• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.3 Rumah Susun Sewa

Pengertian rumah susun sewa yang tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.18/PERMEN/M/2007 adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah. Status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian. Pengertian rumah susun sewa menurut Perum Perumnas adalah rumah susun sederhana yang disewakan kepada masyarakat perkotaan yang tidak mampu untuk membeli rumah atau yang ingin tinggal untuk sementara waktu.

Dari uraian mengenai pengertian dari rumah susun sewa tersebut dapat disimpulkan bahwa rumah susun sewa adalah gedung bertingkat yang memiliki satuan-satuan hunian yang distrukturkan secara horizontal maupun vertikal dengan status sewa. Dan rumah susun sewa tersebut diperuntukkan bagi masyarakat yang kurang mampu untuk membeli rumah ataupun yang ingin tinggal untuk sementara waktu.

Merujuk pada pengertian rusunawa, rusunawa difungsikan sebagai

transitory housing dimana penghuni yang ada di rusunawa tersebut tidak tinggal

secara permanen, namun rusunawa menjadi tempat untuk menjalani proses untuk mencapai kemapanan, tidak tersisih dan dapat mengikuti perkembangan kota yang berjalan secara dinamis dan sangat cepat. Sehingga rusunawa diselenggarakan untuk memberikan hunian yang layak dan nantinya diharapkan penghuni rusunawa

16

tersebut dapat pindah dari rusunawa dan memiliki rumah secara mandiri (Hardiman, 2009; Pemerintah Kota Surabaya, 2014)

Di Indonesia, pembangunan rumah susun menjadi salah satu upaya untuk mengurangi luasan kawasan kumuh yang diimplementasikan melalui program

urban housing renewal ( Yudohusodo, 1991; Perumnas, 2012; Hardiman, 2009).

Karena pengadaan rumah susun dalam konteks urban renewal menjadi upaya yang bisa diterima, akan tetapi masyarakat yang bermukim di rumah susun tersebut juga harus dapat beradaptasi. Pengadaan rumah susun ini dijadikan sebagai stimulan untuk meningkatkan lingkungan kawasan kumuh, untuk menghindari kawasan kumuh tersebut dari bencana kebakaran, menyediakan ruang terbuka, air bersih, aksesibilitas, manajemen persampahan, listrik dan aliran air (Hardiman, 2009).

Seperti yang disimpulkan oleh Gagoek Hardiman (2009) dalam penelitiannya mengenai rusunawa bahwa masyarakat di rusunawa Kaligawe merasakan dampak yang positif dengan ditata ulangnya kawasan tersebut menjadi rumah susun. Karena dengan pengadaan rumah susun tersebut dapat menjadi tempat evakuasi selama banjir, sehingga masyarakat setempat merasakan pentingnya hunian bertingkat.

Namun terdapat beberapa permasalahan pada rumah susun yang telah diremajakan seperti yang dirangkum oleh Hartatik (2010) yaitu cenderung menjadi kumuh kembali dan kurangnya rasa saling memiliki untuk memelihara lingkungannya; kegaduhan dan kurangnya privasi; banyak penghuni yang kualitas hidupnya semakin terpuruk , kurangnya fasum dan fasilitas perniagaan yang menghambat aktivitas perekonomian penghuni .

Pelaksanaan urban renewal di Indonesia melalui kerjasama public-private dalam menanggulangi masalah kekumuhan juga tidak mengalami kesuksesan. Hal ini terjadi karena pembangunanya hanya difokuskan pada kepentingan tertentu (pemerintah dan pengembang swasta) dan tidak difokuskan pada kebutuhan dari pengguna hunian atau pelayanan yang tersedia (Rahardjo, Suryani, & Trikariastoto, 2014). Sehingga untuk suksesi pelaksanaan urban renewal ini perlu menggunakan pendekatan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat. Karena pendekatan ini menjadikan masyarakat sebagai pelaku utama (subjek) dalam pembangunan yang berdasarkan aspirasi, kepentingan, kemampuan dan upaya masyarakat itu sendiri

17

(Handrianto, 1996; Marwati, 2008). Selain itu juga pelaksanaan urban renewal juga perlu dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan agar permasalahan yang kemungkinan timbul pasca pelaksanaan urban renewal dapat diminimalisir (Lee 2003, dalam Lee & Chan, 2006).

Dalam melakukan peremajaan lingkungan kumuh tidak hanya semata masalah fisik saja, namun juga terdapat aspek sosial, ekonomi dan budaya dalam masyarakat tersebut yang juga harus menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan peremajaan lingkungan. Sehingga perlu juga melibatkan peranan pemerintah lokal dan LSM setempat untuk melakukan pendekatan terhadap sosial masyarakat tersebut guna mensukseskan program peremajaan tersebut (Yudohusodo, 1991).

Dari uraian tentang urban renewal, urban housing renewal, dan rumah susun sewa dapat disimpulkan bahwa urban housing renewal adalah bagian dari

urban renewal dalam lingkup mikro yaitu peremajaan yang dilakukan di area

perumahan. Ada berbagai macam strategi yang dapat dilakukan pada upaya urban

housing renewal tergantung dari kondisi dan juga permasalahan yang terjadi. Pada

kasus penelitian ini, strategi yang telah diterapkan adalah urban redevelopment yaitu melakukan transisi dari hunian tapak ke hunian vertikal.

Urban housing renewal sebagai bagian dari urban renewal dalam skala

mikro dapat disimpulkan sebagai sebuah upaya untuk mengurangi kekumuhan pada lingkungan perumahan dengan menata kembali fisik lingkungan perumahan tersebut serta meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarananya. Dalam pelaksanaannya tidak hanya memperbaiki fisiknya namun juga memperbaiki aspek sosial dan budaya masyarakatnya serta mampu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Namun dalam pelaksanaan sebuah pembangunan termasuk usaha perbaikan lingkungan perumahan, pembangunan harusnya tidak hanya sekedar diadakan namun membutuhkan keberlanjutan dari pembangunan tersebut karena adanya manusia yang mendiami lingkungan perumahan tersebut. Sehingga memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan dan berbagai ketimpangan lainnya baik pada aspek sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan. Oleh karenanya Lee (2003) (dalam Lee dan Chan 2006) mengusulkan untuk melakukan pendekatan pembangunan yang berkelanjutan dalam pelaksanaan urban renewal untuk

18

mengurangi dan atau menghindari adanya kemungkinan ketimpangan-ketimpangan yang muncul.

Urban housing renewal yang telah dilakukan yaitu membangun di lokasi

yang sama dengan bertransisi dari hunian tapak ke hunian vertikal. Rumah susun sewa menjadi salah satu alternatif pelaksanaan UHR. Karena masyarakat yang tinggal dikawasan yang diremajakan tersebut biasanya adalah masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga keterjangkauan biaya hunian perlu diperhatikan tanpa mengurangi penyediaan sarana dan prasarana lingkungan perumahan yang dibutuhkan.

2.4 Tujuan Urban Housing Renewal pada Rumah Susun Sewa

Dokumen terkait