• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Penelitian yang relevan

Salah satu penelitian yang relevan adalah penelitian yang dilakukan Herlina (2016) dengan judul “peningkatan keterampilan berbicara bahasa bugis melalui teknik bermain peran pada siswa kelas VII A SMP Negeri 12 Pare-pare” terdapat persamaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu peningkatan keterampilan berbicara perbedaannya terdapat pada metode yang digunakan yaitu melalui teknik bermain peran, hasil penelitian dengan judul peningkatan keterampilan berbicara bahasa bugis melalui teknikbermain peran pada siswa kelas VII A SMP Negeri 12 Pare-pare mengalami peningkatan pada siklus II dengan rata-rata nilai yang dicapai sebesar 85,5 dan presentase ketuntasan tercapai 88%.

Nirmawati (2019) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan keterampilan berbicara melalui penerapan metode diskusi siswa kelas VIII C SMP Negeri 33 Makassar” berdasarkan hasil peneliti yang telah dilakukan menunjukkan bahwa keterampilan berbicara siswa melalui diskusi mengalami peningkatan pada siklus II dengan rata-rata nilai yang dicapai sebesar 80,49 dan presentase ketuntasan tercapai 82%.

2. Keterampilan Berbahasa

a. Pengertian Keterampilan Berbahasa

Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasai melalui lisan dan tulisan. Berkomunikasi mealaui lisan dilakukan dalam bentuk simbol bunyi dimana setiap simbol bunyi memiliki ciri khas tersendiri. Pada kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahasa adalah sistem lambang bunyi artikulasi (yang dihasilkan alat ucap) yang dipakai untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Widjono (2012: 20) menjabarkan bahasa adalah lambang bunyi ujaran yang digunakan oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Sedangkan keterampilan berbahasa keterampilan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Seorang guru juga memerlukan media bahasa dalam proses pembelajaran dan upaya pembelajaran. Secara optimal tujuan komunikasi akan lebih mudah tercapai jika kita mampu mempelajari keterampilan berbahasa dengan baik. Namun ada pula orang yang sangat lemah tingkat keterampilan berbahasanya sehingga menimbulkan salah pengertian dalam komunikasi. Bahasa merupakan sarana berpikir yang pertama dan utama karena tanpa bahasa tidak mungkin manusia dapat berpikir mengenai objek tertentu, walaupun objek tersebut secara faktual tidak terlihat. Komunikasi sehari-hari alat yang sering digunakan untuk berkomunikasi adalah bahasa, baik berupa bahasa tulis maupun lisan. Bahasa sebagai sarana komunikasi tentunya mempunyai fungsi berdasarkan kebutuhan seseorang secara sadar

atau tidak sadar yang digunakannya. Bahasa merupakan alat untuk mengekspresikan diri, alat komunikasi, dan sarana untuk kontrol sosial sebagai alat komunikasi.

3. Aspek-aspek kebahasaan

Pada keterampilan berbahasa ada empat aspek yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak dan membaca merupakan aspek reseptif,sementara berbicar dan menulis merupakan aspek prodiktif. Pada aktivitas berbicara, pengirim pesan mengirimkan pesan dengan menggunakan bahasa lisan. Sementara dalam menyimak penerima pesan berupaya memberi makna terhadap bahasa lisan yang disampaikan penuturnya. Pada kegiatan menulis pengirim pesan mengirimkan pesan dengan menggunakan bahasa tulis dan dalam membaca penerima pesan berupaya memberi makna terhadap bahasa tulis yang disampaikan penulisnya.

a. Menyimak

Aderson (Munirah 2018) mengemukakan bahwa menyimak sebagai proses besar mendengarkan, mengenal, serta menginterpretasikan lambang-lambang lisan. Begitu pula dengan Tarigan mengemukakan bahwa menyimak merupakan proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan, serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.

b. Membaca

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis . (Tarigan, 1986: 7). Membaca terdiri atas lima jenis yaitu : membaca bahasa, membaca cerdas atau membaca dalam hati, membaca teknis, membaca emosional, dan membaca bebas.

c. Menulis

Menulis merupakan kegiatan pengungkapan ide, gagasan,pikiran, atau perasaan secara tertulis, kegiatan menulis dapat dilakukan dalam berbagai bentuk atau jenisbergantung pada tujuan menulis itu sendiri. Rusyana (1986) berpendapat bahwa berdasarkan tujuan penulisan, tulisan terdiri atas enam jenis, yaitu tulisan deskripsi, narasi, bahasa, argumentasi, dialog, dan surat.

d. Berbicara

Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran gagasan, dan perasaan (Tarigan, 2008 : 16). Pengertian tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa berbicara berkaitan dengan pengucapan kata-kata yang bertujuan untuk menyampaikan apa yang akan disampaikan baik itu perasaan, ide atau gagasan.

Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran gagasan atau perasaan

secara lisan. Pengertian ini pada intinya mempunyai makna yang sama dengan pengertian yang disampaikan oleh Tarigan bahwa berbicara berkaitan dengan pengucapan kata-kata.

Berdasarkan beberapa pendapat menurut para ahli maka peneliti menyisimpulkan bahwa keterampilan berbicara merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk menyatakan atau menyampaikan maksud, ide, gagasan, pikiran serta perasaan dengan menggunakan bahasa lisan dalam berkomunikasi dengan struktur yang baik disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyimak agar apa yang disampaikan dapat dipahami oleh penyimak .

Bahasa sesorang dapat mencerminkan pikirannya Semakin mahir seseorang dalam berbahasa maka semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan berbahasa ini pula dapat diperoleh dan dikuasai dengan cara memperbanyak latihan.

4. Hakikat Berbicara

Berbicara secara umum dapat dimaksudkan sebagai sebuah keterampilan guna menyampaikan ide, gagasan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan. Menurut Tarigan (1990 : 15), berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Nurgiyantoro menambahkan bahwa berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan. Untuk dapat berbicara dalam

suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosa kata yang bersangkutan. Selain itu, diperlukan juga penguasaan masalah atau gagasan yang akan disampaikan serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara. Sedangkan wujud dari berbicara sendiri dipandang sebagai sebuah alat berkomunikasi dengan kebutuhan-kebutuhan penyimak penerima pesan yang telah disusun dalam pikiran pembicara. Pada intinya berbicara adalah sebuah kemampuan diri dalam mengekspresikan pikiran atau ide melalui lambang-lambang bunyi.

5. Tujuan berbicara

Tujuan berbicara dapat tercapai setelah kegiatan berbicara selesai. Pada dasarnya tujuan utama seseorang berbicara adalah untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita dua orang atau lebih sehingga pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

Esensi dari tujuan berbicara itu sendiri adalah kegiatan berbicara untuk menghibur, menginformasikan, menstimulasi, meyakinkan dan menggerakkan. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, pembicara harus memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Pembicara harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya dan harus mengetahui segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.

Tarigan juga mengemukakan bahwa berbicara mempunyai tiga maksud umum yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan (to inform),

menjamu dan menghibur (to entertain), serta untuk membujuk, mengajak, mendesak dan meyakinkan (to persuade). Oleh karena itu, agar dapat menyampaikan pesan secara efektif, pembicara harus memahami apa yang akan disampaikan atau dikomunikasikan.

6. Faktor yang mempengaruhi efektivitas berbicara

Efektivitas berbicara bergantung kepada berbagai faktor. Adapun faktor yang mempengaruhi efiktivitas berbicara adalah faktor kecemasan berbicara dan bertukar gagasan. Gagasan adalah pesan dalam dunia batin seseorang yang hendak disampaikan kepada orang lain. Gagasan itu dapat berupa pengetahuan, pendirian, keinginan, perasaan, emosi, dan sebagainya (Widyamartaya, 1990: 1). Kecemasan berbicara, mempunyai makna yaitu keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan seseorang yang telah dipengaruhi oleh rasa cemas karena khawatir, takut dan gelisah (Tarigan, 1998: 80). Orang mengalami kecemasan berbicara karena beberapa hal yaitu :

a) Tidak tahu apa yang harus dilakukan, tahu bagaimana memulai pembicaraan, tidak dapat memperkirakan apa yang diharapkan pendengar, menghadapi sejumlah ketidakpastian.

b) Orang menderita kecemasan berbicara karena tahu akan dinilai berhadapan dengan penilaian membuat orang nervous.

c) Kecemasan berbicara dapat menimpa bukan pemula, bahkan mungkin orang-orang yang terkenal sebagai pembicara-pembicara

yang baik. Ini terjadi bila pembicara berhadapan dengan situasi yang asing dan tidak siap.

7. Metode Pengajaran Berbicara

Menurut Tarigan (1998: 152) metode pengajaran berbicara yang baik selalu memenuhi berbagai kriteria. Kriteria itu berkaitan dengan tujuan, bahan, pembinaan keterampilan proses dan pengalaman belajar. Kriteria yang harus dipenuhi oleh metode pengajaran berbicara antara lain adalah:

1) Relevan dengan tuntunan pengajaran,

2) Memudahkan siswa memahami materi pembelajaran 3) Mengembangkan butir- butir keterampilan proses,

4) Dapat mewujudkan pengalaman belajar yang telah dirancang, 5) Merangsang siswa untuk belajar,

6) Mengembangkan penampilan siswa,mengembangkan kreativitas siswa 7) Tidak menuntut peralatan yang rumit

8) Mudah dilaksanakan dan menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan

8. Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara

Menurut Fatonah (2004: 59), faktor penunjang pada kegiatan berbicara ada dua macam yaitu:

a. Faktor Kebahasaan 1) Ketetapan ucapan

Seseorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat.pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar. Biasanya bentuk ucapan dan penyebutan yang digunakan tidak mesti sama, setiap penutur mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang digunakan sering berubah sesuai dengan pokok pembicaraan. Latar belakang penutur bahasa Indonesia tentu berbeda-beda, setiap penutur dipengaruhi oleh bahasa ibunya.

2) Penempatan tekanan, nada, durasi, dan intonasi yang sesuai

Kesesuaian penempatan tekanan, nada, durasi dan intonasi adalah daya tarik tersendiri saat berbicara, terkadang menjadi bagian penentu kesuksesan penyampaian lisan. Meskipun masalah yang dibicarakan kurang menarik tetapi pembicara pandai menempatkan tekanan, nada, durasi dan intonasi bicaranya sehingga penampilan dan masalahnya menjadi menarik, meskipun masalahnya konkret namun jika penyampaiannya datar saja, tanpa ada modifikasi irama, nada dan suara, maka pendengar merasa bosan dan keterampilan berbicara tentu berkurang dan tidak efektif.

3) Pilihan kata (Diksi)

Pilihan kata harus jelas, sesuai, tepat dan beragam. Jelas maksudnya agar pendengar mudah memahami yang akan menjadi objek. Pendengar semakin terdorong semangatnya dan mudah memahami arti kata jika yang didengarnya adalah kata-kata yang sering

didengar dan sudah diketahui. Kata asing ini pasti belum diketahui dan rasa ingin tahu meningkat, namun ini akan mengurangi kelancaran dalam berkomunikasi. Pilihan kata harus sinkron dengan pokok pembicaraan yang akan dipaparkan dan kepada siapa kita akan berbicara. Jika masalah yang dibicarakan adalah masalah ilmiah maka kata yang digunakan juga harus ilmiah dan baku. Cara menyampaikannya juga serius disesuaikan dengan situasi yang berlangsung.

4) Ketepatan penggunaan kalimat serta bahasanya

Ketepatan kalimat yang dimaksud terkait dengan penggunaan kalimat efektif yang digunakan agar lawan bicara mudah memahami maksud pembicara. Seorang penutur atau pembicara harus pandai menggunakan kalimat efektif, agar dapat membangkitkan pengaruh, menyimpan dingatan yang mandalam di hati pendengar. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Kalimat efektif memiliki ciri utuh, berpautan, pemusatan perhatian, dan kehematan. Keutuhan kalimat terlihat pada lengkap tidaknya unsur-unsur kalimat.

b. Faktor nonkebahasaan

Keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh fator kebahasaan seperti yang sudah diuraikan di atas, tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebhasaan. Bahkan dalam pembicaraan formal, faktor nonkebahasaan ini sangat mempengaruhi keefektifan berbicara, dalam

proses belajar-mengajar, sebaiknya faktor nonkebahasaan ini ditanamkan terlebih dahulu ketika berbicara di depan umum. Yang termasuk faktor nonkebahasaan ialah :

1) Sikap pembicara

Seorang pembicara dituntut memiliki sifat positifketika berbicara maupun menunjukkan ototritas dan integritas pribadinya, tenang dan bersemangat dalam berbicara.

2) Pandangan mata

Seorang pembicara dituntut mampu mengarahkan pandangan matanya kepada semua yang hadir agar para pendengar merasa terlihat dalam pembicaraan. Pembicara harus menghindari pandaangan mata yang tidak kondusif,misalnya melihat ke samping, ke atas, atau menunduk.

3) Keterbukaan

Seorang pembicara dituntut memiliki sikap terbuka, jujur, dalam mengemukakan pendapat, pikiran, perasaan,atau gagasannya dan bersedia menerima kritikan dan mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru atau tidak dilandasi argumentasi yang kuat.

4) Gerak-gerik dan ekspresi wajah

Seorang pembicara dituntut mampu mengoptimalkan penggunaan gerak-gerik anggota tubuh dan ekspresi wajah untuk mendukung penyampaian gagasan. Untuk itu perlu dihindari penggunaan

gerak-gerik yang berlebihan dan bertentangan dengan makna kata yang digunakan. Karena segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.

5) Kenyaringan suara

Seseorang pembicara dituntut mampu memproduksi suara yang nyaring sesuai dengan tempat, situasi, dan jumlah pendengar. Kenyaringan suara yang dimaksud bukan berbicara dengan berteriak, tetapi dengan suara yang dapat dipahami oleh semua pendengar dengan artikulasi yang jelas. Kenyaringan suara pembicara ditentukan oleh jumlah pendengar tempat dan situasi.

6) Kelancaran

Seorang pembicara percaya diri dan lancar akan memudahkan pendengar memahami maksud dan isi pembicaraannya. Kerap kita temukan pembicara dengan terputus-putus atau diselipkan dengan kata ee, aa. Hal tersebut sangat mengurangi konsentrasi pendengar menangkap pokok pembicaraannya.

7) Penguasaan topik

Penguasaan topik juga termasuk faktor yang sangat penting dalam mencapai efektifitas keterampilan berbicara. Agar penyajian lisan berjalan dengan efektif maka perlu penguasaan topik yang baik dan persiapan yang matang agar dapat meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri.

Bersumber pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang memengaruhi kegiatan berbicara seseorang adalah faktor kebahasaan (linguistik) dan faktor nonkebahasaan (nonlinguistic). 9. Definisi Metode Bertukar Gagasan

Gagasan atau pikiran merupakan hasil pemikiran, keinginan, harapan yang disampaikan penulis kepada pembaca atau pendengarnya. Gagasan juga dilengkapi dengan data, fakta, informasi dan pendukung lainnya yang diharapkan dapat memperjelas gagasan serta meyakinkan calon pembacanya (Suyono: 2004).

Pembahasan bertujuan untuk menyampaiakan gagasan berupa hasil penalaran dan bukti data, untuk membuktikan kepada pendengar atau pembaca tentang kebenaran, pendirian, atau kesimpulan pembicara. Gagasan juga sering ditemukan saat debat, diskusi, rapat, seminar, talkshow. Gagasan disampaikan untuk mencegah suatu masalah bukan untuk memperkeruh masalah. Gagasan yang disampaikan juga harus objektif atau sesuai sasaran dan masuk akal. Gagasan juga disebut pendapat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000) gagasan merupakan hasil pemikiran, dan ide. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengemukakan gagasan:

a. Gagasan disampaikan secara langsung dan didasari pemikiran yang logis, objektif dan sehat,

c. Gagasan yang disampaikan harus sesuai objek permasalahan dan tidak keluar dari permasalahan,

d. Tidak memaksakan pendapat sendiri harus diterima dan Menghilangkan rasa emosional,

e. Tidak diperboleh merendahkan atau menjelekkan orang lain,serta f. Gagasan yang disampaikan berupa contoh pelaksanaan dari gagasan

yang timbul dari orang lain.

g. Dengan menggunakan kalimat yang digunakan singkat, padat, dan jelas untuk mengungkapkan gagasan

Suyono (2004: 56), tolak ukur penyampaian gagasan ditentukan oleh faktor-faktor berikut:

a. Gagasan yang dikemukakan harus berkaitan dengan masalah

b. Gagasan yang dikemukakan memperlancar pemahaman masalah, penyelesaian masalah, dan penemuan sebab,

c. Gagasan yang dikemukakan tidak mengulang gagasan yang pernah telah disampaikan oleh peserta lain

d. Gagasan yang dikemukakan didukung faktor, contoh, penjelasan, perbandingan atau saksi nyata,

e. Bahasa untuk menyampaikan gagasan menggunakan kalimat dan kata yang tepat,

f. Gerak, mimik, nada suara, tekanan, yang digunakan memperjelas gagasan yang disampaikan, serta

Berdasarkan beberapa pendapat menurut para ahli, sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa gagasan adalah kegiatan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang diwujudkan dalam bentuk debat, rapat , seminar, dan diskusi atau cara mempertemukan pikiran, gagasan, dan perasaan masing-masing berunding ditanggap, dianggap oleh siswa lainnya dalam kelas.

1. Metode debat

a) Pengertian metode debat

Di era global ini, debat menjadi sangat penting. Debat memberikan partisipasi yang sangat besar bagi kehidupan demokrasi tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Dalam dunia pendidikan ini debat dapat menjadi metode yang sangat berperan penting untuk meningkatkan gagasan terpenting bila siswa diharapkan mampu mengemukakan pendapat yang bertentangan pada diri mereka sendiri.

Metode ini merupakan metode yang dapat membantu anak didik menuangkan gagasan, ide dan pendapatnya. Debat adalah kontradiksi argumentasi, Nurcahyo (2012: 3). Kelebihan pada metode ini yaitu pada kemampuan menghidupkan kembali keberanian siswa berbicara dan bertanggung jawab atas pengetahuan yang didapat melalui proses debat, baik dikelas maupun di luar kelas.

Proses debat ini merupakan suatu bentuk retorika modern yang kebanyakan tercirikan oleh adanya dua pihak atau lebih yang melanjutkan komunikasi dengan bahasa dan saling berupaya

mempengaruhi pendapat dan sikap seseorang. Sesuai dengan pendapat Siddiq (Musaba 2012: 40) bahwa debat merupakan proses bertukar pikiran secara terbuka untuk menganalisis masalah yang masih pro dan kontra dengan melihat aturan debat.

Debat adalah konvensi yang paling tepat dan penting digunakan untuk menumbuhkan keterampilan berfikir dan mempertajam keterampilan berbicara. Debat juga dapat memberikan peran serta yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

b) Tujuan debat

Metode debat merupakan metode pengajaran yang mengarahkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan dari metode ini adalah untuk menyelesaikan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan mengetahui pengetahuan siswa serta membuat suatu keputusan (Danajaya : 2011)

Debat bertujuan untuk melatih mental atau keberanian mengemukakan pendapat di depan umum, mematahkan pendapat dari lawan debat serta melatih diri untuk bersikap kritis terhadap semua materi yang diperdebatkan. Dengan demikian debat merupakan sarana yang paling fungsional untuk menyajikan, meningkatkan dan mengembangkan komunikasi verbal dan melalui debat pembicara dapat menunjukkan sikap cendekiawannya.

Debat dapat dikategorikan terdiri atas tiga jenis, yaitu debat parlementer atau majelis , debat pemeriksaan ulangan dan debat formal. Ketiga jenis debat tersebut digunaklan di sekolah dan perguruan tinggi, Mulgrave ( Tarigan 2013: 96).

1) Debat majelis atau parlementer (assembly or parlementary debating.

2) Debat pemeriksaan ulangan (cross examination debating)

3) Debat formal atau debat konvensional (formal, convensional debating)

Dokumen terkait