KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Konsep Komunikasi Massa
Joseph A. Devito (Effendi) dalam bukunya, “Communicology : An Introduction To The Study of Communication”, menyatakan bahwa komunikasi massa adalah sebagai berikut :
1. Komunikasi Massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca, atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti khalayak itu besar pada umumnya agak sukar untuk diidentifikasikan.
2. Komunikasi Massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar- pemancar audio dan visual. Komunikasi akan lebih mudah dan logis bila didefinisikan menurut bentuknya, televisi, radio, surat kabar, film, buku dan pita.
Komunikasi itu ditujukan kepada massa dengan melalui media massa. Maka ciri-ciri komunikasi massa adalah :
1. Komunikator massa bersifat melembaga, berarti bahwa komunikatornya bertindak atas nama lembaga. Contoh komunikator media massa adalah wartawan, penyiar radio, reporter televisi, sutradara, film, karena media
yang dipergunakan adalah suatu lembaga dan dalam menyebar luaskannya pun atas nama lembaga.
2. Pesan yang disampaikan media massa bersifat umum (public) karena ditujukan kepada umum yang mengenai kepentingan umum.
3. Proses komunikasi massa bersifat satu arah yang berarti tidak terdapat arus balik dari komunikan terhadap komunikator. Dengan lain perkataan penyiar televisi atau wartawan tidak mengetahui khalayak yang dijadikan sasaran. Yang dimaksud dengan tidak mengetahui dalam keterangan diatas adalah tidak mengetahui proses komunikasi itu berlangsung.
4. Komunikan komunikasi massa yang heterogen, beragam dalam jenis usia, jenis kelamin, pendidikan, agama, status sosial, status ekonomi, hobi, dan sebagainya. Selain komunikan, komunikasi massa juga bersifat anonim, tidak dikenal oleh komunikator.
5. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan berarti pendengar radio atau pemirsa televisi secara serempak bersama-sama dan serentak pada saat yang sama memperhatikan acara yang sama. (Effendi, 1990:23).
Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri, komunikasi metitikberatkan pada penyampaian pesan melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Menurut McQuail, pesan yang disampaikan melalui media massa merupakan suatu produk yang komoditas yang memiliki nilai tukar secara umum simbolik yang mengandung nilai kegunaan. Jadi setiap pesan yang ditayangkan oleh
stasiun televisi berada dalam posisi sebagai produk yang ditawarkan dalam rangka mencapai salah satu tujuan yaitu dikonsumsi khalayak.
Selanjutnya, McQuail (1991:53) mengatakan bahwa media massa berperan sebagai :
1. Pengalaman yang meluaskan pandangan kita dan memungkinkan kita mampu memahami apa yang terjadi disekitar kita, tanpa campur tangan pihak lain atau sikap memihak.
2. Juru bahasa yang menjelaskan dan memberi makna terhadap peristiwa atau hal yang terpisah dan kurang jelas.
3. Pembawa atau penghantar informasi atau pendapat.
4. Jaringan interaktif yang mennghubungkan pengirim dengan penerima melalui berbagai macam umpan balik.
5. Papan penunjuk jalan yang secara aktif menunjukkan arah, memberikan bimbingan atau instruksi.
6. Penyaring yang memilih bagian pengalaman yang perlu diberikan perhatian khusus dan menyisihkan aspek pengalaman yang lainnya.
7. Cermin yang memantulkan citra masyarakat itu sendiri.
8. Tirai dan penutup yang menutupi kebenaran demi mencapai tujuan propaganda atau pelarian dari suatu kenyataan.
Sehingga tanpa disadari, media massa kemudian turut berperan juga dalam hampir seluruh kehidupan khalayak secara langsung ataupun secara tidak langsung.
2.1.2. Media Massa Sebagai Alat Komunikasi
Media massa merupakan bentuk komunikasi dan rekreasi menjangkau masyarakat secara luas sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Media massa terdiri dari media cetak (surat kabar, brosur, baleho, buku, majalah tabloid) dan media elektronik (radio, video, film, piringan hitam, kaset, CD/DVD). Media massa diidentifikasikan sebagai media sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap perilaku masyarakat.
Pesan-pesan yang ditayangkan melalui media elektronik dapat mengarahkan masyarakat ke arah perilaku prososial maupun antisosial.
Penayangan berkesinambungan mengenai laporan perang seperti laporan Perang Teluk, di Somalia dan Sudan, penayangan film-film seri yang menonjolkan kekerasan dianggap sebagai salah satu faktor yang mendorong perilaku agresif pada anak-anak yang melihatnya. Demikian juga penayangan adegan-adegan yang berbau pornografi dan pornoaksi dilayar televisi sering dikaitkan dengan perubahan moralisasi serta peningkatan pelanggaran susila dalam masyarakat.
Media massa dapat menggambarkan realitas sosial dalam berbagai aspek kehidupan. Meskipun untuk itu, informasi atau pesan (message) yang ditampilkannya sebagaimana dapat dibaca di surat kabar atau majalah, didengarkan di radio, dilihat di televisi atau internet telah melalui suatu
saringan (filter) dan seleksi dari pengelola media itu untuk berbagai kepentingannya (misalnya : untuk kepentingan bisnis atau ekonomi, kekuasaan politik, pembentukan opini publik, hiburan (entertainment) hingga pendidikan). Terlepas dari berbagai kepentingan yang melatarbelakangi pemunculan suatu informasi atau pesan yang disajikan oleh media massa, kiranya tidak
dapat dipungkiri lagi bahwa
pada massa kini pertemuan orang
dengan media massa sudah tidak
lagi dapat dielakkan. Tidaklah
berlebihan kiranya jika pada
abad 21 disebut sebagai alat
komunikasi massa. Pesatnya
perkembangan media informasi dan
komunikasi, baik perangkat keras (hardware), maupun perangkat lunak (software), akan membawa perubahan peranan sebagai penyampai pesan/informasi.
Gambar 2.1. Media Massa Cetak
Faktor-faktor yang menyebabkan pemilihan media massa sebagai media sosialisasi antara lain :
a. Media massa, khususnya televisi telah begitu memasyarakat. b. Media massa berpengaruh terhadap proses sosialialisasi.
c. Orang-orang lebih mengandalkan informasi yang berasal dari media massa daripada orang lain.
d. Para orang tua dan pendidik, baik secara sendiri maupun bersama-sama dapat meminimalisasikan pengaruh negatif media massa dan mengoptimalkan dampak positifnya.
Sebagai konsekuensi logis dari pemanfaatan media massa sebagai media sosialisasi di tingkat persekolahan, terdapat paling tidak 4 buah efek pemanfaatan media massa yaitu :
a. Efek kehadiran media massa yaitu menyangkut pengaruh keberadaan media massa secara fisik.
b. Efek kognitif yaitu mengenai terjadinya perubahan pada apa yang diketahui, dipahami at au dipersepsi siswa.
c. Efek efektif yaitu berkenaan dengan timbulnya perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci siswa.
d. Efek behavioral yaitu berkaitan pada perilaku nyata yang dapat diamati mencakup pola-pola tindakan kegiatan atau kebiasaan berprilaku siswa. Media massa adalah wahana terpenting dalam penyebarluasan informasi. Keterlambatan media siaran dalam memberikan respon terhadap peristiwa- peristiwa penting seperti bencana, agak sulit diterima. Dalam daat-saat genting
seperti itu, hanya media siaranlah yang menjadi andalan utama masyarakat karena media cetak dan media online memiliki keterbatasan dari segi waktu dan aksesbilitas.
Dampak positif media massa sebagai media sosialisasi : a. Memberi informasi secara luas,
Masyarakat dapat memperoleh informasi secara luas sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima serentak dan sesaat dari berbagai sumber terutama dari media massa, apakah dari siaran televisi dan radio (media elektronik), surat kabar dan majalah (media cetak), komputer pribadi atau bahkan internet.
Televisi mempunyai pengaruh positif seperti meransang interaksi, meransang eksperimen dan pertumbuhan mental sosial anak, serta memperluas cakrawala pengetahuan.
Dibanyak negara termasuk Indonesia, televisi juga dimanfaatkan untuk menayangkan siaran-siaran pendidikan, seperti yang dilakukan oleh TVRI, TVI dan TVEdukasi (TVE).
b. Media massa berperan sebagai media pendidikan diperlukan untuk membantu guru dalam menumbuhkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan media massa sebagai media sosialisasi antara lain :
Meningkatkan kekerasan, semakin banyak tayangan mengandung kekerasan bisa berdampak pada meningkatnya jumlah tindakn kekerasan karena meniru adegan kekerasan yang sudah ada.
Mengubah gaya hidup masyarakat.
Perubahan moralisasi dan peningkatan pelanggaran susila dalam masyarakat.
2.1.3. Pengertian Berita
Berita adalah fakta atau informasi yang ditulis oleh wartawan dan dimuat di media pers. Baik itu disurat kabar, majalah, radio maupun televisi. (Widodo, 1997:17). Banyak definisi tentang berita yang dapat dibaca diberbagai buku, namun ada satu definisi yang dikemukakan oleh Prof. Mithcel V. Charn dalam bukunya, Reporting yang berbunyi, “news is timely report of facts or opinion of either interest ofimportance, or both, to a considerable number of people”. Artinya, berita adalah liputan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik atau penting atau kedua-duannya bagi sejumlah besar penduduk. (Effendi, 1993: 67).
Ciri hakiki berita sebagai laporan yang dibandingkan dengan laporan lainnya bahwa berita merupakan laporan yang sangat cepat (timely) dan mengenai kepentingan umum (public interest). Secara umum kejadian dianggap mempunyai nilai berita atau layak disiarkan adalah yang mengandung satu atau beberapa unsur (Djuroto, 2003:14-25), yaitu:
1. Aktual, sesuatu yang baru, peristiwa yang baru terjadi atau masih hangat dibicarakan.
2. Jarak, berita mengenai suatu kejadian tertentu akan dianggap lebih menarik oleh masyarakat sekitar lokasi peristiwa tersebut.
3. Terkenal, orang yang diberitakan sudah dikenal di masyarakat sehingga meraih banyak perhatian dan semakin tinggi nilai beritanya.
4. Keluarbiasaan, dianggap aneh atau unik dan jarang terjadi sehingga mampu mengagetkan masyarakat.
5. Akibat, manusia selalu memiliki sifat egosentris, yaitu mementingkan diri sendiri. Jadi suatu peristiwa yang mampu mempunyai pengaruh atau akibat selalu menarik karena dapat menggugah sifat egosentrisnya.
6. Heterogen, masyarakat cenderung antusias untuk melihat berita yang menegangkan.
7. Pertentangan, pertentangan yang terjadi dalam berbagai bentuk seperti perang akan semakin menarik bagi masyarakat penikmat berita.
8. Seks, berita seks mempunyai andil yang menarik dalam perhatian masyarakat.
9. Human interest, berita yang mengandung nilai kemanusiaan sangat baik untuk diangkat sehingga dapat menimbulkan keeratan di antara masyarakat.
10. Emosi, berita juga harus mengandung unsur perasaan seorang manusia. Emosi merupakan salah satu sifat manusia yang didahului dengan rasa simpati sehingga selalu menarik perhatian khalayak.
Faktor kedekatan media terhadap peristiwa yang sesuai dengan harapan yang dimiliki khalayak juga mendudung untuk terbentuknya suatu berita, sebab keinginan untuk melanjutkan peristiwa yang sudah terjadi, yang dipandang layak diberikan keinginannya diantara berbagai jenis berita. (McQuail, 1994:193).
2.1.4. Pelajar Sebagai Khalayak Media Massa
Setiap proses komunikasi selalu ditunjukkan kepada pihak tertentu sebagai penerima pesan yang disampaikan oleh komunikator. Menurut Nasution (1993:20), dalam sosiologi komunikasi massa, penerima pesan adalah mereka yang menjadi khalayak tersebut diatas bersifat luas, heterogen dan anonim.
Sifat khalayak yang demikian menyulitkan komunikator dalam menyebarkan pesannya dalam media massa, setiap individu dari khalayak ialah dengan mengelompokkan mereka menurut jenis tertentu, misalnya jenis agama, pendidikan, hobi dan lain-lain. Berdasarkan pengelompokan tersebut, maka sejumlah acara diperuntukkan bagi kelompok tertentu sebagai sasaran (target audience). Contoh, acara untuk khalayak sasaran adalah warta berita, sandiwara, film seri, musik dan lain-lain. Sedangkan untuk kelompok sasaran adalah acara untuk anak-anak, remaja, mahasiswa, petani, ABRI, pemeluk agama Islam dan lain-lain (Effendi, 1993:20). Dalam penelitian ini, pelajar
kelas XI di Kabupaten Manggarai Barat dipilih untuk menjadi khalayak sasaran (target audience).
Sebutan “Pelajar” diberikan kepada peserta didik yang mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran untuk mengembangkan dirinya melalui jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Peserta didik dalam arti luas adalah setiap orang yang terkait dengan proses pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang belajar di sekolah (Sinolungan, 1997).
Peserta didik dalam arti sempit inilah yang disebut sebagai pelajar. Dikatakan pelajar sebab mereka mengikuti pembelajaran dalam konteks pendidikan formal, yakni pendidikan di sekolah. Melalui pendidikan formal inilah pelajar diajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan, seperti Ilmu Pengetahuan Alam, Sosial, Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan masih banyak lagi. Diharapkan, selama mengikuti kegiatan pembelajaran, siswa mampu mengembangkan dirinya baik secara sosial, emosi, intelektual, bahasa, moral dan kepribadian ke arah positif yang diinginkan semua orang. Perkembangan yang dialami pelajar berbeda-beda. Tergantung pada faktor- faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar. Tidak selamanya perkembangan pada diri pelajar menuju pada hal positif. Adakalanya beberapa pelajar justru menunjukkan perkembangan ke arah negatif, salah satunya aksi premanisme yang marak dilakukan oleh pelajar di berbagai daerah saat ini. Sangat disayangkan, sebab hakikat seorang pelajar adalah belajar dan menuntut ilmu.
Belajar adalah suatu aktivitas yang menuju ke arah tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan itu perlu adanya faktor-faktor yang perlu diperhatikan, misalnya saja faktor bimbingan. Masalah belajar merupakan inti dari kegiatan di sekolah. Sebab semua sekolah diperuntukkan bagi berhasilnya proses belajar bagi setiap siswa yang sedang studi di sekolah tersebut. Dengan bimbingan sekolah diartikan suatu proses bantuan kepada anak didik yang dilakukan secara terus-menerus supaya anak didika dapat memahami dirinya sendiri, sehingga sanggup mengarahkan diri dan bertingkah laku yang wajar, sesuai tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. (Drs. Ny. Singgih D. Gunarsa, 1981:25).
Tujuan bimbingan dan penyuluhan bagi murid adalah untuk: 1. membantu dalam memahami tingkah laku orang lain.
2. membantu murid-murid supaya hidup dalam kehidupan yang seimbang antara aspek fisik, mental dan sosial.
3. membantu proses sosialisasi dan sikap sensitif terhadap kebutuhan orang lain.
4. membantu murid untuk mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan kecakapan, minat, bakat, kecakapan belajar, dan kesempatan yang ada. 5. membantu murid-murid untuk mengembangkan motif-motif intrinsic
dalam belajar, sehingga dapat mencapai kemajuan yang berarti dan bertujuan.
6. memberikan dorongan dalam pengarahan diri, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan keterlibatan diri dalam proses pendidikan.
7. mengembangkan nilai dan sikap secara menyeluruh, serta perasaan sesuai dengan penerimaan diri (self acceptance).
8. membantu murid-murid untuk memperoleh keputusan pribadi dalam penyesuaian diri secara maksimal terhadap masyarakat. (http://www.pdfqueen.com/pdf/pe/pengertian-pelajar/ diakses 14/05/2010 10:37 AM).
Seperti yang telah disebutkan pada teori komunikasi massa diatas, pesan komunikasi massa ditujukan pada khalayak yang sangat luas. Herbert Blumert menyatakan 4 karakteristik khalayak komunikasi massa:
1. Berasal dari berbagai strata sosial (berbeda usia, tingkat pendidikan, jabatan dan gaya hidup).
2. Merupakan kelompok anonim yang terdiri dari individu-individu yang tidak saling mengenal.
3. Karena secara fisik terpisah, hanya ada kemungkinan-kemungkinan untuk interaksi dan bertukar pengalaman sehingga kecil kemungkinan terjadi kontak fisik seperti pada crowd.
4. Tidak terorganisir sehingga tidak mungkin digerakkan untuk kepentingan tertentu.
Khalayak media massa tersebut mempunyai kecendrungan untuk memilih pesan mana yang diinginkan menurut Barelson, Steiner, dan Klapper dalalm buku taksonomi. Konsep komunikasi yang disusun oleh Blake dan Haroldson, kecendrungan memilih pesan dalam media massa diistilahkan sebagai selective preception, selective preception meliputi :
1. Selective exposure
Kecendrungan manusia membuka diri (expose) pada pesan komunikasi yang sama dan sesuai dengan kebutuhan dan pendapatnya, menghindarkan komunikasi yangtidak sesuai dengan kepentingan dan pendapatnya.
2. Selective attention
Kecendrungan manusia memperhatikan pesan yang sesuai dengan minat serta kebutuhannya.
3. Selective retention
Kecendrungan manusia untuk mengingat isi pesan yang menarik serta sesuai kebutuhan serta minatnya (Blake dan Haroldson, 2005:84).
DeFleur dan Ball-Rokeach melihat pertemuan khalayak dengan media berdasarkan 3 kerangka teoritis, antara lain :
1. Perpektif perbedaan individual (individual differences theory).
2. Perspektif kategori sosial (social category theory).
3. Perspektif hubungan sosial.
Dalam perspektif perbedaan indivual (individual differences theory), memandang bahwa sikap dan organisasi personal-psikologis individu dalam menentukan bagaimana individu memilih stimuli dari lingkungan dan bagaimana memberi makna pada stimuli tersebut (Rakhmat, 2003:203-204). Atas dasar pengakuan bahwa individu tidak sama perhatiannya, kepentingan,
kepercayaan maupun nilai-nilai lainnya, maka dengan sendirinya selektifitas mereka terhadap komunikasi massa juga berbeda (Liliweri, 1991:106).
Mengacu pada pernyataan tersebut, individu memiliki kepribadian masing-masing yang berpengaruh pada prestasi mereka dalam menanggapi sesuatu. Khalayak lebih menyukai suatu program acara tertentu dibandingkan dengan yang lain jika dirasa program acara tersebut dapat mendukung berbagai kepentingan, kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut tersebut.
Selanjutnya berdasarkan kategori perspektif kategori sosial (social category theory), dikatakan bahwa, “perspektif kategori sosial berasumsi bahwa dalam masyarakat terdapat kelas-kelas sosial, yang reaksinya pada stimuli tertentu cenderung sama. Anggota-anggota kategori tertentu akan cenderung memilih isi komunikasi yang sama dan akan memberi respon kepadanya dengan cara yang hampir sama pula.” (Rakhmat, 2003:204).
Penggolongan pendapatan, pendidikan, pemukiman atau pertalian yang bersifat religius, persamaan gaya, orientasi dan perilaku akan berkaitan dengan suatu gejala seperti pada media massa, pada perilaku yang seragam, (Effendi, 2003:267). Berdasarkan teori tersebut, terdapat golongan-golongan tertentu dalam masyarakat yang memiliki perilaku yang sama dalam menanggapi satu bentuk komunikasi. Dan hal ini mempengaruhi pelajar dalam memilih serta menyimak suatu program acara.
2.1.5. Berita Menurunnya Tingkat Kelulusan Ujian Nasional di Media Massa Sejak diumumkan secara serempak, kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat di sekolah masing-masing pada 26 April 2010, media massa secara serempak juga memberitakan masalah tersebut. Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh mengakui terjadi penurunan tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA sebesar empat persen dibanding tahun lalu. Ia menambahkan akan ada ujian ulang bagi para peserta yang tidak lulus pada 10 hingga 14 Mei 2010. (http://berita.liputan6.com/sosbud/201004/274285/Mendiknas.Tingkat.Kelulus an.Memang.Menurun diakses 14/05/2010 11:48 AM)
Tingkat kelulusan Ujian Nasional SMA/MA sederajat tahun 2010 menurun 4 persen dari tahun lalu. Angka kelulusan yang semula 93,74 persen kini merosot menjadi 89,88 persen. Berdasarkan data Badan Standar Nasional Pendidikan, terdapat 154.079 siswa yang mengulang dari total peserta 1.522.162 siswa. Bagi siswa yang gagal dalam Ujian Nasional 2010 kali ini akan diberikan kesempatan mengikuti ujian ulang pada bulan Mei 2010. (http://www.metrotvnews.com diakses 10/05/2010 11:26 AM)
Total peserta Ujian Nasional tingkat SMA sederajat 2010 ini sebanyak 1.522.162 siswa, terdapat 154.079 (10,12 persen) siswa yang mengulang. Sementara jumlah siswa yang tidak mengulang yakni 1.368.083 (89,88 persen). Menurut Mendiknas, hal tersebut juga dapat dilihat dari analisis serta jumlah pengaduan yang diterima di posko UN (Ujian Nasional) jumlahnya jauh berkurang tahun ini. Lagi menurutnya, angka sebesar 89,88 persen adalah kelulusan Ujian Nasional 2010 bukan angka kelulusan siswa. Karena siswa
juga bisa dinyatakan tidak lulus sekolah, meski nilai Ujian Nasionalnya lulus, tetapi akhlak dan budi pekertinya tidak baik.
Menurunnya angka kelulusan Ujian Nasional SMA sederajat tahun ini, menurut Mendiknas, salah satu gaktor penyebabnya adalah pengawasan Ujian Nasional yang lebih ketat. Sehingga siswa mengerjakan soal sesuai dengan kemampuan diri. Selain itu, pemerintah daerah juga tidak memiliki target kelulusan tertentu, sehingga pelaksanaan Ujian Nasional berlangsung lebih jujur. Contohnya, Pemda Gorontalo yang angka kelulusan atau mengulang Ujian Nasionalnya cukup tinggi mencapai 46,22 persen dibanding tahun lalu yang hanya sebesar 1 persen. Hal ini menunjukkan komitmen Pemda Gorontalo dalam menjalankan Pakta Kejujuran dan Integritas.
Dikatakan Nuh (Mendiknas), pengawasan ketat dan tingkat kejujuran tinggi yang terjadi tahun ini, bukan lantas diartikan tahun lalu pengawasan kendor. Menurut Nuh, tahun-tahun sebelumnya pengawasan sudah maksimal.
Mendiknas mengatakan, dari 154.079 siswa yang harus mengulang Ujian Nasional, sebanyak 99.433 siswa (69,55 persen) hanya mengulang satu mata pelajaran, 25.277 siswa yang mengulang dua mata pelajaran, 10.034 siswa mengulang tiga pelajaran (6,5 persen), 4.878 siswa mengulang empat mata pelajaran (3,2 persen), 2.548 siswa (1,7 persen) mengulang 5 mata pelajaran dan 930 siswa (0,6 persen) mengulang 6 mata pelajaran.
Kementrian Pendidikan Indonesia (Kemdiknas), kata Nuh, juga merilis beberapa provinsi di kawasan Timur Indonesia masih menjadi yang terbanyak ketidaklulusan siswa SMA/MA sederajat. Provinsi tersebut diantaranya
Gorontalo (53 persen), Nusa Tenggara Timur (52,8 persen), dan Maluku Utara (41 persen), Sulawesi Tenggara/Sultra (35 persen), Kalimantan Timur/Kaltim (30 persen) dan Kalimantan Tengah/Kalteng (39 persen).
Lebih lanjut, Muhammad Nuh mengatakan keprihatinannya terkait prestasi siswa SMA dan MA di provinsi DIY Yogyakarta karena prestasi siswa di provinsi ini jauh menurun dibanding tahun lalu. Bila tahun 2009 siswa SMA dan MA di Yogyakarta lulus 93 persen, maka tahun ini mereka hanya lulus 76,3 persen. Ditambahkan Mendiknas, Ujian Nasional yang selama ini dilakukan memberikan gambaran kondisi pendidikan di Indonesia secara lebih baik. Ia lantas mencontohkan untuk sekolah-sekolah di kawasan Timur Indonesia yang biasanya mempunyai tingkat ketidaklulusan, sudah dan akan terus diberikan penangan secara khusus.
Ia menjelaskan, karena Ujian Nasional pula, Kemendiknas mempunyai data detail pemetaan pendidikan di tanah air. Mulai dari daerah kabupaten/kota mana saja yang tertinggal, sekolah yang perlu dibantu hingga pada mata pelajaran dan bab apa yang sekolah itu jauh tertinggal dengan sekolah lain. (http://iptek.tvone.co.id/berita/view/37386/2010/04/24/mendiknas_tingkat_kel ulusan_un_sma_ma_2010_turun_4_persen/ diakses 10/05/2010 12:53 PM)
2.1.6. Konsep Tingkat Kelulusan
Siswa SMA/MA sederajat yang akan mengikuti Ujian Nasional (UN) 2010 wajib belajar lebih giat. Soalnya, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) kembali menaikkan standar kelulusan ujian nasional. Kalau Juli 2009
lalu siswa bisa lulus dengan nilai rata-rata 5,5, tahun depan siswa bisa lulus dengan nilai minimal 5,75. Ada kenaikan 0,25 daripada tahun sebelumnya.
Kenaikan standar tersebut memang belum dituangkan dalam SK (surat keputusan) BSNP. Namun, rencana kenaikan itu sudah matang dan sebelumnya menjadi pembahasan di BSNP. Termasuk pembahasan sosialisasi dan penyampaiannya kepada masing-masing dinas pendidikan kota/kabupaten. Selain kenaikan angka standar kelulusan, BSNP juga telah memutuskan memasukkan mata pelajaran agama dalam UN 2010. BSNP tidak jadi memasukkan mata pelajaran PKn dalam daftar mata pelajaran yang di-UN-kan.
Pengamat pendidikan Kota Malang Kamilun Muhtadin mengungkapkan, kabar dari rekan-rekan BSNP mengungkapkan ada kecenderungan kenaikan