BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka
a. Pengertian Menulis
Menulis merupakan salah satu aspek dari empat keterampilan berbahasa. Nurgiyantoro (2010:283) berpendapat bahwa menulis adalah aktivitas aktif produktif, yaitu aktivitas menghasilkan bahasa. Pendapat lain, Alek dan Achmad H.P (2010:106) berpendapat bahwa menulis merupakan kegiatan menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara, sehingga dalam kegiatan menulis seseorang menghasilkan sebuah karya berwujud tulisan. Slamet (2009:96) mengungkapkan bahwa menulis merupakan serangkaian aktivitas (kegiatan) yang terjadi dan melibatkan beberapa fase, yakni pramenulis, penulisan dan pascapenulisan. Tarigan (2009:3) memberi batasan pengertian menulis dengan berpendapat bahwa menulis merupakan keterampilan mekanistik, tidak mungkin dikuasai melalui teori saja, tetapi hanya dapat dikuasai oleh orang yang rajin berlatih. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, dapat kita ketahui bahwa agar dapat menulis dengan baik, seseorang harus berlatih secara terus menerus dan melewati fase penulisan untuk menyempurnakan tulisan tersebut.
Menurut Lasa (2005:7), menulis merupakan proses penuangan gagasan dan pemikiran dengan sistem tertentu dalam bentuk tulisan. Pendapat lain mengenai menulis disampaikan oleh Wiyanto (2006:1-2) dengan membagi pengertian menulis menjadi dua pengertian. Pertama, menulis berarti mengubah bunyi yang dapat didengar menjadi tanda-tanda yang dapat dilihat. Pengertian kedua adalah bahwa menulis merupakan kegiatan mengungkapkan gagasan secara tertulis. Melengkapi pendapat tersebut, Wolsey (2010:194)
mengungkapkan “writing is much more than the mirror image of reading, and composing may place greater demands on working memory than reading task
commit to user
do”. Aktivitas menulis tidak hanya sekedar menuangkan kembali apa yang telah dibaca, namun mengkomposisikan kembali apa yang telah kita peroleh berdasarkan ingatan kita sehingga dalam aktivitas ini, ingatan kita dituntut untuk memproduksi tulisan berdasarkan memori otak kita.
Bertolak dari beberapa pengertian menulis di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa menulis adalah suatu kegiatan mengungkapkan pikiran, ide atau gagasan, dan pesan secara tertulis melalui lambang atau simbol grafik yang teratur sebagai bentuk sarana komunikasi tidak langsung sehingga orang lain dapat memahami isinya dengan mudah.
b. Tahap-tahap dalam Menulis
Tahap dalam menulis adalah suatu proses kreatif. Djauharie dan Suherli (2005:57-60) berpendapat bahwa terdapat lima tahapan dalam membuat karangan, yakni menentukan dan memilih tema/topik karangan, menentukan tujuan penulisan, menyusun kerangka karangan, mengumpulkan bahan tulisan dan mengembangkan kerangka karangan. Melengkapi pendapat tersebut, Nurudin (2007:92) menjelaskan bahwa dalam menulis melalui tahap : 1) pramenulis yang meliputi: a)memilih dan membatasi topik; b) brainstorming
yang terdiri atas mendaftar, menulis bebas dan pengelompokan. 2) Merencanakan menulis yang meliputi: a) membuat subdaftar; b) menulis kalimat topik; dan c) membuat outline. 3) Menulis dan merevisi draf yang berupa: a) menulis draf kasar;b) merevisi dan mengorganisasikan tulisan; serta c) menulis akhir.
Akhadiah, Maidar G. Arsyad dan Sakura H. Ridwan (1999:3-5) menyebutkan tahapan menulis yakni 1) prapenulisan yang terdiri atas penentuan topik, penentuan tujuan dan pemilihan bahan; 2) penulisan , yakni berupa penyusunan paragraf dan kalimat, pemilihan kata dan teknik penulisan; dan 3) revisi, yakni perbaikan buram pertama dan pembacaan ulang. Pendapat lain disampaikan oleh Alek, dan Achmad H.P (2010:107) dengan berpendapat bahwa menulis terdiri atas tiga langkah, yakni 1) persiapan, yang meliputi: a) membuat kerangka karangan; b) menemukan idiom yang menarik; dan c) menemukan kata kunci; 2) menulis yang terdiri atas a) mengingatkan diri agar
commit to user
tetap logis; b) membaca kembali setiap memperoleh satu paragraf; dan c) percaya diri akan apa yang ditulis; lalu 3) editing yang terdiri atas a) memperhatikan kesalahan kata, tanda baca dan tanda hubung; b)memperhatikan hubungan antarparagraf; dan c) membaca tulisan secara menyeluruh.
Melengkapi pendapat di atas, Slamet (2008:112-120) menjelaskan bahwa tahap penulisan terdiri atas 1) prapenulisan, yakni a) menentukan dan membatasi topik tulisan; b) merumuskan tujuan, menentukan bentuk tulisan, dan menentukan pembaca yang akan ditujunya; c) memilih bahan; dan d) menentukan generalisasi dan cara-cara mengorganisasikan ide untuk tulisannya; 2) pembuatan draf; 3) perevisian; 4) pengeditan/penyuntingan; 5) pemublikasian. Penulisan karangan pada dasarnya meliputi tahap pramenulis, menulis dan revisi. Dalam tahap pramenulis, seseorang mempersiapkan tulisannya dengan menentukan topik tulisan, membuat kerangka, dan menentukan bentuk tulisan. Berdasarkan kerangka yang telah dibuat, seseorang menyusun draf tulisan, kemudian draf tulisan tersebut disunting pada tahap revisi.
c. Jenis-jenis Tulisan
Akhadiah, Maidar G. Arsyad dan Sakura H. Ridwan (1997:14-15) mengemukakan bahwa terdapat empat jenis tulisan, yakni deskripsi, narasi, eksposisi dan persuasi. Wiyanto (2006:64-69) mengklasifikasikan tulisan berdasarkan sifat dan tujuan menjadi lima jenis, yakni narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi dan persuasi. Nurudin (2010:50) mengemukakan bahwa deskripsi adalah penulisan dengan penggambaran obyek dengan memanfaatkan panca indera. Fokus penulisan tergantung pada emosi pembaca, hal panca indera mana, dan pembaca itu sendiri. Narasi adalah bercerita, penulisan ini digunakan untuk menjelaskan suatu keadaan, melestarikan sejarah dan juga menghibur pembaca. Eksposisi adalah penulisan untuk menjelaskan suatu proses atau ide. Dalam penulisan dibutuhkan hal yang rinci tentang suatu penjelasan dari definisi. Jenis tulisan yang keempat
commit to user
adalah persuasi, yakni tulisan yang berisi bujukan terhadap seseorang untuk melakukan sesuatu.
Menyambung pendapat di atas, Sudaryat (2009:169-172) mengemukakan bahwa berdasarkan bentuknya, terdapat empat jenis wacana. Wacana narasi adalah wacana yang isinya memaparkan terjadinya suatu peristiwa, baik peristiwa rekaan maupun kenyataan. Wacana deskripsi yaitu wacana yang isinya menggambarkan penginderaan (penglihatan, pendengaran, penciuman, kehausan, kelelahan), perasaan, dan perilaku jiwa (harapan, ketakutan, cinta, benci, rindu dan rasa tertekan). Wacana eksposisi adalah wacana yang isinya menjelaskan sesuatu. Wacana argumentasi yakni wacana yang memberikan alasan terhadap kebenaran atau ketidakbenaran sesuatu hal, dengan maksud agar pesapa dapat diyakinkan sehingga terdorong untuk melakukan sesuatu.
Berdasarkan pemaparan di atas, berdasarkan bentuknya terdapat lima jenis wacana, yakni narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Narasi adalah wacana yang berisi kisahan atau cerita dan di dalamnya terdapat konflik antartokoh, sedangkan deskripsi adalah wacana yang berisikan menggambarkan hasil penginderaan. Eksposisi adalah wacana yang berisikan penjelasan mengenai suatu proses. Wacana argumentasi adalah wacana yang bertujuan untuk meyakinkan pembaca, termasuk membuktikan pendapat atau pendirian dirinya dan wacana persuasi adalah wacana yang berisikan ajakan kepada pembaca untuk melakukan suatu hal dalam menyingkapi sesuatu. d. Pengertian Menulis Narasi
Keraf (2007:136) menuliskan bahwa narasi merupakan suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu atau dapat pula dirumuskan bahwa narasi merupakan suatu bentuk wacana yang yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Narasi berusaha menjawab
pertanyaan “Apa yang telah terjadi?”. Melengkapi pendapat tersebut, Djauharie dan Suherli (2005:47) mengungkapkan bahwa wacana narasi adalah
commit to user
karangan yang mengisahkan suatu peristiwa yang disusun secara kronologis (sistematika waktu) dengan tujuan memperluas pengalaman seseorang. Isi wacana narasi adalah cerita atas suatu peristiwa atau kisah seseorang.
Nurudin (2010:71) mengemukakan bahwa narasi adalah bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah cerita secara kronologis atau berlangsung dalam suatu kesatuan waktu tertentu. Narasi dapat dimulai dari peristiwa ditengah atau paling belakang, sehingga memunculkan flashback. Narasi dapat bergaya kisahan orang pertama sehingga terasa subjektivitas pengarangnya, atau orang ketiga sehingga lebih terkesan objektif. Senada dengan pendapat tersebut, Wiyanto (2006:65) mengatakan bahwa narasi merupakan kisah atau cerita yang bertujuan mengisahkan atau menceritakan, kadang mirip dengan paragraf deskripsi. Perbedaannya, narasi mementingkan urutan dan biasanya ada tokoh yang diceritakan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa narasi merupakan sebuah wacana atau tulisan yang memiliki berbentuk cerita atau kisahan yang menonjolkan pelaku serta menurut perkembangan dari waktu ke waktu dan disusun secara sistematis. Ciri-ciri karangan narasi menurut Keraf (2007:136) yakni menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan, dirangkai dalam urutan waktu, berusaha menjawab pertanyaan “apa yang terjadi?”, ada konflik dan narasi dibangun oleh sebuah alur cerita. Alur ini tidak akan menarik jika tidak ada konflik.
e. Jenis-jenis Tulisan Narasi
Berikut adalah jenis tulisan narasi menurut Keraf (2007:136-138). 1. Narasi Ekspositorik (Narasi Teknis)
Narasi Ekspositorik adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat mengenai suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah seseorang. Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya satu orang. Pelaku diceritakan mulai dari kecil sampai saat ini atau sampai terakhir dalam kehidupannya. Karangan
commit to user
narasi ini diwarnai oleh eksposisi, maka ketentuan eksposisi juga berlaku pada penulisan narasi ekspositorik. Ketentuan ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada, tidak memasukan unsur sugestif atau bersifat objektif.
2. Narasi Sugestif
Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha memberikan suatu maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada pembaca atau pendengar sehingga tampak seolah-olah melihat. Perbedaan pokok antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif menurut Keraf (2007:138-139) adalah sebagai berikut.
Narasi Ekspositoris Narasi sugestif
1. Memperluas pengetahuan. 1. Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat. 2. Menyampaikan informasi
mengenai suatu kejadian.
2. Menimbulkan daya khayal.
3. Didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan rasional
3. Penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar.
4. Bahasanya lebih condong ke bahasa informatif dengan titi berat pada penggunaan kata-kata denotatif.
4. Bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitik beratkan penggunaan kata-kata konotatif.
Pada intinya, narasi ekspositoris menyajikan cerita kepada pembaca, berisi kisahan cerita yang dapat ditangkap secara rasional dan cerita tersebut masuk akal. Suatu cerita narasi ekspositoris menyajikan kisahan yang bisa ditemukan pembaca dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, narasi sugestif menyajikan suatu kisahan yang akan mengajak pembaca berkhayal, menemukan sesuatu di luar nalar dan tidak masuk akal. Umumnya cerita yang disajikan dalam narasi sugestif tidak bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
commit to user
Sudaryat (2009:170) menjelaskan bahwa wacana narasi dapat bersifat faktual maupun imajinatif seperti dongeng, novel, biografi, sketsa, dan anekdot. Pendapat lain yakni Tarigan (2008:28) mengutip pendapat Weaver, mengklasifikasikan narasi menjadi empat jenis, yakni narasi urutan waktu, motif, konflik, titik pandangan, dan pusat minat. Melengkapi pendapat tersebut, Tarigan (2008:35) berpendapat bahwa terdapat empat bentuk tulisan narasi yang biasa dipergunakan, yakni buku catatan harian atau jurnal, cerita otobiografis, lelucon otobiografis, dan esai pribadi. Senada dengan pendapat tersebut, Djauharie dan Suherli (2005:47) menyatakan bahwa cerita atau kisah yang diketengahkan di dalam narasi dapat berupa kisah fiktif maupun imajinatif, dapat pula berupa kisah faktual atau nyata. Contoh kisah yang fiktif diantaranya cerpen, novel dan hikayat sedangkan contoh kisah faktual diantaranya sejarah, biografi, otobiografi dan cerita pengalaman.
Menyambung pendapat di atas, Keraf (2007:141-144) berpendapat bahwa terdapat empat bentuk khusus dalam paragraf narasi, yakni biografi dan otobiografi, anekdot, anekdot dan insiden, sketsa, dan profil. Biografi dan otobiografi adalah penyampaian kisah menarik mengenai kehidupan dan pengalaman-pengalaman pribadi. Perbedaannya, biografi dikisahkan oleh orang lain sedangkan otobiografi dikisahkan oleh orang itu sendiri. Selanjutnya, anekdot adalah semacam cerita pendek yang bertujuan menyampaikan karakteristik yang menarik atau aneh mengenai seseorang atau hal lain, sedangkan insiden merupakan cerita mengenai kejadian atau peristiwa yang tengah terjadi. Sketsa adalah cerita yang menyajikan hal-hal yang penting dari suatu peristiwa atau kejadian secara garis besar dan selektif dan profil adalah suatu wacana modern yang berusaha menggabungkan narasi, deskripsi dan eksposisi dalam berbagai porsi yang berbeda. Walaupun demikian, pada kenyataannya keempat bentuk karangan narasi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, selalu ada kaitan antara bentuk satu dan yang lainnya.
commit to user
2. Hakikat Pembelajaran Menulis a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2001: 57). Lebih lanjut Hamalik mengungkapkan bahwa material meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, dan komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya.
Ada lima pengertian pengajaran dan pembelajaran menurut Hamalik (2001: 58), yaitu:
1. pengajaran ialah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik/siswa di sekolah;
2. pengajaran adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah;
3. pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik;
4. pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik;
5. pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa mengahadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Suprijono (2009: 11) menjelaskan tentang perbedaan antara pengajaran dan pembelajaran. Pembelajaran merupakan terjemahan dari learning dan pengajaran terjemahan dari teaching. Lebih lanjut, Suprijono mengungkapkan bahwa pengajaran adalah proses perbuatan, cara mengajarkan. Perbuatan atau cara mengajarkan diterjemahkan sebagai kegiatan guru mengajari peserta didik; guru menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik dan peserta didik sebagai pihak penerima. Pengajaran seperti ini merupakan proses instruktif. Guru bertindak sebagai „panglima‟, guru dianggap paling dominan,
commit to user
Suprijono (2009: 13) menjelaskan tentang pembelajaran yang berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Perbedaan esensial istilah ini dengan pengajaran adalah pada tindak ajar. Pada pengajaran guru mengajar, peserta didik belajar, sedangkan pada pembelajaran, guru mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru yang menyediakan fasilitas belajar bagi anak didiknya untuk mempelajarinya sehingga subjek pembelajaran adalah peserta didik. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran.
Suatu pembelajaran yang ideal adalah pembelajaran yang membuat siswa mampu merekonstruksi pemahamannya dan berkualitas. Akan tetapi, kondisi ideal pembelajaran sulit ditemukan di lapangan. Hadi (2008) menyatakan bahwa pembelajaran yang berkualitas dipengaruhi oleh delapan faktor. Tanpa kedelapan faktor tersebut, kualitas pembelajaran akan menjadi rendah. Faktor pertama yang mempengaruhi kualitas pembelajaran yakni tujuan. Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajar berpangkal dari jelas tidaknya perumusan tujuan pengajaran. Tercapainya tujuan sama halnya keberhasilan pengajaran.
Faktor kedua yang mempengaruhi kualitas pembelajaran yakni faktor guru. Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru, suatu strategi yang bagus dan idealnya tidak mungkin bisa diaplikasikan. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, teknik dan taktik pembelajaran. Faktor selanjutnya yang mempengaruhi yakni anak didik (siswa). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi :
a. latar belakang siswa (pupil formative experience) : meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran, tingkat sosial ekonomi, dari keluarga bagaimana siswa berasal, kepribadian dan sebagainya;
commit to user
b. sifat yang dimiliki siswa (pupil properties) : meliputi kemampuan, pengetahuan dan sikap.
Faktor keempat yang mempengaruhi kualitas pembelajaran yakni sarana dan prasarana. Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah dan lain-lain. Prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil dan lain-lain. Kelengkapan saran dan prasarana akan membantu guru dalam menyelenggarakan proses pembelajaran dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Selain sarana dan prasarana, kegiatan pembelajaran juga mempengaruhi kualitas pembelajaran. Dalam kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang dipakai oleh guru menghasilkan kegiatan anak didik yang bermacam-macam. Guru yang menggunakan pendekatan individual, misalnya berusaha memahami anak didik sebagai makhluk individual dengan segala persamaan dan perbedaannya. Guru yang menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami anak didik sebagai makhluk sosial, dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar yang tidak sama pula. Perpaduan dari kedua pendekatan tersebut menghasilkan hasil belajar mengajar yang lebih baik.
Lingkungan merupakan faktor keenam yang mempengaruhi kualitas pembelajaran. Dilihat dari dimensi lingkungan, terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.
a. Faktor organisasi kelas, yang di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar cenderung kurang efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
b. Faktor iklim sosial psikologis maksudnya, keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial ini dapat terjadi secara internal dan eksternal.
commit to user
Faktor ke tujuh yang mempengaruhi kualitas pembelajaran yakni bahan dan alat evaluasi. Bahan evaluasi adalah suatu materi yang terdapat di dalam kurikulum dan sudah dipelajari oleh anak didik. Materi tersebut pada umumnya tersaji dalam bentuk buku paket. Pembelajaran di kelas umumnya masih berpedoman dengan adanya buku paket tersebut. Arikunto (2008:3) menyatakan bahwa evaluasi adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran yang bersifat kuantitatif lalu mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk yang bersifat kualitatif. Menyambung pendapat diatas, Arikunto (2008:25-26) berpendapat bahwa alat evaluasi atau biasa disebut instrumen, adalah sesuatu yang dapat dipergunakan oleh seseorang untuk mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien. Alat evaluasi dapat digolongkan menjadi dua, yakni teknik tes dan nontes. Teknik tes pada umumnya berupa tipe soal benar-salah (true-false) dan pilihan ganda (multiple choise), menjodohkan (matching), melengkapi (completion) dan esai. Sedangkan teknik nontes mengukur sesuatu dengan skala bertingkat, kuisioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan dan riwayat hidup.
Masing-masing alat evaluasi mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Benar-salah (B-S) dan pilihan ganda adalah bagian dari tes objetif. Kekurangan tes objektif yakni apabila anak didik tidak dapat menjawab, mereka cenderung melakukan tindakan spekulasi pengambilan sikap untung-untungan daripada tidak menjawab. Alat tes dalam bentuk esai dapat mengurangi sikap dan tindakan spekulasi pada anak didik sebab tes ini hanya dapat dijawab bila anak didik betul-betul menguasai bahan pelajaran dengan baik. Bila tidak, kemungkinan besar anak didik tidak dapat menjawabnya dengan baik dan benar. Kelemahan alat test ini adalah dari segi pembuatan item soal. Tidak semua bahan pelajaran dalam satu semester dapat tertampung untuk disuguhkan kepada anak didik pada waktu ulangan. Selain itu, subjektivitas guru terhadap tulisan siswa cenderung mendominasi penilaian guru. Berbagai permasalahan yang telah dikemukaan tersebut mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Validitas dan reliabilitas data dari hasil evaluasi tersebut mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar.
commit to user
Apabila alat tes tersebut tidak valid dan tidak reliabel, maka tidak dapat dipercaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar mengajar.
Suasana evaluasi merupakan faktor teakhir yang mempengaruhi kualitas pembelajaran. Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan di dalam kelas. Semua anak didik dibagi menurut kelas dan tingkatan masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak didik yang dikumpulkan di dalam kelas akan mempengaruhi suasa kelas sekaligus mempengaruhi suasana evaluasi yang dilaksanakan. Sistem silang adalah teknik lain dari kegiatan mengelompokkan anak didik dalam rangka evaluasi. Sistem ini dimaksudkan untuk mendapatkan data hasil evaluasi yang benar-benar objektif karena sikap mental anak didik belum semuanya siap untuk berlaku jujur, maka dihadirkanlah satu atau dua orang pengawas atau guru yang ditugaskan untuk mengawasinya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses atau usaha untuk menjadikan siswa belajar dengan memberikan stimulasi kepada siswa agar menimbulkan respons yang tepat untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan.
b. Proses Pembelajaran Menulis Narasi di SMA
Proses pembelajaran bahasa secara umum adalah mengembangkan kemampuan vertikal. Maksudnya siswa sudah dapat mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum sempurna. Semakin lama, kemampuan tersebut menjadi semakin sempurna, misalnya strukturnya semakin benar pilihan katanya semakin tepat, dan kalimat-kalimatnya semakin bervariasi.
Menulis narasi merupakan bagian dari keterampilan menulis yang harus dikuasai oleh siswa Sekolah Menengah Atas, khususnya jurusan Bahasa. Lindgren dan Sullivan (2002:566) menyatakan “the ability to write is not innate and is generally learned in a formal setting”. Kemampuan menulis bukan merupakan faktor bawaan dan umumnya menulis dipelajari pada tempat formal
Pembelajaran menulis narasi merupakan bagian dari rangkaian pembelajaran menulis lanjutan jenjang sekolah dasar dan jenjang sekolah
commit to user
menengah pertama. Di kelas tiga SD semester II, siswa sudah diajari menulis narasi. Pembelajaran ini berlanjut sampai jenjang SMP. Di kelas VII SMP, menulis narasi berlanjut pada kompetensi dasar menulis buku harian dan pengalaman pribadi, serta mengubah teks wawancara menjadi wacana narasi. Pada jenjang sekolah menengah atas, menulis narasi diajarkan kembali di kelas X semester I pada kompetensi dasar menulis gagasan dengan