hingga proses memaknai ujian memiliki anak autis itu sendiri membutuhkan waktu yang cukup lama. Secara kognitif pada awal diagnosa,

orang tua anak autis merasa terkejut, stres, dan sempat berfikir menyalahkan diri sendiri. Secara afektif perasaan kecewa, bingung, dan sedih dialami oleh orang tua anak autis. Setelah proses adaptasi dan pemaknaan, kondisi kognitif maupun afektif orang tua anak autis mulai berubah. Mereka lebih memandang positif permasalahan yang terjadi, serta sudah lebih bisa menerima dan berlapang dada terhadap persoalan yang dihadapi sehingga hal ini menumbuhkan motivasi orang tua untuk mencari solusi kesembuhan anaknya.

5. Penelitian tentang “Resiliensi Penderita Stroke” oleh Astrid Septyanti (2010) ditemukan hasil dari penelitian bahwa resiliensi pada penderita stroke adalah faktor penting dalam proses pemulihan secara psikologis dengan semangat hidup yang tinggi dan optimistis dalam menjalani hidup. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi penderita stroke menjadi resilien, yaitu: faktor I Am yang meliputi; kepercayaan diri dan self esteem yang baik, adanya perasaan dicintai, adanya orang-orang kepercayaan untuk meluapkan perasaan, bisa berempati, mampu untuk mandiri serta bertanggung jawab. Faktor I Have yang meliputi: mendapatkan dukungan, semangat dan layanan yang maksimal dari keluarga dan masyarakat, tetap menjalani aturan yang ada, adanya sosok yang memberikan informasi positif dan keinginan untuk dapat mengikuti informasi positif tersebut. Faktor I Can meliputi: adanya hubungan yang dapat dipercaya, yakin pada pertolongan Allah SWT setiap mendapati permasalahan, mampu mengekspresikan perasaannya, terbuka dalam mendengar saran dan

kritik orang lain. Pada penderita stroke yang menjadi tidak resilien, ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu; faktor I Am yang meliputi: selalu berpikir bahwa dirinya tidak memiliki kemampuan diri, gambaran buruk mengenai tubuh, kemampuan memecahkan masalah yang buruk, tidak bisa bersikap baik dan menarik, kurang mandiri serta kurang bertanggung jawab. Faktor I Have yang meliputi: tidak mendapatkan pelayanan yang maksimal dari keluarga dan medis, tidak menjalani aturan dalam keluarga, tidak adanya sosok yang memberikan inspirasi positif, dan tidak memiliki keinginan untuk membangun hubungan dekat yang baik. Faktor I Can : tidak ada orang kepercayaan yang menjadi tempat untuk meluapkan perasaan, tidak memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, kurang mampu mendengar saran dan kritik dari orang lain, tidak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang baik.

Berangkat dari beberapa penelitian terdahulu mengenai resiliensi yang masih fokus pada problematika pasca orang tua bercerai, penyandang tunanetra pada SLB, kematian pasangan, orang tua anak autis, dan penderita stroke, peneliti memilih permaslaahan penelitian mengenai resiliensi mahasiswa tunanetra tidak dari lahir di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Alasan pemilihan permasalahan tersebut dikarenakan belum ada penelitian terdahulu yang meneliti tentang resiliensi mahasiswa tunanetra tidak dari lahir. Penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas memberikan sumbangan pada penelitian ini yaitu menunjukkan bahwa resiliensi merupakan

aspek penting dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang resiliensi mahassiswa tunanetra tidak dari lahir.

Dokumen terkait