• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori-teori yang mendukung 2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak

Perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ketahap kematangan melalui pertumbuhan, pematangan, dan belajar. Perkembangan itu bergerak secara berangsur-angsur tetapi pasti, melalui suatu bentuk/tahap ke bentuk/tahap berikutnya, yang kian hari kian bertambah maju, mulai dari masa pembuahan dan berakhir dengan kematian (Desmita, 2007: 4)

Faktor yang mempengaruhi tinggi-rendahnya mutu hasil perkembangan siswa pada dasarnya terdiri atas dua macam yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri. Faktor eksternal, yaitu hal-hal yang datang atau ada di luar diri siswa yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dengan lingkungannya (Syah, 1995: 47).

Piaget (dalam Salkind, 2009: 326), berpendapat bahwa perkembangan inteletual melewati empat tahapan yaitu:

10

1. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)

Inteligensi dan tindakan dalam periode ini berasal dari pengalaman-pengalaman perceptual indrawi dan sensorimotor anak. Komponen terpenting pada perkembangan seorang anak adalah adanya kesempatan untuk bertindak terhadap lingkungan dengan cara tidak dibatasi. Anak berfokus pada objek-objek dan pengalaman eksternal di luar tubuhnya dan mengulangi tindakan tertentu secara terus menerus, seolah-olah tengah berlatih.

2. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)

Tahapan praoperasional merupakan titik balik yang istimewa dalam perkembangan kognitif. Untuk pertama kalinya, pemikiran menjadi proses simbolik untuk memahami dunia. Contoh yang paling jelas mengenai hal ini adalah perkembangan bahasa. Dunia anak praoperasional dibatasi oleh kontak langsung dengan objek-objek konkret. Anak praoperasional berada dalam periode peralihan. Meskipun dalam periode ini sudut pandang anak terhadap dunia berkembang dengan cepat, namun anak masih mengalami kebingungan tertentu dalam menilai sebab dan akibat. Anak membuat generalisasi yang tidak tepat, mengira bahwa perasaan dan tindakan yang ia alami juga terjadi pada objek-objek tidak hidup (misalnya, ia mengira bahwa awan menangis agar terjadi hujan). 3. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)

Anak operasional konkret tidak mampu melaksanakan operasi yang terlepas dari pengalaman-pengalaman perseptual. Mereka tidak bertanya tentang isu-isu abstrak, misalnya isu tentang kebebasan, karena mereka kesulitan kalau harus mengaitkan konsep-konsep semacam itu dengan pengalaman-pengalaman konkret.

11

Karakteristik pada anak dalam tahapan ini adalah bahwa anak mulai bisa berfungsi sebagai ilmuwan, dimana ia mampu menerima asumsi-asumsi (tanpa memerlukan bukti fisik) dan mampu menghubungkan sebab akibat. Mereka bisa menggunakan pertimbangan masa lalu dan masa yang akan datang ketika dihadapkan pada situasi-situasi yang baru.

Siswa kelas lima SD berusia antara 10-11 tahun yang berada pada tahap

operasional konkret. Untuk menunjang pembelajaran anak dalam masa operasional konkret maka dibutuhkan teknik pembelajaran yang yang tidak

terlepas dari pengalaman-pengalaman konkret.

2.1.1.2 Teori Belajar Vygotsky

Lev Semenovich Vygotsky yang lahir di Rusia tahun 186 mempelajari berbagai bidang studi di sekolah, termasuk psikologi, filsafat, dan sastra. Ia menerima gelar hukum dari Moscow Imperial University tahun 1917. Peristiwa penting dalam hidup Vygotsky terjadi pada 1924 saat Kongres Psikoneurologi All-Russian kedua di Leningard. Teori psikologi yang berlaku saat itu adalah teori yang mengabaikan pengalaman-pengalaman subjektif dan lebih memilih refleks-refleks terkondisi dari Pavlov dan sorotan behaviorisme terhadap pengaruh-pengaruh lingkungan. Vygotsky mempresentasikan sebuah tulisan ilmiah (“The Methods of Reflexological and Psychological Investigation”) ia mengkritik pandangan-pandangan yang dominan saat itu dan berbicara tentang hubungan refleks-refleks terkondisi dengan pikiran sadar dan perilaku manusia (Schunk, 2012: 337).

Vygotsky berpendapat bahwa, tidak seperti hewan yang hanya bereaksi terhadap lingkungan, manusia memiliki kapasitas untuk mengubah lingkungan sesuai dengan keperluan mereka. Kapasitas adaptif ini membedakan manusia dari bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah darinya. Teori Vygotsky menitikberatkan interaksi dari faktor-faktor interpersonal (sosial), kultural-historis, dan individual sebagai kunci dari perkembangan manusia. Interaksi-interaksi dengan orang-orang di lingkungan sekitar (misalnya; program

12

magang, kolaborasi) menstimulasi proses-proses perkembangan dan mendorong pertumbuhan kognitif (Schunk, 2012: 338-339).

Untuk mendukung pandangannya, Vygotsky mengemukakan konsep yang disebutnya zone of proximal development (ZPD) atau zona perkembangan proksimal. Menurut konsep ini perkembangan pembelajar bisa dan perlu dibedakan ke dalam dua taraf, yaitu taraf perkembangan aktual dan taraf perkembangan potensial. Taraf perkembangan aktual tercermin dari kemampuan pembelajar menyelesaikan aneka tugas dan memecahkan aneka masalah secara mandiri. Ini adalah tahap kemampuan intramental. Taraf perkembangan potensial tercermin dari kemampuan pembelajar menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah dengan bantuan orang dewasa atau berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Ini adalah tahap kemampuan intermental. Jarak antara kedua tahap kemampuan itu disebut Zone

Proximal Development (ZPD) (Supratiknya, 2012: 30). 2.1.1.3 Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran dan pengelolaan kelas (Ngalimun 2014: 27). Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik (teratur) dalam pengorganisasian kegiatan (pengalaman) belajar untuk mencapai tujuan belajar (kompetensi belajar) (Arend, dalam Ngalimun, 2014: 28). Dengan kata lain, model pembelajaran adalah rancangan kegiatan belajar agar pelaksanaan kegitan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, menarik, mudah dipahami, dan sesuai dengan urutan yang logis.

Suatu rancangan pembelajaran atau rencana pembelajaran disebut menggunakan model pembelajaran apabila mempunyai empat ciri khusus, yaitu (a) rasional teoretik yang logis yang disusun oleh penciptanya atau pengembangnya, (b) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa

Dokumen terkait