• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

5.2. Evaluasi Pelaksanaan Program BLT di Kelurahan Kampung Baru

5.2.2. Kajian Persyaratan sebagai Keluarga Penerima BLT

5.2.2.1 Kondisi Rumah yang Ditempati

Tabel 5.8

Status Kepemilikan Rumah yang Ditempati

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase

1 2 3 Milik sendiri Sewa/kontrak Menumpang 17 54 9 21,25 67,50 11,25 Jumlah 80 100,00

Sumber: Data Primer 2010

Data yang disajikan pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa mayoritas keluarga yakni 54 atau 67,50% menyatakan bahwa rumah yang mereka tempati adalah rumah sewa atau kontrakan. Sedangkan yang memiliki rumah sendiri ada sebanyak 17 atau 21,25% keluarga. Bahkan terdapat 9 atau 11,25% keluarga yang menumpang. Mereka ini biasanya menumpang di rumah keluarga, seperti keluarga orangtua/mertua. Hasil penelusuran penulis antara lain menunjukkan bahwa pada umumnya responden yang menempati rumah sendiri adalah dalam usia 50 tahun ke

atas. Ditinjau dari status kepemilikan rumah yang ditempati dapatlah disimpulkan bahwa pada umumnya responden merupakan keluarga miskin. Hasil penelusuran data yang lebih mendalam melalui cross check dengan item data lainnya diperoleh fakta, ternyata banyak di antara responden yang menyewa rumah tempat tinggal di atas usia 50 tahun. Jika ditinjau dari segi usia produktivitas dapat diprediksi bahwa terdapat peluang yang sangat kecil bagi mereka untuk memiliki rumah sendiri di masa mendatang.

Tabel 5.9

Luas Lantai Rumah yang Ditempati Berbanding Jumlah Anggota Keluarga

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase

1 2

8 meter per orang

Kurang dari 8 meter per orang

4 76

5,00 95,00

Jumlah 80 100,00

Sumber: Data Primer 2010

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.9 diperoleh informasi bahwa mayoritas responden menempati rumah dengan luas lantai kurang dari 8 meter per orang. Kondisi ini ada pada 76 orang atau 95,00% responden. Melalui observasi yang dilakukan penulis pada saat membagikan angket kepada keluarga responden antara lain diperoleh informasi bahwa pada umumnya penerima BLT menempati rumah berukuran sempit, seperti 4 x 5 meter, dengan penghuni di atas 5 orang. Bahkan ada yang menempati rumah 3 x 5 meter. Dalam buku Pedoman Pelaksanaan Program BLT ditegaskan bahwa salah satu syarat keluarga penerima BLT adalah menempati rumah dengan kriteria kurang dari 8 meter per orang. Dengan demikian, 76 atau 95

Tabel 5.10

Jenis Lantai Bangunan Rumah yang Ditempati

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase

1 2 3

Keramik Semen

Tanah/Kayu/bambu murahan atau

berkualitas rendah 5 26 49 6,25 32,50 61,25 Jumlah 80 100,00

Sumber: Data Primer 2010

Data yang disajikan pada tabel 5.10 diperoleh menginformasikan bahwa mayoritas responden yakni 49 atau 61,25% keluarga menempati rumah dengan lantai terbuat dari tanah, kayu dan bambu murahan atau berkualitas rendah. Jumlah ini diikuti oleh responden yang menempati rumah dengan lantai terbuat dari semen, yakni 26 atau 32,50% keluarga. Selebihnya, yakni 5 atau 6,25% keluarga responden menempati rumah yang terbuat dari keramik. Dalam buku Pedoman Pelaksanaan Program BLT ditegaskan, bahwa salah satu syarat keluarga penerima BLT adalah menempati rumah yang lantainya terbuat dari tanah atau kayu/bamboo murahan atau berkualitas rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari 80 keluarga penerima BLT terdapat 49 atau 61,25% di antaranya memenuhi syarat yang ditetapkan, sedangkan yang lainnya yakni 31 atau 38,75% ternyata tidak memenuhi persyaratan sebagai penerima BLT.

Tabel 5.11

Jenis Dinding Bangunan Rumah yang Ditempati

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase

1 2 3

Tembok diplester Tembok tidak diplester

Kayu/bambu/rumbia berkualitas rendah

17 26 37 21,25 32,50 46,25 Jumlah 80 100,00

Sumber: Data Primer 2010

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.11 dapat diketahui tidak adanya kategori responden yang tergolong mayoritas. Adapun jumlah paling banyak dari kategori responden adalam menempati rumah yang didindingnya terbuat dari kayu/bambu/rumbia berkualitas rendah, dengan jumlah 37 atau 46,25% keluarga. Jumlah ini diikuti oleh responden yang menempati rumah dengan dinding terbuat dari tembok tidak diplester, yakni 26 atau 32,50% keluarga. Ternyata terdapat jumlah yang cukup banyak responden dengan kategori menempati rumah yang dindingnya terbuat dari tembok yang diplester, yakni 17 atau 21,25% keluarga responden.

Dalam buku Pedoman Pelaksanaan Program BLT ditegaskan, bahwa salah satu syarat keluarga penerima BLT adalah menempati rumah yang dindingnya terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah, tembok tanpa diplester. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari 80 keluarga penerima BLT terdapat 63 atau 78,75% di antaranya memenuhi syarat yang ditetapkan, sedangkan yang lainnya yakni 17 atau 21,25% ternyata tidak memenuhi persyaratan sebagai penerima BLT.

5.2.2.2 Fasilitas Rumah yang Digunakan

Tabel 5.12

Kepemilikan Fasilitas Tempat Buang Air Besar dari Rumah yang Ditempati

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase

1 2

Memiliki WC sendiri

Tidak memiliki wc sendiri/menggunakan wc umum 38 42 47,50 52,50 Jumlah 80 100,00

Sumber: Data Primer 2010

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.12 dapat diketahui bahwa 42 atau 52,50% ternyata tidak memiliki wc sendiri/menggunakan wc umum. Jumlah yang tidak jauh bedanya, yakni 38 atau 47,50% keluarga responden menempati rumah lengkap dengan wc sendiri. Hasil wawancara dan observasi yang dilakukan antara lain diketahui, bahwa mereka yang tidak memiliki wc sendiri pada umumnya buang air besar/kecil di sembarang tempat atau tanah kosong maupun sungai. Perlu ditambahkan bahwa di kelurahan Kampung Baru tidak terdapat wc umum.

Dalam buku Pedoman Pelaksanaan Program BLT ditegaskan, bahwa salah satu syarat keluarga penerima BLT adalah menempati rumah tanpa fasilitas wc sendiri. Dengan kata lain keluarga yang memenuhi persyaratan untuk menerima BLT adalah yang tidak memiliki wc sendiri atau menggunakan wc umum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hanya 42 atau 52,50% keluarga responden yang memenuhi syarat yang ditetapkan, sedangkan yang lainnya yakni 38 atau 47,50% ternyata tidak memenuhi persyaratan sebagai penerima BLT.

Tabel 5.13

Jenis Penerangan yang Digunakan

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase

1 2 Listrik Lainnya 66 14 82,50 17,50 Jumlah 80 100,00

Sumber: Data Primer 2010

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.13 dapat diketahui bahwa mayoritas responden yakni berjumlah 66 atau 82,50% ternyata menggunakan listrik untuk alat penerangan. Hanya 14 atau 17,50% dari responden yang tidak menggunakan listrik. Mereka biasanya menggunakan lampu semprong. Berdasarkan penelusuran data lebih lanjut, dari 66 responden yang menggunakan alat penerangan listrik, ternyata 21 keluarga responden tidak menggunakan listrik sendiri (meteran sendiri), dalam arti mereka menarik arus listrik dari tetangga yang memiliki listrik dengan meteran sendiri, tentu dengan kesepakatan biaya penggunaan. Sedangkan 45 keluarga respoden menggunakan alat penerangan listrik dengan meteran sendiri.

Dalam buku Pedoman Pelaksanaan Program BLT ditegaskan, bahwa salah satu syarat keluarga penerima BLT adalah tidak menggunakan alat penerangan listrik. Berdasarkan persyaratan ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden yakni 66 orang atau 82,50% tidak memenuhi persyaratan sebagai penerima BLT. Hanya 14 atau 17,50% dari responden yang memenuhi syarat yang ditetapkan sebagai penerima BLT.

Tabel 5.14

Sumber Air Minum yang Digunakan

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase

1 2 3 4 PDAM Sumur Sungai Air hujan 27 53 0 0 33,75 66,25 0 0 Jumlah 80 100,00

Sumber: Data Primer 2010

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.14 dapat diketahui bahwa mayoritas responden yakni berjumlah 53 atau 66,25% ternyata menggunakan sumber air sumur untuk air minum. Sedangkan 27 atau 33,75% dari responden menggunakan PDAM sebagai sumber air minum. Hasil penelusuran lebih lanjut diketahui bahwa pada umumnya sumur yang mereka gunakan sebagai sumber air minum adalah sumur galian, ada yang di dalam rumah dan ada pula di luar rumah. Hanya sedikit dari mereka yang menggunakan sumur bor. Perlu ditambahkan, mereka yang menggunakan PDAM sebagai sumber air minum terdiri dari 12 keluarga yang memiliki meteran sendiri, sedangkan lainnya membeli dari tetangga.

Dalam buku Pedoman Pelaksanaan Program BLT ditegaskan, bahwa salah satu syarat keluarga penerima BLT adalah menggunakan air sungai atau air hujan sebagai sumber air minum. Berdasarkan kriteria ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada responden yang memenuhi persyaratan sebagai penerima BLT.

Tabel 5.15

Jenis Bahan Bakar yang Digunakan untuk Memasak Sehari-hari

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase

1 2 3 Gas Minyak tanah Kayu bakar/arang 17 53 10 21,25 66,25 12,50 Jumlah 80 100,00

Sumber: Data Primer 2010

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.15 dapat diketahui bahwa mayoritas responden yakni berjumlah 53 atau 66,25% ternyata menggunakan minyak tanah untuk memasak sehari-hari. Selanjutnya 17 atau 21,25% menggunakan gas. Namun masih ada 10 atau 12,50% responden yang menggunakan kayu bakar. Mereka ini biasanya mencari kayu di berbagai tempat, terutama di areal yang sedang membangun gedung. Pekerjaan ini pada umumnya dilakukan anak-anak, tetapi sebagian kecil oleh ibu rumah tangga.

Dalam buku Pedoman Pelaksanaan Program BLT ditegaskan, bahwa salah satu syarat keluarga penerima BLT adalah menggunakan kayu bakar, arang, dan minyak tanah untuk kebutuhan memasak sehari-hari . Berdasarkan kriteria ini dapat disimpulkan bahwa 63 atau 78,75% responden memenuhi persyaratan sebagai penerima BLT. Dengan demikian 17 atau 21,25% keluarga responden tidak memenuhi persyaratan sebagai penerima BLT. Terdapat kemungkinan bahwa kriteria keluarga penerima BLT belum dikaitkan dengan program nasional pengalihan penggunaan minyak tanah ke gas yang justru bertujuan mengurangi subsidi atas minyak tanah di APBN.

5.2.2.4 Pendapatan

Tabel 5.16

Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Mata Pencaharan Utama Keluarga

No Sumber Pendapatan Utama Frekuensi Persentase

1 2 3 4 5 6 Serabutan Tukang Jualan

Penarik Becak/Supir angkot Tukang cuci/PRT Tukang Kusuk 45 15 11 4 3 2 56,25 18,75 13,75 5,00 3,75 2,50 Jumlah 80 100,00

Sumber: Data Primer 2010

Data yang disajikan pada tabel 5.16 menunjukkan bahwa mayoritas keluarga responden, yakni 45 orang atau 56,25% memiliki pekerjaan atau sumber pendapatan yang tidak menetap atau serabutan. Mereka melakukan pekerjaan yang ada, misalnya ada yang menawarkan untuk ikut bekerja di suatu tempat, apapun jenis pekerjaannya, dalam arti yang wajar. Sumber pendapatan rumah tangga lain responden adalah tukang, terdiri dari 15 orang atau 18,75%, jualan berjumlah 11 orang atau 13,75%. Pada umumnya mereka yang menyebut tukang adalah buruh bangunan, sedangkan jualan itu pada umumnya jualan kecil-kecilan di rumah atau depan rumah berupa kios kecil. Disamping itu, menarik becak dan supir angkot merupakan sumber pendapatan 4 atau 5,00% responden. Lainnya adalah tukang cuci/PRT dan tukang kusuk, yang masing-masing terdiri dari 3 orang atau 3,75% dan 2 orang atau 2,50%.

Mereka yang menjual jasa cuci/PRT adalah mencuci pakaian dan menjaga anak dari yang tidak jauh dari rumah mereka. Sedangkan yang menjual jasa sebagai tukang kusuk biasanya dipanggil oleh orang yang membutuhkan, yang pada umumnya adalah orang-orang yang berada tidak jauh dari rumah mereka.

Dalam petunjuk teknis pelaksanaan program BLT disebutkan bahwa salah satu kriteria keluarga penerima BLT adalah bahwa kepala keluarg memiliki pekerjaan seperti buruh tani atau buruh laiannya atau pekerjaan lain yang identik dengan buruh. Menurut penulis, hal yang utama dari kriteria pekerjaan tersebut adalah bukan PNS, pegawai tetap perusahaan, atau pengusaha atau pekerjaan lain yang bersifat mapan dari segi ekonomi. Berbagai jenis pekerjaan atau sumber pendapatan responden sebagaimana disajikan pada tabel 5.8 adalah pekerjaan yang rawan secara ekonomi, dalam arti terdapat kemungkinan sering menganggur dan tidak memiliki sumber pendapatan. Oleh karena itu dari segi jenis pekerjaan atau sumber utama pendapatan keluarga responden, maka keluarga responden secara umum dapat dinilai layak menerima BLT.

Tabel 5.17

Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Pendapatan Kepala Keluarga Per Bulan

No Jumlah Pendapatan (Rp) Frekuensi Persentase

1 2 3 4 5 < 500.000 500.000 – < 600.000 600.000 – < 800.000 800.000 – < 1.000.000 1.000.000 65 8 4 2 1 81,25 10,00 5,00 2,50 1,25 Jumlah 80 100,00

Data yang disajikan pada tabel 5.17 menunjukkan bahwa mayoritas responden, yakni 65 orang atau 81,25% menyatakan pendapatan kepala keluarga mereka adalah kurang dari Rp. 500.000 perbulan. Jumlah ini diikuti oleh responden yang kepala keluarganya berpendapatan Rp. 500.000 s/d < Rp. 600.000 yang terdiri dari 8 orang atau 10,00%.

Dalam petunjuk pelaksanaan program BLT ditegaskan bahwa salah satu syarat rumah tangga penerima program BLT adalah bahwa kepala keluarga dari rumah tangga tersebut memiliki pendapatan di bawah Rp. 600.000/perbulan. Dengan demikian sebanyak 73 orang atau 91,25% responden memenuhi persyaratan sebagai penerima BLT, sedangkan 7 orang atau 8,75% responden adalah keluarga yang tidak layak menerima BLT. Adapun ketujuh orang responden ini terdiri dari responden dengan kepala keluarga berpendapatan Rp.600.000 – < Rp. 800.000 sebanyak 4 orang atau 5,00%, responden dengan kepala keluarga berpendapatan Rp. 800.000 – < Rp. 1.000.000 dan responden dengan kepala keluarga berpendapatan

1.000.000. Berdasarkan sebaran data tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi penyimpangan dalam hal persyaratan jumlah pendapatan kepala keluarga, walaupun penyimpangan tersebut dalam jumlah kecil dengan kisaran pendapatan yang tidak jauh di atas Rp. 600.000.

Walaupun dalam tabel 5.9 seperti yang telah disajikan sebelumnya ada responden yang memiliki pendapatan rata-rata perbulan lebih dari Rp. 600.000, bahkan ada yang lebih Rp. 1.000.000, namun sesuai dengan jenis pekerjaan mereka, keseluruhan responden memiliki pendapatan yang fluktuatif. Tegasnya, atas pertanyaan : Apa penghasilan mereka setiap bulan mencapai Rp. 600.000, justru seluruh responden memberikan jawaban yang sama, yakni kadang-kadang. Hal ini

ditegaskan untuk lebih memperjelas bahwa data pendapatan dalam tabel 5.9 adalah pendapatan rata-rata perbulan, bukan pendapatan tetap.

5.2.2.4 Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari Keluarga

Tabel 5.18

Kemampuan Memenuhi Kebutuhan Setiap Bulan atas Pendapatan yang Ada

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase

1 2 3

Selalu mampu memenuhi

Kadang-kadang mampu memenuhi Tidak mampu memenuhi

3 47 30 3,75 58,75 37,50 Jumlah 80 100,00

Sumber: Data Primer 2010

Data yang disajikan dalam tabel 5.18 menunjukkan bahwa mayoritas responden yakni 47 orang atau 58,75% menyatakan bahwa mereka tidak selalu dalam arti hanya kadang-kadang mampu memenuhi kebutuhan hidup setiap bulannya. Jumlah ini diikuti oleh responden yang menyatakan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dengan jumlah responden 30 orang atau 37,50%. Hanya 3 orang atau 3,75 responden yang menyatakan selalu mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Melalui wawancara penulis mendapat informasi bahwa responden yang menyatakan selalu mampu memenuhi kebutuhan hidup setiap bulan dalam arti hidup sederhana. Bahkan mereka cenderung tidak memasukkan pendidikan sebagai kebutuhan hidup utama yang harus dipenuhi. Bagaimana mereka yang kadang-kadang maupun tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari? Pada umumnya mereka menjalani hidup dengan strategi

pertahanan berupa pengaturan menu makanan dengan harga serendah-rendahnya dan dengan frekuensi makan yang rendah, di bawah normal. Oleh karena itu, dalam hal kemampuan memenuhi kebutuhan ini, hanya 3 orang yang patut didalami, sedangkan lainnya memang sesuai dengan persyaratan penerima BLT.

Tabel 5.19

Frekuensi Makan Pada Umumnya Setiap Hari

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase

1 2 3 4 5 3 kali 2 – 3 kali 2 kali 1 – 2 kali 1 kali 5 12 15 42 6 6,25 15,00 18,75 52,50 7,50 Jumlah 80 100,00

Sumber: Data Primer 2010

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.19 dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni mencapai 42 orang atau 52,50% menyatakan pada umumnya makan 1 – 2 kali sehari. Sedangkan yang makan 2 kali sehari mencapai 15 orang atau 18,75%, dan yang makan 2 – 3 kali sehari mencapai 1 orang atau 15,0%. Hanya 5 orang atau 6,25% responden yang makan 3 kali sehari atau secara normal. Bahkan terdapat 6 orang atau 7,50% responden yang makan hanya satu kali sehari.

Dalam ketentuan yang berlaku ditegaskan bahwa salah satu syarat penerima BLT adalah keluarga dengan frekuensi makan satu atau dua kali sehari. Jika hal ini dijadikan sebagai ukuran, maka responden yang memenuhi persyaratan hanyalah 48

keluarga atau 60,00%. Selebihnya, yakni 32 keluarga atau 40,00% tidak memenuhi persyaratan sebagai keluarga penerima BLT.

Tabel 5.20

Frekuensi Mengkonsumsi Daging/Susu Dalam Seminggu

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase

1 2 3 4 3 kali 2 kali 1 kali < 1 kali 2 11 56 11 2,50 13,75 70,00 13,75 Jumlah 80 100,00

Sumber: Data Primer 2010

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.20 dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni mencapai 56 orang atau 70,00% menyatakan mengkonsumsi daging/susu sebanyak satu kali dalam seminggu. Responden yang mengkonsumsi daging/susu 2 dan kurang dari satu kali dalam seminggu memilki frekuensi yang sama, yakni 11 orang atau 13,75%. Hanya tiga orang atau 2,50% responde yang menyatakan mengkonsumsi daging/susu tiga kali dalam seminggu.

Dalam ketentuan tentang program BLT ditegaskan, bahwa salah satu syarat bagi keluarga penerima BLT adalah mengkonsumsi daging/susu sebanyak satu kali dalam seminggu. Dengan demikian, terdapat 67 atau 83,75% keluarga yang memenuhi persyaratan sebagai penerima BLT. Sebaliknya, terdapat 13 atau 16,25% keluarga yang tidak memenuhi syarat sebagai penerima BLT.

Tabel 5.21

Frekuensi Pembelian Baju Baru Dalam Satu Tahun

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase

1 2 3 2 kali 1 kali < 1 kali 5 46 29 6,25 57,50 36,25 Jumlah 80 100,00

Sumber: Data Primer 2010

Data yang disajikan pada tabel 5.21 menginformasikan kepada kita bahwa mayoritas responden, yakni mencapai 46 orang atau 57,50% menyatakan mengkonsumsi membeli baju baru sebanyak satu kali dalam setahun. Jumlah ini diikut i oleh responden yang membeli baju baru kurang dari satu kali dalam satu tahun. Selanjutnya hanya 5 orang atau 6,25% responden yang membeli baju baru dua kali dalam satu tahun.

Dalam Buku Petunjuk Pelaksanaan Program BLT ditegaskan, bahwa salah satu syarat bagi keluarga penerima BLT adalah membeli baju baru satu kali dalam setahun. Dengan demikian, 75 atau 93,75% keluarga responden memenuhi syarat sebagai penerima BLT. Sedangkan 5 atau 6,25% keluarga tidak memenuhi syarat sebagai penerima BLT.

5.2.2.5 Kepemilikan Aset

Tabel 5.22

Kepemilikan Tabungan atau Aset yang Mudah Dijual

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase

1 2 3

Memiiki dengan nilai > Rp. 500.000 Memiliki dengan nilai < Rp. 500.000 Tidak memiliki 23 8 49 28,75 10,00 61,25 Jumlah 80 100,00

Sumber: Data Primer 2010

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.22 dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni mencapai 49 orang atau 61,25% menyatakan tidak memiliki aset yang dapat dengan mudah dijual. Sedangka 23 atau 28,75% menyatakan memiliki aset yang dapat dengan mudah dijual dengan nilai lebih dari Rp. 500.000. Aset ini pada umumnya dalam bentuk sepeda motor, tabungan di bank dan emas. Sedangkan 8 atau 10,00% responden menyatakan memiliki aset yang dapat dijual dengan mudah dengan nilai kurang dari Rp. 500.000. Aset ini pada umumnya dalam bentuk emas.

Dalam Buku Pedoman Program BLT ditegaskan, bahwa salah satu syarat bagi keluarga penerima BLT adalah tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000 . Dengan demikian, terdapat 57 atau 71,25% keluarga yang memenuhi persyaratan sebagai penerima BLT. Sebaliknya, terdapat 23 atau 28,75% keluarga yang tidak memenuhi syarat sebagai penerima BLT.

Dokumen terkait